"Kagamine-san! Kumohon berpacaranlah denganku!?" seru seorang pemuda berambut teal pada seorang gadis berambut pirang. Pemuda itu membungkuk dengan gugup, sedangkan sang gadis yang menjadi target kencannya itu hanya memandangnya heran.
"Maaf, Hatsune-kun. Aku tidak bisa berpacaran denganmu," ucap gadis itu, sang pemuda membelalakkan matanya dan tersenyum pahit.
"Ah, begitu ya. Apa Kagamine-san sudah punya orang yang kau cintai?" tanya sang pemuda, si gadis menggeleng dan tersenyum getir.
"Aku tidak tahu, mungkin bukan cinta. Tapi aku memang sudah punya seseorang yang masih aku tunggu." Balas sang gadis, si pemuda tersenyum kembali walau hatinya sekarang sudah tercabik menjadi robekan-robekan kecil.
"Oh, semoga kau bisa bertemu dengannya lagi, Kagamine-san." Ucap sang pemuda, si gadis tersenyum senang dan membungkukkan badannya pada sang pemuda.
"Terima kasih, semoga Hatsune-kun juga bisa menemukan orang yang tepat untukmu suatu saat nanti. Sampai jumpa," dan dengan itu, sang gadis pergi meninggalkan si pemuda.
"Right Beside You"
Vocaloid © Yamaha
Rate: T
Warning: Typo(s) dan keganjilan yang ada
"Ah, itu Kagamine-san." Bisik salah seorang murid perempuan pada temannya. Temannya mengangguk dan kembali membisiki,
"Iya, aku kagum. Dia benar-benar menolak Mikuo-kun loh."
"Eeh? Benarkah? Sayang sekali,"
"Padahal kupikir mereka cocok loh,"
"Iya, kalau mereka berpacaran, mereka akan menjadi pasangan paling sempurna di sekolah."
"Tapi bukankah ini aneh? Bukannya Kagamine-san sepertinya punya perasaan pada Mikuo-kun?"
"Katanya dia punya seseorang yang dia tunggu,"
"Aku penasaran siapa orang yang dia tunggu,"
"Tidak tahu, yang jelas itu sangat disayangkan. Di atas segalanya Mikuo-kun itu dambaan semua cewek sekolah ini loh,"
"Yah, bukannya itu membuka kesempatan bagi kita untuk menembaknya?"
"Ah, benar juga. Kuharap malaikat cinta datang kepadaku dan menancapkan panah cintanya padaku dan Mikuo-kun."
"Hei, jangan berharap telalu tinggi! Lagipula mana ada malaikat di dunia ini?"
—Dan acara bisik-bisik tetangga alias menggosip itupun terus berlangsung dengan seru dan makin panas tiap kalimatnya.
Selagi para siswi meneruskan kegiatan mereka, yang entah mereka sadari atau tidak, telah mereka lakukan di depan sang empunya nama. Kagamine Rin adalah nama lengkap dari gadis yang sedari tadi mereka tunjuk dan gosipkan. Murid rangking satu di Vocalo International High School ini adalah salah satu gadis tipikal Ojou-sama berkepribadian sempurna dengan nilai menakjubkan dan penampilan yang tentunya di atas rata-rata.
Kagamine Rin berusaha tidak mendengarkan gosip yang entah bagaimana sangat cepat merambah seluruh tingkatan di sekolahnya itu dengan memasang headset pada kedua telinganya dan membaca sebuah novel klasik. Dia bukanlah siswi yang anti sosial, hanya saja dia selalu lebih memilih untuk duduk diam membaca daripada mendengarkan gosip panas yang menyebar di antara murid-murid, apalagi jika itu gosip tentang dirinya.
"Menembak ya?" gumamnya di sela-sela kegiatan membacanya, matanya menerawang seakan tidak fokus pada buku yang sedang ia pegang. Sebaris kejadian penembakan dadakan kemarin yang dilakukan oleh Hatsune Mikuo‒sang Ketua OSIS dan rangking kedua di sekolah mereka‒ kepada dirinya itu membuat jantungnya sempat ingin berhenti.
Bagaimana tidak? Dia telah menolak adik kembar dari sahabat terbaiknya, Hatsune Miku‒sang idola sekolah‒dengan cara yang entah bagaimana terasa agak kasar. Bukankah itu berarti dia telah mengecewakan sahabatnya? Sekarang dia tidak mengerti bagaimana caranya untuk berhadapan dengan sahabatnya itu.
Kagamine Rin menghela napas pasrah dan menutup novelnya, "Malaikat cinta, kah?" gumamnya, ia meletakkan novelnya di atas meja dan menaruh kedua tangannya untuk menyangga dagu seraya menatap ke arah langit di luar jendela.
"Kalau malaikat itu bisa memberiku kesempatan untuk bertemu lagi dengan dia, mungkin aku juga ingin menemuinya." Bisiknya pada dirinya sendiri.
"Ah, maaf sudah membuatmu menunggu, Rin-chan." Ucap seorang gadis berambut teal yang baru saja keluar dari kelasnya. Rin mengangguk dan tersenyum kaku, ia segera mengambil langkah cepat supaya mereka bisa cepat pulang. Hatsune Miku mengangkat sebelah alisnya heran, tidak biasanya seorang Kagamine Rin bersikap kaku pada seseorang.
"Rin-chan, kau kenapa?" tanya Miku saat ia sudah bisa menyamakan kecepatan dan jaraknya dengan Rin. Rin menunduk, ia tidak berani menatap wajah innocent sahabatnya itu. Dahi Miku semakin berkerut atas tindakan diam seribu bahasa yang diambil Rin, dan entah bagaimana sebuah kenyataan menabrak otaknya yang lelet itu.
"Oh, jangan bilang kau tidak enak padaku soal Mikuo-kun." Ucap Miku. Dan ucapan itu sukses membuat Rin menghentikan langkahnya seketika, yang tentu saja membuat Miku ikut menghentikan langkahnya.
Rin menunduk, "Maafkan aku," ucapnya. Miku tersenyum hambar dan mendekati sahabat terbaiknya itu dengan langkah ringan.
"Itu hanya kejadian di antara kau dan Mikuo-kun, aku tidak ada sangkut pautnya dengan ini. Yah, walau aku akui aku sedikit kecewa karena tidak bisa memanggilmu imouto-chan." Gurau Miku, ia berusaha meluruskan jalan pikiran Rin yang sepertinya merasa bersalah pada dirinya.
Rin mengangkat kepalanya dan menatap lurus pada mata Miku. Manik sapphire bertemu dengan turquoise yang dalam. Lama berpandangan, Miku akhirnya memecahkan keheningan di antara mereka dengan tawanya.
"Hah, kau seperti seseorang yang akan membeberkan rahasiamu pada kekasihmu saja. Sudahlah, yang terjadi biarlah terjadi. Itu berarti Mikuo-kun bukan jodohmu, gampang kan?" ucap Miku, Rin menatap senyum sahabatnya itu lekat-lekat sebelum mengangguk.
"Yah, kau benar. Aku juga berharap semoga Mikuo-kun segera menemukan jodohnya." Gumam Rin, Miku bersenandung kecil sambil tersenyum geli.
"Mungkin hal itu juga berlaku untukmu Rin-chan," ucap Miku dengan wajah separuh meledek disertai tawa kecil di belakangnya.
Rin menggembungkan pipinya dan membuang muka, walaupun hal itu malah makin membuat tawa Miku bertambah volume.
"Ini untuk ulang tahun Lin yang kelima," ucap seorang anak laki-laki berambut pirang kepada seorang anak perempuan yang juga berambut pirang. Ia memberikan sebuah cincin dengan lambang semanggi berdaun empat dan memakaikannya di jari manis si anak permpuan.
"Uwaa, makacih, ***! Lin akan celalu memakainya!" balas si anak perempuan, si anak laki-laki mengangguk dan tersenyum senang.
"Janji ya, campai *** kembali lagi ke cini bawa hadian balu buat Lin, ini nggak boleh dilepas." Ucap si anak laki-laki, si anak perempuan pun mengangguk cepat dan mengarahkan jari kelingkingnya ke depan mata sang anak laki-laki.
"Janji! Lin akan nunggu *** pulang, jadi cepat pulang ya!" ucap si anak perempuan, sang anak laki-laki pun tertawa dan mengaitkan kelingkingnya pada kelingking sang anak perempuan.
Beep, Beep, Beep, Beep, Be—
Rin segera mematikan jam beker di samping tempat tidurnya dan memaksa tubuhnya untuk keluar dari selimut hangatnya, "Ah, sudah waktunya berangkat sekolah." Gumamnya.
Rin memegang kepalanya yang sedikit pusing dan mengerjapkan matanya pelan, "Kenapa aku masih saja memiliki mimpi itu? Siapa sebenarnya dia? Sudah hampir delapan tahun dan dia masih belum kembali, padahal dia sudah berjanji. Padahal aku ingin bertanya padanya tentang masa laluku," Setitik air mata menetes dari pelupuk mata Rin, ia segera menggeleng dan menghapus air matanya dengan cepat.
"Sekarang bukan saatnya aku menangis, lebih baik aku segera bersiap dan berangkat sekolah." Rin segera membuka selimutnya dan menemukan ada seorang cowok yang kira-kira seumuran denganya sedang tertidur pulas disampingnya.
.
Countdown to heaven, guys~
.
5
.
4
.
3
.
2
.
1
.
0
.
"KYAAAAAAA—!" dan akhirnya teriakan itu meledak ke seluruh penjuru Mansion Kagamine. Dan tentu saja teriakan frekuensi tinggi milik Rin mampu membangunkan orang‒atau sementara kita sebut dia orang‒yang sedang tidur di atas tempat tidurnya itu dengan cepat.
"Aah, ada apa sih ribut-ribut?" tanya orang itu pelan, ia mengucek matanya dengan pelan dan bertingkah seperti seorang penderita darah rendah yang baru bangun tidur ... atau memang?
Rin yang sudah gemetaran setengah mati pun menunjuk tepat ke arah si cowok dengan wajah berkeringat dingin. Kalau orang tuanya tahu ada laki-laki masuk ke kamarnya apalagi berada di atas tempat tidurnya, dia akan dibunuh! Yah, walau mungkin untuk sekarang Rin bisa lega karena kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah—Ah, sekarang bukan waktunya memikirkan hal itu!
Tok, tok, tok‒
"Rin-sama, Rin-ojousama, anda tidak apa-apa? Mengapa anda berteriak?" sebuah suara berbicara dari balik pintu. Itu adalah suara Kagene Rui, pelayan pribadinya dan penjaganya. Wajah Rin segera memucat seketika, ia segera menutupi kembali si cowok dengan selimutnya dan membuka pintu kamarnya.
"Ah, Rui. Selamat pagi!" ucap Rin, ia tertawa garing dan menutup kembali pintu kamarnya saat ia sudah ada di luar kamar.
"Saya mendengar anda tadi berteriak, apa ada sesuatu?" tanya Rui, Rin menggeleng cepat.
"Tidak ada apa-apa kok, tadi aku hanya melihat cicak. Kau tahu, terkadang memang ada cicak di rumah ini kan? Aku hanya sedikit kaget." Ucap Rin. Rui masih menatap Rin curiga, tapi selama ia melihat majikannya itu baik-baik saja ia diam saja.
"Baiklah, Ojou-sama. Sarapan akan siap sebentar lagi, tolong segera bersiap agar anda tidak terlambat." Ucap Rui, ia segera membungkuk hormat pada Rin dan berlalu. Rin menghela napas lega dan segera memasuki kamarnya kembali.
Rin segera membuka selimutnya dan melihat cowok berambut pirang itu masih tetidur di atas tempat tidurnya. Mata Rin melebar sempurna, ia mengucek matanya, memastikan tidak ada gangguan ataupun kerusakan pada matanya ... walaupun sebanyak apapun ia mencoba hasilnya tetap sama. SEORANG. COWOK. SEDANG. TIDUR. DI. TEMPAT. TIDURNYA.
Rin merasakan nyawanya sudah melayang dari mulutnya. Tapi ia segera tersadar dan ia kembali menaiki tempat tidurnya untuk membangunkan si cowok dengan berbagai cara.
Setelah beberapa saat, akhirnya si cowok yang membuat Rin menguras seluruh tenaganya di pagi hari itupun terbangun sempurna. "Oh, selamat pagi ...? Hm, ini dimana? Kau siapa?" tanya cowok itu pada Rin, dahi Rin berkedut.
"Seharusnya aku yang bertanya hal itu padamu! Siapa kau dan apa yang kau lakukan di kamarku? Apalagi di atas tempat tidurku!?" seru Rin. Cowok itu berkedip beberapa kali dan menjentikkan jarinya.
"Oh, ini bukan kamarku." Ucapnya, Rin merasa semua kesabarannya telah turun sampai tingkat yang paling dasar.
"Kau baru menyadarinya!?" serunya, cowok itu mengangguk dan memasang pose berpikir.
"Ah! Berarti kau client-ku yang baru ya? Yah, kalau begitu salam kenal!" ucap cowok itu, Rin menganga sebentar. 'Cowok ini benar-benar menyebalkan dan berbicara omong kosong saja dari tadi.' Pikir Rin.
"Jahatnya, dibilang aku menyebalkan." Keluh cowok itu, Rin menatapnya heran. 'Apa aku tidak sengaja menyuarakan pikiranku?' pikirnya lagi.
"Tidak, kau tidak menyuarakan pikiranmu kok. Aku hanya bisa membaca pikiranmu," ucap cowok itu. Rin menganga makin lebar, entah kenapa semua hal gila pagi ini meruntuhkan semua kesan Ojousama-nya.
"APA KAU TIDAK NORMAL!?" teriak Rin, ia benar-benar sudah tidak sanggup menahan semua keterkejutannya. Wajahnya mulai memucat kembali dan keringat dingin mulai turun dari pelipisnya. Si cowok berambut pirang itu malah dengan santainya tertawa geli melihat reaksi Rin.
"Tenanglah, kau tidak mau membuat semua orang di seluruh rumah ini menghampiri kamarmu dengan khawatir kan?" ucap cowok itu, Rin segera menutup mulutnya dengan kedua tangan dan berkedip beberapa kali. Kenapa dia tiba-tiba jadi seperti anjing peliharaan yang penurut begitu?
"Namaku Len, aku malaikat—"
—Dan Rin kembali memilih untuk tertidur dalam kegelapan alias dia pingsan.
~xXx~
"Maaf, Rui. Sudah merepotkanmu." Ucap Rin ketika dia sudah sadar dari pingsannya, Rui menggeleng pelan pada majikannya.
"Ini sudah tugas saya menjaga Rin-sama. Seharusnya Rin-sama mengatakan dari awal bahwa anda tidak enak badan, jadi saya bisa mengantarkan surat anda dan memanggil dokter lebih cepat." Ucap Rui, Rin menggeleng dan tersenyum pada Rui.
"Ini sudah cukup kok, aku mungkin hanya kelelahan. Tidak perlu memanggil dokter dan juga tolong jangan ceritakan pada Mama ataupun Papa ya, aku tidak mau mereka khawatir." Balas Rin, Rui mengangguk singkat dan segera keluar dari kamar Rin agar majikannya itu bisa beristirahat.
"Haah, iya, aku pasti hanya kecapekan. Aku tadi pagi pasti hanya berhalusinasi." Gumam Rin sambil memijat pelipisnya.
"Sayang sekali tapi kau tidak berhalusinasi, Rin!" ucap seseorang dengan nada gembira, atau mungkin sekarang bisa kita panggil Malaikat Len ...? Rasanya aneh, kita panggil dia Len saja. Mata Rin membelalak sempurna saat ia melihat kembali cowok tersebut berada di hadapannya dalam posisi duduk melayang.
"Mimpi ... pasti ini mimpi kan? Aku pasti masih bermimpi." Rin terus bergumam seperti itu sambil menutup matanya. Len yang capek merasa dicuekin terus oleh Rin akhirnya memilih untuk mencubit pipi kanan Rin.
"Sakit! Aduh, kenapa sih tiba-tiba ..." Rin langsung menghentikan ucapannya saat tersadar ia merasa sakit.
"Sudah percaya kalau aku itu bukan halusinasi dan ini bukan dunia mimpi?" ucap Len, Rin masih menatapnya tak percaya.
"Lalu kau apa!?" seru Rin, sedikit tidak tahan melihat cowok itu terus-terusan melayang di hadapannya.
Len menyilangkan tangannya di depan dada dan memasang pose ngambek(?), "Aku sudah bilang kan? Aku Len, aku malaikat. Apa di duniamu ini tidak percaya ada malaikat?" kata Len tak sabar.
"Justru karena di dunia ini percaya adanya malaikat, kau nampak seperti tidak nyata bagiku! Orang yang bisa melihat malaikat adalah orang-orang yang sudah mendekati mati kan!? Lagipula sayapmu juga kecil sekali, mana ada orang yang percaya itu adalah sayap sungguhan!?" Rin jelas-jelas membentak Len. Ia juga menunjuk ke arah punggung Len yang dihiasi sepasang sayap kecil seperti yang biasa ada di gambar-gambar malaikat moe. Len berkedip beberapa kali dan menjentikkan jarinya.
"Ini karena aku tidak tahu kalau aku akan tiba-tiba ditransfer begini, aku jadi keluar dengan setengah kekuatanku, jadi apapun yang kulakukan semuanya terbatas. Dan kau salah, aku bukan malaikat pencabut nyawa. Jadi kau tidak akan mati dalam waktu dekat." ucap Len dengan tenang, hal itu membuat Rin menghentikan luapan emosinya dan membatu sebentar.
"Apa maksudmu? Kalau kau bukan, lalu kenapa bisa aku melihatmu?" tanyanya kemudian, Len tersenyum geli.
"Karena aku spesial," ucap Len dengan percaya diri. Rin masih tidak bisa bergerak, ia hanya bisa berkedip dan menggerakkan mulutnya untuk mangap.
"Spesial?" tanggapnya, Len mengangguk senang.
"Karena aku malaikat cinta!" seru Len dengan gembira. Mata Rin kembali membelalak dengan lebar.
"HAH?"—"Jadi apa kau punya masalah percintaan? Adakah seseorang yang kau sukai? Atau apa kau ingin bertemu dengan orang yang ada diujung lain benang merahmu? Atau kau ingin menyampaikan perasaanmu pada seseorang? Ayo cepat katakan padaku agar cintamu bisa terkabul! Kalau cintamu belum terkabul, aku tidak akan bisa kembali ke khayangan." Rentetan pertanyaan itu memenuhi pikiran Rin yang sebenarnya sudah tidak mampu mencerna semua hal tersebut.
"Kami-sama ... kumohon, beri aku istirahat sejenak..." keluh Rin, ia meratapi kenapa nasibnya bisa menjadi seperti ini.
To Be Continue
Minna-san, hisashiburi~~
Kyou mo genki desuka?
Hari ini hari terakhir kita di tahun ini loh~
Gimana? Gimana? Ada yang punya rencana liburan?
Haa, kalo saia mah karena libur tinggal seminggu jadi ngga kemana-mana, habis sakit soal na...
sumpah, libur-libur sakit itu kaga enak... TAT
Ah, ini entah kenapa abis sakit langsung kepikiran cerita ini~
ini bakan jadi two-shot ato three-shot aja kok, ngga panjang-panjang soal na masi banyak tanggungan~
Awal na dimulai agak serius ya? Saia aja masi nggak nyangka kalo itu ketikan saia... =A=
Saia awal na punya niat biar tak samain gitu penulisan na, tapi karena saia liat kalo di samain ntar jadi agak kaku jadi saia stop di tengah-tengah ... yang entah gimana kayak na jadi makin berantakan... TAT
Maa, tapi semoga minna-san suka ya~
Yosh, mungkin cuma ini dulu yang bisa saia sampaikan~
saia bakal coba buat apdet sekilat-kilat na karena ini memang cukup pendek, jadi minna-san!
O-T-A-N-O-S-H-I-M-I-N-I~~
YUK COUNTDOWN BUAT NEW YEAR!~
