Title : Naruto and Hinata Love Story
Author : Hidayat
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Pairing : NaruHina
Bagian 1
Awal dari Segalanya.
" JANGAN PERNAH GANGGU KEKASIHKU LAGI, HYUUGA. ATAU KAU AKAN MERASAKAN AKIBATNYA! CAMKAN ITU."
Itulah pesan yang diterima Hinata dari teman sekolahnya, Sakura. Hinata tak begitu mengerti bagaimana pemikiran gadis Haruno tersebut. Hinata tak pernah berniat mengusik kekasih Sakura, Uchiha Sasuke. Entah bagaimana Sakura berpikir kalau ia merebut Sasuke. Hinata memang dekat dengan Sasuke, namun hanya sebatas partner Ketua dan Wakil Ketua OSIS. Tak lebih dan tak kurang sedikitpun.
Hinata menghela nafas. Di deletenya pesan tersebut. Tak terlalu penting memikirkan ego seorang Sakura. Begitu pikirnya. Tak berapa lama datang lagi pesan. Dari Sasuke.
" Hinata, bisa kau hari ini datang ke Kafetaria Hyuuga. Ada yang ingin ku bicarakan."
Hinata menghela nafas. Di balasnya pesan tersebut.
" Ha'i. Kau tunggu saja jam berapa?"
" Jam 2 siang, bagaimana?"
" Baiklah, aku akan kesana."
" Arigato Gozaimaz-ta"
Hinata menghela nafas lagi. Semoga Sakura tak salah anggap. Pikirnya.
" Dasar gadis Hyuuga, jalang! Akan ku bunuh dia." Ucap Sakura murka. Kesabarannya telah habis. Baginya, mendekati Sasuke sama saja mencari mati dengannya.
" Naruto! Kiba! Kemari kalian." Teriak Sakura.
Yang dipanggil akhirnya datang juga.
" Anda memanggil kami, Sakura-sama." Ujar Naruto.
" Cepat cari Hinata, si jalang Hyuuga tersebut. Dan bawa dihadapanku hidup-hidup. Sekarang." Kata Sakura.
" Baik, ayo Naruto." Kata Kiba.
Hinata sudah berpakaian rapi. Rambutnya tergerai sempurna, bak bidadari yang turun dari langit. Wangi parfumnya begitu memesona. Ia pun melangkah keluar.
"Hinata-sama, ingin saya antar?" ujar Neji menwarkan diri.
Hinata menggeleng.
" Hiashi-sama menyuruh saya untuk mengawal Hinata-sama." Kata Neji meyakinkan.
Hinata menggeleng sekali lagi. Ia pun segera melesat mencari taksi di jalan dekat rumahnya. Namun, secara tiba-tiba. Ada sesuatu yang menyergapnya dan menutup hidung dan mulutnya dengan sapu tangan. Dan semuanya menjadi gelap...
Lambat laun Hinata membuka matanya. Dilihatnya sebuah ruangan yang remang-remang. Namun, ia merasakan dirinya terikat di lantai.
Segera saja Hinata berontak dan berteriak minta tolong. Namun, bukannya pertolongan yang datang, melainkan sebuah ancaman. Sakura.
" Oh, Hinata. Sedang apa kau disini?" tanya Sakura seolah tak terjadi apa-apa.
" Lepaskan aku, Sakura." Gertak Hinata.
" Oh, apa ini sebuah ancaman? Ini lebih seperti gadis jalang yang memohon." Ejek Sakura.
" Tutup mulutmu, brengsek." Gertak Hinata.
Demi mendengar gertakan Hinata, Sakura menampar wajah Hinata keras sekali. Bahkan, dari hidung Hinata sekarang mengeluarkan darah. Dicekiknya leher Hinata hingga Hinata setengah berdiri.
" Dengar Hyuuga, kaulah yang brengsek. Berani merebut kekasihku." Ujar Sakura.
" Kau gila. Aku tak pernah mendekati Sasuke." Kata Hinata sengit.
" Aku gila? Kalau itu kenyataannya, apalagi yang harus dibuktikan." Kata Sakura tak kalah sengit.
" KAU GILA, SAKURA. KAU GILA." Ujar Hinata.
Sakura melepaskan cengkeramannya. Dan berjalan mengelilingi Hinata. Tiba-tiba saja, Hinata merasa rambutnya seperti ditarik keatas. Hingga ia melihat wajah Sakura dengan jelas.
" Dengar gadis jalang! Kali ini kau akan ku ampuni. Namun, lain kali jika kau masih berani macam-macam denganku, lihat saja akibatnya." Kata Sakura.
Hinata menjerit pelan. Rambutnya seakan terbakar.
" Oh ya. Dan..."
Sakura mengambil sebuah pisau dan memainkannya didepan wajah Hinata. Seketika, ia tusukkan ujung pisau tersebut kepipi Hinata yang putih. Hinata mengerang kesakitan. Namun, membuat Sakura makin kehilangan akal sehat. Di koyaknya pipi Hinata hingga sobek dan mengeluarkan darah. Lamat-lamat pandangan Hinata mengabur, namun ia masih bisa mendengar suara lamat-lamat.
" Cepat buang Hyuuga itu kedepan rumahnya." Kata Sakura.
Dan semuanya kembali gelap.
" Kasihan sekali Hinata." Lirih Naruto saat menggendong Hinata.
Kiba hanya diam.
" Apa menurutmu kita bawa saja ke ke rumah sakit?." Saran Naruto.
Kiba mengedarkan pandangan ke arah Naruto.
" Kau gila, bisa-bisa kita dibuat Sakura-sama seperti Hyuuga ini. Kau mau?" ujar Kiba kesal.
Naruto hanya diam. Dipandangnya wajah Hinata. Cantik. Bisik hatinya. Hanya saja ada koyakan pisau dipipi Hinata yang menodai wajah cantiknya. Namun, tetap saja wajah gadis itu tampak bercahaya.
" Aku akan membawanya ke rumahku. Mungkin ibuku bisa menyembuhkannya." Ujar Naruto.
" Tidak, Naruto. Bisa-bisa kita berdua terlibat masalah." Ujar Kiba tegas.
" Tak masalah bila kau tak ingin ikut campur. Aku akan tetap membawanya." Kata Naruto.
Kiba hanya diam.
Naruto mengambil sesuatu dari dalam sakunya. Dan diserahkannya pada Kiba.
" Ini, tapi kau harus tutup mulut dan bisa berargumen kemana aku pergi. Tulis berapa pun yang kau mau." Ujar Naruto seraya menyerahkan selembar kertas pada Kiba. Selembar kertas cek.
Kiba terbelalak. Berapa pun?
" Kau bercanda. Darimana kau punya uang?" ledek Kiba.
Naruto terhenti.
" Tulis saja. Dan aku jamin uang yang kau tulis akan langsung masuk ke dalam rekeningmu. Asalkan kau bisa menjaga privasi ku. Akan kujaga juga privasi mu." Kata Naruto.
Kiba ragu.
Naruto menyetop sebuah taksi dan menaikinya. Memberikan alamat rumahnya dan taksi itu melesat. Menyisakan Kiba yang bingung.
" Aku pulang." Seru Naruto saat membuka pintu rumahnya.
" Oh, Naruto. Kau..." ucapan ibunya, Kushina terputus lantaran melihat Hinata.
" Siapa dia? Naruto?" tanya Kushina.
" Ceritanya panjang, ibu. Bisakah ibu menyembuhkan lukanya?" tanya Naruto.
Kushina berpikir.
" Aku mohon, ibu." Mohon Naruto.
" Baiklah, bawa ia kekamarmu." Ujar Kushina.
" Arigato, ibu." Ujar Naruto.
Kushina berjalan ke arah kamar Naruto dan diikuti Naruto yang menggendong Hinata. Tiba-tiba, handphone Hinata berbunyi. Naruto pun mengambil handphone Hinata dari saku celana Hinata. Di bukanya pesan yang masuk.
" Hinata, kau dimana? Aku sudah menunggumu setengah jam yang lalu."
Dari Sasuke. Naruto melanjutkan berjalan kekamarnya. Sesampainya, ia rebahkan Hinata diatas kasurnya. Dan keluar sebentar.
" Maaf, aku sibuk. Gomenasai, Sasuke." Balas Naruto mewakili Hinata.
Naruto kembali masuk kekamarnya. Dilihatnya ibunya mengobati luka di pipi Hinata.
" Bagaimana keadaannya, ibu?" tanya Naruto.
" Lukanya cukup dalam, mungkin akan sedikit lama pemulihannya. Namun, pasti ia akan baik-baik saja." Ujar Kushina.
" Oh, syukurlah." Desah Naruto.
(Dua hari kemudian)
" Naruto, ibu dan ayah akan berlibur ke Hiroshima selama tiga bulan. Kau jaga rumah baik-baik, ya!" kata Minato, ayah Naruto.
Naruto mengangguk.
" Dan jangan macam-macam dengan gadis itu, ya!" canda Kushina.
Naruto tertawa renyah. Melepas kepergian kedua orangtua nya menuju Hiroshima. Hanya sampai pelataran rumah. Ia tak bisa meninggalkan Hinata. Setelah kedua orangtuanya pergi, Naruto kembali kekamarnya. Handphone Hinata berdering lagi. Dibukanya pesan yang masuk. Neji.
" Hinata-sama, anda kemana saja? Hiashi-sama begitu cemas."
Naruto segera membalas pesan tersebut.
" Niisan, aku dirumah teman. Mengerjakan riset selama tiga bulan. Semua peralatannya sudah ada jauh-jauh hari."
" Oh, akan saya sampaikan pada Hiashi-sama."
Naruto mengehela nafas. Di letakkannya kembali handphone Hinata ke atas meja lampunya.
" Kiba, dimana Naruto?" tanya Sakura pada kiba.
" Em...,"
" Ayo, jawab!"
" Naruto sedang berlibur ke Hiroshima selama tiga bulan." Ujar Kiba.
" Berlibur tak memberi kabar. Tak apalah, selama si jalang Hyuuga itu tak mengganggu kekasihku, aku tak membutuhkan kalian. Ini bayaranmu Kiba." Kata Sakura memberi sejumlah uang pada Kiba.
" Arigato."
Sakura mengangguk dan menyuruh Kiba keluar.
" Naruto, sedang apa kau sekarang." Batin Kiba.
Untungnya sekolah libur. Kuliah juga diliburkan selama tiga bulan karena ada gangguan asap di Konoha, mejadi kabar gembira bagi Hinata. Ia tak perlu menjelaskan kondisinya apabila ia pulih kembali. Juga kabar baik bagi Naruto karena alasannya sangat tepat pada Neji. Naruto menghela nafas. Hinata belum juga sadarkan diri. Naruto pun bangkit untuk memeriksa luka Hinata. Cukup baik walaupun masih belum pulih benar. Bersamaan, di lihatnya wajah Hinata yang begitu cantik memesona. Sejenak, rona merah dipipinya muncul. Tangannya hendak menyentuh pipi Hinata, namun urung. Kali ini ia beranikan dirinya untuk mengelus pipi Hinata. Lembut sekali. Kulit Hinata bak salju yang lembut. Disingkirkannya helaian rambut Hinata yang sedikit menutupi wajah Hinata. Oh Kami-sama, betapa cantiknya Hinata. Bisik hatinya. Jantung Naruto berdebar-debar.
Naruto belai rambut Hinata. Lembut dan wangi. Diciumnya rambut Hinata. Wangi sekali. Parfum Hinata masih melekat kuat, menembus sukma Naruto. Pelan, di dekatkannya wajahnya dengan wajah Hinata. Mulai ditelengkannya kepalanya dan menutup matanya. Bersamaan saat Naruto hendak mencium Hinata, Hinata lamat-lamat membuka matanya. Di lihatnya seorang lelaki berada sangat dekat dengan wajahnya.
" Kyaaa..." sontak Hinata berteriak dan mendorong tubuh Naruto.
Naruto hanya termundur beberapa langkah. Melihat ekspresi wajah Hinata yang ketakutan.
" Si-si-a-apa ka-u?" Hinata terbata-bata.
" Kau luka parah, makanya aku membawamu kesini." Kata Naruto berusaha meyakinkan.
Naruto maju beberapa langkah. Hinata makin ketakutan seraya mundur menyentuh dinding.
" Dimana aku? Lepaskan aku!" seru Hinata.
" Kau dirumahku. Aku takkan menyakitimu. Ibuku dua hari yang lalu menyembuhkan lukamu." Kata Naruto mendekat.
Hinata ragu. Disentuhnya pipinya, ada sebuah perban melekat.
" Kau tak boleh kemana-mana dulu. Kata ibuku tunggu sampai pulih." Kata Naruto.
Hinata terdiam seraya menunduk.
" Arigato." Lirih Hinata.
Naruto hanya tersenyum. Ia pun duduk ditepi ranjangnya. Hinata sudah tak menghindar lagi.
" Naruto." Ujar Naruto mengenalkan dirinya.
Hinata menatap Naruto. Membalas senyuman Naruto.
" Hinata." Kata Hinata.
" Namamu cantik, persis seperti dirimu. Cantik sekali." Ujar Naruto ringan.
Hinata mendongak. Ada rona merah dipipinya. Senyumnya manis sekali.
" Oh, ya. Kau kan belum makan selama dua hari." Ujar Naruto.
" Em..." Hinata mengangguk.
" Kau suka ramen instant? Aku bisa buatkan untukmu." Kata Naruto menawarkan diri.
Hinata hanya mengangguk. Naruto tersenyum.
" Kau tunggu disini, yaa... Akan ku buatkan." Kata Naruto.
Naruto melangkah keluar kamar menuju dapur. Di ambilnya ramen instant dari dalam lemari. Ia buka penutupnya dan ia masukkan air panas kedalamnya. Tinggal ditunggu. Bersamaan saat itu, matanya menangkap Hinata tertatih-tatih berjalan kedalam dapur. Mata Naruto terbelalak. Merasa tak sanggup lagi, Hinata hendak jatuh. Namun, segera ditangkap oleh Naruto.
" Kau tak apa?" tanya Naruto.
Hinata hanya mengangguk pelan. Naruto membimbing Hinata untuk duduk diatas meja makannya.
" Kau seharusnya menungguku." Kata Naruto usai Hinata duduk dikursi.
Hinata hanya menunduk. Matanya berkaca-kaca.
" Arigato, Naruto. Kau sudah baik sekali padaku." Kata Hinata.
Satu tetes airmata keluar dari mata beningnya.
" Kenapa kau menangis?" ujar Naruto.
Diambilnya selembar tisu dari tempat tisu. Disapukannya tisu kepipi Hinata yang basah karena airmata.
" Kau akan aman disini." Kata Naruto.
Hinata mengangguk.
" Oh ya, ramennya. Sebentar." Kata Naruto bangkit dari tempat duduknya.
Naruto pun mengurus ramen yang tadi di buatnya. Hinata hanya menonton dari dekat. Syuut..., ramen instant tersebut sudah tersaji didepan Hinata. Naruto kembali duduk disamping Hinata.
" Mau kusuapi?" tanya Naruto.
Hinata terhenyak. Ia mengangguk pelan.
Naruto mengambil sumpit dan mulai menyumpit ramen yang ada dihadapannya. Porsi pas untuk Hinata. Hinata pun membuka mulutnya dan menerima pemberian Naruto seraya memperbaiki helaian rambutnya.
" Bagaimana? Enak?" tanya Naruto
Hinata mengangguk. Naruto tersenyum.
" Kalau bisa, kau tetap tinggal disini selama tiga bulan, ya! Sampai lukamu pulih." Kata Naruto.
Hinata kaget.
" Tapi, aku belum memberi tahu Neji-niisan. Dan..."
" Tenanglah, ia sudah ku beri tahu kalau kau melakukan riset dirumah temanmu selama tiga bulan. Tak mungkin ku jelaskan yang sebenarnya." Kata Naruto.
" Sekolah juga libur. Pas tiga bulan. Bagaimana, kau mau menemaniku? Terserah padamu Hinata." Kata Naruto.
Hinata berpikir. Apa salahnya menemani orang yang menyelamatkannya.
" Em..., baiklah." Ujar Hinata.
Naruto tersenyum. Akan banyak hal yang terjadi dalam tiga bulan kedepan.
