My Journey, Claire
.
.
Desclaimer Natsume
Rate : T
Genre - Slice Of Life/Romance
Warning - Berdasarkan Harvest Moon For Girl dan HBTN
Presented by, Fujisaki Fuun
.
.
Harvest one
oOo
The Beautiful Godness
(Claire POV)
Ini adalah hari pertama kemunculanku di Kota Mineral. Kepakan sayap burung dan bulu-bulunya yang berterbangan jatuh di atas tanah yang ku pijak saat ini. Suasana yang tenang, dan harumnya pedesaan dapat ku hirup dengan senang hati. Tempat yang kurindukan. Tempat dimana, orang-orang yang kusayangi berada..
Aku tinggal di sebuah rumah kecil peninggalan seorang petani yang konon katanya, memiliki seorang cucu laki-laki dan keberadaannya saat ini tidak di ketahui. Sebagai seseorang yang tinggal 'menumpang, tentu saja aku masih tau diri, dan akhirnya ku putuskan untuk merawat perkebunan milik almarhum kakek petani itu hingga dapat ku kelola menjadi perkebunan yang layak.
Sebenarnya, wali kota Thomas lah yang mengizinkanku hingga dapat menempati rumah kecil ini. Aku bersyukur, walikotanya adalah tuan Thomas, kalau sampai orang-orang seperti misalkan Pak Won, pasti beliau akan memungut bayaran atas rumah yang akan kutinggali saat ini. Ha-ha.. pak Won… si sales Kuning yang mencolok itu.
Pada awalnya aku memang mengatakan bahwa tempat ini sangat kurindukan. Entahlah, kenapa aku sempat mengatakan itu. Kalau boleh jujur, ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di kota yang bernuansa pedesaan seperti ini. Hanya saja, aku merasa De Javu. Entah, tanpa alasan firasatku berkata demikian.
Mungkin karena saat ini, aku sedang merindukan seseorang. Pria, aku yakin dia seorang laki-laki. Dan pernah ku temui di suatu tempat. Penampilannya sangat rapi, meskipun sifatnya sangat bersahaja, seperti orang-orang di kota Mineral. Tanpa sadar, aku malah merindukannya. Sosok yang saat ini terbayang samar di kepalaku. Meskipun aku lupa, tapi aku tahu, ada orang yang pernah membuatku nyaman di suatu tempat.
Seperti yang dikatakan pria besar berotot, Zack. Aku Amnesia. Dia lah yang menolongku sewaktu aku pingsan terkapar di pinggir pantai. Memejamkan mata dalam gelapnya bencana yang sempat melandaku hingga laki-laki yang kumaksud itu menghilang dari penglihatan.
"Claire, hari ini kau hanya menjual Bamboo Shoot dan beberapa batu Perak, dan emas?" aku mengangguk dalam senyuman. Zack selalu mengerti kalau aku sedang banyak pikiran jika hasil barang yang ku jual sangat sedikit,
"Memikirkan pria yang berada di kapal waktu itu?" tanyanya lagi sembari memberikan beberapa keping gold kepadaku.
"Ya… kau memang tahu segalanya ya Zack," senyumku lagi,
"Ah tidaak.. wajahmu memang mudah terbaca… haha! Semangatlah! Masih banyak pria tampan di Kota Mineral ini, khususnya aku," suaranya begitu menggelegar. Aku hanya tertawa kecil mendengar candaannya. Zack orang yang sangat baik,
"Haha.. ada-ada saja," sedikit jeda dalam pembicaraanku, "Makasih atas hiburannya. besok aku akan menjual beberapa lobak, kentang, dan kubis. Daaan.. coba tebak? Di akhir musim semi nanti, Strawberry-strawberry yang ku tanam akan tumbuh besar!" ucapku girang.
"Wah.. baguslah kalau begitu," Zack tertawa lebar, "Aku pamit pulang.. sampai jumpa! Tolong titipkan pesanku untuk Puppy, anjingmu,"
"Haha.. iya, pesanmu akan kusampaikan," seraya melambaikan tangan, Zack berjalan pergi melintasi gelapnya jalan yang nyaris tak terlihat lagi.
"Fiuh.." aku mengelap peluh-peluh keringat yang membasahi dahiku. Setelah ini pun, aku memutuskan untuk pergi ke Hot Spring dan berniat untuk berendam di sana.
Hot spring di kota Mineral di kelilingi oleh batu-batu yang menghiasi kolam air panas di pinggirnya. Dan Tempat itu pun, tidak jauh dari tambang, tempat aku mencari batu-batu perak, perunggu dan emas.
Air hangat tidak pernah berhenti keluar dari kolam itu, dan aku selalu merilekskan tubuhku di sana tiap kali selesai bekerja. Yah, aku tak pernah datang ke kolam ini bersama teman. Terakhir kali aku mengajak Ann, dia bilang dia takut pulang kalau kami berdua pergi kesananya pada malam hari. Ya, Hot Spring di sana memang tempatnya agak mengarah ke hutan. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku selalu sibuk di siang hari dan pada malam hari saja waktuku kadang kosong. Jadi, mau tidak mau aku selalu kemari sendirian.
Namun, hari ini nampak berbeda. Saat aku hendak memasuki kolam air panas tersebut, aku melihat sesosok manusia tengah asik berendam di dalamnya. Tadinya aku berniat untuk menyapa, namun karena tidak ingin mengusik kerileksannya, akhirnya kuputuskan untuk diam dan menunggunya hingga selesai berendam.
Kalau dilihat secara fisik, wanita itu memiliki rambut hijau panjang yang berkilauan. Agak sedikit bergelombang memang, karena awalnya rambut wanita itu di kepang dua. Dan saat mandi ia mengurainya.
Satu kata, cantik sekali. Wanita itu bagaikan seorang Dewi,
"Siapa di sana?" suaranya mengagetkanku. Darimana ia tahu kalau aku ada di sini? Apakah pandangannya sangat tajam?
"Y-Ya.. Maaf, me-mengganggu anda–" ucapanku terputus. Dan aku terdiam.
Wanita itu menghilang di saat aku mencoba untuk keluar dari tempat persembunyian di balik pintu-pintu kayu kolam air panas.
"Lho? Pe-perempuan itu menghilang?" gumamku heran. Aku mencarinya ke sekeliling Hot Spring, tapi tak kunjung menemukannya. Karena bulan sabit di atas langit semakin meninggi, cepat-cepat aku masuk ke kolam air panas dan merilekskan tubuh. Meskipun waktu malamku sangat luang, tetap saja aku harus menghabiskannya dengan seberguna mungkin.
"Hahh… nyamannyaa," gumamku dalam ketentraman. Sumber air panas memang alternatif terbaik yang dapat ku gunakan untuk menghibur diri. Kadang-kadang aku suka melamun di tempat ini. Berpikir tentang masa depan nanti. Apakah suatu saat nanti aku akan bertemu dengan pria misterius itu lagi atau… aku akan menikah dengan pria lain di kota Mineral? Oh.. atau, atau… aku hanya akan semakin menua dan melihat lelaki misterius itu menikahi sahabatku? Ya ampun..
"Aku mikir apa sih!" kepalaku menggeleng dengan kencang. Yah, secara tidak sadar, sumber air panas ini bagaikan tempat untuk menumpahkan segala curhatan dalam diriku terdahap suatu masalah. Hot Spring bagaikan… temanku sendiri. Haha, aneh ya?
Selesai berendam aku beranjak pergi dari tempat itu. Di bagian tempat menyimpan baju, aku melihat sebuah jepit bunga berwarna Hijau kebiruan terjatuh di sana. Bahannya terbuat dari kristal. Dan aku rasa, harga jepit ini pasti akan sangat mahal. Namun, aku tidak tertarik untuk menjualnya. Yang ku lakukan hanya mengambil jepit itu, dan menyimpannya hingga wanita berambut hijau yang kulihat barusan bertemu denganku lagi. Pasti pemilik jepit ini wanita itu. Tidak salah lagi..
Dear Diary – Monday 5th Spring
Hari ini aku bertemu dengan seorang wanita asing berambut hijau yang berkilauan. Parasnya sangat cantik. Tapi, aku tidak pernah melihatnya di kota Mineral. Kira-kira, siapa ya wanita itu? Dan sepertinya, jepit bermotif bunga yang ku temukan ini juga miliknya.. aku harap, kami dapat bertemu lagi.
Claire
oOo
ku tutup buku Diary yang menjadi temanku sejak pertama kali di kota ini. Kemudian ku tarik selimut merah jambuku, dan dalam waktu singkat, aku pun tertidur.
Pagi hari datang menjelang. Suara kicauan burung dan sinar mentari yang masuk melalui celah-celah jendelaku menyinari tubuhku dengan kilauannya yang terang. Hangatnya udara di pagi itu membuatku merasa semangat untuk bekerja seperti biasa. Namun kali ini, sesuatu telah hilang dari rumahku. Jepit kristal bermotif bunga itu hilang entah kemana,
"APA? Ti-tidak mungkin!" aku panik. Kalang kabut aku mencarinya. Benda itu bukan milikku. Dan aku takut orang itu tahu bahwa semalam yang mengusik ketentramannya saat berendam itu aku! Gawat…!
"Duuh.. jepitnya kemana yaa?" aku mencari di kotak perhiasanku namun kosong. Di dekat TV namun yang tersisa hanyalah debu. Di balik bantalku hanya ada Diary dan di bawah ranjang hanya ada bola anjing milik si 'Puppy'
Saat itu mataku tertuju oleh secarik kertas keperakkan yang tergeletak di meja makanku yang bundar dan terbuat dari kayu,
"Apa ini?" ku simak baik-baik isinya. Dan surat itu berbunyi seperti berikut,
Dear Claire,
Ini aku, si pemilik jepit bunga kristal yang kau temukan di Hot Spring semalam. Terimakasih sudah mau menjaganya. Sebagai hadiah, kau boleh meminta sesuatu dariku. Datanglah ke air terjun dekat hot spring. Kemudian lemparkan lima buah hasil panen mu di bawah air terjun tersebut dan ucapkanlah permohonanmu. Aku akan mengabulkannya, sesuai dengan keinginanmu,
From,
The Godness
"T-The Godness? Sang Dewi? Oh benarkah yang semalam ku temui itu Dewi musim semi yang sering di bicarakan oleh si kecil Stu dan May? Pantas saja cantik sekali!" aku memekik heran sekaligus kagum. Di saat yang bersamaan pun, tulisan di dalam surat itu menghilang.. tinta emasnya mencair hingga menutupi permukaan kertas itu. dan, kertas perak tersebut kini terlihat seperti secarik perkamen emas yang sangat indah. Entah kenapa, kilauan emasnya menyihir mataku hingga membuatku terkagum-kagum. Karena sayang di buang, akhirnya ku putuskan untuk menyimpannya di kotak berwarna merah muda bermotif not balok di rumahku.
Rumahku serba merah muda? Oh.. tentu! Karena aku seorang perempuan, wajar saja jika aku menyukai warna itu.
Aku ingin mencoba perkataan dari sang Dewi spring. Tapi aku tidak yakin, akan meminta apa padanya nanti. Hari ini, setelah menyirami tanaman di perkebunanku dan mencabut beberapa kentang, kubis dan lobak yang telah panen, aku pergi ke perpustakaan kota untuk mencari buku tentang Dewi Musim semi yang misterius itu.
"Permisi," ucapku pelan seraya membuka pintu perpustakaan milik Mary dengan hati-hati. Aku kaget, ada Gray dan Mary yang terlihat sedang berduaan di situ. Apakah aku merusak acara mereka?
"C-Claire?"
"Ma-Mary," aku menunduk malu, "Ma-Maaf, sepertinya a-aku mengganggumu," buru-buru aku membalikkan wajah dan memunggungi mereka, namun gadis berkacamata itu mencegahku,
"Tidak! Kau salah paham. Aku dan Gray tidak sedang apa-apa," kemudian ia tersenyum, "Ada perlu apa kemari?"
"Eeh.. aku sedang mencari sebuah buku," jawabku masih dengan suara pelan. Aku tahu, tatapan Gray-san seolah menusuk dan mengatakan bahwa aku ini mengganggunya. Namun, Mary yang kelihatannya lugu tidak tahu akan hal itu.
"Memangnya kau suka baca?" tanya si bocah dari kota seberang ketus. Mau tidak mau aku menjadi kesal padanya,
"Tidak.. aku hanya sedang mencari informasi tentang Dewi Musim Semi!" balasku setengah berteriak. Gray dan Mary sama-sama melongo heran,
"Dewi Spring, maksudmu?" tanya Mary yang di akhiri dengan anggukan kepalaku.
"Bahkan kau peraya tentang Dewi mitos itu?" tanya Gray yang sepertinya sedikit menyindirku.
"Aku tidak mempercayai mitos. Tapi aku memang bertemu dengan Dewi Spring kemarin,"
Well, aku memang berkata demikian. tapi, siapa yang percaya? Tidak ada. Bahkan Gray mencapku sebagai anak kecil bodoh yang percaya dengan negeri dongeng.
"Sudah kubilang aku memang bertemu dengannya! Untuk apa aku bohong?" aku masih bersikeras untuk membuatnya percaya, tapi pada akhirnya, pembicaraan ini hanya berujung dengan perkelahian.
"Pembual kecil.."
"Sudahlah Gray.." Mary mencairkan suasana, "Kalau tentang Dewi Spring, kau bisa mencarinya di rak buku nomor 30 di lantai dua," aku mengangguk, menghentikan pertengkaran mulutku dengan Gray yang tiada akhir.
"Baiklah, terimakasih," dengan senyuman (kepada Mary tentunya), aku pergi menuju rak buku yang di maksud dan mencari info yang lebih detail tentang Dewi Spring yang cantik itu.
Syukurlah, buku tentang 'pandai besi' ada di lantai satu. Karena dengan begitu, aku tidak perlu repot-repot melihat Gray yang menyebalkan itu. Anak kota yang sok! Pantas saja Kakek Saibara sering memarahinya. Sejak insiden dimana Saibara membentaknya di depan banyak orang, Gray menjadi lebih sering pergi ke perpustakaan dan membaca banyak buku tentang ilmu melelehkan besi dan sebagainya itu. Aku tidak tahu namanya apa, dan aku rasa anak kota itu akan kesulitan untuk menghadapi pekerjaan keras seperti apa yang dilakukan oleh kakek Saibara. Aku akan sangat Syok kalau Gray bisa menjadi seorang pandai besi yang pro.
Ah… untuk apa membahas anak bertopi biru itu? Aku kan sedang mencari buku tentang Dewi Spring
Halaman satu.
Dewi Spring.
Dewi yang cantik itu hanya muncul di musim semi pada hari yang cerah. Konon katanya, banyak orang yang melihat sesosok dewi yang anggun itu di atas air terjun dekat hot spring. Salah satunya adalah kakek Barley. yang entah benar atau tidak, beliau mengatakan bahwa dewi lambang musim semi itu muncul pada sore hari ketika dirinya sedang memasak telur rebus di hot spring. Sumber lainnya berasal dari keluarga Jeff. Anaknya Karen pernah tertidur di rerumputan dekat air terjun tersebut dan mendengar suara nyanyian seorang wanita yang begitu merdu hingga membuatnya terlelap. Dan ketika sadar, Karen melihat wanita berselendang hijau kebiruan berdiri di depannya walau agak samar.
Permintaan :
Dewi Spring dapat mengabulkan permintaanmu. Banyak sumber yang mengatakan, jika kau melemparkan beberapa hasil panenmu di balik air terjun, maka beliau akan muncul dan memberikanmu sebuah kesempatan untuk meminta. Untuk saat ini, belum ada yang bisa meminta apapun darinya. Memang dulu ada seseorang yang berhasil meminta. namun orang tersebut telah meninggal dan informasi lebih lanjut tidak dapat di buktikan dengan mantap.
'Huh? Kira-kira siapa ya, orang itu?'
Buku yang sedang di baca olehku berbayang dan munculah sesosok pria tinggi bertopi di belakangku,
"Kau mau minta apa pada dewi spring?" tanyanya setengah cuek. Gray lagi.. huh,
"Kau tidak akan peduli ini.."
"Memang," sambutnya cepat, "Aku hanya ingin tahu, permintaan konyol apa yang akan terucap di bibirmu. Gadis pirang sepertimu paling-paling hanya meminta cinta dan cowok-cowok," mataku terbelalak kaget. Aku tidak percaya terhadap perkataan menyebalkan Gray yang barusan.
PLAK!
Sebuah tamparan mulus mendarat di pipinya. Aku ingin sekali memaki pria sok tahu itu saat ini,
"Jangan meremehkanku!" teriakku ketus, "Sejak awal tujuanku memang bukan untuk meminta… aku hanya ingin bertemu dengan wanita itu dan membuktikan bahwa dewi Spring benar-benar ada!" setelah puas berteriak, aku berlari ke meja Mary di lantai satu. Aku tahu, gadis itu mendengar teriakanku barusan. Tapi jangan salahkan aku.. karena Gray duluan yang memulai,
"Mary, aku pinjam bukumu yang ini," aku menyodorkan sebuah kartu perpustakaan kota Mineral dan menandatangani buku tamu di perpustakaan itu dengan segera,
"B-baiklah Claire.. paling lambat, kau harus membalikkan buku itu sebelum hari lomba pacuan kuda di adakan,"
"Baik. Aku permisi," dengan langkah cepat, aku pergi meninggalkan perpustakaan Mary, dan menunjukkan kilatan mata tajam kepada Gray sebelum kubuka pintu keluar disana. Aku dapat melihat, tatapan pria itu sedikit melemah. Mungkin karena dia menganggapku seorang perempuan, aku takkan pernah dianggap olehnya sebagai gadis yang kuat.
BLAM
oOo
Aku kembali ke perkebunan dan mengambil lima buah lobak dari 'Bin' tempat penyimpanan hasil panen yang ku jual.
"Sudahlah.. intinya, aku akan ke air terjun hari ini!" tekadku bulat. Harus kupastikan bahwa omonganku yang baru saja ku lontarkan kepada Gray itu benar!
'Plung
Kuceburkan 5 lobak itu tepat di dalam air terjun. Setelah itu ku tutup mataku, dan memohon do'a agar Dewi spring muncul ke permukaan.
"Dewi Spring, munculah!"
Sesosok wanita berambut di kepang dua muncul di balik samarnya air terjun. Wanita tersebut adalah, wanita yang sama dengan yang kutemui di hot spring semalam,
"Lho? Ternyata kamu yang semalam di Hot Spring itu," sapanya lembut, "Aku Dewi Spring. Kalau kau memanggilku itu artinya kau punya permintaan kan?"
Aku menatapnya dengan gugup. Aku memang memanggilnya, tapi tidak ada satupun permintaan yang terlintas di benakku. Bertemu dengannya saja sudah cukup memuaskan hati kecilku,
"Uum… Ano…"
"Atau kau bingung ingin meminta apa padaku?" kepalaku mengangguk pelan. Apakah Dewi Spring akan marah jika aku mengganggu waktu tidurnya?
"Haha.. sudah ku duga," ia malah tertawa kecil. Kemudian dalam sekejap, sang Dewi yang berada di bawah air terjun itu berpindah tempat dan kini berada di sampingku seketika,
"Mari ku bantu sejenak," beliau memejamkan mata, kemudian meletakkan kedua tangannya di bahuku dan saat itu juga, sebuah aura sejuk bagaikan menembus di tubuhku,
"Hm.." dewi spring bergumam, "Khusus untukmu, kuberikan dua buah permintaan," aku terlonjak kaget dengan kalimatnya. Serius mau memberiku 2 permintaan?
"Ti-tidak apa?" tanyaku meyakinkan, "Tidak apa du-dua hadiah… permintaan?"
"Ya," jawabnya enteng, "Hadiah yang pertama, sudah ku berikan padamu. Besok pagi, strawberry-strawberry di ladangmu akan berbuah lebih cepat dari waktunya. Sementara hadiah yang kedua…" sang Dewi seolah memutuskan pembicaraannya,
"A-apa?"
"Orang yang mempunyai sebuah perasaan kepadamu akan datang di hari festivalku," pipiku memanas dan rona merah muncul di permukaan wajahku,
"O-orang yang mempunyai pe-perasaan padaku? M-memangnya ada?" tanyaku tak percaya. Dewi Spring semakin tersenyum lebar,
"Kau akan tahu saatnya nanti," sembari mengucapkan kalimat tersebut, sang Dewi pergi menghilang dan kembali masuk ke dalam derasnya air terjun. Aku terdiam sejenak. Tanpa di sadari, sekeliling tubuhku terasa sejuk dan selama di sentuh oleh Dewi Spring tadi, rambut panjangku berterbangan kesana-kemari seperti habis di terpa oleh angin yang sepoi-sepoi.
Semalaman aku memikirkan omongan Dewi Spring. Rasanya begitu deg-deg an. Aku tidak tau kalau di kota Mineral ini ada seseorang yang mempunyai perasaan padaku. Dan kalau tidak salah… festival Dewi Spring jatuh pada tanggal 8 kan? Itu artinya.. besok lusa?
"Kira-kira siapa ya? Kyaaa!" aku menjerit-jerit nggak karuan. Saking senangnya, sampai-sampai aku tidak bisa tidur hingga tengah malam pun tiba.
TOK TOK,
Pintu rumahku di ketuk oleh seseorang,
"S-siapa?" awalnya aku ragu untuk membuka pintu. Namun, karena suara yang berteriak dari luar sana lumayan ku kenal,
"Ini aku Gotz," jadi aku memutar knop pintu rumah dan membukakan pintu untuknya,
"Ada apa Gotz-san?" pria berbadan besar itu menyodoriku sebuah bungkusan kado berwarna pink.
"Eeh, ini kostum festival dewi Spring milik almarhum anakku. aku ingin kau memilikinya. Dan, pakailah saat festival Dewi spring nanti. Kurasa ukurannya pas," wajah Gotz terlihat malu-malu. Namun, bayangan yang terpancar dari bola matanya adalah sebuah bayangan dari wajah sang anak. Jangan-jangan, wajahku yang begini mengingatkan paman Gotz pada anaknya?
"Apa.. tidak masalah jika ini di berikan padaku?"
"Tidak apa. Toh, disimpan di rumahku pun tak akan ada gunanya. Lebih baik ini untukmu. Siapa tahu berguna,"
"Terimakasih! Paman sangat baik,"
"Kau sudah kuanggap seperti anakku sendiri Claire. Baiklah, tidur yang nyenyak ya," pria besar nan sipit itu pergi meninggalkan rumahku setelah mengucapkan salam perpisahan. Walau wajahnya terlihat menakutkan, tetap saja paman Gotz adalah orang yang baik. Rambut cokelat acak-acakannya di terpa oleh angin yang melintas. Di balik jendela, entah kenapa aku malah tersenyum melihat kepergiannya. Seperti… melihat seorang ayah.
Dear Diary – Tuesday 6th Spring
Hari ini banyak kejadian yang kualami. Dimulai dari pertengkaran dengan Gray, bertemu Dewi Spring, sampai mendapat baju untuk festival Dewi Spring dari paman Gotz. Aku senang.. banyak hal yang ku rasakan saat ini. Dewi spring bilang, aku akan bertemu dengan orang yang mempunyai perasaan padaku nanti. Hihi.. memang belum bisa di pastikan kalau mempunyai perasaan itu berarti suka. Tapi… siapa tau? :DDD huaah! Sudah jam dua belas lewat! Aku harus tidur! Zzz…
Claire
sebuah nyanyian seperti terngiang di telingaku. Alunan melodi lembut, dari suara seseorang yang sepertinya pernah menyanyikan lagu ini bersamaku. Aku terlelap di malam hari yang penuh dengan taburan bintang penghias dunia.
Selamat malam Kota Mineral…
To Be Continue
つづく
A/N : Fic ini kubuat semata-mata untuk bernostalgia dengan game yang sudah lama tidak kusentuh lagi… HARVEST MOON! I'm BACK! Setting Harvest Moon di sini, berdasarkan game HFG dan HBTN PS1. Jadi, biarkan saja kalo fic ini kesannya bertele-tele… haha… daan, satu lagi... fic ini sepertinya tidak akan pernah tamat karena saya akan mengetikkan banyak chapter yang tentunya tidak akan selesai dalam waktu singkat :)
