[Lanjutkan Ceritanya]

Pair: MarkMin

Genre: Romance, Fantasy(?)

Warning: GENRENYA BENER GAK SIH WOI

Alis Mark mengerut ketika dia menemukan sebuah buku yang sampulnya tebal tapi isinya benar-benar tidak bisa ia artikan. Hanya ada satu paragraf yang tertulis di sana.

'Namanya Na Jaemin. Senyumnya manis dan perilakunya baik. Rambutnya yang berwarna madu sangat disukai banyak orang.'

...sudah? Begitu saja? Padahal masih tersisa banyak halaman kosong.

"Ini diary atau apa sih? Kenapa ada di perpustakaan?" Dia membolak-balikkan buku itu, berpikir barangkali ada nama pemilik atau sejenisnya. Tapi tidak ada hal seperti itu di sana.

Mark sedang berada di perpustakaan. Dia baru saja menyelesaikan karya tulis ilmiahnya, jadi dia baru saja mengembalikan buku-buku referensinya. Sekarang sih dia hanya sekadar berkeliling melihat ada buku yang kira-kira bisa dia baca untuk liburan minggu depan atau tidak. Tapi justru sekarang dia malah menemukan buku tebal yang hampir tidak berisi.

Bel berbunyi tanda seluruh siswa harus sudah meninggalkan kawasan sekolah dalam 30 menit. Mark buru-buru keluar dari perpustakaan. Tidak lupa juga dia memberi salam pada guru penjaga perpustakaan.

"Ada yang ingin dipinjam lagi?"

Mark menggeleng. "Tidak, tapi mungkin besok saya ke sini lagi. Terima kasih ya bu. Saya duluan."

Dia langsung melangkahkan kaki menuju parkiran motor. Dia sudah benar-benar ingin pulang dan merebahkan diri di kasurnya, akhirnya merasa lega karena seluruh tugas karya tulis dan presentasinya sudah selesai. Tidak ada lagi hari-hari di mana dia harus ke sana kemari mengejar guru pembimbing lantaran panggilan revisi berkali-kali.

"Ah iya." Mark teringat kalau dia masih harus belajar untuk tes pertukaran pelajarnya. Dia meringis tapi teredam karena helm yang dipakainya.

Sesampainya di rumah, dia langsung membongkar isi tasnya. "Hm? Lho? Kok... ah parah." Dia tidak percaya ternyata dia berbakat juga jadi maling. Buku yang tadi dia sibuk nalari ternyata tak sengaja dimasukkan ke dalam tas. "Ya sudahlah. Kembalikan besok saja." Masih ada yang lebih penting daripada sebuah buku yang sepertinya cacat produksi itu.

Kira-kira sampai pukul 8 dia belajar, walaupun niat awalnya dia ingin paling tidak bisa terjaga sampai jam 9. Tapi apa boleh buat. Dia kelelahan setelah begadang mempersiapkan presentasinya siang tadi. Sebelum dia tidur, dia memastikan buku yang tidak sengaja terbawanya itu masih di dalam tas. Dia ingin segera memulangkannya ke tempat semula. Perpustakaan.

Keesokan harinya, Mark mendapati ada seorang yang tidak dikenalnya berada di kamarnya, memperhatikan dia tidur. Mark hampir meraih pemukul bisbolnya kalau orang itu tidak segera bersuara dan memperkenalkan dirinya. "Namaku Na Jaemin. Kamu Mark, 'kan? Aku tadi lihat-lihat buku soalmu. Ada namamu di sana."

Butuh beberapa saat untuk Mark menyadari darimana dia merasa pernah mendengar nama itu. Dia tidak pernah mempunyai kenalan bermarga Na tapi dia yakin kalau dia baru saja mendengarnya tidak lama ini. Itu nama yang ada di buku yang dia bawa dari perpustakaan.

"Apa kamu yang menulis buku itu? Buku itu ada di tasku," kata Mark sambil berusaha menghubungkan hal satu dengan hal yang lain. "Aku tidak menyangka akan didatangi hanya untuk ditagih sebuah buku. Pagi-pagi pula." Sepertinya dia berusaha mengesampingkan fakta bahwa saat itu masih pukul setengah 6. Masih belum waktu yang wajar untuk bertamu.

Orang itu menggeleng. "Bukan. Bukan aku yang menulis. Aku yang ditulis." Alis Mark menukik. "Aku tokoh utama dalam buku itu. Na Jaemin, Na Jaemin! Lihat, senyumku manis."

Hari masih terlalu pagi. Dia masih belum terlalu bisa menilai apakah senyum seseorang manis atau tidak. Kepala Mark masih belum bisa berfungsi dengan baik, apalagi setelah kemarin dia seakan membakar otaknya dengan segala kesibukan kehidupan sekolahnya. "Oh, ya, ya. Sesukamu saja. Lalu sedang apa di kamarku?"

Orang yang mengaku bernama Jaemin itu kemudian menyatukan telapak tangannya di depan wajahnya. "Tolong lanjutkan ceritaku!"

"Hah?"

"Tolong lanjutkan menulis ceritaku! Aku baru bisa kembali ke dalam cerita kalau ada yang menyelesaikannya," jelasnya, masih dengan posisi tangan yang sama. "Kamu membuka bukunya kan? Yang bisa melanjutkan hanya orang yang pertama membukanya..."

Haha, lucu ya. Mark jadi curiga jangan-jangan ini bentuk penipuan baru. "Oke, oke. Aku tulis di sekolah." Dia lihat Jaemin menghela napas lega. "Terus selama aku di sekolah, kamu pulang dulu saja."

"Pulang?"

"Pulang ke bukumu."

Jaemin mengerucutkan bibirnya. "Aku tidak bisa pulang sendiri. Kalau mau aku cepat pergi, cepat selesaikan ceritanya!"

Aish, tadi minta tolong sekarang malah menyuruh-nyuruh. Lagipula tadi Mark niatnya bersikap sarkastik, tapi malah benar-benar diseriuskan Jaemin.

"Iya, iya. Sudah, ah. Aku mau siap-siap ke sekolah." Mark langsung beranjak dari tempat tidurnya, lalu mendekati lemari buku. Dia lupa menyiapkan buku pelajaran hari itu sebelum tidur. "Selama aku pergi, kamu bisa di sini. Jangan sampai ketahuan ibuku." Nanti aku bisa dimarahi. Mark tidak mengatakan kata-kata tambahan yang di belakang. Jaemin mengangguk, sambil menyamankan posisi duduknya di lantai.

Selesai bersiap-siap, Mark tidak menengok keadaan di kamarnya dulu sebelum berangkat. Dia tidak merasa perlu untuk pamit pada si penyusup yang dari pagi mengoceh hal-hal aneh. Mark merasa dia tidak boleh kelepasan bicara soal keberadaan orang asing di dalam kamarnya. Salah-salah, teman-temannya malah akan menyeretnya ke ruang BK dengan dugaan stres menjelang ujian.

Setelah memarkirkan motornya, Mark langsung menuju gedung kelasnya. Dia sempat melewati gedung perpustakaan, tapi kalau dipikir-pikir, rasanya bakal menarik kalau dia masih menyimpan buku itu untuk beberapa lama lagi. Jadilah dia tidak mengembalikan buku itu.

Sebenarnya, ketika dia memutuskan untuk menyimpan buku itu lebih lama lagi, dia tidak berniat sama sekali untuk benar-benar melanjutkan menulis. Dia hanya ingin melihat bagaimana orang yang sedang mendiami kamarnya saat ini nanti akan bereaksi jika dia mengembalikan bukunya masih dengan keadaan tidak ada yang ditambahkan sama sekali. Mungkin dia akan marah. Atau malah mungkin saja dia langsung pulang. Yang manapun, Mark ingin lihat reaksinya. Tapi ternyata pelajaran hari itu banyak yang kosong.

"Ah, mentang-mentang minggu depan sudah libur." Dia bosan, jadilah dia sekarang membuka-buka buku cacat produksi itu. Matanya lagi-lagi membaca paragraf pertama dari buku itu, tapi memang tidak ada lagi yang spesial di sana selain betapa pendek dan terkesan main-mainnya paragraf itu terdengar baginya.

Tangannya mulai membalik halaman-halaman yang putih bersih itu. Tidak ada nomor pada bagian bawah halaman, jadi dia tidak tahu pasti ada berapa halaman yang seharusnya dia kerjakan. Yang dia tahu adalah... ada banyak.

Mark menghela napas sebelum mulai menulis-nulis asal di barisan setelah paragraf perkenalan itu. Dia benar-benar hanya menuliskan apapun yang terpikirkan. Dia meniru jalan cerita yang sudah ada, hanya mengganti nama tokoh utama jadi nama si tokoh utama, Na Jaemin.

'Jaemin tinggal di sebuah gubuk bersama tujuh kurcaci'.

'Jaemin kabur dari istana tempatnya tinggal dulu karena tidak mendapat kasih sayang yang setara dibandingkan dengan saudara kembarnya, Jimin'.

'Jaemin tidak suka melihat Jimin yang mendapat sepatu kaca dari jin lampu yang diberikan ibu peri'.

Mark tidak punya selera humor yang bagus, jadi dia merasa apa yang dia tulis benar-benar lucu. Paling tidak, jam kosongnya bisa diisi dengan menulis-nulis sampah di buku itu.

Mark tidak sabar bagaimana reaksi si tukang tipu itu begitu diberi lihat apa yang ia tulis di dalam buku yang katanya adalah tempat tinggalnya.

Ketika KBM sudah dinyatakan selesai, Mark segera melesat ke parkiran tanpa menunggu bel yang fungsinya mengusir para siswa di sana agar cepat kembali ke rumah. Dia tidak bisa menahan senyum isengnya. Dia benar-benar menikmati ini.

Kakinya langsung berlari menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai atas. Dalam hati, dia sebenarnya ragu orang itu masih ada di dalam, tapi ternyata memang masih ada. Betah juga ya di sini, batin Mark.

Mark ingin bertanya apa saja yang dia lakukan di kamarnya selagi si empunya kamar pergi, tapi tidak jadi karena tampang Jaemin yang kesal lebih menarik perhatiannya. "Apa sih?" tanya Mark sambil melepaskan tasnya.

"Kalau mau plagiat, paling tidak cari yang bagus dong. Masa' dongeng-dongeng dicampur aduk begitu," gerutunya, sambil memangkukan dagunya pada kedua lutut. "Siapa pula itu Jimin?"

Mark diam. Entah ingin menjawab kalau dia asal mengambil nama seorang anggota boyband yang sekarang sedang naik daun atau bertanya darimana dia tahu soal itu. Dia belum memberi lihat bukunya, lho?

"Darimana kamu tahu?" Mark benar-benar dibuat kaget. Padahal yang dia ingin lihat adalah tampang senangnya ketika diberitahu Mark sudah mulai menulis, tapi kemudian berubah murung begitu melihat isinya.

Jaemin menghela napas. "Aku tokoh dalam cerita itu. Apapun yang kamu tulis di buku itu akan langsung masuk ke dalam pikiranku." Dia kemudian masih terus mengoceh soal bagaimana dia bahkan lebih memilih disuguhkan cerita yang klise tapi berkualitas dibanding sesuatu yang bahkan akan langsung membuat siapapun yang membaca ingin menutup buku itu rapat-rapat agar tidak pernah bisa dibaca lagi.

Mark merasakan dirinya mulai mengeluarkan keringat dingin. Jadi... orang itu benar-benar mengatakan hal yang sebenarnya? Yang benar saja!

"Ganti dong! Jangan jahat-jahat padaku dong... kamu pasti sengaja menulis yang aneh-aneh, kan? Aku tahu."

Mark merasakan kepalanya pening. "...aku tidak suka baca buku. Jadi aku tidak tahu apa-apa soal menulis."

Sebuah dengusan dari Jaemin. "Ya cari referensi lah! Banyak film, kan? Plagiat lagi saja tapi pilihnya yang bagus."

Film? Mark juga tidak punya koleksi film. Dia tidak begitu suka menonton film, jujur saja. Tapi dia tahu kalau dia punya koneksi internet yang cepat, dan jadilah dia langsung mendownload banyak film dengan random. Mark kemudian memberi lihat folder berisi judul-judul film yang dia download pada Jaemin. "Yang mana?"

Jaemin mengedikkan bahu. "Tidak tahu. Lihat semuanya saja."

Dan itulah yang mereka lakukan. Baru setelah mereka selesai menonton kira-kira 3 film, Mark menyadari bahwa yang dia lakukan saat ini namanya adalah maraton film, yang bisa jadi dinamakan movie date kalau dilakukan berdua.

TBC

a/n. Haloo ini Tata! Baru pertama kali nulis MarkMin... salken para awak kapal MarkMin~

Saya... masih buta soal genre. Kalo ini gak cukup buat bisa ditag fantasy, saya ganti nanti uwu;;

Review boleh kalii hehehe