Fated

.

.

Jung Taekwoon

Cha Hakyeon

And another cast

.

.

Romance

Man x Man

Hurt / Comfort

.

.

Prolog. . .

.

.

Beep beep.

Bunyi alarm digital di samping meja nakas membangunkan ku dari lelapnya tidur. Sedikit memincingkan mata, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya sang surya yang menembus di balik tirai kamar. Sebesit ingatan indah menyambangi pikiran ku. Pandanganku kini beralih pada sosok tubuh yang masih bergelung hangat di samping ku. Tubuh tan nya hanya terbalut apapun, terlihat begitu memukau saat terbias kemilau sinar matahari pagi. Sosok indah yang terlihat begitu polos bak bayi saat ia masih tertidur. Sosok yang membuat ku rela melepaskan segalanya demi dia seorang, Cha Hakyeon.

Melangkah menuju dapur setelah membersihkan diri, aku berkutat untuk membuat sarapan. Aku tahu pasti keahlian Hakyeon untuk urusan dapur. Ia memang tak terlalu buruk, namun setidaknya aku tak lagi dalam mood untuk memakan hasil percobaannya saat ini. Jadi biarkan aku saja yang membuatkan sarapan kali ini.

Aku tengah menata dua porsi pancake madu, segelas susu dan secangkir americano di atas meja makan, saat sosok yang teramat kucintai itu melangkah gontai menuju salah satu kursi di meja makan.

"Morning, love," ucapku lembut seraya mengecup keningnya.

Ia hanya bergumam tak jelas. Kurasa ia bangun karena tak mendapati diriku di sampingnya. Ia terlihat menggemaskan saat ini di mataku, membuatku menarik sesimpul senyum untuknya. Mengenakan sweater rajut besar sepanjang lutut yang ku hadiahkan pada malam natal tahun lalu. Ia tetap suka memakainya walau sempat mengomel saat pertama kali aku berikan.

"Tak ada cream kah untuku, Taekwoonie?" gerutu nya manja.

Aku tersenyum sekilas "Aku lupa belum membeli cream kemarin, maafkan aku, hm?"

Ia hanya mempoutkan bibirnya kesal sembari mencibir sesuatu yang kuyakin itu akan terdengar seperti, 'dasar Taekwoonie pelupa' atau semacamnya.

Krieet.

Cup

Hanya gerakan kilat yang selalu kulakukan tanpa berpikir terlebih dahulu jika aku sudah merasa gemas oleh sosok yang teramat berarti dalam hidupku itu. Gerakan bangkit dari duduk dan mencuri sekecup ciuman manis di bibir plum yang selalu mampu memabukkan diriku. Sedang disisi lain Hakyeon hanya mematung dengan berkedip polos seakan tengah mencerna apa yang baru saja kulakukan.

Satu.

Dua.

Ti-

"Yah, Taekwonnie. Dasar mesum. . ."

Aku hanya tertawa lepas saat teriakan nyaring nan manja itu menembus pendengaran ku di ikuti dengan rentetan omelan jengkel khas milik lelaki berkulit tan itu.

Kami sarapan dengan sesekali Hakyeon yang masih mengomel kesal namun akan segera terhenti akibat suapan penuh pancake yang kuberikan. Aku hanya kembali diam dan menikmati semua kicauan Hakyeon yang tak pernah membuatku bosan.

Anggap saja aku gila. Ya aku memang gila. Aku terlahir dengan semua kenikmatan dan kesempurnaan dunia. Aku besar menjadi sosok yang tamak dan berhati sedingin es. Terlahir dari pasangan konglomerat yang berpengaruh di negara ini, aku - Jung Taekwoon, 26 tahun, lebih memilih jalan hidupku yang berbeda dari apa yang di inginkan keluargaku.

Hingga aku terjatuh dalam pesona memabukkan dari sosok seorang Cha Hakyeon - yang hanya seorang pelayan kafe. Lelaki biasa yang berhasil memutas balikkan semua logika hingga orientasiku. Sosok yang perlahan mencairkan gunung es yang membelenggu hatiku. Merubahku menjadi makhluk yang lebih manusiawi dan berperasaan.

Aku terperangkap dan tak bisa lepas dari jerat perasaan yang perlahan hadir untuk lelaki berparas ramah nan manis itu. Dan aku rela lepas dari apa yang kumiliki, hanya untuk bisa bersama seseorang yang kucintai. Cha Hakyeon.

"Taekwoonie. ."

"Hm.?"

Hakyeon menatap ku lekat. Kami sudah menyelesaikan sarapan beberapa saat yang lalu dan tengah duduk berselonjor di sofa ruang tamu dengan Hakyeon yang kudekap menyamping.

Lelaki yang - aku lebih suka menganggapnya - berparas ayu itu hanya tersenyum menenangkan sembari menyandarkan kepalanya di atas bahuku. Inilah hal yang selalu membuat hatiku menghangat. Senyum dan sikap manja Hakyeon terhadapku.

Drrt. . Drrt. .

Ponsel ku yang berada di atas meja bergetar saat ada sebuah panggilan masuk. Hanya dari posisiku saat ini, aku bisa membaca nama kontak yang tengah menghubungiku.

'Appa'

Dapat kurasakan tubuh dalam dekapanku yang tiba - tiba menegang. Aku selalu membenci ini. Benci saat rasa takut kembali menyelimuti diri Hakyeon. Tak bisakah kami bahagia? Dengan apa yang telah kami pilih?

"Taekw-"

Ucapan Haekyeon terputus oleh bibirku yang telah mengecup bibirnya yang hendak berkata. Hanya sebuah kecupan manis yang kuinginkan untuk menenangkannya. Satu tanganku membelai lembut surai kecokelatan miliknya. Sementara tanganku yang lain bergerak meraih ponselku yang masih bergetar dan beralih menekan tombol sampingnya hingga benda metal itu tak lagi menyala.

Bukan. Bukan aku membenci ayahku sendiri. Aku tahu beliau menghargai apa yang kupilih. Tapi tentu tak ada asap bila tak ada api. Ibuku. Dia satu - satu sosok yang bersih kukuh memisahkan aku dan Hakyeon. Seberapa keraspun aku memberi penjelasan akan perasaan ku terhadap Hakyeon, ia tak akan merubah pikirannya. Satu alasan yang membuat ibuku tak pernah mau menerima Hakyeon.

Karena kami sama - sama lelaki.

Mataku yang semula terpejam, mendadak terbuka saat sesuatu yang hangat tiba - tiba membasahi pipiku.

Hakyeon menangis.

Aku menyudahi tautan manis kami dan menangkup hangat wajah teduh yang tengah bergetar berusaha menahan tangis itu.

"Don't cry, love. Semuanya akan baik - baik saja,"

"Tapi Taekwoon-ah,"

"Tak ada tapi," aku menatap lurus menembus orbs kelam yang terlapisi kristal air mata itu "-aku sudah berjanji padamu, aku tak akan meninggalkanmu. Apapun yang terjadi. Tak akan pernah,"

Aku hanya mampu memeluk tubuh ringkih yang tengah bergetar karena tangis itu. Kami tak akan pernah menang jika harus beradu argumen dengan keluargaku. Dan aku tak ingin membuat Hakyeon menjadi pihak yang tersakiti. Cukup sudah dengan semua hal buruk yang ibuku berikan padanya. Aku tak lagi mampu melihat lelaki yang kucintai menanggunh derita.

Aku sudah memilih jalan ku. Memilih Hakyeon sebagai masa depanku. Apapun itu, akan kulakukan agar aku tetap bersamanya.

Apapun itu, akan kutempu. Demi lelaki yang berarti dalam hidupku.

Demi Cha Hakyeon.

. . . . TBC / END..?

.

.

Hallo. Newbie di Ffn. ^^

Hanya ingin menyalurkan coretan tak sebegitu jelas tentang Couple Umma x Appa VIXX. Hihihihi

Mohon komentarnya harus di lanjut atau lebih baik di stop dari pada membuat sakit perut. ^^

with love,

Flush