Remake A Mask

.

Season 1

Main Cast : Park Jimin

Pair : YoonMin

Genre : Romance Mystery

.

Happy reading

Love and Peace :3

.

.

.

Prolog

KRING!

KRING!

Suara alarm memenuhi seluruh sudut apartment mungil itu. Mungkin kata yang pantas untuk mendeskripsikan ruang kecil tersebut adalah berantakan dan sumpek. Tidak jauh berbeda dengan kapal pecah.

Seorang namja bersurai merah terang tertidur di atas meja makan. Air liurnya sudah menghiasi pipi tembam yang merona alami. Oh, jangan lupakan semangkuk bibimbap dipeluk olehnya sebagai pengganti bantal guling.

"Mat—matikan…." Pria kecil itu mulai mengigau, semakin mengeratkan pelukan terhadap mangkuk di badannya. Seakan-akan takut wadah yang berisi santapan penuh gizi itu kabur menjauh darinya karena dering alarm yang terlalu berisik.

KRING!

KRING!

Bunyi nyaring itu semakin menguat, membuat sang pemeluk mangkuk melenguh kecil. Badan ia regangkan dengan pelan, sedikit meringis karena ototnya terasa kaku. Well, salahkan dirinya yang tidur di atas meja.

Pria itu lantas merogoh saku celananya dan mengambil benda segi empat dari sana. Menekan tombol silang dengan kesadaran yang masih di ambang kewajaran. Lama dia menguap dan hanya duduk di atas meja seperti bocah kebingungan.

Masih di bawah taraf kesadaran, tangan mungilnya mulai menggapai mangkuk bibimbap tersebut dan memangkunya di atas paha. Perlahan tapi pasti, tiga suapan penuh sudah masuk ke dalam mulut.

Dia melakukan semuanya dengan sangat pelan, bahkan mungkin sekarang ia sedang menerapkan perkataan orang tua bahwa mengunyah makanan harus 32 kali. Hingga kemudian gerak rahangnya justru mendadak terhenti, bersamaan dengan mata bulat yang melebar. Dirinya teringat sesuatu!

Cepat-cepat ditolehkannya kepala, melihat tanggal yang terpampang di ponsel sekali lagi, lalu berteriak, "DUA BELAS NOVEMBER! DUA BELAS!"

Tanpa basa-basi, mangkuk bibimbap itu dilupakan. Tubuh pendeknya sudah melompat turun dari meja makan dan berlari panik. Bahkan semakin menggila saat ia tak kunjung menemui handuk biru kesayangan.

Gerakan terhenti begitu melihat handuk kucel tergeletak mengenaskan di atas tempat tidur. Membuat sang pemilik sempat berpikir untuk mencuci handuk kotor itu suatu saat nanti sebelum mengambilnya. Tangan yang satu bergerak cepat membuka lemari baju dan langsung disambut oleh kertas-kertas berantakan.

Pria mungil itu mendecih, menyesal karena tidak pernah sempat membereskan semuanya di saat liburan. Mungkin jika ia memilih dua jam membereskan rumah daripada dua jam menonton drama, dirinya tidak akan sesulit ini mengambil pakaian.

Tidak sempat membasuh diri, yang dilakukan hanya menggosok gigi dan mencuci muka. Menurut lelaki itu, sih, melakukan dua hal tersebut sudah lebih dari cukup. Ah, tentu saja dia tidak lupa mengganti baju serta memasang jaket sebelum menggunakan sepatu boot kotor miliknya secara sembarangan.

Lupakan soal mobil hitam kesayangannya yang telah hancur dan tidur di dalam bengkel selama dua bulan berturut-turut. Sungguh, sampai sekarang pun ia masih saja mengutuk si penjahat sialan yang membuatnya harus merelakan mobil serta tubuhnya—ia mengalami retak tulang di beberapa bagian tubuh—hanya demi mengejar lelaki gila pencuri uang masyarakat.

Sekarang dirinya harus berlari selama lebih-kurang empat puluh menit mencapai kantor. Bahkan terkadang lebih jika ia menyempatkan diri untuk berhenti sejenak sekedar menarik napas.

Ponsel di saku sudah berdering seperti manusia kerasukan. Hal itulah yang membuat dirinya semakin bersemangat mengayun kaki untuk mencapai tempat kerja. Karena, sungguh! Ia tidak ingin melewatkan sebuah kasus khusus untuk kali ini.

Peduli setan dengan semua orang yang ia tabrak. Matanya hanya terfokus pada satu tujuan. Sebuah gedung yang menjadi tumpuan masyarakat ketika dilanda masalah kriminal.

Kantor polisi.

Napasnya hampir tidak bisa diatur, begitu juga dengan keringat yang telah membasahi tubuh. Sudah 45 menit ia berlari tanpa henti dan akhirnya bisa menghela napas lega begitu melihat gerbang hitam yang berdiri kokoh.

Sedikit merapikan penampilan kacaunya, ia berjalan cepat memasuki kantor. Diselingi pula dengan senyum ramah kala disapa oleh beberapa polisi. Kakinya melangkah semakin cepat hingga hampir berlari sewaktu pandangan sudah menangkap ruang yang dituju. Tak lupa senyum mengembang, seakan tidak sabar akan kasus itu.

"Yak! Kau ke mana saja? Aku meneleponmu berkali-kali! Kita harus mencarinya sekarang." Seorang namja tiba-tiba keluar dari ruangan itu dan melempar kunci mobil ke arah dirinya. Membuat ia terkejut setengah mati dan refleks menangkap kunci tersebut.

"Kim Taehyung! Aku baru saja sampai," protesnya membela diri; menatap pria tinggi yang bernama Taehyung dengan pandangan sebal. Sedangkan Taehyung sendiri justru menaikkan bahu tidak peduli.

"Dan kau tidak lihat aku sedang makan?" Pembelaan lain keluar dari mulut seorang Taehyung, menunjukkan cup ramyeon yang menguarkan aroma khas, cukup menggugah selera.

"Cepatlah, Jimin. Kita bisa terlambat gara-gara kau!" Seseorang kembali menyahut, berjalan gesit mendahului Jimin—ya, nama pria mungil itu Jimin—yang masih terdiam dengan napas tidak teratur. Orang itu sempat berhenti, melirik Jimin dan menarik lengannya. "Apa lagi yang kau tunggu?!"

"Jungkook, tunggu dulu! Ya Tuhan, aku butuh bernapas!" Jimin bersusah payah menyamakan kecepatan jalannya, sesekali tersandung. Rasanya Jimin ingin sekali berteriak, meminta agar ia diberi celah untuk bisa istirahat barang lima menit. Tapi mengingat kasus baru yang hendak dihadapi, tubuhnya bisa semangat kembali. Karena tidak ada kata istirahat dalam kasus ini.

"Hoseok, siapa korbannya kali ini?" tanya Jimin saat ia sudah bisa berjalan dengan benar tanpa perlu diseret oleh Jungkook. Kali ini kakinya sedikit melambat, menunggu Hoseok yang memegang laptop dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain bergerak memasang kacamata di wajah.

Bisa dilihat mata Hoseok berwarna merah, dengan kantung mata hitam yang tebal. Menandakan Hoseok tidak sedikitpun tidur demi menunggu tanggal paling istimewa. Tentu saja itu wajar, bahkan Jimin yakin seluruh anggota timnya tidak ada yang menyempatkan diri untuk tidur hanya karena kasus spesial ini.

"Korban seorang wanita bernama Kim Hye Shin. Tinggal di daerah 00 di sekitaran XX. Para tetangga sekitar sudah tidak melihat dirinya semenjak satu hari yang lalu dan dinyatakan menghilang hari ini. Artinya, dia sudah diculik dari kemarin. Dan sahabat terdekatnya datang mengunjungi pada pukul sebelas tadi malam. Dia mengintip dari kaca jendela lalu melihat rumah Hye Shin sangat berantakan. Maka dari itu dia menghubungi polisi."

Jimin mengangguk pelan mendengar penjelasan Hoseok. Mereka berempat melangkah semakin cepat menuju mobil yang terparkir di lapangan. Memasuki satu kendaraan roda empat di sana. Tak ketinggalan memasang sirene di atas mobil warna hitam itu.

"Setidaknya kita harus menemukan satu clue saja…," gumam Taehyung pelan, kemudian ia habiskan kuah dalam cup ramyeon dengan sekali teguk. Muka Taehyung tampak lelah, rambutnya berantakan, dan kedua kantung mata juga terlihat begitu jelas. Taehyung sempat mendongak ke atas lalu kembali bersender di bahu kekasihnya, Jungkook. "Aku akan tidur sebentar," katanya begitu mendapati Jungkook yang memasang wajah penuh tanya.

Sedangkan Hoseok si penggila teknologi, tidak berhenti mengotak-atik laptopnya di samping kursi kemudi. Dan Jungkook yang sibuk memeriksa beberapa file serta menunjukkan arah ke mana tujuan mereka kepada Jimin.

Benar-benar berantakan, tidak ada satupun dari mereka yang tidur dengan cukup. Kasus kali ini benar-benar memakan otak. Bahkan Taehyung yang disebut-sebut sociopath serta memiliki kejeniusan di atas rata-rata, hanya bisa diam berpikir lama untuk mengurusi kasus ini. Itu karena tidak ada jejak sama sekali.

"Rumah yang indah…." Jimin berkata pelan sembari melihat ke arah rumah kecil yang sederhana, namun nyaman dilihat. Walau tidak untuk saat ini karena rumah itu sudah dikerubungi oleh beberapa polisi dan Tim Forensik.

Mereka berempat langsung turun dari mobil. Berjalan melewati beberapa orang dan menunjukkan kartu identitas kepada dua polisi yang berjaga di pintu masuk rumah. Setelah itu, mereka baru diperbolehkan melewati police line untuk menyelidiki kejadian lebih lanjut.

Jimin sempat bungkam melihat isi rumah tersebut. Berantakan tapi teratur, setiap barang diletakkan merapat ke dinding sehingga di tengah-tengah ruangan tampak kosong. Jimin menunduk, melihat ke arah lantai dan tersenyum. Sebuah lingkaran sempurna yang digambar menggunakan beling kaca serta tergeletaknya beberapa bunga White Chrysanthemum tepat di tengah lingkaran itu.

Ini tandanya.

White Chrysanthemum atau Bunga Kematian.

Sekarang jumlah bunga itu ganjil, tujuh tangkai. Menandakan tujuh manusia yang sudah dia renggut nyawanya. Setiap bulan, setiap tanggal dua belas keramat, dan setiap itu bertambah satu bunga. Bagaikan sepeda yang terus dikayuh, kasus ini tidak kunjung selesai dan terus berjalan. Tanpa henti.

Petunjuk? Tidak ada. Bahkan terkadang ban sepeda bisa meninggalkan jejak di jalan. Tapi kali ini jalanan itu mulus, tidak ada bekas gesekan. Begitu juga dengan pembunuh sialan itu, pergerakannya begitu mulus hingga tidak meninggalkan apapun.

Semua korban dia ambil secara acak, tidak ada pola tertentu dari ketujuh korban yang mati. Tidak ada hubungan darah, tidak ada kesamaan fisik, dan tidak ada kesamaan latar belakang. Semua berbeda, bahkan tempat kematian pun terjadi secara acak. Seakan sang pembunuh hanya menentukan korban dengan sekali tunjuk. Itu yang membuat semuanya semakin sulit.

Motifnya? Belum diketahui, sama sekali belum diketahui. Kenapa pembunuh itu selalu meninggalkan jejak indah setelah membunuh seseorang?

Sebuah bunga?

"Tidak ada clue. Jejak sepatu menandakan jika dia memasuki rumah ini dari jendela dan keluar dari jendela yang sama pula. Rambut-rambut rontok yang tertinggal di jendela menandakan adanya perlawan dari korban. Sedangkan sidik jari ataupun jejak yang menunjukkan siapa pembunuh itu tidak ada. Artinya, wilayah ini bersih." Taehyung tiba-tiba menyahut, wajahnya begitu serius yang mengartikan bahwa dia sudah menilai seluruh tempat dengan cermat.

Jungkook menghela napas lelah, begitu pula dengan Hoseok. "Jika begini, kita terpaksa menunggu lima hari lagi," sahut Jungkook. Ada nada kecewa yang terdengar kentara.

Sedangkan Jimin hanya diam, mengambil tujuh tangkai bunga itu dengan perlahan. Sedikit hatinya berbisik, bahwa sebentar lagi….

Pembunuh itu akan datang dengan sendirinya.

.

.

.

Lima hari kemudian.

Mereka berempat hanya bisa terdiam dengan muka penuh amarah. Berdiri di depan Sungai Han sembari menatap tengkorak-tengkorak manusia, juga beberapa organ tubuh yang dikumpulkan dalam satu kantung hitam besar.

Salah satu dokter dari Tim Forensik mengatakan bahwa tengkorak itu kemungkinan besar adalah milik Kim Hye Shin. Korban penculikan lima hari lalu kini telah berubah menjadi tulang belulang yang dikelilingi oleh lalat.

Cara ini selalu sama, menculik setiap tanggal dua belas dan membuang semua organ tubuh korbannya di Sungai Han dini hari. Sudah berbagai macam cara untuk menangkap pembunuh sadis itu, mulai dari memasang CCTV hingga mengintai satu malam. Tapi semua usaha tersebut tidak pernah berhasil, walau sekali saja.

Jika mereka memasang CCTV, maka kamera pengintai itu akan dirusak oleh sang pembunuh dengan mudahnya, meninggalkan tampilan kabur di seluruh kamera yang dipasang di daerah tersebut. Sang pembunuh sialan sangat piawai membajak CCTV. Menyebalkan.

Cara kedua adalah menunggu satu malam penuh di tempat tersembunyi. Sialnya, jika mereka melakukan itu, maka dia seakan tahu. Pembunuh jenius itu tidak akan datang hingga mereka berempat lengah. Dan ketika itu terjadi, maka entah dari mana kantung penuh organ tubuh manusia akan tergeletak di pinggiran Sungai Han. Bahkan Jimin dengan idiotnya menebak bahwa sang pembunuh adalah seorang pesulap.

"Petunjuk! Petunjuk!" Taehyung berteriak secara tiba-tiba, membuat seluruh rekannya menoleh. Taehyung menampilkan cengiran lebar. Tangannya yang sudah berlumuran darah menandakan jika ia baru saja menyentuh beberapa organ tubuh Kim Hye Shin.

"Ada yang aneh dengan bentuk jantung Kim Hye Shin, ternyata jantungnya telah dibelah lalu disisipkan sebuah surat. Ini petunjuk! Pembunuh gila itu mau menampakkan dirinya!" Taehyung menunjukkan surat yang dilapisi plastik bening itu dengan penuh kesenangan, mengabaikan sarung tangan yang melekat berubah warna merah gelap serta dilingkupi bau amis.

Jungkook yang melihat itu spontan memarahi tindakan bodoh kekasihnya. "Kenapa kau tidak menunggu hingga Tim Forensik mengurusi ini semua Taehyung?! Itu menjijikkan!" Tidak lama kemudian, Jungkook sudah heboh menyuruh Taehyung untuk membersihkan dirinya.

Sedangkan Jimin langsung saja merebut surat itu. Membacanya berdua dengan Hoseok lalu tersenyum tipis.

"Dia mulai bermain-main dengan kita…," gumam Hoseok pelan. Sedangkan di dalam hati, dirinya terus saja mengulang baca deretan kata yang tertulis rapi.

"Kita terima tantangannya…. Ini semakin seru." Jimin menggengam erat kertas kecil itu dengan perasaan tidak sabar.

Jimin tahu ini akan terjadi, karena pembunuh itu pasti akan bosan. Dan juga, bisikan hati Jimin tidak pernah mengecewakan diri.

.

.

.

Kenapa dua belas? Karena aku menyukainya.

Kenapa lima hari setelahnya? Karena proses menguliti daging manusia agar terlepas dari tulang-tulang itu sulit dan juga membuang organ-organ yang tidak penting.

Kenapa White Chrysanthemum? Karena kutanam bunga itu di dekatku.

Jangan mencari, kalian hanya mendapatkan rasa lelah jika terus saja keras kepala mencariku.

Tunggu saja, sebentar lagi. Aku akan datang dan bermain dengan kalian.

12 Desember 2015.

Kenapa? Karena aku sedang bosan sekarang.

Tertanda yang kalian tunggu selama ini.

Seorang Psikopat Jenius.

.

.

.

TBC