Disclaimer : All Characthers belong to Masashi Kishimoto
Warning : Seks Theme, Adult Explicit, 18+, Adik-adik please jangan baca.
Life as Dominatrix
.
Chapter 01
.
.
.
Roppongi, Tokyo.
Kerumunan manusia memenuhi pusat hiburan malam di kota Tokyo. Lampu-lampu neon Bar, Diskotek dan Love hotel memberi warna dan nuansa tersendiri di tempat yang menawarkan berbagai kenikmatan duniawi. Kehidupan malam di Tokyo sangat unik. Roppongi menawarkan sebuah sensasi berbeda di mana semua orang bisa memenuhi fantasi nakal dan tabu mereka. Para wanita kesepian mendatangi host club untuk membeli waktu dan rayuan manis pria-pria tampan. Om-om mesum sibuk menggoda para hostess dan bar girl. Bagi kaum yang memiliki selera nyeleneh mereka juga mempunyai outlet tersendiri.
Di antara banyak tempat hiburan itu S&M club cukup populer. Salah satunya adalah Black rose. Club eksklusif yang dimiliki oleh seorang penulis novel erotis dan produser film porno kenamaan Jiraiya. Dalam bangunan bergaya gotik terdapat enam ruangan yang tampak seperti penjara abad pertengahan. Di setiap ruangan terdapat alat-alat yang digunakan untuk menyiksa. Kurungan, rantai, pecut, tali, bahkan pisau dan benda tajam lainnya pun ada. Bila berjalan melewati koridornya suara jeritan dan rintihan kesakitan akan terdengar jelas di selingi dengan desah kenikmatan. Orang normal tak akan pernah mengerti mengapa pengunjung tempat ini rela membayar mahal hanya untuk disiksa, tetapi tempat ini adalah surga bagi pengidap masochist.
Di salah satu ruangan seorang wanita tengah beraksi. Rambut pirangnya terikat dalam ponytail tinggi. Tubuhnya rampingnya terbalut korset hitam yang di pasangkan dengan rok mini dari bahan faux leather hitam. Dia mengenakan sepatu boots setingi lutut. Tangannya memegang cambuk sementara sang subjek berlutut di hadapannya. Seorang pria berambut perak dengan tubuh atletis.
Tangan pria itu terikat di belakang punggungnya dan collar melingkar di lehernya. Tubuhnya yang telanjang memamerkan otot-otot terpahat sempurna. Wajahnya tampan dengan rahang tegas dan tulang pipi seorang bangsawan, tetapi di mata Ashura penampilan macho pria itu tidak berarti apa-apa sebab di tempat ini dialah yang berkuasa.
Setengah wajah wanita itu tertutup topeng, tapi semua subjeknya tahu Ashura adalah wanita cantik, misterius dan kejam. Bibir merahnya yang sensual melengkung sinis, melontarkan makian dan penghinaan dengan mudah. Baginya para pelanggan hannyalah tubuh untuk disiksa, mental untuk dipermainkan dan harga diri untuk dihina. Dia tak merasa bersalah melakukan semua itu karena ia sangat menikmatinya dan para masochist suka direndahkan.
Ino membungkuk dan mencengkeram dagu submissivenya. Mata aquamarine-nya menatap ke dalam iris kelabu dengan tajam. "Katakan padaku mengapa kau kemari?"
"Untuk menjadi budakmu, Madam."
"Apa kau akan melakukan semua yang aku pinta?"
"Tentu saja, Madam."
"Kalau begitu jilat kakiku!" perintah wanita itu dengan nada datar
Sang pria tampak kesulitan untuk meraih kaki Ino karena tangannya terikat. Akhirnya pria itu bersujud dan mulai menjilati ujung sepatu wanita itu dengan lidahnya. Mulut Ino mengerut dengan tidak puas dengan kesal ia menendang wajah si budak.
"Aku tak menyukainya. Kau membuatku kesal."
"Maafkan aku, madam" pria itu masih bersujud. Ino menginjak punggungnya, tapi ia tak keberatan karena dari bawah sini ia bisa melihat apa yang ada di balik rok mini wanita itu. Dia memang pria mesum dan diperlakukan seperti ini membuatnya terangsang.
"Apa kau mengintip?" tuduh Ino pada sang budak
"Tidak, tidak. Saya tidak melihat apa pun." Pria itu berbohong.
Ino seketika menyeringai dan menekan hak sepatunya yang runcing dan tajam di punggung pria itu.
"Ahh...k..." jeritnya kesakitan.
Suara pria itu bagaikan musik di telinga Ino.
"Kau berbohong budakku sayang, Aku tak suka dibohongi."
"Maafkan ak.." Pria itu belum selesai berkata hak sepatu Ino kembali menyakitinya.
"Ah, Jeritanmu begitu seksi. Aku rasa aku akan membuatmu menjerit berkali-kali."
"Madam, tolong jangan sakiti aku."
Ino mengabaikan permintaan pria itu. "Bukankah rasa sakit membuatmu senang." Ujarnya mengolok-olok pria itu. "Sekarang berdiri. Aku ingin melihat sesuatu."
Pria berambut perak itu menurut. Ia berdiri tegap, menatap wajah bertopeng di depannya. Cambuk menampar pipinya, meski tidak keras. Ia cukup terkejut.
"Apa aku menyuruhmu menatapku? Sadar kau itu budak tak pantas menatap wajahku."
Dikatai seperti itu. Sang submissive menundukkan kepalanya. Ino kemudian melepaskan ikatan tangannya dan ia pun merasa lega ketika darah mulai mengalir lancar ke tangannya. ia sudah kesemutan karena ikatan yang terlalu kencang. Kelegaannya tak berlangsung lama karena kuku-kuku panjang bercat merah wanita berambut pirang itu menggores dadanya. Dia hanya bisa mengernyit, tapi rasa sakit yang singkat itu membuatnya senang.
Bagi Ino pria adalah objek pelampiasan rasa frustrasinya. Ia terlalu lama dijajah dan dipermainkan pria dan sekarang ia berdiri di sini dibayar untuk menyakiti dan menghina makhluk yang pernah menjadi sumber penderitaannya. Dia puas melihat mereka menjerit, ia senang melihat mereka bersujud di kakinya. Yamanaka Ino tidak lagi seorang wanita lemah yang menjadi mainan pria. Ia telah lahir kembali menjadi Ashura. Wanita yang paham keinginannya dan bisa mengontrol takdir dan hidupnya.
"Aku ingin bermain denganmu." Bisiknya merdu. Ia membimbing pria itu ke ranjang tiap sudutnya terpasang rantai. Pria itu berbaring pasrah tetapi ada rasa excited di matanya.
Suara klik rantai terpasang memastikan budaknya tak bisa bergerak banyak dan Imajinasi Ino kian liar melihat sosok manusia yang tak berdaya. Puluhan cara melintas di benaknya untuk membuat pria ini menjerit kesakitan. Ino menyukai suara bariton pria itu dan ia ingin mendengarnya lagi dan lagi.
Wanita berambut pirang itu duduk di atas pinggul sang pria. Dia meraba otot perut yang keras seperti batu. Jarang-jarang ia mendapatkan pelanggan dengan wajah tampan dan tubuh menggairahkan. Siapa sangka pria macam ini seorang masochist. "Apa kau suka permainan panas?" tanya Ino sambil mendekatkan bibirnya di bibir pria itu.
"Oh, tentu saja" Pria itu penasaran apa yang akan di lakukan sang dominatrix padanya. Hal-hal yang tidak ia bisa duga membuatnya tertarik dan terikat seperti ini membuatnya menjadi pria pasif yang tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah. Hidupnya sungguh aneh, di luar sana dia adalah pria macho dengan segala atribut kesuksesan tapi ia memang menjijikkan tak hanya pecandu seks dia juga seorang masochist. Sesuatu yang ia rahasiakan dari orang-orang. Ia tak pernah punya pacar karena ia tak berminat.
Ino menunjuk lilin-lilin yang menyala di sisi tempat tidur "Lilin-lilin ini punya derajat panas yang berbeda. Putih, biasa saja. Biru, cukup panas. Kuning, Panas dan yang merah bisa membakar kulitmu. Kau harus menebak apa warna lilin yang aku pegang dan bila salah aku akan memberikan hukuman." Jelas wanita itu singkat.
Pria itu hanya bisa menelan ludah saat sang dominatrix menutup matanya dengan secarik kain hitam. Ino meraih sebuah lilin dan meneteskan lilin yang meleleh di atas dada pria itu.
"Aargh...merah" Tebak pria itu. Merasakan panas membakar kulitnya.
"Salah, Ini warna kuning. Siap untuk hukumanmu?" Ino memukul paha pria itu dengan cambuk. Jeritan kembali terdengar.
"Oh fuck!" Pria itu mengumpat sambil meringis ketika cambuk menghantamnya untuk kedua belas kalinya.
Ino langsung menampar pipi pria itu, "Kau tak boleh memaki, Hanya aku yang boleh mengumpat di sini." Ucapnya galak.
Selama lima belas menit pria itu disiksa dengan tetesan lilin dan cambukkan. Tubuhnya dipenuhi wax warna-warni dan pahanya dihiasi bilur kemerahan. Ino takjub melihat kejantanan pria itu berdiri tegak dan keras. Sepertinya rasa sakit memang membuat pria itu terangsang seperti halnya dirinya yang basah mendengar pekik kesakitannya. Ia memutuskan untuk sedikit bermurah hati. Jari-jarinya meluncur dari ujung ke pangkal penisnya dan Ino mendengar pria itu mengerang.
"Madam?" Pria itu bertanya dengan bingung.
"Aku sedang bermurah hati." Tangan Ino yang bersarung tak berhenti bekerja. Memberikan tekanan dan stimulasi yang berbeda-beda. Ino senang semua berada dalam kontrolnya.
"Madam, Aku bisa keluar kalau begini."
"No, Kau harus menahannya. Kau boleh keluar bila aku izinkan."
Pria itu belingsatan. Kenikmatannya telah terasa diujung tapi dengan kejam wanita itu berhenti. Ia mengeram kecewa.
"Dengar bila kau mau mendapatkan kenikmatanmu, kau harus melakukan sesuatu." Ino melepaskan celana dalamnya. Ia meletakan kakinya di antara wajah pria itu. Ia memegangi kepala tempat tidur dan menurunkan bokongnya.
Pria itu terkejut jalur nafasnya tiba-tiba tertutup. Sang dominatrix tengah menduduki wajahnya. Dia mencium aroma musk khas wanita. Sesuatu yang lembut dan lembab menyentuh bibirnya.
"Buat aku senang."
Pria itu paham, Ia meraba-raba dengan lidahnya. Menjilati apa yang ia duga sebagai organ intim wanita itu. Oh, Ia menyukai rasa wanita pirang ini. Ia menggeleng-gelengkan kepala membuat hidungnya bergesekan dengan klitoris Ashura.
Mendengar wanita itu mengerang. Ia kembali memamerkan keahliannya dengan membelai dan menusuk liang basah itu dengan lidahnya tapi ia mulai kehabisan nafas. Wanita itu tak memberikannya banyak ruang. Merasa sesak dan terimpit ia berupaya menghisap bagian paling sensitif dari tubuh wanita itu dan saat ia mendengar suara lenguhan yang keras. Ia memutuskan telah menemukan cara untuk memuaskan dominatrix-nya dengan cepat sebelum ia mati kehabisan nafas.
"Ah..h, Lagi...Lagi. Jangan berhenti." Satu tangan Ino memegang kepala tempat tidur satu lagi meremas dan memilin payudaranya yang tersembunyi di balik korset. Pria ini sangat ahli dengan lidahnya. Ino sampai merem melek dibuatnya.
Selama lima menit pria itu fokus untuk menstimulasi klitorisnya. Dia menyedotnya dengan keras, tubuh Ino menegang. Dinding vaginanya terasa berkontraksi "Oh..shit...oh...shit." Ia tak berhenti bergumam. Cairan bening menyembur bagaikan air mancur ketika Ino mencapai klimaksnya.
Wajah pria itu basah, ia menjilati bibirnya, Lega cairan itu tak terasa atau berbau seperti urine. Meski ia Masochist tapi ia bukan penggemar golden shower. Pria itu merasa takjub. Baru pertama kali ia melihat secara langsung ejakulasi wanita. Dia pikir itu hanya mitos belaka atau kebohongan film porno.
"Kau melakukannya dengan baik," ucap Ino masih tersengal-sengal.
Ino merangkak di atas tubuh pria itu. Ia melengkungkan punggungnya untuk mengulum milik budaknya. Dia mengerakkan kepalanya naik turun, mencoba memerah esensi pria itu dengan mulutnya.
Pria berambut perak itu mengerang. Ia merasa seperti di surga. Mulut wanita itu bekerja seperti sihir. Bisa dia pastikan ini adalah blow job terbaik yang pernah dia alami. Tak butuh waktu lama untuknya meraih orgasme. Lecutan dan rasa sakit yang menderanya membuatnya begitu bergairah. Ia menyemburkan benihnya di mulut sang dominatrix. Pria itu menarik satu nafas panjang "Senang bisa melayanimu."
.
.
.
"Pig...Ayo kita makan siang."
Sakura muncul di meja kerja Ino dengan senyum riang. Wanita pirang itu menunjuk setumpuk file yang terletak di samping komputernya.
"Tak bisa, Aku belum selesai menginput data-data penjualan. Si nenek lampir Anko akan mengomeliku kalau belum selesai."
"Ayolah, Setengah jam saja. Kita makan di kantin."
Perutnya yang berbunyi membuat Ino menyerah. "Ok, Ayo kita makan."
Mereka duduk di sudut kantin, menyantap nasi kare yang cukup pedas dan gurih. Seperti biasa Ino dan Sakura menggunakan waktu istirahat siang mereka untuk bergosip.
"Apa yang kau lakukan akhir minggu Ino? Lihat wajahmu kuyu dan ada lingkaran hitam di matamu. Kau tampak kurang tidur."
"Ah, Aku menonton DVD marathon. Dua puluh lima episode selama dua hari."
"Yang benar, Apa kau tak punya kehidupan Ino?"
Wanita pirang itu menghela nafas. Apa kata sahabatnya bila gadis itu tahu setiap weekend ia sibuk menganiaya dan memecuti pria-pria cabul yang merengek-rengek minta disiksa dan menyembah-nyembah dirinya bagaikan dewi.
"Well, Kau tahu aku jomblo. Keluargaku di Osaka. Teman-teman pada sudah menikah. Lalu aku mau nongkrong sama siapa?"
"Makanya cari pacar."
"Aneh kau Sakura, bukannya kau juga jomblo."
"Aku sedang mengincar manajer divisi sebelah."
"Sasuke Uchiha? Lupakan saja. Levelnya ketinggian untukmu. Bukannya dia dikabarkan dekat dengan pewaris Hyuuga ya."
"Aku tak peduli, Selama dia belum menikah masih milik bersama."
"Terserah deh! Silakan mimpi terlalu tinggi."
"Jahat kau pig, bukannya mendukung malah menjatuhkan. Eh...tahu gak, kita bakal punya atasan baru."
"Kenapa aku baru dengar?"
"Karena kau terkucil di bilik mungilmu dan melewatkan gosip terbaru. Kau pasti belum dengar direktur lama diberhentikan oleh dewan komisioner karena penyelewengan."
"Lalu siapa yang akan menggantikan Danzo?"
Sakura mengedikkan bahu. "Tidak tahu, tapi gosipnya bilang seorang pria tampan berusia akhir tiga puluhan dan belum menikah. Kedengarannya bagus untukmu."
"Maaf saja Sakura, Aku tak berminat." Ino melihat jam tangannya. Setengah jam sudah berlalu. "Hey, Aku harus kembali ke mejaku."
"Ok, Pig. Nanti aku akan mampir membawa kopi untukmu."
"Terima kasih."
.
.
Benar kata Sakura, Keesokan harinya direktur baru mulai bekerja. Seluruh karyawan berkumpul untuk memberikan sambutan. Ino hanya bisa melongo menatap pria yang sedang memberi salam pada Jajaran manajer dan staff divisi pemasaran.
Bukankah itu salah satu kliennya. 'Oh My God' gumam Ino dalam hati begitu melihat pria bersurai perak dan bermata kelabu mendekat ke arahnya. Ia berdoa agar pria itu tak mengenalinya.
Kakashi Hatake memberi salam pada pegawai barunya. Sekalian mengamati populasi pegawai wanita di kantor ini. Diam-diam ia memberi penilaian pada setiap karyawan wanita yang dia jumpai. Ia tersenyum ramah dan mencoba menyembunyikan pandangan matanya yang jelalatan melihat rok mini dan belahan payudara di mana-mana. Ia ingin mengelus dada mengapa semua wanita di sini berpakaian seksi.
Terlalu banyak godaan, pikir pria itu dalam hati. Ia harus berusaha untuk tak terlibat skandal dengan karyawannya. Dia ditugaskan untuk membenahi perusahaan ini bukannya untuk memikirkan siapa yang bisa dia ajak bercinta di atas meja kerjanya, tapi mau bagaimana lagi. Ia tak bisa berpisah dari sifat cabulnya. Dia sudah ketagihan, tanpa seks ia tak bisa berfungsi dengan normal.
Ia berjalan melewati Karyawan yang berjejer dengan rapi. Seorang wanita berambut pirang menarik perhatiannya. Ia terlihat biasa saja. Rambutnya disanggul dengan rapi. Pakaiannya standar. Blouse lengan panjang dan rok selutut. Kaca mata berbingkai tebal bertengger di hidungnya. Dahi Kakashi mengerut, wanita ini adalah wanita yang penampilannya paling membosankan. Ia bahkan tidak bisa menilai lekuk tubuh wanita itu dibalik blousenya yang longgar.
Tatapan mereka bersirobok. Ino cepat-cepat menunduk takut pria itu mengenalinya. Entah mengapa Kakashi merasa pernah melihat wanita itu tapi dengan cepat ia menepisnya. Ia tak bergairah dengan wanita culun jadi tak mungkin ia pernah meniduri wanita pirang itu. Ino langsung kabur dan kembali ke mejanya begitu acara penyambutan berakhir. Dia mendapat firasat kemunculan pria itu bisa mendatangkan bencana untuknya.
.
.
.
A/N : i am back with lemon. Gak puas nulis Ino ena-ena sama Itachi. Saya munculkan pasangan crack yang paling tidak terbayangkan. Kakashi X Ino. Hanya sebuah ide konyol yang melintas gara-gara dengar lagu S&M nya Rhianna.
