Warning : Homo sebagai tema. Penyebutan nama-nama pairing. Fanfic ekstensi dari headcanon. Bukan romantically SaKuro. Semoga gak abal dan gak jayus.
.
.
Sakurai Ryou dan Kuroko Tetsuya.
Terlihat tidak saling kenal. Dua nama yang andai disandingkan dalam satu nafas terasa janggal. Dan disatukan oleh kesalahan interpretasi persahabatan terlalu dekat antar pemain basket yang menjadi pelencengan orientasi seksual.
"Doujin yaoi-nya, nona...?"
" Kita jarang menjual dengan pair AkaMido lho, nona. Kapan lagi bisa beli yang seperti ini?"
Sakurai dan Kuroko. Materialis berkedok fudanshi.
Orientasi? Uang. Memang apalagi?
Barang jualan? Telah tersebut di atas—doujin yaoi.
.
in the form of drabbles, we present
DOUJINKA!
and
its cover
by Cadencian
.
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
.
.
Pertama kali Kuroko Tetsuya bertemu pengubah orientasinya adalah sepotong hari dalam musim semi penantian tahun ajaran baru SMA yang pertama untuknya.
Waktu itu ia menghisap vanila dan berbagi meja di Maji Burger dengan seorang pemuda. Warna rambut dan matanya mengingatkan Kuroko pada lumpur atau susu coklat. Merasa transparan seperti biasa, Kuroko tidak mau repot untuk mengenalnya, hingga—
"Aku melihatmu, Kuroko Tetsuya."
—Kuroko kontan menoleh pada si pemuda berskema warna lumpur tersebut.
"Sulit untuk menyadarimu, tapi akhirnya aku bisa berkesempatan melihatmu."
Tegukan vanilanya tersangkut di tenggorokan.
"Eh?! M-maaf, maaf, Kuroko-san—gara-gara aku Kuroko-san tersedak, apa yang harus kulakukan?!"
"E-ehm, aku tidak apa-apa. Tolong jangan panik—"
Kalimatnya terputus, kekurangan suatu elemen penting pembicaraan. Nama panggilan. Ia mengatur posturnya kembali tenang dan berdehem melancarkan tenggorokan.
"Maaf, aku tidak kenal denganmu."
"E-eh?! Maaf, nama saya Sakurai Ryou."
Maaf, lagi? Peminta maaf, eh?
"...aku masih tidak mengenalmu."
"M-maaf, kita memang baru bertemu."
Aneh.
"Jadi, ada sesuatu...?"
"S-saya menawarkan bisnis. Maaf, saya butuh Kuroko-san untuk menjadi seksi dokumentasi untuk bahan doujinshi yang sedang saya kerjakan." Tangan Sakurai seraya menyerahkan doujinshi.
Doujinshi-nya bersampul gambar pemuda berkepala merah dan pemuda berkepala biru—yang entah bagaimana mirip sekali dengan mantan anggota tim-nya, Akashi dan Aomine. Di sudut kanan atas sampul ada tiga kombinasi keramat—R, satu, dan delapan. Kuroko mencoba membuka dan langsung menutupnya kembali ketika melihat isinya.
Sakurai memberanikan diri bertanya lagi, "jadi?"
"Ini melanggar privasi, Sakurai-san."
"E-eh, maaf, tapi 'kan kita tetap bagi hasil, prospeknya juga bagus, dan keuntungannya juga berlipat—"
Sudah berapa maaf.
"Tetap saja itu melanggar privasi."
"Ehm... maaf?" Sakurai hanya tersenyum sambil menggaruk kepala.
Niat atau tidak, yang penting maaf.
"Dan... doujinshi ini homo. Maaf Sakurai-kun, aku tidak bisa menerima penawaranmu." Kuroko lega mempunyai alasan bagus untuk lolos dari penawaran absurd tersebut.
"Maaf, Kuroko-san, bisa perhatikan sampulnya lagi?"
Setelah diperhatikan baik-baik, matanya menangkap nama yang bertanggung jawab sebagai pengarang—Kuroko Tetsuya.
"Kuroko-san, seminggu lagi ada comic market lho."
"Ini namanya ancaman."
"M-maaf, 'kan saya sudah memberi penawaran sebelumnya—"
"Tetap. Ini ancaman."
"Maaf. Bagaimana kalau kita sebut taktik...?"
"..."
"Maaf ya, Kuroko-kun."
Maaf kepalamu.
.
.
Misi pertama Kuroko Tetsuya di bawah ancaman Sakurai Ryou adalah mendokumentasikan Kise Ryota. Seluruhnya.
"Bagaimana caranya?"
"M-maaf, bukannya Kuroko-kun transparan...?"
Transparan? Penghinaan.
"Itu disebut misdirection, Sakurai-kun."
"E-eh maaf—maaf Kuroko-kun... Jadi kembali ke yang tadi, Kuroko-kun bisa mengambil foto Kise-san—"
"...bisa."
"—seluruhnya?"
"Seluruhnya?"
Waktu itu Sakurai tidak menjawab nada bertanya Kuroko. Namun di meja, ia letakkan beberapa foto.
"Seperti ini."
...itu fotonya apa, ya Tuhan.
" Ini 'kan itu." Kuroko berusaha tetap tegar.
"Itu itu apa?"
"Itu... anu." Bagaimana caranya berbicara tanpa malu.
"Anuitu apalagi? Katanya itu."
"Itu maksudnya anu."
"...oh. Anuan?"
"Iya, anuan."
Kuroko membawa telapak tangannya menutupi muka. Aku terjerat oleh entitas apa.
"M-maaf? Itu 'kan bagian dari pekerjaan, untuk mendapatkan proporsi yang baik memang harus dapat referensi yang presisi."
"Tapi kenapa harus ambil foto itu."
"...Anuan?"
Ya Tuhan, cukup.
"Maaf ya, Kuroko-kun. Nanti lama-lama juga terbiasa kok..." Sakurai tersenyum maklum.
Kuroko lelah.
.
.
Terhitung sejak hari ia menjadi seksi dokumentasi—Kuroko mulai beradaptasi.
Sakurai-kun adalah dewa menggambar yang memiliki sebendung penggemar—penjualannya menarik banyak pembeli. Perempuan memiliki gravitasi dan uang terhadap bromance bahkan yaoi. Comiket adalah tempat uangnya menanti. Dokumentasi akan privasi pria (terpaksa) bukanlah masalah penglihatan lagi.
Namun...
"Sakurai-kun. Ini kenapa anuan di dalam—"
"Memang begitu 'kan cara pria melakukan... kau-tahu-apa?"
Kuroko merinding. Tangannya refleks memegang bagian belakangnya.
"Memang tidak sakit...?"
"Bagaimana kamu coba saja sambil didokumentasi? Katanya pengalaman itu ilmu yang paling berharga, Kuroko-kun." Senyum.
Kuroko tidak tahu lagi bentuk mukanya seperti apa sekarang ini—rasa jijik dan kesal diaduk-aduk dan tumpah di air mukanya. Senyum (sok) polos Sakurai mengejek tak terkira.
"...Bercanda?"
"M-maaf, tidak juga sih, siapa tahu bagi hasilnya kurang dan Kuroko-kun—" dan tawa Sakurai pecah.
Ini degradasi harga diri.
"Aku kan harus bertugas untuk fokus mendokumentasi, jadi aku tidak akan bisa mengambil angle yang tepat apabila aku juga menjadi pemerannya. Sakurai-kun saja bagaimana..?"
Sakurai masih tertawa. "Kalau Kuroko-kun sudah tahu benar tugasnya apa, aku juga punya tugas lain daripada jadi objek dokumentasi. Jadi, tolong dokumentasikan anuan Midorima-san dan Takao-san ya—"
Suara Sakurai selanjutnya tidak terdengar lagi. Di dalam kepalanya hanya Midorima, Takao, dan keduanya dalam posisi yang digambar Sakurai tadi.
"Kuroko-kun, kenapa mukamu pucat...?"
Kuroko harus banyak beradaptasi lagi.
.
.
Sakurai dan Kuroko memiliki jadwal pertemuan rutin untuk membicarakan pendapatan mereka, tepatnya pada hari Sabtu dalam minggu kedua dan keempat pada setiap bulan.
Namun terkadang, pembicaraan melenceng di luar dugaan.
"Kuroko-kun, bagaimana menurutmu terhadap interest pasar belakangan ini?"
"Yang kulihat... pair baru mulai meledak, meski tidak bisa mengalahkan pair major yang ada. Sepertinya AoKise tetap ada di ranking pertama."
"...m-maaf, yang kulihat disini ranking pertama itu Kagami atau Kiseki no Sedai denganmu."
"Lalu, apa Sakurai-kun akan membuatnya?"
"Kalau dapat mendatangkan banyak profit, mungkin iya."
"Dan hal yang terakhir ingin kulihat adalah Sakurai-kun menggambarku disetubuhi orang lain."
"...Kuroko-kun, ehm.. m-maaf. Kau masih normal?" Entah perasaan atau kenyataan, Sakurai terlihat menahan tawa.
Sialan. "Preferensi pasanganku masih wanita, Sakurai-kun." Kuroko berusaha kalem. "Sakurai-kun sendiri bagaimana...? Homo?"
"E-eh, maaf, aku juga masih normal kok."
"Kok jomblo?"
Jleb. "M-maaf. Bukannya Kuroko-kun sendiri juga begitu?"
"Aku single, Sakurai-kun."
"..Hah? Maaf—"
"Single itu pilihan, jomblo itu nasib."
Kali ini giliran Kuroko yang berusaha menahan tawa melihat Sakurai yang berusaha menyembunyikan keki.
.
.
Impresi. Pertama kali melihat Sakurai Ryou, Kuroko mengira Sakurai adalah individu polos.
Caranya meminta maaf. Bekal yang dibawanya—bentuknya bunga. Sifat childish yang terlihat dari air muka ketika dia terpaksa diam karena tidak bisa membalas saat menjadi objek hinaan. Sakurai Ryou berindikasi polos.
Namun ketika bekerja, ada tenggat satu radian yang menghancurkan impresi Kuroko tentang Sakurai. Kuroko pernah iseng mengintip Sakurai menggambar apa, setelah itu Kuroko merasa harus meminta air suci untuk mencuci mata.
"Kuroko-kun, kau datang di saat yang tepat. Menurutmu sudut pandangnya bagaimana...? Mungkin kan untuk kau-tahu-apa di posisi seperti ini?"
Kuroko hanya bisa menelan ludah menahan mual.
"M-mungkin bisa. Sakurai-kun... imajinatif," lidahnya terasa kelu untuk beropini.
Seharusnya Kuroko ingat Sakurai mengancam ia dengan doujin yang isinya apa. Seharusnya Kuroko tahu bahwa sikap dan penampilan Sakurai hanya mendombakan mental serigala yang ia punya.
Sakurai Ryou... polos? Mitos.
.
.
Terlepas dari nilai kenistaannya, sebenarnya pekerjaan mereka cukup sederhana.
Mudah saja. Sakurai akan memutuskan pairing yang akan digambar, meminta Kuroko selaku bagian dokumentasi untuk mengumpulkan 'data' yang dibutuhkan, lalu ia melakukan proses penggambaran (yang demi Tuhan Kuroko tidak sanggup untuk melihatnya lama-lama), dan jadilah Maha karya mereka.
Maha karya—di mata para gadis pecinta kisah cinta belok antar sesama pria yang biasa disebut yaoi.
Kalau bagi Kuroko, ini namanya neraka jahanam yang menodai harkat dan martabat para pria.
Dan sungguh—terbiasa menjadi seksi dokumentasi pun tak lantas membuat Kuroko terbiasa dengan adegan 'syur' di dalam jilidan doujinshi menyimpang itu.
"Maaf Kuroko-kun, bisa kau bantu menempelkan tone di halaman ini?"
Sakurai menyodorkan selembar naskah.
Gambar adegan MuraMuro. R18.
Sial, dia pasti sengaja. Lihat senyum sok polosnya itu, dia pasti sengaja melakukan ini!
"…anu, Sakurai-kun.."
"Deadline-nya lusa, Kuroko-kun. Kita tidak punya waktu lagi."
Kali ini tanpa 'maaf', heh?
"…tsk."
Ketika Kuroko berdesis sambil menyambar naskah nista tersebut, ia bersumpah bahwa tadi Sakurai baru saja menampakkan seringai iblis.
Sialan.
.
.
Tentu saja selain dokumentasi dan proses pembuatan naskah, ada banyak hal lain yang perlu dikerjakan untuk menjaga kelancaran prospek bisnis (nista) mereka.
Survey interest pasar, seperti yang telah disebutkan di drabble sebelumnya.
"Dari data penjualan kemarin, kurasa doujin AoKise masih tetap berada di tingkat paling atas." Kuroko menyeruput vanilla shake-nya sembari menepuk-nepuk dompet yang dirasa makin menebal sambil berkipas dengan uang. Imajiner, tentunya.
Tak apa. Lagipula, pada dasanya semua orang di dunia itu berpaham materialis.
"Maaf, Kuroko-kun. Tapi menurutku, mulai bermunculan paring-pairing baru yang sepertinya cukup potensial. Seperti AkaFuri misalnya, popularitas mereka makin menanjak saja akhir-akhir ini."
Membayangkan rekan satu timnya terlibat dalam pergumulan romans dengan mantan kaptennya membuat Kuroko mual mendadak.
"Jadi, sepertinya untuk proyek selanjutnya kita akan memasukkan doujin AkaFuri juga."
Sebenarnya yang membuat Kuroko mual adalah kata-kata ini. Buat doujinshi dengan pair baru, tokoh baru—dokumentasi baru.
"Dan maaf, kita masih belum punya data milik Furihata-san. Jadi…"
Sepertinya Kuroko harus bersiap-siap untuk 'memantau' Furihata setelah ini.
.
.
"Kalau dipikir-pikir, melakukan survey secara langsung lewat wawancara sepertinya boleh juga."
Sakurai menjatuhkan pensil dan sketsanya. Apa tadi, wawancara? Kuroko bilang ingin melakukan wawancara?
Buka aib pada para remaja wanita soal profesi terlarang mereka?
"Maaf, kukira tadinya kau tidak ingin pekerjaan kita ini terpublikasikan?"
"Melakukan wawancara bukan berarti kita harus membeberkan profesi, Sakurai-kun." Cerdas sekali. Memang bagaimana caranya?
"Seingatku, Momoi-san itu fujoshi akut waktu smp."
Buka kartu. Kartu orang lain pula.
"Maaf, tapi darimana kau tahu?"
"Dulu aku penah melihat ada doujinshi AoKise di dalam tasnya."
Hening sejenak.
"…terdengar seperti stalker."
"Aku tidak sengaja melihatnya, Sakurai-kun. Dia tidak sadar kalau aku sedang lewat saat itu."
Oh iya, bakat menghilang—bukan, misdirection.
"Maaf—"
"Kurasa Momoi-san tidak akan cepat mengaku soal perkara begini, namun coba kau pancing saja."
Siapa tahu.
Siapa tahu dapat teman fanboyingan, eh?
.
.
"Maaf Kuroko-kun, kemarin aku mendapat kiriman email yang memintaku untuk membuat doujinshi tentangmu dan Kagami-san…"
Kuroko mematung.
"…jadi, bagaimana?"
Bagaimana apanya. Tidak. Memang siapa yang mau jadi orang ternistakan dalam doujinshi pemuas hasrat fujo?
"Maaf. Kuroko-kun, kau masih di sana?"
Ekspresi wajan teflon masih setia membungkus wajah Kuroko.
"Tolak, Sakurai-kun."
"Tapi—"
"Perjanjiannya adalah: aku seksi dokumentasi, kau pembuat doujinshi, kita bagi hasil, dan tak ada doujinshi dengan pairing siapapun x aku."
Oke. Baiklah. Wajah Kuroko mulai terihat seram saat ini.
"Maaf, tenanglah dulu." Sakurai menyodorkan segelas vanilla shake pada Kuroko. Kalau ini sinetron, pasti Kuroko akan menuangkan seluruh isi minuman dingin itu ke atas kepala Sakurai—atau minimal menepis kasar gelas itu hingga jatuh dan kamera akan menangkap momen tersebut dalam gerakan slow motion. Sayangnya ini bukan, dan Kuroko terlalu cinta vanilla shake untuk melakukannya.
Maka dari itu, sang biru langit memutuskan untuk membisu sesaat sambil menyeruput minuman favoritnya itu.
"Begini, Kuroko-kun. Email itu memang memintaku untuk membuat doujinshi tentangmu dan Kagami-san—tapi di tidak menginginkan pair KagaKuro."
Bukan KagaKuro, apa dong? Oh, jangan-jangan—
"Maaf, tapi dia menginginkanku untuk membuat doujinshi KuroKaga."
Ternyata KuroKaga. Uke!Kagami dong?
Hening sejenak. Tinggal suara pergolakan sedotan dalam gelas vanilla shake—bunyi yang biasa terjadi ketika dalam gelasmu hanya tinggal es batu tapi kau masih memaksa untuk menyedot sisa minumanmu.
Sakurai tersenyum parno. Tenang, mari tunggu jawabannya dan pasang kuda-kuda lari untuk jaga-jaga.
"KuroKaga? Akan kupikirkan."
Eh?
Karena pertama kalinya ada orang request pairing dengan Kuroko sebagai seme.
.
.
"Maaf, tapi kalau kupikir-pikir rasanya keputusan bagi hasil yang lima puluh banding lima puluh ini agak kurang adil."
Jemari Kuroko berhenti dari gerakan mengusap kameranya. Apa ini? Apakah ada semacam tendensi dan pemberontakan di sini?
"Alasanmu, Sakurai-kun?" Tetap tenang—tetap datar seperti biasa.
"Maaf Kuroko-kun, tapi sejauh ini aku melakukan banyak hal. Aku memikirkan ide, lalu mengambar sketsa, proses penyelesaian, bahkan sampai menjilid pun aku juga. Nyaris semilan puluh persen adalah—maaf, usahaku."
Ternyata Sakurai mulai berkilah. Huh, tentu saja Kuroko tak akan kalah.
"Sakurai-kun, aku ini seksi dokumentasi."
"Maaf—maksudku, ya karena itu—"
"Akulah yang mengumpulkan data-data penting untuk objek pekerjaanmu." Termasuk mempertaruhkan (harga) diri untuk menyelinap dalam kenistaan dan mengambil foto anuan.
Hening sejenak.
Sebuah pesan tersirat yang berbunyi 'Pekerjaanku ini juga sangat susah tahu.' Mampir ke indera telepati Sakurai.
Kuroko memiliki alibi sempurna.
Rencana pemotongan gaji karyawan pun dapat terelakkan.
.
.
Masih di Maji burger dan masih berkutat pula dengan pekerjaan nista mereka sebagai doujinka—hari ini Sakurai terlihat sangat lemas.
Peduli dengan Sakurai—tentu sja akan sangat berbahaya bila proses pengerjaan doujinshi AoKaga ini terlambat hanya karena Sakurai murung—Kuroko pun mengelakkan bibir dari sedotan vanilla shake-nya dan angkat suara.
"Ada apa Sakurai-kun?"
Bagi telinga Sakurai, ini terdengar seperti ucapan 'curhatlah padaku'. Walau Kuroko sendiri lebih bermodus pada orientasi cari uang. Materialis.
"Maaf, apa kau masih ingat pada pembicaraan kita tentang survey melalui wawancara langsung itu?"
Kuroko mengerjapkan matanya sekali, lalu mengangguk.
"Memangnya kenapa dengan itu?"
"Sebenarnya… maaf—kemarin aku sudah menanyakannya pada Momoi-san."
Kuroko kembali menyeruput vanilla shake-nya. Hmm, sepertinya ini akan jadi bahasan yang menarik.
"Lalu?"
"Dia buka kartu dan mengatakan beberapa OTP-nya padaku."
Bukan berarti Kuroko penasaran atau apa, tapi nyatanya ia bertanya, "Oh ya? Siapa OTP-nya?"
Sakurai tertunduk sambil menjawab, "AoKise—"
Kuroko mendengus dalam hati. Sudah kuduga.
"—lalu AoKuro—" Makin tertunduk.
Eh?
Apakah semasa SMP dulu ia dan Aomine terlihat sebegitu homonya?
"—dan ImaSaku." Tertunduk sedalam-dalamnya: mengheningkan cipta.
Pffftt.
Nyaris saja Kuroko keceplosan tertawa.
"Aku tidak paham Kuroko-kun, apakah aku dan Imayoshi-senpai terlihat sebegitu homonya di mata para fujoshi?"
Dia frustasi. Astaga, seorang Sakurai Ryou sampai frustasi.
"…kurasa ini akan jadi kesempatan yang bagus untuk mengakhiri masa jomblomu, mungkin?"
Jleb. Sial, hinaan ini sakit sekali.
"Maaf, tapi aku bukan homo." Aura suram.
"Memang bukan. Tapi kau doujinka yang membuat doujinshi homo."
Hei hei, tunggu dulu! Ini semua demi mencari pundi-pundi uang! Lagipula, mereka sama-sama basah di sini.
"Dan kau adalah orang yang minum vanilla shake dari keuntungan penjualan doujinshi homo itu, Kuroko-kun."
Singkat kata, mereka sama-sama nista dan berkecimpung dalam dunia homo.
Namun tetap saja, bukan berarti mereka ini adalah orang-orang pelaku tindak homo—setidaknya belum.
Dan lagi, orang-orang di sekitar mereka bukannya yaoi sungguhan. Itu semua hanya persahabatan antar lelaki yang berbatas tipis dengan hint shonen-ai. Mari salahkan orientasi para fangirl.
Sakurai Ryou dan Kuroko Tetsuya—perjalanan meraup untung mereka masihlah sangat panjang…
.
To be continued
.
A/N:
1. Greetings. Kami Cadencian terbangun atas dua author. Bakso puyuh kuriitama dan Akazora no Darktokyo. Terima kasih telah mampir melihat anak kami ini. Salam kenal~
2. Karena trivianya Sakurai bisa gambar manga dan namanya dipakai bersama oleh seorang mangaka BL dan bakat Kuroko yang sangat cocok jadi dokumentasi, jadilah cerita ini.
3. Bakso puyuh kuriitama, "Mungkin ya yang paling berkesan adalah drabble Kuroshiro-san yang bahas tentang anuan. Pls disitu saya ngakak gelindingan /eh."
4. Akazora no Darktokyo, "Saya mimpi apalah ini drabble-nya kejadian di-publish lol dan Kurii-san sasugaaaaa tulisannya pfft- Otsukaresama deshitaaaaaa~"
5. Silahkan tebak drabble yang mana bikinan siapa. #buatapa #dilempar
6. Review?
