Tiga minggu berlalu sejak 'saat itu', dimana kedua kakak beradik dari keluarga Uchiha yang saling mencintai itu saling berbagi perasaan dan menjalin hubungan 'rahasia' mereka. Beruntung, Itachi adalah mahasiswa yang aktif di kampusnya hingga jarang sekali berada dirumah, dan Sasuke adalah remaja yang sangat pendiam, maka hubungan terlarang mereka tetap tertutup rapat bagaikan dikubur ke dasar bumi. Bahkan orang tua mereka pun tak menyadarinya.

Pernah sekali waktu, Mikoto sang bunda sempat memandang mereka dengan sedikit curiga ketika Sasuke masuk ke kamar Itachi dan mengunci pintunya, namun setelah diam-diam Mikoto menempelkan telinganya ke pintu yang tertutup tersebut dan hanya mendengar percakapan seputar pelajaran, ia pun hanya menarik nafas lega dan mengangkat bahu sambil tersenyum ringan.

Begitupun dengan prestasi Uchiha bersaudara itu yang sangat cemerlang di bidang akademik maupun non akademik, membuat Fugaku sang ayah semakin bangga dengan putra-putranya, mustahil baginya untuk mencurigai adanya sesuatu yang di sembunyikan oleh kedua putra kebanggaannya.

Hampir tak pernah terjadi keributan dirumah besar itu, Mikoto dan Fugaku yang sangat minim pertengkaran rumah tangga, Itachi yang menjaga tata kramanya dengan baik, dan Sasuke yang selalu tenggelam dalam individualismenya, memberikan cermin bahwa keluarga Uchiha itu adalah keluarga yang harmonis, membuat iri para penduduk sekitar. Harta yang banyak, anak-anak yang pintar, kehidupan yang damai, nyaris tanpa cacat.

"Hari ini kalian berangkat sekolah bersama-sama lagi?" Tanya Mikoto pagi itu.

"Ya, Haha-ue, tapi mungkin seperti biasa aku akan pulang lebih telat, banyak yang harus ku kerjakan di kampus, entah kalau Sasuke.." Jawab Itachi tetap pada kesopanannya yang luar biasa.

Itachi melirik Sasuke.

"Aku—akan pulang secepatnya.." Jawab Sasuke singkat.

Mikoto hanya mengangguk mendengar jawaban kedua putranya dan menyodorkan dua kotak bekal makan siang untuk buah hati kesayangannya.

"Hari ini, Ayah memulai dinasnya di Hawaii, dan ibu akan mengantar ayah ke bandara, Itachi kalau kau bisa pulang lebih awal, kau bisa ikut mengantar ayahmu.."

"Baik, Haha-ue.." Jawab Itachi.

Setelah keduanya membungkukkan badan pada Mikoto, keduanya pun berangkat.

.

.

.

Di mobil…

"Sasuke, aku melihatmu agak aneh belakangan ini.." Ujar Itachi memecahkan kesunyian.

"Aku hanya sedikit lelah.." Jawab Sasuke pelan.

Itachi sedikit melirik ke arah Sasuke dan dia sadar ada yang tidak beres dengan adiknya. Memang Itachi tahu adiknya kelelahan karena belakangan terakhir ini ada tugas kelompok dari sekolahnya yang cukup menyita waktu. Tapi, tetap saja instingnya sebagai kakak mengatakan lain. Kelelahan yang dialami Sasuke sedikit aneh, sangat tidak biasa.

"Tak akan ada gunanya jika kau berbohong padaku, Otouto" Itachi memberi sedikit isyarat agar Sasuke mau bercerita.

Sasuke memutar bola matanya menanggapi keposesifan Itachi. Bukan Sasuke tak ingin bercerita, tapi ia sendiri tak tahu apa yang harus diceritakan, ia juga merasa ada yang berbeda dari dalam dirinya, tapi entahlah apa itu. Si bungsu yang minim kata-kata itu hanya menyimpulkan bahwa ia kelelahan.

Melihat adik kesayangannya ini hanya diam, Itachi menarik nafas panjang dan mengusap kepala Sasuke dengan sayang. Ia tak mau memaksa adiknya, toh entah diawal atau diakhir, adiknya pasti akan bercerita, dan sekalipun tidak, Itachi pasti akan segera tahu.

Itachi memberhentikan mobilnya di gerbang sekolah Sasuke, setelah mendapat kecupan ringan di kening dan bibirnya dari sang kakak, Sasuke keluar mobil dan tak lama menghilang dari pandangan Itachi karena gadis-gadis di sekolahnya langsung mengerubungi Sasuke dan menariknya entah kemana. Awalnya, Itachi merasa gerah melihat tingkah gadis-gadis itu, tapi setelah melewati latihan mental yang cukup berat akhirnya Itachi bisa mengerti. Adiknya memang populer. Anggap saja begitu.

"Anak itu, sepertinya ada yang tak beres.." Gumam Itachi.

.

.

.

Saat jeda kuliah dan Itachi sedang berkumpul dengan kelompoknya yaitu Deidara, Sasori, dan Kisame, tiba-tiba ponselnya berdering. Karena hanya pesan teks, Itachi tak beranjak dari duduknya, bahkan tak tertarik untuk membaca pesan yang masuk ke ponselnya tersebut, membiarkan nada dering yang agak panjang tersebut mengalun, entahlah, seharian ini pikirannya tertuju pada adik bungsunya.

"Itachi, sebaiknya kau buka pesan singkatnya.." Tegur Kisame. Sepertinya ia merasa terganggu.

Tanpa menoleh ke arah yang menegurnya, Itachi mengambil ponselnya dari kantong. Lalu membacanya.

"Uchiha Sasuke pingsan ditengah pelajaran olahraga, sekarang sudah sadar dan sedang di rawat di ruang kesehatan. Terima kasih – SMU Konohagakure" – Demikian isi dari pesan teks tersebut.

Itachi terlonjak kaget melihat pesan teks tersubut hingga kopi di meja tepat didepannya tumpah, bahkan sebagian mengotori celana Deidara yang duduk berhadapan dengannya. Btentu saja mengundang kecerewetan si pirang bawel ini.

"Gomen, Dei – nanti kau antar saja ke laundry, aku yang bayar, aku akan ke sekolah Sasuke sekarang.."

Kisame mengernyitkan alisnya. Mengabaikan omelan-omelan Deidara yang sedang di tenangkan oleh Sasori.

"Ada apa dengan adikmu?"

Itachi menarik nafas panjang berusaha tenang.

"Sasuke pingsan, aku khawatir, aku pass kuliah berikutnya.."

Kisame berinisiatif untuk mengambil kunci mobil dari kantong celana Itachi, ia tahu sekali tentang si gagak hitam ini, ketenangan memang andalannya, tapi jika bersangkutan dengan Sasuke, kepanikan akan menguasai dirinya. Tanpa menawarkan diri, Kisame berjalan menjauhi kelompoknya dan diikuti oleh Itachi.

"Maaf Kisame, aku merepotkanmu.."

"Akan panjang urusannya jika kau tidak sampai ke sekolah Sasuke akibat kepanikanmu.." Jawab Kisame.

.

.

.

Sasuke's PoV

'Aku pusing, tubuhku terasa lemas, di jam-jam tertentu aku merasa mual, ada apa sebenarnya dengan diriku?'—Aku membathin sambil me nunggu kedatangan Itachi.

Saat pelajaran olahraga tadi, mendadak penglihatanku berkunang, aku tidak pingsan, aku sadar sepenuhnya, hanya aku sama sekali tak bisa menahan rasa pusing yang luar biasa tadi. Ini aneh, sangat tidak biasa. Tapi, aku tak mungkin mengeluh pada orangtuaku atau mereka akan khawatir. Terlebih pada Itachi, dia akan mengurungku dan menjagaku dua puluh empat jam jika tahu kondisi ku aneh seperti ini.

Aku hanya bisa menghindar dari pertanyaan-pertanyaan Itachi mengenai keadaanku, aku hanya malas mendengar omelannya, dan aku pasti akan diatur sedemikian rupa. Sudah cukup saat aku demam tiga bulan lalu, Itachi tak berangkat kuliah, tidak tidur, menyuapiku seperti balita, cerewet masalah obat, dan tiap sepuluh menit ia selalu menanyakan apakah aku sudah baikan atau belum.

Bersyukur Naruto dan Sakura tidak menjengukku, atau aku akan malu dan bunuh diri.

Perut bawahku terasa linu, seperti ada batu yang mengganjal, aku takut terkena penyakit dalam. Tapi, gejala-gejala yang mendukung tentang penyakit dalam memang tak ada sih, kemungkinan terbesar aku mengalami radang usus, karena gejalanya hampir sama dengan yang kualami. Aku akan ke rumah sakit diam-diam tanpa Itachi.

Aku memiringkan badanku, rasa pusing itu datang lagi, keringat dingin mulai membasahi keningku dan lambungku terasa penuh. Aku ingin muntah. Biasanya hanya mual, entah mengapa hari ini terasa berbeda.

"Uhuk! Hoeekk!"

Tanpa sempat aku memanggil perawat sekolah, aku terlonjak bangun dan memuntahkan isi perutku ke lantai. Memalukan. Aku ingin menangis rasanya. Menangis? Ada apa dengan emosiku? Muntah adalah hal yang wajar untuk orang sakit kan? Mengapa aku merasa begitu kesal dan muak?

Dan ternyata ini kecelakaan fatal untukku, sebelum perawat sekolah datang, ternyata Itachi sudah membuka pintu bersama teman birunya yang jangkung itu. Tentu saja, ia terlihat terkejut dan langsung menghampiriku.

"Kisame, perawat!" Hanya itu yang keluar dari mulut Itachi.

Itachi berlebihan, ia terlalu panik jika ada hal yang berhubungan denganku. Aku senang ia mengkhawatirkanku, tapi kalau berlebihan seperti ini, aku yang berbalik khawatir padanya, aku takut ia celaka hanya karena mengedepankan rasa paniknya, entah kemana perginya ketenangan dan ketegaran Itachi yang menjadi label di keningnya?

.

.

.

Itachi's PoV

Adikku yang manis terkulai lemas dan pucat ditempat tidur, dengan genangan kotor dilantai. Kakiku melemas, rasanya airmataku sudah menggenang di pelupuk mataku. Aku sama sekali kehilangan kekuatan jika melihat Sasuke kesakitan. Kumohon, pindahkan rasa sakit Sasuke kepadaku saja.

Bersyukur Kisame berinisiatif ikut bersamaku, sehingga saat terjadi hal-hal yang menyeramkan seperti ini ada yang bisa kuandalkan, aku sama sekali tak bisa melepaskan pandanganku dari Sasuke yang seperti ini.

Sasuke kesakitan adalah mimpi buruk dan neraka bagiku.

Aku menghampiri adik tercintaku, juga kekasihku. Oke, ini berlebihan. Tapi, dia memang kekasihku kan? Aku sudah melakukan ini dan itu dengannya, ia mendesah dan meneriakkan namaku – Hei, ini bukan saatnya memikirkan hal itu. Sekarang yang ada dihadapanku adalah pangeran kecilku sedang kepayahan dan aku harus menolongnya.

"Ini akibatnya jika memaksakan diri.." Gerutuku sambil menyeka keringat yang mengalir di keningnya.

Adikku yang keras kepala ini hanya cemberut dan memalingkan mukanya. Dia selalu seperti itu, pura-pura kuat, pura-pura mampu, selalu menyembunyikan dan sulit untuk jujur. Kadang aku kesal dengan sisinya yang seperti ini. Kesal karena masa kecilnya tidak sedingin ini.

"Aku sudah bilang padamu, tak ada gunanya berbohong padaku, Otouto.." Lanjutku sambil menarik nafas panjang lalu memeluk tubuh ramping itu.

Tubuhnya dingin karena keringat yang banyak mengalir di keningnya, nafasnya juga pendek dan cepat. Aku khawatir, demi Kami-sama aku khawatir! Syukurlah, tak lama perawat sekolah datang bersama wali kelas Sasuke dan Kisame mewakilkanku untuk bicara dan minta izin padanya agar Sasuke bisa beristirahat dirumah. Sungguh, aku tak ingin bicara dengan siapapun dengan keadaan Sasuke yang seperti ini didepan mataku.

.

.

.

Berkali-kali Kisame harus memberhentikan mobilnya karena adik kesayangan Itachi mengeluh mual dan ingin muntah, berkali-kali itu juga Sasuke muntah, dan Itachi semakin panik karena berfikir adiknya akan mengalami dehidrasi.

"Ke rumah sakit saja, Kisame!"

Sasuke langsung menarik kerah baju Itachi.

"Aku tak ingin ke rumah sakit, Kuso Aniki.. Aku baik-baik saja, hanya masuk angin biasa.." Bantah Sasuke.

Dan bantahan kucing hitam itu hanya mendapat death glare dari sang gagak. Si mungil yang malang pun terpojok dan hanya bisa menarik nafas panjang melihat tingkah luar biasa dari kakaknya.

"Se-setidaknya jangan katakan pada ayah dan ibu tentang keadaanku, ayah akan berangkat ke luar negeri dan aku tak ingin ia membatalkannya.." Lanjutnya.

Sasuke mendapat tepukan lembut di kepalanya diikuti dengan realisasi yang dilakukan Itachi dengan mengirim pesan singkat pada ibu mereka bahwa mereka akan pulang telat karena ada keperluan pendidikan. Sasuke menarik nafas lega dan menyenderkan kepalanya di dada sang kakak sementara Itachi kembali memeluk Sasuke. Ia sama sekali tak bisa berjarak barang satu senti pun dari Sasuke saat ini.

Thanks For Reading.

Please leave your review.