24 Juni —Kreator

Riuh gemuruh suara terdengar menggema di seluruh pelosok stadium. Mereka semua saling mengelu-elukan pemain jagoan mereka. Tidak ada yang ingin kalah keras dengan suara suporter lawan, berakhir dengan teriakan yang sebenarnya memekakan telinga. Tapi siapa peduli. Toh, para suporter ini di sini untuk tujuan itu —selain melihat kekalahan atau kemenangan tim jagoan mereka.

Tidak beda jauh dengan suporter mereka, para pemain sepak bola di tengah stadium pun saling melancarkan aksi panas mereka. Memperebutkan satu bola bulat kecil untuk dikuasai oleh kaki mereka dan memasukannya ke gawang lawan. Tak ada yang mau mengalah, sama halnya dengan suporter mereka. Kedua tim itu rela menguras keringat mereka hanya untuk bisa mengalahkan lawan. Memberikan gol bagi timnya agar nilai mereka lebih unggul dibanding nilai lawan.

Semua mata saling memandang sengit. Mereka mulai ingin menjatuhkan lawan dari hal terkecil, yaitu memulai dari mata. Tapi coba ditelisik lebih jauh lagi, ada dua pemain yang mengandung tatapan berbeda. Mereka berdua dari tim yang berbeda tapi pandangan saling tatap mereka bukanlah tatapan pembunuh seperti yang dimiliki lainnya. Tatapan itu terkesan licik dan berakhir dengan seringaian dari masing-masing.

Yang berpipi gembil dengan perawakan lebih kecil di antara keduanya mengangguk. Mengambil alih bola dengan kemampuannya yang tidak diragukan lagi. Seketika semua sporter timnya langsung berteriak kencang melihat salah satu dari pemain unggulan tim itu mulai bergerak. Begitu pun dengan pelatih dan para pemain di bangku cadangan. Mereka semua langsung berseru menyemangati.

Pemain itu adalah pemain yang jarang menunjukkan kemampuannya meski ia masuk ke dalam tim inti. Pelatih mereka bukannya pilih kasih memasukannya ke tim inti. Tapi lebih karena bakat luar biasa pemainnya itu yang membuatnya memaksakan diri untuk memasukkannya ke dalam tim inti. Moodnya memang selalu buruk dan tampak enggan untuk ikut bermain. Bahkan terkadang ia terlihat tak acuh ketika pertandingan berlangsung. Setidaknya ada satu hal yang perlu disyukuri oleh sang pelatih, pemain itu tidak pernah membiarkan timnya kalah. Sayangnya, pelatih luput dari satu hal. Pemain dari tim lawan yang memiliki karakter yang sama dengan karakter pemainnya itu tidak sama sekali mencoba menghalangi permainannya. Padahal sudah menjadi rahasia umum, pemain dari tim lawan yang itu sangat antusias jika berkaitan dengan melawan pemainnya.

Sorak sorai masih menggema meski kini mulai melambat. Ada yang aneh, itu yang baru mereka sadari. Pemain yang mereka elu-elukan tidak memasukan bola ke gawang lawan. Malah sebaliknya, ia berbalik menggiring bola tersebut kembali ke gawang milik timnya. Dan itu semua berakhir dengan wajah tercengang dan stadium yang tiba-tiba terkesiap sepi. Pemain itu telah berhasil membobol satu gawang, tapi

—gawangnya sendiri.

"Xiumin! Apa yang kau lakukan?!" Itu teriakan dari kapten tim pemain yang 'bunuh diri' tadi.

Bukannya merasa bersalah, pemain itu malah berbalik dan tersenyum dengan jenaka —atau terkesan imut?

"Aku hanya memasukan bola, dan ternyata malah masuk ke sana." Xiumin —pemain itu menunjuk gawang timnya dengan kerjapan polos. Ia menulikan pendengarannya ketika makian dari pemain lain mulai terdengar. Bahkan hujatan dari suporter timnya. Ia tidak peduli.

Xiumin memilih melangkah dengan santai menuju kursi cadangan dan duduk di sana dengan tenang. Tidak memperdulikan pelatihnya yang mengumpatinya dengan lantang dan bahkan mencoba ditenangkan oleh salah satu teman timnya. Atau bahkan puluhan orang lainnya termasuk teman tim dan suporternya yang juga seperti ingin menelannya hidup-hidup. Lagi-lagi ia tidak peduli.

Diambilnya handuk kering di dalam tas selempang miliknya. Ia menyandarkan tubuh di kursi cadangan dan menutup mukanya dengan handuk tersebut.

Lambat laun, permainan kembali dimulai. Meski masih sedikit ricuh namun keadaan untungnya masih bisa terkendali. Ia memajamkan matanya mencoba untuk mengatur indera pendengarannya lebih tajam. Sekian menit kemudian ia mulai mendengar suara riuh yang sama dengan suara riuh yang ditujukan padanya tadi. Bedanya, suara riuh itu bukan untuknya, tapi pemain lain yang ada di tim lawan. Pemain yang sempat berbagi pandangan licik dengannya tadi.

Tidak berapa lama kemudian, ia mendengar hal yang sama yang terjadi padanya tadi. Teriakan umpatan itu terdengar lagi. Tapi bukan untuknya, melainkan untuk pemain lawan tadi. Yang melakukan hal yang sama dengannya. 'Bunuh diri'.

"Kerja bagus Luhan. Sekarang kita tinggal menunggu kerja sang Operator," gumam Xiumin pelan dengan seringai yang tercetak di bibir marmutnya. Untungnya seringai itu tertutup oleh handuk yang terlampir di wajahnya.

Dan di sana, Luhan —sang pemain lawan yang melakukan 'bunuh diri' tadi hanya tersenyum manis menerima umpatan dari seluruh pendukungnya.


Alternative Universe, Crime, Sci-Fi

Inspirated by IAMX – The Great Shipwreck of Life

Story©Terunobozu

= Story 1 – Kreator finished =