Yoongi menatap pinggiran jalan yang dengan cepat terlewati dari balik kaca mobil yang dikemudikan ayahnya. Bibirnya mencebik malas saat mendengar ocehan-ocehan menyebalkan dari dua saudaranya yang lain, Namjoon dan Jungkook. Mereka meributkan hal-hal tak masuk akal yang tak dimengerti Yoongi dan kadang memelankan suara mereka saat Yoongi melirik mereka. Aneh, pikirnya. Tak ambil pusing lagi, Yoongi melirik ayahnya yang sibuk menyetir.

"Apa masih jauh?", tanyanya malas. 2 jam perjalanan, dan pingganya sudah terasa kebas akibat terlalu lama duduk. Sang ayah meliriknya sekilas, "Ntahlah. Aku pikir sebentar lagi.", jawab ayahnya.

"Dasar.", umpatnya pelan. Ditatapnya lagi pinggiran jalan disampingnya, menyenderkan kepala pada jendela dan mendekap tangannya didada. Yoongi tak mengerti kenapa, tiba-tiba, ayahnya yang super sibuk mendadak mengajak Yoongi dan dua saudaranya pergi. Dan tidak memberitahu mereka kemana arah tujuannya. Ayahnya adalah orang yang irit bicara. Lagipula, Yoongi terbiasa hidup tanpa banyak bicara pada keluarganya. Ayahnya selalu pergi terlalu pagi saat Yoongi selalu bangun terlalu siang. Namjoon, adik laki-laki pertamanya juga tidak banyak bicara. Apalagi Jungkook, yang tipikal anak cuek dan tidak peduli apapun selain makanan dan dirinya sendiri. Memejamkan matanya, pikiran Yoongi melayang pada waktu dimana Namjoon mendadak menghilang dari rumah saat kelas 2 SMA. Dan baru kembali dua tahun setelahnya. Yoongi baru semester tiga diperkuliahannya saat itu, karena kesibukan dan segala macam tetek bengek perkuliahan lainnya Yoongi baru sadar Namjoon tidak ada dirumah pada minggu ketiganya menghilang. Anehnya, ayahnya tak mengatakan apapun. Begitu juga dengan Jungkook. Seakan-akan peristiwa hilang dan kembalinya Namjoon saat itu adalah hal yang wajar, hal yang terlampau biasa. Saat itu Yoongi selalu menatapi punggung pintu Namjoon yang tak pernah dibuka dan selalu tidur lebih malam dari biasanya untuk menyadari Namjoon benar-benar tak kembali selama dua tahun itu. Dan, anehnya lagi, Yoongi tak ingat kapan tepatnya waktu Namjoon pergi dan kembali. Dia seperti 'whoosssh' menghilang, dan 'boom!' mendadak muncul di dapur rumah dipagi hari Yoongi keluar dari kamarnya untuk minum.

"Hyung.", pundaknya ditoel sedikit. Dengan malas membuka mata, Yoongi mendapati Jungkook menyodorkan cokelat batangan padanya.

"Terima kasih.", ucapnya singkat lalu menatap cokelat itu terheran heran. Setahunya, Jungkook bukan tipikal orang yang suka memberikan makanan pada orang lain. Jungkook terlalu tidak peduli pada orang lain. Terlalu bocah untuk berbagi dan terlalu pelit untuk berbaik hati menawarkan makanannya sendiri. Diliriknya Namjoon, yang ternyata menggenggam banyak cokelat ditangannya. Namjoon menghitung cokelatnya sambil menyusunnya didalam tas.

"Makan saja hyung. Dariku.", ucapnya, lalu nyengir bodoh.

Yoongi menggelengkan kepalanya berdecak dan meletakkan cokelat itu didalam saku, terlalu malas untuk memakannya.

"Ayah, apa kita masih jauh?", tanya Jungkook pada ayah mereka. Jalanan masih panjang, rumah-rumah dipinggir jalan sudah hilang sejak tadi dan absennya penunjuk jalan membuat tiga saudara itu bingung kemana sang ayah akan membawa mereka. Pemandangan dikiri kanan jalan hanya hutan hijau dan gelap yang membentang.

"Kau takkan menjual kami kan?", sambung Namjoon tak jelas. Jungkook tertawa dan ayah mereka terkekeh kecil.

"Sebentar lagi.", ucapnya bertepatan dengan beloknya mobil mereka kearah kanan jalan. Masuk ke sebuah pekarangan luas dan sebuah papan kayu besar bertuliskan Old House. Terbelalak, Yoongi menatap barisan rumah yang mendadak muncul dipinggiran jalan kecil itu. Diujung jalan, tampak bangunan mewah nan megah yang dikelilingi pagar bercat merah tinggi. Mobil yang mereka tumpangi masuk kedalam halaman bangunan itu. Ternganga, Yoongi mendapati ratusan orang berseliweran dengan seragam, tas, bahkan buku ditangan mereka. Mobil berhenti, sang ayah memanggil mereka untuk keluar.

"Menyenangkan bisa kembali.", ucap Namjoon lalu menyeringai kearahnya, mengambil tas dan beranjak keluar dari mobil. Jungkook menepuk kecil bahunya lalu mengikuti Namjoon.

"Aku sangat merindukan tempat ini.", ucapnya membalas perkataan Namjoon.

Dengan bingung, Yoongi mengikuti mereka.

"Yoongi, welcome to the Old House nak.", kata ayahnya lalu menepuk bahunya ringan.

Yoongi menggeram, merasa dipermainkan dan dibodohi oleh keluarganya sendiri.

Mereka harus menjelaskannya.

Binar cahaya biru berpendar disekitaran tangannya tanpa Ia sadari. Seperti kunang-kunang yang muncul diwaktu malam, binar itu terbang terbawa angin dan tak seorang pun disana menyadari bahwa binar itu akan membawa mereka pada suatu cerita yang panjang.