Boy Who Cried Deer

.

.

Xi Luhan & Oh Sehun story

.

.

Chapter 1

.

.

"Zaman dahulu kala, ada dua orang pangeran dari kerajaan Selatan. Mereka adalah pangeran yang tampan dan gagah berani. Si sulung bernama Kris dan si bungsu bernama Yifan, mereka tidak akur dan selalu berdebat. Pada suatu hari sang Raja lelah memimpin kerajaan dan ia ingin salah satu putranya memimpin putranya berusaha menjadi yang terbaik sehingga Sang Raja memilih Yifan menjadi raja. Menurut Kris itu tidak adil, ia anak sulung dan gelar raja harus jadi miliknya. Karena kesal dan iri.. Kris pun pergi ke hutan terlarang dan mencari seorang penyihir di gubuk dekat danau. Ia memberikan kudanya, perhiasannya dan pedangnya agar si penyihir bisa merubah Yifan. Si penyihir itu mengubah Yifan menjadi seekor kuda, sehingga Kris bisa menjadi raja. Namun keserakahan membuatnya lupa diri, ia merasa kesepian, ia tidak memiliki siapa-siapa lagi serajan kerajaan yang megah dan harta yang melimpah. Raja dan Ratu meninggal, satu persatu pengawal dan pelayan kerajaan pergi meninggalkannya. Akhirnya ia pergi ke hutan lagi untuk mencari Yifan, namun saat menemukan Yifan dengan wujud seekor kuda, Yifan tewas di makan oleh serigala dihadapan Kris dan Kris menyesali perbuatannya"

"Kenapa Kris jahat sekali?" Luhan bertanya pada kakeknya, dan sang kakek tersenyum lalu membawa Sehun dan Luhan kepangkuannya

"Karena ia serakah lu.."

"Luhan tidak mau seperti Kris, ia jahat"

"Nah Luhan harus jadi anak yang baik.. Kalau menurut Sehun bagaimana?"

"Kris tidak jahat, yang jahat itu serigalanya, ia sudah memakan Yifan rawr~. Padahal Kris kan sudah menyadari kesalahannya"

Sang kakek tertawa

"Eoh! Menurut Luhan yang salah itu kakek!"

"Lho? Kenapa kakek?"

"Karena kakek yang membuat ceritanya, kakek membuat peran Kris disitu jahat"

"Kris? Wu yifan? Ia kan mantan kekasih nenek waktu dulu. Kenapa kau menggunakan nama Kris untuk dongeng anak-anak?" sungut nenek tiba-tiba "Dan setahu nenek di cerita itu, si pangeran sulung mengubah si bungsu jadi bebek, eh apa angsa ya? Duh nenek lupa" sang nenek yang sedang menyapu lantai menghancurkan suasana malam mereka

"Nah kan! Kakek berbohong!"Sehun dan Luhan menunjuk ke wajah sang kakek, kakek terlihat menggaruk kepalanya dan tersenyum kecil

"Hehehe"

"Kakek mengarang ceritanya"

"Hahahaha Luhan.. itu bukan cerita karangan kakek, itu cerita turun temurun. Kakeknya nya kakek menceritakan cerita itu pada anak cucunya, sekarang kakek menceritakan cerita ini pada kalian" kakek tua itu hanya tertawa seraya mengusap kepala Luhan "Astaga kenapa sulit sekali membodohi anak-anak jaman sekarang" batin si kakek

10 tahun kemudian

Luhan dan Sehun.. mereka saudara kembar. Lahir 12 april 16 tahun yang lalu dengan perbedaan 4 menit. Luhan lahir lebih dulu, tapi Sehun enggan memanggilnya 'Hyung'. Walau kembar, banyak sekali perbedaan di antara keduanya. Luhan lebih kecil badannya di banding Sehun. Sehun lebih tinggi beberapa senti dari Luhan, kulitnya lebih putih dan wajahnya lebih tegas. Sedangkan Luhan lebih kecil, badannya kurus dan matanya sayu. Tapi keduanya sama-sama memiliki wajah yang tampan.

Orang tua mereka bilang kalau Luhan seperti bayi, begitu manis dan polos. Luhan memiliki banyak teman dan disukai oleh guru-gurunya karena pribadinya yang menyenangkan. Berbeda dengan Sehun, ia bersikap apatis tidak peduli dengan sekitarnya. Sehun bergaul dengan kaka tingkat dan beberapa berandalan, terkadang ia ikut balapan liar dan pulang larut malam. Saudara-saudaranya yang lain bilang kalau Luhan anak yang membanggakan sedangkan Sehun anak yang gagal. Yah Sehun sudah bosan mendengar pujian-pujian yang dilontarkan untuk Luhan, ia iri.

Dan Sehun membenci Luhan.

...

...

...

Sehun dan Luhan tiba di daerah Gyeongsangbuk-do, setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya mereka sampai di rumah kakek nenek nya yang terletak di desa Yeongcheon-si. Sebuah desa yang masih asri dan jauh dari polusi. Rumah kakek dan nenek mereka berada di dekat 'hutan Jacheon' karena berbisnis villa dan perkemahan bagi para pemburu hutan yang sering kemari.

Sehun keluar dari mobil lalu menatap rumah besar yang 80 persen terbuat dari kayu. Sudah 10 tahun yang lalu ia terakhir kemari, dan kondisi rumah ini masih sama seperti dulu. Ia melirik kanan dan kirinya, banyak sekali berbagai jenis pohon dan tanaman di sekitar rumah. Seingatnya dulu, disini ada ayunan dan rumah pohon, tapi sepertinya sudah rusak termakan waktu.

"Sehun-ah! Bantu aku membawa koper" Luhan tampak kesulitan mengeluarkan koper dari bagasi mobil

"Minta tolong ahjusi saja" acuh Sehun dan Luhan hanya mengerucutkan bibirnya kesal

"Biar saya saja, kalian masuk saja" suruh si supir

Supir mereka- Kim ahjusi sedang membetulkan spion mobil yang bengkok akibat di salip truk di tikungan. Jalanan menuju daerah ini tidak terlalu besar, jalan besar hanya bisa di lewati dari atas bukit tapi tadi macet karena banyaknya wisatawan yang berlibur di sini. Rata-rata mereka ingin berburu dan mendaki gunung atau menjelajah hutan. Apalagi tanggal 15 januari di desa ini sering diadakan festival dan ritual. Ritual untuk membayar upeti kepada nenek moyang agar desa aman dan damai katanya.

"Aigoo cucu nenek!" melihat kedatangan kedua cucunya, seorang wanita tua dengan rambut di sanggul dan mengenakan hanbok keluar dari dalam rumahnya.

"Nenek!" pekik Luhan girang, ia segera berlari memeluk neneknya

"Hai nek" sapa Sehun dingin

"Ya tuhan, cucu nenek sudah besar. Ayo masuk" sang nenek mengajak cucunya masuk ke dalam. Saat Sehun akan masuk, ia merasa ada suara di semak-semak samping rumah. Ia melirik kekanan dan kekiri karena suara gesekan benda dan rumput cukup membuatnya penasaran. Mungkin saja itu kelinci atau hewan lainnya jadi ia bisa tangkap dan menggorengnya untuk makan malam.

"Ahjusi, kau mendengar sesuatu?" Tanya Sehun

"Tidak, ada apa memangnya?"

"Tidak apa-apa lupakan saja. Oh ya, jangan lupa kopernya"

Di tuntun oleh sang nenek, Luhan masuk kedalam rumah. Ia memandang sekitarnya, ada banyak kepala binatang menempel di dinding-dinding ruang tamu. Ia tahu hobi berburu kakeknya, selalu memajang kepala hasil buruannya. Ada beruang, harimau, singa, kuda dan masih banyak lagi. Entah Luhan tidak tahu sudah berapa puluh hewan yang menjadi korban kakeknya.

Sehun masuk lalu duduk di kursi dekat perapian, ia memperhatikan setiap detail rumah yang sudah bertahun-tahun di tempati kakek neneknya. Terlihat bersih, elegan dan unik. Sehun ingat waktu kecil ia mencoret-coret dinding kayu jati di dekat dapur, tapi sudah bersih dan tak berbekas. Mungkin kedua orangtua itu sudah membersihkannya, mengingat betapa higienis-nya mereka. Walau rumah mereka di perbukitan dan lumayan dekat menuju hutan, tetap saja menjungjung tinggi kebersihan lingkungan.

"Nenek buatkan air jahe untuk kalian dulu ya, pasti kalian kedinginan. Oh ya jaket bisa kalian gantung disana" wanita itu berjalan ke dapur meninggalkan kedua anak kembar itu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Merasa bosan dan ekspresi Sehun benar-benar tidak menyenangkan iapun berjalan menelusuri rak-rak buku besar di dinding, sesekali melihat lukisan dan foto-foto sepanjang dinding lantai satu rumah tersebut. Ia menghentikan langkahnya saat melihat sebuah foto yang menempel di dinding. Foto dirinya bersama Sehun di depan rumah ini. Ia tersenyum kecil melihat wajah Sehun yang begitu lucu.

"Dari kecil ekspresimu selalu seperti ini kkk" kekeh Luhan. Ia pun naik ke lantai dua dan menemukan kamar mereka. Banyak mainan tertata rapi di bawah meja dan di atas lemari. Perhatian Luhan tertarik pada satu boneka rusa yang terbuat dari kayu. Tersimpan apik di samping jendela. Boneka itu yang dibuatkan kakeknya untuk Luhan setelah menangis karena di tinggal bermain oleh Sehun dan Kai –sepupu mereka- dan Luhan kembali tersenyum mengingat masa kecilnya.

"Luhan! Ayo kemari, kakek sudah pulang" teriak nenek, dan Luhan segera turun kebawah menemui si kakek, Luhan memeluk kakeknya erat seolah sudah sangat lama mereka tidak bertemu, padahal setiap tahun saat natal kakek dan neneknya pasti pergi ke Seoul. Natal kemarin mereka tidak bertemu karena stroke ringan kakek kambuh lagi.

"Cucu kakek sudah tinggi, aigoo" kakek memperhatikan kedua cucunya, tinggi mereka hampir menyamai pintu, padahal tahun kemarin mereka tidak sebesar ini. Pertumbuhan remaja ternyata begitu cepat. Pikir si kakek.

"Kita kan masih dalam masa pertumbuhan, ah kakek aku merindukanmu! Kau semakin tua saja" Luhan kembali memeluk pria berumur itu

"Oh ya, kapan ayah dan ibumu kemari?" kakek melepaskan pelukan Luhan lalu mengajak mereka untuk duduk di sampingnya. Keluarga itu duduk di ruang keluarga dengan segelas susu jahe dan biscuit buatan nenek.

"Eomma appa akan kemari minggu depan, Kai dan Chanyeol mungkin besok lusa. Chanyeol hyung masih ujian di kampusnya dan Kai baru bisa keluar asrama besok" jawab Luhan

"Sepertinya hanya kalian yang tidak sibuk" kata kakek

"Aku sibuk. Eomma saja yang memaksaku kemari lebih dulu karena Luhan merengek merindukan kakek dan nenek. huh" ketus Sehun

"Yaaa" Luhan sedikit berbisik seraya menepuk pundak Sehun pelan

"Hahaha kau masih saja bersikap seperti ini Sehun-ah hahaha" tawa sang kakek, diikuti sang nenek. Sehun hanya mendengus karena tidak ada yang lucu sama sekali. Ia merogoh handphone di sakunya

"Disini sinyalnya jelek" keluh Sehun lalu memasukan handphonenya lagi

"Oh ya kek, kakek masih suka berburu?" Tanya Luhan mengalihkan topic pembicaraan

"Oh masih, nanti kakek akan berburu rusa. Rusa di hutan ini sangat liar dan sulit di buru, pokoknya saat kakek berhasil menangkap rusa-rusa itu kakek akan menempelnya di sebelah sana" kakek menunjuk papan kosong di samping pajangan kepala-kepala hewan yang pernah ia buru.

"Woaah Luhan mau ikut berburu"

"Nanti kakek ajak Luhan dan Sehun"

"Aku tidak mau" celetuk Sehun

"Ih ayolahh"rajuk Luhan seraya merangkul Sehun

"Aku bilang tidak" Sehun memandang Luhan sinis, lalu berdiri menepis lengan Luhan. "Aku mau keluar mencari udara segar"

"Aku ikut!" seru Luhan

"Terserah" kata Sehun datar sambil berjalan keluar dan Luhan mengikutinya dari belakang.

"Sehun tidak pernah berubah" kata nenek setelah mereka berdua pergi

"Aku mempunyai firasat kalau Sehun akan berubah"

"Hmm ya semoga saja" nenek hanya bisa berharap "Sehun! Luhan! Jangan terlalu jauh arraseo? Cepat kembali sebelum gelap!"

"Ne!" teriak Luhan

Sehun berjalan menuruni bukit, niatnya hanya ingin mencari sinyal tapi entah mengapa ia penasaran dengan hutan dan berniat memasukinya

"Umm Sehun-ah.. apa tidak apa-apa kalau kita masuk ke hutan?" Tanya Luhan ragu-ragu

"Takut? Pulang lagi sana. Jangan ganggu aku" Sehun malah nekat masuk ke hutan, ia berjalan mengikiti instingnya. Ada sesuatu di hutan, dan insting Sehun itu kuat.

"Ti-tidak! Aku tidak takut. Yak Sehun-ah tunggu aku" Luhan mengejar Sehun yang sudah jauh di depan.

Sehun tetap penasaran dengan hutan Jecheon, pohon-pohonnya semakin rimbun saat ia masuk kedalam, dan udara dari sejuk semakin dingin. Nampak Luhan yang tengah kesulitan menerobos semak belukar dan ranting-ranting pohon.

"Aku yakin pohon-pohon disini berusia lebih dari 350 tahun! Aishh kenapa ranting-ranting ini menganggu? Oah! Sehun-ah lihat, ini pasti pohon gingko! Tingginya pasti 24 meter" Sehun tetap berjalan tak menghiraukan celotehan Luhan sepanjang jalan di tengah hutan

"Yang ini pohon oak.. yang ini pohon zelkova.. dan yang ini.. hmm.. aku lupa! Ini pohon apa Sehun-ah?" Tanya Luhan, Sehun menoleh lalu menatap Luhan kesal

"Bisa tidak kau berhenti berbicara? Kau mau kita tersesat?" kesal Sehun

"Tenang saja, aku ingat jalannya kok!" kata Luhan, dan Sehun kembali meneruskan langkahnya. Ia tidak tahu apa tujuannya masuk hutan, tapi Sehun merasa ada udara sejuk yang memanggilnya untuk terus masuk kedalam hutan.

"AAAAAAAAA" teriak Luhan, Sehun terlonjak kaget dan segera menghampiri Luhan. Ia pikir Luhan terjatuh, tersangkut, dililit ular atau di terkam harimau tapi ternyata,…Luhan tampak baik-baik saja

"Kenapa berteriak?"Tanya Sehun

"Aku ingat sekarang! Ini pohon willow hahaha tidak sia-sia aku belajar hutan musim di pelajaran geografi"

Dan untuk yang kesekian kalinya, Sehun ingin menendang Luhan sekarang juga.

"Kau menghancurkan moodku! Aku mau pulang" Sehun mendorong Luhan lalu berjalan pulang dengan wajah marah dan langkah cepat. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat ada yang aneh. Ia berdiri mematung menatap pohon-pohon rimbun di depannya

"Sehun-ah tungg— eh? aku tidak yakin tadi kita lewat sini. Tidak ada pohon seperti ini, dan daun-daun di pohon daunnya tidak lebar begini"

"Sial" gerutu Sehun, ia berbalik lalu memandang wajah Luhan sinis "Ini semua gara-gara kau Luhan"

Seorang pemuda berkulit tan terlihat sedang menunggu bus ekspress di depan terminal, ia berdecak kesal karena orang yang ia butuhkan sulit dihubungi. Setelah beberapa menit akhirnya ia kembali menelfon seseorang

"Ada apa Kai? Aku baru keluar kelas" Tanya suara di sebrang sana

"Yak! Chanyeol Hyung! Si kembar albino itu sulit dihubungi. Dan aku tidak ingat dimana rumah kakek"

"Hahahaha"

"jangan tertawa"

"Haha maaf. Kau dimana sekarang?"

"Aku masih di Seoul"

"Ayah dan Ibu menyuruhmu berlibur sekarang? Tidak besok?"

"Ya karena sekolah ku sudah libur, dan cepat beritahu alamatnya karena ransel ku ini berat, dan disini dingin" omel Kai

"Bus menuju Yeongcheon berangkat jam berapa memangnya? Sudah sore belum berangkat?"

"11.30 dan 18.30, belum"

"Oooh.. hmm dari sini kau ke terminal Yeongcheon, lama perjalanan dari Seoul biasanya 4 jam. Lebih cepat kalau naik kendaraan pribadi sih. Kalau sudah sampai di Yeongcheon, kau naik bus lagi ke Jecheon kira-kira 1 atau dua jam lah. Ingatkan? kakek punya penginapan di Daegu, kau bisa minta orang sana untuk mengantarmu, atau menelfon kakek untuk menjemputmu. Aku yakin sampai sana sudah gelap"

"Oh baiklah aku mengerti, thanks hyung"

"Ok. Hati-hati Kai, mungkin aku akan menyusul besok lusa"

Hari sudah semakin gelap, dan udara terasa begitu dingin. Sehun masih berjalan menyusuri hutan sementara Luhan nampak kelelahan dan kakinya sudah terasa sakit karena berjalan terus

"Sehun-ah bisakah kita istirahat sebentar? Aku lelah" keluh Luhan

"Suruh siapa ikut? Coba saja kau tidak banyak bicara, aku jadi pusing dan akhirnya tersesat kan" ketus Sehun dan melanjutkan langkahnya. Namun langkahnya terhenti saat merasakan kabut tebal menghalangi pandangannya. Luhan sudah menggigil kedinginan dan ia sulit melihat keadaan sekitar, di tambah gelap dan kabut menyelimuti hutan. Sehun mengambil handphone di sakunya mencoba menghubungi seseorang atau sekedar menerangi pandangannya. Sayang.. handphonenya mati. Ia menyesal mendengarkan music sepanjang jalan menuju rumah kakek dan lupa mencharger nya saat sudah sampai. Tiba-tiba Luhan memeluk Sehun dan Sehun mendorong Luhan hingga ia harus terjatuh.

"Aw sakit! Kenapa mendorongku?" protes Luhan karena bokongnya terasa ngilu

"Aku tidak suka di peluk, dan berhentilah memasang tampang menderita"

"Aku kedinginan.."

"Suruh siapa tidak memakai jaket?"

"Tadi nenek bilang jaketnya di gantung di dekat rak saja, aku tidak tahu kita akan masuk hutan"

"Bodoh" Sehun melepas jaket hitamnya lalu melemparnya kearah Luhan "Pakai"

Oh akhirnya Sehun punya rasa peri kemanusiaan

"Kau tidak kedinginan?" Tanya Luhan

"Tidak. Cepat pakai atau aku tinggal" dan Sehun kembali memakai instingnya untuk terus berjalan.

...

Kakek dan Nenek terlihat cemas menunggu cucunya pulang ke rumah, hari sudah gelap dan mereka berdua belum pulang juga. Kim ahjussi pun ikut khawatir mengingat daerah sini agak rawan binatang buas.

"Kalau 1 jam lagi mereka belum pulang, aku harus mencari mereka kehutan" kata kakek

"Apa benar mereka pergi kehutan? Mungkin mereka pergi ke desa"

"Baiklah, aku akan menyuruh orang desa untuk mencari Sehun dan Luhan" kakek memandang ke arah pedesaan, orang-orang di desa sibuk memasang perlengkapan untuk festival dan ritual tahun lunar. Ia melihat ke langit, nampak aurora di musim dingin begitu indah dan mengagumkan, hingga terdengar suara lolongan serigala malah membuat bulu kuduknya meremang. Rasa khawatir pada kedua cucunya semakin menjadi.

"Awooouuu~"

Lolongan serigala sukses membuat Luhan dan Sehun bergidik ngeri, mereka ketakutan dan mulai kebingungan di tengah hutan

"Sehun-ah itu tadi suara serigala.. hiks aku takut" tangis Luhan pecah, dan air mata membasahi pipinya. Sehun ingin membentak Luhan dan mengatainya cengeng, namun ia urungkan niatnya karena tangis Luhan bisa menarik perhatian makhluk-makhluk hutan. Jujur, ia juga sangat ketakutan.

Sraakk

Sraaakk

Sraakk..

Terdengar suara aneh dari balik pohon, Sehun yakin ada yang memperhatikan mereka, dan Sehun tidak tahu apa.

"Siapa disana?" teriak Sehun

Sraaakk..

Sraakkk..

"Hey!" teriak Sehun, dan mata mereka tercekat saat melihat sesuatu muncul dari kegelapan. Dua ekor serigala (atau mungkin anjing hutan) menatap mereka dengan tatapan lapar

"I…i-tu" Luhan tergagap saking takutnya, dan Sehun sama sekali belum bergerak. Sehun dan Luhan terlihat seperti dua onggok daging yang menggiurkan. Kedua serigala itu mendekat, dengan seringaian menunjukan giginya yang tajam dan air liur di sekitar mulut mereka.

"Lu.. kita lari secepat yang kita bisa. Hitungan ketiga.. satu..dua"

"Tunggu! saat tiga atau sesudah tiga?"

"Sekarang!"

Dan mereka berlari di kegelapan hutan. Sehun memimpin di depan sementara Luhan agak kesulitan karena sering tersangkut ranting pohon. Anehnya dua serigala itu tidak mengejar, entah kenapa dan hanya membiarkan mangsanya lari begitu saja.

Akhirnya Kai sampai di Daegu dan berjalan ke desa Yeongcheon, ia berniat pergi ke penginapan milik kakeknya tapi ia memilih berjalan sepanjang desa karena semua orang disini menarik perhatiannya, mereka tengah sibuk mempersiapkan sesuatu. Banyak sekali pedagang yang mencari peruntungan dan anak-anak kecil yang bermain di sekitar jalan, sementara orangtua mereka sibuk dengan aktifitasnya. Beberapa orang terlihat memasang lampion, menghias kendaraan dan membuat hiasan di sepanjang jalan. Bahkan banyak toko-toko banyak yang di beri hiasan juga. Kai pikir mereka sedang menyiapkan sesuatu untuk sebuah pesta di desa, atau mungkin kebudayaan yang diadakan setiap tahun. Sudah belasan tahun ia hidup di Korea dan ia baru menyadari kalau ada kegiatan se 'awesome' ini disini, di daerah rumah kakeknya. Bahkan banyak turis yang sekedar memotret atau mencicipi makanan khas daerah sini.

Kai berjalan menghampiri seorang pemuda yang sepertinya asli orang sini, karena pemuda ia terlihat kesulitan mengikat tali di atas rumah makan yang sepertinya milik keluarganya. Entah setan apa yang membuatnya berjalan menghampiri dan seolah lupa akan tujuannya 'pergi ke rumah kakek'

"Butuh bantuan?" Tanya Kai, pemuda itu mendongak kebawah dan melihat 'orang asing' menawarkan bantuan.

"Umm.. tidak terimakasih"

"kau terlihat kesulitan"

"Sebenarnya aku sudah selesai mengikat bendera dan slogan diatas sini, bisa bantu aku untuk turun?" pemuda itu tampak pemalu dan Kai yakin usianya tidak jauh berbeda dengannya. Karena bantuan Kai pemuda itu menawarkan kue beras gratis di restorannya, tentu saja Kai tidak bisa menolak, perutnya sudah melakukan konser tunggal dari tadi sore.

"Namaku Do Kyungsoo, kau bisa memanggilku Dio" Dio mengulurkan tangannya setelah Kai menyelesaikan prosesi mengisi perut laparnya.

"Namaku Kim Jongin, kau bisa memanggilku Kai" dan mereka bersalaman. Dio anak yang manis menurut Kai, dan masakan buatannya sangat enak. Mungkin satu keluarga jago memasak sehingga mendirikan sebuah restoran sederhana dan cukup ramai dikunjungi.

"Hmm yang tadi itu terimakasih" kata Dio

"Oke no problem"

"Kau sepertinya baru sampai kemari?" Dio melirik tas ransel milik Kai, dan Kai mengangguk

"Yupp. Aku mau berlibur disini, tapi rumah kakekku bukan di desa ini melainkan diatas bukit dekat hutan"

"Oh dekat perkemahan di hutan Jecheon?" Tanya Dio

"Nah iya!" jawab Kai

"Mau ku antar? Aku ada motor"

"Wahh terimakasih Dio"

"Hahaha sama-sama"

"Umm.. Dio-ssi aku ingin bertanya"

"Ya?"

"Di desa ini akan ada festival ya?" Tanya Kai, Dio mengangguk

"Iya, sudah berpuluh-puluh tahun setiap tanggal 15 januari setiap tahun lunar, desa ini akan melaksanakan ritual untuk roh nenek moyang karena sudah menjaga desa kami tetap aman dan tentram"

"Oh adat disini kental juga ya.. pantas saja aku melihat kuil Buddha yang sepertinya sangat dijaga ketat oleh penduduk sini, aku kira orang sini terlambat merayakan tahun baru hahaha" tawa Kai, Dio ikut tertawa

"Hahaha, perayaannya mungkin besok hingga satu minggu kedepan. Oh ya konon semalam sebelum perayaan dimulai, mulai dari hutan hingga kuil di perbatasan sana akan di penuhi dengan sihir entahlah pokoknya hal-hal magis, katanya sih kalau kau memiliki permintaan, keinginan mu bisa jadi kenyataan"

"Oh ya?"

"Iya.." Dio meyakinkan

"Hosh.. hosh.. hosh.." Sehun dan Luhan terengah-engah, tenggorokan mereka kering dan mata mereka sudah perih terkena angin. Mereka memandang sekitar tempat mereka berhenti, mereka di kelilingi pohon besar dan tidak terlalu gelap disini. Mereka pikir mereka sudah aman, tapi entah suara berisik darimana membuat Sehun bingung. Suara itu seperti bisikan, seperti suara-suara dari masa lalunya yang menyedihkan.

"Sehun kau baik-baik saja?" Luhan nampak khawatir

"Argh bisakah kau berhenti berbicara sebentar saja? Kepala ku seakan mau pecah!" bentak Sehun

"Astaga Sehun, kau kenapa? Kau baik-baik saja?" Luhan memegang bahu Sehun, namun pemuda itu mendorong Luhan hingga terjatuh. Semua nampak berputar membuat Sehun bingung dan pusing, ia tidak tahu apa yang terjadi padanya saat ini. Seolah pohon-pohon yang mengelilinginya saat ini tertawa mentertawakan Sehun.

Seperti sebuah potongan film, kenangan buruknya di masa lalu terpampang jelas di hadapannya. Dimana orangtuanya yang bersikap pilih kasih dan lebih menyayangi Luhan, ketika semua orang membanding bandingkan dirinya dengan Luhan, saat gadis yang dicintainya menyukai Luhan, saat.. saat semua perhatian itu hanya untuk Luhan. Luhan.. Luhan.. Luhan.. bayangan Luhan terlihat jelas di matanya. Luhan yang tertawa, Luhan yang menangis, Luhan yang kesal, Luhan yang marah, Luhan cerewet, Luhan yang ia benci… senyuman Luhan.. kekhawatiran Luhan.. wajah polosnya…

"AAAAAAAARGH! Aku membencimu! Aku membencimu" teriak Sehun, Luhan ketakutan sekarang. Ia berpikir kalau Sehun di rasuki roh-roh hutan sehingga ia menjerit histeris seperti orang kerasukan

"Sehun.." panggil Luhan lirih

"Aku membencimu Luhan" bentak Sehun. Luhan tersentak kaget mendengar kata-kata Sehun yang tiba-tiba. Seumur hidupnya, ia hanya melihat Sehun sosok yang dingin dan pendiam.

"Ke..kenapa?" Tanya Luhan

"Kau bertanya kenapa? Hah? Hahaha semua perhatian itu… saat kita pulang aku yakin yang akan terkena omelan kakek dan nenek itu pasti aku, sementara kau akan disuguhi makanan dan minuman hangat. Selimut hangat dan tidur dengan nyenyak!"

"Kau bicara apa?.."

"Aku iri padamu Luhan"

"Kau iri padaku?"

"Iya! Aku iri saat eomma selalu memberimu jaket, membuatkanmu bekal dan susu hangat sebelum tidur"

"Sehun.. itu.."

"Aku iri saat appa mengajakmu jalan-jalan tanpan mengajakku, lalu kau pulang membawa mainan baru hahaha, bahkan kemarin kau mengajakku ke taman dan saat pulang aku yang di marahi.."

"Itu.."

"Kau pasti tidak tahu.. Aku menyukai Suji.. dan dia bilang.. dia menyukaimu karena ia bilang kau manis, baik, pintar blablabla argh! Aku membencimu"

"A..apa..?"

"Aku benci saat kau selalu berwajah polos seolah kau makhluk tak berdosa di bumi ini, aku benci.. rambut ini, mata ini, hidung ini, wajah, tangan, kaki semuanya yang terlihat mirip denganmu. Aku benci kita terlahir dengan fisik sama tapi mereka tidak pernah memperlakukan ku sama seperti mereka memperlakukanmu! Aku menyesal terlahir sebagai saudaramu, aku menyesal terlahir menjadi saudara kembarmu dan selalu dianggap hanya bayangan darimu oleh mereka"

"Sehun tenang dulu aku bisa jelaskan" Luhan menangis, ia berusaha menutup telinganya mendengar kata-kata menyakitkan yang terlontar dari mulut Sehun

"Aku berharap kau berubah menjadi rusa dan kakek memenggal kepalamu sehingga kepalamu bisa di pajang di ruang tamu"

Luhan terdiam.. demi tuhan ini terlalu menyakitkan dan ia benar-benar sulit berbicara saat ini. Seolah di tusuk oleh tombak tepat di jantungnya, ia ingin mati saja saat mengetahui Sehun sebenci ini pada dirinya.

"Sebenci itukah…."

- TBC -

Annyeonghaseyo ^^ aku mau ngucapin terimakasih kepada siapapun yang mau membaca ff ini. Mau review atau tidak, itu terserah :) udah mau di baca saja udah syukur. hehehe

aku mau ngucapin maaf di ff aku yang cinderella boy sama Johayo do kyungsoo kalau misalkan ada kesalahan di pembatas/? jujur saya baru nge post di ffn jadi ga tau kalau pembatas yang saya gunakan ga kebaca dan jadi buat pusing sekali lagi maafkan aku yaa :)

mau ngucapin makasih juga buat yang mau nge review sama ngasih saran buat aku, thanks bgt yaa. oke salam kenal dari ku. jgn sungkan untuk berkenalan dan sharing sama aku yah ^^