Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki. No commercial profit taken.

Warning future!AU, probably OOC, cliché, (VERY) slow-paced. Kesamaan ide harap dimaklumi.

Karya ditulis untuk Miragen+ dengan mengambil prompt kehidupan dan harapan. Cerita utuh, dari awal hingga selesai, bisa dibaca di akun ao3 saya dengan nama pena devsky. Dipecah jadi multichapter supaya enak dibaca dan akan rutin di-update setiap hari Selasa, doakan konsisten punya kuota. Hehehe xD


even the sun is not everlasting

by sabun cair

point 00


Mereka telah lama berpisah.

Itulah hal pertama yang Kuroko sadari ketika membalik kalender pagi itu dan tak sengaja visinya menangkap foto lama yang dipasung dalam pigura sederhana.

Kuroko telah terlalu lama tidak bertukar kabar dengan kawan-kawan lamanya. Anak-anak menakjubkan yang di masa SMP dulu pernah menjadi teman baiknya, mereka yang Kuroko sebut sebagai sahabat.

Bukan sekedar setahun-dua tahun ataupun satu-dua musim mereka berpisah. Menilik dari dua angka terakhir pada tahun yang telah bertambah banyak, Kuroko menyadari bahwa waktu telah berlalu sedikitnya lima belas tahun. Tentu bukan waktu yang singkat, tetapi apa mau dikata. Mereka tidak bisa selamanya menetap di SMP, meskipun Kuroko berharap demikian.

Kawan-kawan SMP Kuroko bukanlah para siswa nyentrik dengan kesenangan hedonisme. Berbanding lurus dengan Tokyo yang megah dan mewah, penuh kerlap-kerlip lampu serta bangunan kondominium, kota yang mereka tinggali waktu itu hanya menyajikan lanskap alam dan ketenangan sederhananya sebagai hiburan paling memikat. Menjadikan tidak ada siswa yang menonjol dari segi penampilan.

Para siswa di sana seluruhnya terlihat sama: berpakaian seragam rapi, pergi ke sekolah dengan kereta atau berjalan kaki, dan tak memiliki catatan kenakalan yang perlu atensi berlebih.

Pun Kuroko dan kawan-kawannya menjadi bagian dari apa yang orang-orang sebut sebagai siswa biasa tersebut. Tak ada yang mencolok. Orang-orang tak perlu merasa repot untuk melirik ke arah mereka. Kecuali ketika mereka dirasa terlalu ribut bercanda, mungkin.

Kuroko meraih pigura usang tersebut. Foto di dalamnya sudah tak secerah dulu. Warnanya telah memudar, perlahan ditelan waktu. Meski begitu, kertas tersebut masih membentuk gambar di dalamnya dengan sempurna. Imej tujuh orang murid berseragam sama. Salah satunya Kuroko.

Dan Tetsuya Kuroko tidak dapat menahan senyum kala otaknya segera menemukan nama orang-orang di dalam gambar tersebut dengan begitu mudahnya. Seolah-olah tidak ada absen lima belas tahun yang memisahkan mereka.

Midorima Shintarou, Akashi Seijuurou, Murasakibara Atsushi, Aomine Daiki, Momoi Satsuki, kemudian Kise Ryouta.

Enam anak-anak dengan kepribadian berbeda serta kesenangan beragam. Mereka menggenggam setiap keunikan di celah-celah hitam-putih monoton kota kecil. Seperti apel ranum yang tertutup tumpukan daun kering di musim gugur. Untuk bisa menemukan, kau harus susah payah menyingkirkan dedaunan yang menghalang terlebih dahulu.

Meskipun sekilas, Kuroko masih bisa mengingat bagaimana watak dan apa kira-kira kesenangan mereka.

Midorima yang pendiam dan hanya bicara seperlunya. Tak banyak yang tahu bahwa pemuda itu terkadang menyocokkan sesuatu dengan ramalan. "Golongan darahmu A, sementara aku B. Aku tidak heran jika kita tidak akan cocok," begitu yang selalu ia bilang. Aomine pernah menyeletuk bahwa ia tidak akan heran jika suatu hari nanti Midorima mulai meracau tentang warna aura.

Akashi. Akashi. Tak banyak yang Kuroko tahu tentang Akashi dan kehidupannya. Namun, ia adalah persona yang berwibawa. Jika kelompok kecilnya diibaratkan keluarga, maka Akashi mutlak menjadi Ayah. Karena dia perhatian, tegas, disiplin, juga berkharisma. Pendapatnya akan selalu didengar, bahkan tanpa ia meminta atensi terlebih dulu. Dan, oh, dialah yang paling hebat bermain shogi di antara mereka.

Murasakibara adalah anak paling tinggi di sekolah. Sulung dengan banyak adik, begitu yang Kuroko dengar. Ironisnya, sikapnya tak ubah anak bungsu. Terkesan manja. Murasakibara juga terkenal akan sifatnya yang malas luar biasa. Dia pernah mengeluh pada Midorima ketika sedang melakukan praktek di lab jika ia sedang sangat malas melakukan apa pun, termasuk untuk bernapas. Namun, Midorima buru-buru bilang jika Murasakibara tidak bernapas, ia akan mati. Dan Midorima malas menggotong mayatnya keluar lab. Murasakibara pun melanjutkan bernapas, meski malas-malasan.

Aomine. Ingatan Kuroko begitu jelas memerangkap Aomine sebagai maniak basket. Lucu karena waktu pertama kali melihatnya, impresi pertama yang melekat di benak Kuroko tentang Aomine adalah preman sekolah. Pemuda itu berkulit gelap, seragamnya berantakan karena tidak dimasukkan, dan nilainya selalu masuk lima besar dari belakang. Ditambah fakta bahwa pemuda itu sering tertidur di kelas. Benar-benar seperti tidak punya tujuan hidup. Tak ayal, Kuroko kaget kala mengetahui anak seperti Aomine juga punya passion. Basket, pula. Mulai dari sana, Kuroko menata kembali impresinya terhadap Aomine.

Kise … Kise …. Ada begitu banyak percikan cahaya kala benak Kuroko mengingat Kise. Ini disebabkan karena anak itu, bisa dibilang, sebagai yang paling hidup di antara mereka. Satu-satunya orang yang menjadi peringan suasana ketika atmosfer sedang berat oleh perseteruan yang kadang terjadi. Kadang jadi objek bully Aomine, tetapi Kise tidak pernah terlalu memikirkannya. Jika disuruh memberikan permisalan, maka Kuroko akan bilang Kise mirip kembang api. Meskipun Midorima tidak setuju, sebab Kise terlalu aneh untuk jadi kembang api.

Momoi adalah satu-satunya personil perempuan di antara mereka. Cantik dengan helaian rambut sewarna rona musim semi dan kulit susu. Satu-satunya orang yang memberi sentuhan kelembutan khas perempuan di kelompok itu. Teman masa kecil Aomine. Rumahnya bersebelahan, balkon saling menghadap. Satu-satunya orang yang mengenal pemuda itu luar-dalam—Kuroko bahkan berani bilang bahwa Aomine tak ubahnya buku yang setiap isi halamannya (paragraf, kalimat, frase, kata) sudah gadis itu hafal mati.

Ada beragam rumor yang menyebar, mengatakan bahwa Momoi dan Aomine sebetulnya berpacaran. Bagaimana tidak? Kalau mau dibuat list, seluruh elemen drama percintaan shoujo manga ada pada mereka berdua. Apalagi keduanya kerap bertengkar. Dan kata orang, pertengkaran jaraknya hanya satu jengkal dari cinta. Begitu dekat, lebih dari apa pun. Maka wajar, jika banyak sekali skenario cinta tersembunyi yang beredar tentang mereka.

Tetapi, toh, tidak pernah ada satu pun yang terbukti. Entah memang keduanya murni bersahabat atau mereka kepalang pandai menyembunyikan rahasia.

Dan, ya, Kuroko tidak bisa lupa bahwa ia dapat bergabung dengan anak-anak menakjubkan ini karena Momoi….

.

.

.

tbc


kritik dan saran yang membangun amat dinanti.

salam,

sabun cair