Cerita ini mengandung typo, bahasa yang belum sesuai EyD, dan unsur kebosanan. Jika tidak suka silahkan keluar dari bacaan ini. Jika sudah membaca silahkan memberikan jejak. Dilarang meniru atau me-remake kemudian menerbitkan ulang di platform manapun tanpa seizin saya. Terima kasih.

.

.

.

Beberapa hari yang lalu keadaannya mungkin tak seburuk dengan apa yang terjadi kemarin, hari ini, atau mungkin hari berikutnya. Semuanya masih berjalan mulus. Ia tinggal disebuah flat sederhana selama hampir enam bulan lamanya. Mencoba bertahan hidup dengan uang yang di dapat dari menjadi guru privat piano yang nominalnya saja hanya sekitar tiga puluh ribu won per bulan.

Bermodalkan kemampuan yang ia peroleh semasa di panti asuhan, lalu pergi dengan bantuan sebuah tongkat lipat untuk menuntun jalan.

Gelap.

Bukan hanya pandangannya saja, tapi delapan puluh persen dari hidupnya juga gelap. Terlahir dengan fisik sempurna dari keluarga miskin nyatanya tak berlangsung lama. Nyonya Ahn, salah satu pengasuh semasa kecil berkata kepadanya,

"Aku menemukanmu di bawah pohon cemara di dekat taman kanak-kanak. Kira-kira usiamu masih sekitar dua bulan. Aku menemukan sebuah kalung keluarga dan sepucuk surat di balik selimut, isinya adalah siapa namamu, usiamu, dan tanggal lahirmu. Mereka menuliskan itu supaya kau bisa tahu kapan hari ulang tahunmu datang. Kau ingin tahu alasan kenapa mereka membawamu kemari? Mereka bilang, kau bisa dapat teman disini. Kau bisa hidup lebih layak ketimbang harus makan sesuap nasi per hari."

"Apa artinya orang tuaku tidak punya cukup uang untuk merawatku?"

"Ya, seperti itu. Tapi Tennie tidak boleh marah ya. Mereka tetap orang tua Tennie."

"Mmm."

Mungkin Ten adalah satu dari sejumlah anak bernasib serupa yang tak pernah iri dengan teman-teman yang selalu pergi bersama orang tua. Setidaknya ia punya Bibi Ahn sebagai orang tua yang mau mengurusnya dengan sangat baik.

Ten punya teman, ya.. dia punya sewaktu masih jadi anak yang sempurna. Tapi semua orang seketika pergi saat ia pulang dari rumah sakit dalam keadaan buta. Insiden tabrak lari di persimpangan lalu lintas berhasil menjungkirbalikkan dunianya hanya dalam sekejap mata.

Ia tertidur dalam kegelapan yang ditimbulkan dari pejaman mata, tapi terbangun dengan kegelapan meski matanya sudah terbuka lebar. Tak ada pagi, siang, ataupun sore. Satu-satunya yang ia tahu sejak 16 tahun yang lalu hanyalah malam yang gelap.

Bibi Ahn sudah tiada saat usianya menginjak lima belas tahun. Lalu keputusan yang ia ambil untuk meninggalkan "rumah" lamanya menjadikan hidupnya semakin buruk saja.

Hari ini ia terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuh. Otot-ototnya terasa kaku, bahkan sangat sulit digerakan hingga membuat lelaki bersurai hitam itu hampir menangis kesakitan. Tubuhnya terasa lengket, aroma khas yang membuatnya muak, ditambah lagi kondisi tubuhnya yang hanya terbalut selimut lumayan tebal.

Mimpi buruk yang sesungguhnya dimulai beberapa hari yang lalu saat ia pergi untuk mencari pekerjaan baru. Namun bukan pekerjaan yang ia dapat, melainkan cibiran masyarakat yang justru merendahkan dirinya karena punya fisik yang tak sempurna. Lalu di tengah keramaian kota, suara obrolan sekelompok orang tak dikenal berhasil menarik minatnya untuk sekedar bertanya apakah ada informasi pekerjaan yang bisa ia lakukan.

"A-aku bisa melakukan pekerjaan apa saja."

"Apa saja? Kau yakin?"

Satu kesalahan fatal.

Jika Ten tahu dirinya akan berakhir mengenaskan tanpa busana di atas ranjang, maka ia akan berjalan lurus dan tidak akan berkata "apa saja" dalam segala obrolan.

"Pekerjaan bagus, mereka sangat menikmatinya."

Tapi tidak dengan Ten.

"Oh iya, segera bersihkan tubuhmu. Aku mau kau melayani pelanggan dengan kondisi yang bersih."

Lalu setelahnya suara heels yang menapaki lantai terdengar menjauh untuk sesaat.

"Jangan khawatir, aku akan berikan gaji yang pantas untukmu. Akan ada bonus jika kau semakin bertindak agresif. Kau tahu kan?"

Pada kenyataannya ia bahkan tak pernah melakukan apapun selain berteriak dengan mulut tersumpal kain atau gagball dan tangan kaki yang terikat hingga membuatnya mati rasa. Ia tidak bisa melihat, tapi ingat dengan jelas beberapa suara dari orang-orang yang menggunakan tubuhnya dengan lancang. Dua suara dari lelaki berumur dan sebuah suara dari lelaki yang mungkin saja usianya hanya beberapa tahun lebih tua darinya.

Pada akhirnya Ten tahu, tidak mudah percaya dengan orang lain. Jangankan orang asing, bahkan orang terdekat saja bisa melakukan sebuah pengkhianatan.

Setidaknya Ten juga tahu, orang-orang jahat seperti mereka hanya bisa memanfaatkan kekurangan seseorang tanpa punya rasa kasihan. Orang bilang, orang yang punya kekurangan itu istimewa. Jika memang begitu maka sudah seharusnya mereka diperlakukan layak, bukan? Bukan malah dijadikan satu dari sekian boneka penghasil uang dengan cara yang mengerikan.

"Aku harus pergi sebelum ada tangan-tangan lain yang menyentuhku."

Tongkat yang untung saja berada di atas meja berhasil memperpendek waktu. Paling tidak ia berhasil mengumpulkan semua pakaiannya dan membersihkan diri sebersih mungkin sekalipun ia tahu jika hasilnya tak akan sama seperti dulu.

.

.

.

Sosok jangkung itu masih setia pada batas kecepatan normal demi mengulur waktu. Bibir merah tebalnya lebih suka bungkam ketimbang meladeni celotehan milik sosok lain di dalam mobil.

Demi Tuhan! Ia bahkan tak pernah punya niatan untuk datang ke tempat hiburan semenjak ia berada di semester akhir kuliahnya. Tapi karena ia kalah dalam sebuah taruhan kecil, maka pria di sampingnya ini justru mengacaukan pertaubatannya selama hampir dua tahun terakhir.

Musik EDM, aroma rokok ataupun alkohol, para penari striptease, bahkan kegilaan orang-orang yang melakukan sex di luar kamar tiba-tiba saja kembali muncul dalam ingatan.

Sial, mengingatnya saja sudah membuatnya merasa pusing, ditambah lagi dengan kenyataan dimana ia akan kembali ke tempat yang sama seperti di masa lalu.

"Baik, parkirkan saja disini."

Suara husky pria di sebelahnya kembali memecah keheningan. Tempat parkir yang tidak terlalu luas, sepertinya sesuai dengan letak bar yang sedikit tersembunyi dari keramaian.

Beberapa wanita yang kebetulan berdiri di dekat pintu langsung saja menggoda keduanya, bahkan dengan seenak jidat menyentuh tubuhnya dengan sensual.

Benar, kan? Apa yang ia lihat dengan apa yang sempat muncul dalam ingatannya jelas tak jauh berbeda. Hanya ada beberapa sudut yang nampak berbeda, mungkin efek perubahan dekorasi ataupun renovasi.

"Hei tampan, butuh teman?"

Wanita yang berbeda dengan pakaian minim kembali menggoda keduanya dengan nada sensual. Lelaki bermarga Jung itu nampak menyeringai kecil, memberikan kedipan mata, lalu menolak tawaran dari para wanita seksi itu.

"Kau sudah punya kekasih tapi masih mau digoda oleh jalang seperti mereka? Akan ku adukan pada Taeyong."

"Hei jangan! Aku hanya ingin mengajakmu minum. Semua gadis disini memang begitu kan? Seperti tidak pernah kemari saja. Cih!"

"Tidakkah kau malu dengan pekerjaanmu itu? Kalau sampai kau berani macam-macam dengan para gadis, akan ku hajar kau!"

"Ayolah Hyung, bahkan petinggi negara saja pasti pernah kemari. Apa salahnya jika seorang polisi datang disaat libur kerja? Setidaknya aku bebas dari narkotika."

Kali ini giliran yang lebih tinggi yang berdecih. Sebotol whisky datang beberapa menit setelah Jaehyun meminta pesanan melalui para gadis yang sempat menggodanya tadi.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu, Detektif Seo?"

"Jangan memanggilku detektif. Aku sedang pisah ranjang dengan pekerjaanku."

"Tidak ada kasus?"

"Tentu saja, dan aku bersyukur karena pada akhirnya aku bisa mengambil cuti dalam waktu yang lama. Mereka terlalu bergantung padaku, huh!"

Suara gelak tawa Jaehyun langsung mencairkan suasana di antara keduanya. Seperempat gelas telah terisi dengan whisky.

"Haruskah kita bersulang?"

"Untuk apa? Kita bahkan tidak merayakan apapun."

"Siapa peduli? Bersulang."

Toleransi alkohol Johnny tak sekuat Jaehyun. Ia bisa saja tumbang hanya dengan tiga teguk saja.

"Mau minum lagi?"

"Tidak. Aku harus ke toilet."

"Ingin memuntahkan whisky nya?"

"Tidak. Celana dalamku... Uhm ya, lupakan. Aku pergi."

Johnny segera mengambil langkah lebar sekaligus berhati-hati karena ramainya pengunjung yang sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Lelaki itu mengabaikan godaan yang kembali diberikan oleh para gadis kepadanya. Bahkan kalau tidak salah dengar ada yang memanggilnya "Daddy" dengan nada sensual. Ia bahkan tak setua itu untuk menjadi sugar daddy di usia dua puluh enam tahun. Atau mungkin bisa?

"Sial, apa aku tinggalkan saja Jaehyun di sini?"

BRAKK!

"Oh, hei! Perhatikan langkahmu!"

Bentakan Johnny nyatanya tak punya pengaruh apapun pagi lelaki yang tingginya saja hanya sebatas telinga. Tangan-tangan lelaki pendek itu meraba-raba tubuh bagian depannya dengan tergesa, beralih ke pundak lalu ke arah rahang. Tatapan matanya nampak kosong dengan sedikit lingkaran hitam dibawah mata. Penampilannya sedikit berantakan, ditambah beberapa tanda merah yang terlihat cukup jelas di leher. Bahkan Johnny yakin jika di bawah sana masih ada banyak lagi.

"Kauļ¼ tolong aku. Bawa aku pergi dari tempat ini, ku mohon."

"Oh wow wow, tunggu sebentar. Kenapa aku harus melakukan itu?"

Lelaki itu menahan napas, menutup matanya sejenak, lalu kembali bergerak panik saat sebuah suara terdengar dari arah belakang.

"Ku mohon bawa aku pergi! Tempatku bukan disini! Selamatkan aku, ku mohon!"

Pergelangan tangannya mendapatkan tarikan kuat dari si lelaki pendek di hadapannya, pertanda jika ia benar-benar membutuhkan bantuan Johnny untuk suatu alasan.

"Mereka menjadikanku pekerja seks, mereka mengasariku, mereka mengikat tubuhku di atas ranjang. Setidaknya tolong bawa aku pergi jauh dari sini, setelah itu turunkan aku dimanapun. Ku mohon! Mereka mengejarku!"

Pandangan Johnny menelusur jauh ke arah belakang, ada dua orang pria bertubuh besar hanya sekitar tujuh meter dari tempatnya berdiri. Dalam hitungan detik, sepasang tangan kekar miliknya telah berpindah ke arah pinggang ramping lelaki asing itu. Tubuh kecilnya terangkat, lalu setelahnya ia bisa merasakan bagaimana tubuhnya terguncang karena pria jangkung itu berlari sambil menggendongnya bak seekor koala yang berpegangan pada batang pohon.

"Hei! Jangan lari!"

Johnny tak tahu apa yang terjadi setelahnya. Yang jelas Johnny yakin, bar itu pasti menjadi kacau balau. Lalu setelah ini Jaehyun akan menghajarnya tanpa ampun.

.

.

TBC


Yuyut kembali dengan fanfic Johnten boring yang muncul tanpa rencana matang (dadakan) Seperti biasa, readersnya mungkin gak sebanyak otp lain. Salah satu author sunbaenim Johnten bilang, Johnten shipper di ffn sedikit. Mungkin karena emang sedikit, atau mungkin tersembunyi di bawah batu dan akan muncul kalau momentnya keluar. Kejadian semacem itu pasti marak di IG, apalagi kali muncul di fanbase Johnten. Setelah baca tolong hargai, dengan begitu karya kalian akan dihargai orang.

Sekian terima kasih sayang dari Yuta.

Story ini mungkin akan di publish di wattpad.

When Crazy Meet Arrogant kemungkinan akan di sambung.