Dulu. Dulu sekali, kau pernah – tidak, bahkan sering – mengatakan padaku bahwa kau akan selalu mencintaiku, menyayangiku, melindungiku dan tidak akan melukaiku. Kau ucapkan kata itu berkali-kali dengan amat manis. Senyumanmu, raut wajahmu, ketulusanmu. Adalah sebagian hal yang kusukai darimu. Tapi, entah karena waktu bertindak kejam atau karena hal lain. Aku tak bisa mengerti. Kemana kau yang dulu?

*Tell Me by Tetsuya Aoi

*Kuroko no Basuke by Tadatoshi Fujimaki

*Warning : Typo(s), Gaje, Absurd, EYD horor, Shounen Ai.

*Pairing : Akashi x Kuroko x Aomine

Chapter 1 : The Begining

"...rocchi! Kurokocchi!" Tersadar dari lamunannya, Kuroko kini mengalihkan pandangannya dari lapangan basket ke arah seorang remaja bersurai pirang disampingnya.

"Ada apa Kise-kun?" tanya Kuroko dengan wajah datar khasnya, tanpa memperdulikan adanya sedikit guratan kesal dari lawan bicaranya.

"Mouu! Jadi selama aku berbicara tadi, Kurokocchi tak mendengarkanku sama sekali –ssu," rengek Kise disertai air mata buayanya. Sedangkan Kuroko hanya bisa memandangnya datar. Bukan satu dua kali ini remaja bersurai kuning ini mengganggunya ketika ia sedang mengamati targetnya. Walau terkadang terbesit keinginan untuk memukul kepala kuning itu keras-keras, tapi sampai sekarang ia tak pernah melakukannya. Sayang sahabat. Itulah semboyan yang Kuroko terapkan.

"Sumimasen. Jadi apa yang kau bicarakan tadi, Kise-kun?" tanya Kuroko tanpa merasa bersalah sedikit pun.

"Hahh.. ya sudahlah. Aku tadi hanya bilang bahwa, nanti sepulang latihan, kita akan pergi ke Maji Burger untuk merayakan ulang tahun Aominecchi –ssu!" jawab Kise dengan semangat mengebu-ebu.

"Eh?" Kuroko hanya bisa mengerjapkan matanya mendengar kata 'ulang tahun Aomine'.

"Jangan bilang Kurokocchi lupa hari ulang tahun Aominecchi –ssu," tebak Kise saat melihat ekspresi sedikit terkejut dari sahabat bersurai biru langitnya itu.

Ah, Kuroko benar-benar hampir lupa kalau hari ini adalah ulang tahun cahaya sekaligus sahabatnya, Aomine Daiki. Sebagai seorang sahabat – sekaligus bayangan – Aomine, Kuroko merasa bahwa ia benar-benar gagal untuk mendapatkan gelar partner terbaik. Sungguh, bukan maksud hati ingin melupakan hari istimewa itu. Hanya saja, ia akhir-akhir ini terlalu sibuk memperhatikan seseorang. Seseorang yang berhasil merebut perhatiannya akhir-akhir ini. Seseorang yang berhasil membuatnya terpana hanya dengan melihat sepasang manik heterochrome ruby-gold nya dan membuat wajahnya terkadang memanas tanpa sebab yang jelas. Dia adalah Akashi Seijuro, kapten tim basketnya sendiri.

Hal ini kira-kira berawal ketika ia pertama kali bertemu Akashi di gym. Saat itu, Kuroko benar-benar terpikat dengan senyuman Akashi. Entah kenapa, senyuman singkat namun manis itu sanggup membuat jantungnya memompa darah lebih cepat dari biasanya. Selain itu, Akashilah yang menemukan bakatnya. Hingga Kuroko bisa memasuki first string sekaligus bisa bermain basket bersama pemain-pemain menakjubkan semacam Kiseki no Sedai sampai sekarang.

Setiap waktu, Kuroko mengamati Akashi secara diam-diam. Bahkan terkadang Kuroko juga melakukan wawancara langsung kepada teman masa kecil Akashi seperti Midorima Shintarou ataupun Murasakibara Atsushi. Sekedar untuk mencari informasi berupa kebiasaan atau hal-hal yang disukai Akashi. Katakanlah Kuroko seorang stalker setia Akashi yang setiap waktu tak lepas dari seorang remaja bersurai scarlet itu. Ia sama sekali tak peduli. Ia juga tidak peduli perihal rasa sukanya terhadap sesama jenis. Toh hubungan semacam itu sudah tidak menjadi hal aneh lagi di tempat tinggalnya. Begitulah Kuroko berpendapat. Dan tanpa ia sadari, semakin hari rasa sukanya tersebut terus berkembang.

Kini Kuroko telah berada tepat dihadapan Akashi yang sedang mengelap keringatnya dengan handuk. Peluh yang menghiasi wajah kaptennya itu entah kenapa sekarang menjadi perhatiannya. Sepasang manik secerah langit musim semi tanpa kabut itu sama sekali tak berkedip. Seakan mengagumi ciptaan Tuhan dihadapannya.

Merasa risih karena terus-terusan dipandangi oleh Kuroko, akhirnya Akashi memilih bersuara walau tak menghentikan kegiatannya barang sedetik pun.

"Ada apa, Tetsuya? Apakah ada yang aneh di wajahku?" tanya Akashi seraya mengambil botol minuman yang disodorkan Kuroko setelah menuntaskan kegiatan awalnya tadi. Lalu mengucakan terimakasih.

Kuroko hanya menggelengkan kepalanya pelan lalu menjawab," Tidak ada, Akashi-kun." Kemudian didudukkannya dirinya di samping Akashi. Tetsuya. Tanpa alasan yang jelas, setiap kali kapten tim basketnya memanggil nama itu, wajahnya akan sedikit memanas. Tetapi berkat wajah datar yang setia menjadi topeng baginya, tidak akan pernah ada orang yang mengetahui ekspresi yang menurutnya memalukan itu. Dan Kuroko bersyukur atas itu semua. Suasana sedikit hening untuk beberapa waktu. Akan tetapi tidak bertahan lama sampai Kuroko membuka suara lagi.

"Apa Akashi-kun sudah tau mengenai perayaan ulang tahun Aomine-kun?"

"Ya, Tetsuya."

Hening lagi. Kuroko dan Akashi sama-sama memandang lurus ke depan. Masih terlihat oleh mereka Aomine sedang berlatih –tepatnya one on one – bersama Kise, Midorima yang melatih shoot jarak jauhnya, serta Murasakibara yang sedang memakan snacknya dibench seberang. Walau pandangan mereka berdua mengarah kesana, tapi tidak untuk pikiran masing-masing.

"Tetsuya..." Kini Akashi yang memecah keheningan.

"Ya, Akashi-kun?"

"Maukah kau nanti menemaniku membeli hadiah untuk Daiki? Setahuku kau adalah sahabatnya. Mungkin kau bisa menyarankan hadiah yang tepat untuknya," ucap Akashi langsung to the point seperti biasa. Sebenarnya tadi Kuroko sangat ingin menanyakan kenapa, tetapi mendengar Akashi langsung menyampaikan maksudnya, ia hanya bisa mengangguk singkat.

"Baiklah. Nanti temui aku di halaman belakang seusai latihan," lanjut Akashi sambil tersenyum. Sedangkan Kuroko hanya bisa bungkam.

.

.

.

"Kenapa kita harus kemari terlebih dahulu, Akashi-kun?" tanya Kuroko yang kini sudah berada di hadapan Akashi. Mereka berdua sekarang sudah berada di halaman belakang sekolah. Sempat tadi Midorima menanyai Akashi. Karena bukannya ikut mereka –anggota Kiseki no Sedai yang lain – ke arah gerbang depan, Akashi malah berbalik arah. Urusan penting, nanti aku akan menyusul. Begitulah dalihnya. Berbeda dengan Akashi, Kuroko langsung menuju tempat yang dijanjikannya bersama Akashi. Ia sama sekali tak mengucapkan sepatah katapun kepada yang lain. Karena Kuroko sudah tau, mereka tidak akan menghiraukan perkataanya. Sebab hawa keberadaannya yang tergolong tipis.

"Ada hal yang ingin kubicarakan padamu terlebih dahulu. Mengenai Daiki," jawab Akashi –yang sekali lagi – to the point.

"Mengenai Aomine-kun?" Kuroko mengulang perkataan Akashi.

"Ya."

"Apa ini berkaitan tentang hadiah untuknya? Aku sudah memikir –"

"Bukan," potong Akashi. Ia menghembuskan nafas pelan lalu melanjutkan," Aku belum selesai berbicara, Tetsuya. Dengarkan aku dulu." Kuroko hanya mengangguk pelan.

"Apa kau menyukai ... Daiki?" tanya Akashi dengan sedikit rasa ragu dikalimat terakhirnya.

"Eh? Tentu saja. Aomine-kun adalah sahaba –" perkataan Kuroko kembali terpotong.

"Bukan itu yang kumaksud, Tetsuya."

"Eh?"

"Maksudku, dalam artian lebih." Seketika ekspresi Akashi berubah. Semakin tidak bisa ditebak.

"Kenapa Akashi-kun bertanya seperti itu?" Kuroko benar-benar tidak mengerti apa yang Akashi pikirkan sekarang. Kenapa Akashi membahas topik seperti ini, Kuroko sungguh tak paham.

"Aku sempat mendengar." Jeda sejenak.

"Daiki akan mengungkapkan perasaannya padamu setelah perayaan ini selesai."

Satu detik. Dua detik. Sepuluh detik. Kuroko terdiam. Dia benar-benar terkejut mendengar perkataan Akashi. Sempat Kuroko berpikir, mungkin pendengaran Akashi sedikit terganggu. Mana mungkin sahabatnya akan – mengatakan cinta terhadapnya? Tapi melihat siapa sekarang yang berbicara, ia juga ragu atas pemikirannya. Belum sempat Kuroko mengeluarkan suaranya, Akashi kembali berbicara.

"Tetsuya.. Aku mencintaimu."

To be continue

.

Ini apaa. Huwaa, sumimasen. Ao masih newbie dalam hal tulis menulis. Dan hasilnya beginilah /terjun. Ao juga gak punya inspirasi yang bagus. Tapi gegara pingin buat fanfic, jadi malah nekat /plak. Sumimasennnn (/\) /udehnak.

It must delete or continue?

Please RnR^.^

Salam,

Tetsuya Aoi