TANAKA-KUN WA ITSUMO KEDARUGE (Tanaka-kun is Always Listless)
By : Nozomi Uda
Pagi itu seperti hari biasanya, Ohta berangkat kesekolah diwaktu yang pas. Ah, ia lupa jika Tanaka selalu mengeluarkan tenaga terlampau banyak hanya untuk pergi kesekolah. Tubuhnya yang lemah itu—atau bisa dikatakan lemas, akibat kemalasannya benar – benar membuat Tanaka gampang lelah. Bahkan hanya karena makan terlalu banyak dan kekenyangan saja, dia nyaris pingsan.
Ohta segera berlari lebih cepat agar segera sampai kerumah Tanaka, biar bagaimanapun jarak rumahnya dan rumah Tanaka tidak bisa dibilang dekat, walau tidak bisa dibilang jauh juga. Tubuh Ohta yang sudah dari sananya terlahir kuat dan bersemangat bukan menjadi masalah jika hanya digunakan untuk berlari – larian saja, hah—dia bahkan sering berlari kesekolah dengan menggendong Tanaka. Sungguh romantic.
Sesampainya didepan rumah Tanaka, ia mengatur napasnya yang terengah – engah. Lelah juga berlari cepat – cepat.
"Ah, Ohta?" Ah, yang menyambutnya Rino—adiknya Tanaka. Adik dan Kakak sama saja. Sama – sama poker face. Kalau begini, Ohta jadi penasaran juga, bagaimana kedua orang tua mereka ya? Kemudian dengan segera Ohta menggelengkan kepalanya keras.
"Ano… Tanaka?-" Ohta bersumpah ia melihat tatapan mengusir dari Rino, atau hanya perasaannya saja. Ia segera bungkam saat dilihatnya ekspresi Rino yang… yah, bisa kalian simpulkan sendiri.
"Onii-chan akan segera keluar." Potong Rino dingin. Ohta diam saja memperhatikan duplikat Tanaka versi perempuan itu berlalu pergi.
"Ah- Ohta?" Ohta segera memalingkan kepalanya kesumber suara. Suara malas, datar, pelan, dan tanpa perasaan. Tanaka sudah berdiri dibelakangnya dengan wajah malasnya yang biasa.
Ohta memperhatikan penampilan Tanaka, kemudian menghela napas lelah. Ia mendekat, kemudian membenarkan kancing seragam Tanaka yang tidak terpasang dengan sesuai. Tanaka sedikit kaget, kemudian dengat tampang teflonnya dia mengalihkan pandangannya.
"Ayo berangkat." Ohta menepuk kepala Tanaka pelan kemudian berjalan mendahuluinya. Tanaka menggigit bibirnya, dan menyentuh kepalanya, kemudian tanpa berkata apapun ia segera berlari menyusul langkah Ohta yang lebar – lebar.
"Ohta-, a—aku l—lelah." Baru setengah jalan dan Tanaka sudah merasa kelelahan. Hah… sepertinya kemalasannya berlipat ganda kali ini.
.
.
.
TANAKA PoV
Aku tau jika Ohta begitu mempedulikanku, dan sejujurnya aku sangat bergantung kepadanya. Sesungguhnya aku bingung, kenapa Ohta sebegitu pedulinya denganku. Ah ya, dia pernah bilang jika dia menghormatiku. Tapi apa yang dia hormati dariku? Aku pemalas, tukang tidur, lemah, dan selalu bergantung padanya. Mungkin dia kasihan padaku.
"Ohta-, a—aku l—lelah." Baru setengah jalan dan aku sudah merasa kelelahan. Hah… padahal hari ini aku sedang tidak menggandakan kemalasanku. Apa sebenarnya aku memang selemah itu?
Ohta memandangku dengan raut wajah khawatirnya yang biasa (sebenarnya aku tidak yakin, jika Ohta mengkhawatirkanku). Mungkin saja itu hanya rasa kasihannya. Entah kenapa saat aku memikirkan kemungkinan perhatian Ohta hanya karena kasihan, aku sedikit merasa terbebani. Entahlah.
"Oi, Tanaka. Ini baru setengah jalan." Katanya kalem. Tapi aku merasa benar – benar lelah. Memang setiap harinya juga begini sih. Tanaka yang selalu kelelahan.
Ohta merapat kepadaku, kemudian dengan gerakan cepat ia melingkarkan lengannya dipinggangku. Wah, sepertinya dia akan menentengku seperti biasa, aku diam saja. Namun yang tidak aku duga, ia menggendongku dipunggungnya. Sebenarnya ia juga sering melakukan ini, tapi aku selalu merasa lebih nyaman ketika ia membawaku dengan posisi ini daripada posisi mengapitku dibawah ketiaknya, karena dengan posisi ini aku jadi lebih leluasa untuk bersandar padanya. Ohta sangat kuat, entah apa makanan nya setiap hari. Eh, Ohta kan suka makanan manis. Apakah makanan manis bisa membuat seseorang sekuat ini? Oh~ sasuga ne…
Kenapa aku jadi memikirkan makanan? Toh aku sendiri tidak pernah makan terlalu banyak, apalagi makanan manis, saat aku makan terlalu banyak, tubuhku rasanya menjadi berat, lalu kadar kemalasanku akan meningkat dan aku bisa pingsan kapan saja karena tidak tahan karena terlalu kenyang, ah… aneh bukan? Saat berkutat dengan berbagai pemikiran mengenai Ohta, tanpa sadar aku mengeratkan peganganku dilehernya.
"Tanaka? Ada apa?" Tanya Ohta kalem sambil menolah kearahku.
Ah, aku tidak sadar. "Gomen, aku tidak apa – apa kok." Kataku datar. Aku merenggangkan peganganku pada Ohta dan bersikap lebih wajar dari biasanya.
"Kau tidak perlu merenggangkan peganganmu Tanaka." Aku sedikit kaget mendengarnya. Memang sih, selama ini Ohta tidak pernah keberatan dengan posisiku. Tapi mendengarnya langsung darinya, rasanya… ck, sudahlah kenapa aku jadi terus – terusan memikirkannya?
.
.
.
OHTA PoV
Aku bingung dengannya, pagi ini dia terlihat lebih pendiam. Yah… memang sebenarnya dia termasuk pendiam. Ah, mungkin kemalasannya sedang berlipat ganda, makanya dia diam terus begitu.
Aku merasakan pegangan tangannya dileherku mengerat, kenapa dengannya? Ada yang salahkah? Aku meliriknya sebentar.
"Tanaka? Ada apa?" Tanya ku kalem sambil menolah kearahnya.
Aku melihatnya sedikit kaget. "Gomen, aku tidak apa – apa kok." Katanya datar—seperti biasa. Dia merenggangkan pegangan tangannya dileherku dan bersikap sedikit aneh.
"Kau tidak perlu merenggangkan peganganmu Tanaka." Kataku kemudian.
Yah… jarang – jarang aku melamunkan Tanaka seperti ini. Biasanya aku hanya langsung menggendong Tanaka dan segera berlari kesekolah tanpa memikirkan apapun. Ah, bukan salahku juga sih, (memangnya memikirkan orang salah?) kelakuan Tanaka sedikit berbeda hari ini. Eh, kenapa aku jadi sebegini peka dengan perubahan – perubahan kecil yang dia lakukan? Mungkin karena kita sudah lama bersama – sama. Bagaimanapun juga, aku benar – benar menghormatinya. Dia memang malas, dan selalu bergantung kepadaku, namun anehnya aku malah tidak bisa meninggalkannya sendirian. Berusaha mengurusinya, membantunya, bahkan kadar perhatianku kepada Tanaka, hampir menyamai kadar kekhawatiran seorang ibu kepada anaknya. Ugh, apakah aku sebegini khawatirnya pada Tanaka?
Teman – teman kami dikelas sudah tau, dan sepertinya mereka biasa saja dengan kami. Yeah, malahan mereka khawatir kepada Tanaka kalau tidak ada aku disana.
"Berpeganglah yang erat, Tanaka." Kataku cepat. Aku akan segera berlari.
"Eeh—Waaa?"
Tanaka sedikit berteriak ketika aku tiba – tiba berlari saat menggendongnya. Biasanya, dia biasa saja dan selalu siap siaga. Sepertinya dugaanku mengenai Tanaka yang sedikit berbeda dari hari – hari biasanya benar. Hah~ kenapa aku jadi penasaran begini?
Aku sedikit kaget saat merasakan pegangan Tanaka mengerat disekitar leherku, ditambah lagi kepalanya yang menyandar dibahuku. Aku tersenyum tanpa sadar, entah kenapa aku merasa sedikit lebih senang hari ini.
.
.
.
AUTHOR PoV
Setelah berlari sekitar lima belas menit, Ohta menurunkan Tanaka didepan pintu kelasnya. Ohta sedikit merenggangkan bahunya karena habis menggendong Tanaka sambil berlari, Beberapa teman mereka tersenyum kearah mereka berdua. Tanaka menguap—untuk yang kesekian kalinya.
"Shishou! Ohayou gozaimasu!" sebuah suara cempreng nan nyaring membuat Tanaka menoleh, siapa lagi kalau bukan Miyano, gadis bertubuh cebol dengan sifat kekanak – kanakan dan menganggap Tanaka adalah gurunya.
"Ohayo" Balas Tanaka malas. Tanaka segera melenggang menuju kursinya.
"Yosh!" kata Tanaka pelan. Ia merenggangkan jari – jarinya kemudian bersiap untuk tidur.
Sementara dibelakangnya, Ohta hanya mengamati Tanaka dengan senyum kecil dan gelengan kepala. Ia berlalu menuju bangkunya setelah sebelumnya ia mengelus rambut Tanaka pelan. Tanaka mengerjapkan matanya sambil mencuri pandang kearah Ohta yang tidak melihatnya. Ia menggigit bibirnya pelan, kemudian menyembunyikan wajahnya diantara kedua tangannya yang terlipat diatas meja.
.
.
.
To be Continue…
