Seperti biasa, langit tampak gelap di malam hari. Dan seperti biasa, langit yang gelap itu di hiasi cahaya bintang dan bulan yang tidak se silau matahari tapi terlihat sangat indah dan anggun. Namun di malam ini, tepatnya di hampir tengah malam ini, ada sesuatu yang berbeda di langit. Kilatan cahaya kecil seperti cahaya api kecil dari sebuah pematik yang tidak bisa menyala berhambur di langit. Samar jika dilihat dari bumi. Seakan bintang sedang bertarung atau bertabrakan satu sama lain. Jika dilihat dari dekat tabrakan itu menimbulkan warna hijau di sekitarnya yang hilang tidak lama setelahnya. Dan jika dilihat dari dekat, kau akan tau bahwa fakta nya itu bukan bintang yang bertabrakan melainkan sebuah Valvrave.
Valvrave berwarna hijau dengan sentuhan warna hitam itu seperti sedang berlatih bertarung atau hanya mondar mandir dengan cepat entah apa tujuannya. Dalam waktu yg lumayan lama, benda itu terus bergerak, menari di langit dengan kelincahan ya. Di dalamnya ada seorang perempuan berambut hitam panjang dengan mata lavender yang mengambil sebuah buku setelah berdansa bersama valvrave dengan kelincahan yang juga tampak seperti kebrutalan itu. Lalu dia duduk santai dengan sebuah pulpen di tangan nya dan mulai menulis.
"Baiklah, bagaimana aku harus memulai? Aku tidak terbiasa menulis pesan semacam ini tapi aku jelas tau bagaimana cara menulis. Aku bahkan punya banyak buku harian di rumah untuk melampiaskan semua kalimat yang ku tahan agar tidak keluar dari mulutku. Tentu saja ku buat sembarang tanpa aturan karna itu hanya untuk kepuasan pribadi. Kebanyakan dari lembar yang ku pakai hanya untuk melampiaskan rasa sedih dan amarah ku. Tentu juga tentang Haruto, sumber rasa sedih ku.
Tokishima Haruto awalnya hanya murid biasa, seperti murid kebanyakan, hidup normal, pergi sekolah, belajar, pulang, belajar, tidur, bangun dan terus seperti itu. Berbeda dengan ku yang punya kegiatan ekstra. Ya, aku, Rukino Saki, sang idol. Kau bisa bilang aku beruntung atau memang punya bakat alami sehingga aku mampu menjadi seorang idol seperti yang orang-orang pikirkan. Tapi kalian tidak melihat dan tidak tau perjuangan terbaik ku untuk bisa berada di posisi sekarang. Kalian hanya memandang ku saat aku sudah di atas.
Para penggemar ku, mereka sangat berisik dan menyebalkan. Aku tau mereka juga berpikir bahwa aku sangat beruntung dan berbakat. Mereka tidak pernah berpikir harus ada usaha yang harus dilakukan jika ingin seperti ku. Lalu mereka mulai memuja ku. Maksudku bukan memuja ku, tapi mengagumi ku. Lalu ada banyak hal yang mereka inginkan dari ku, foto, tanda tangan, dan banyak lagi. Mereka tak pernah berpikir kalau mereka mengganggu ku.
Apa ini karma, aku tidak tau, karena fakta nya aku juga selalu mengganggu seseorang, kurasa. Aku suka diam-diam berada di tempat yang sama dimana Haruto berada. Apa itu bisa disebut penguntit? Aku tidak tau. Dan alasan kenapa aku selalu menyebut namanya adalah karena aku menyukai nya. Aku sudah bilang Haruto adalah sumber rasa sedih ku. Terkadang hal yang paling kau sukai lah yang punya banyak kemungkinan untuk membuat mu merasa sakit. Apa itu bisa disebut cinta? Karena aku benar-benar tidak ingin memiliki perasaan itu. Cinta itu kelemahan. Saat kau memutuskan untuk mencintai seseorang, saat itu lah kau memutuskan untuk menerima rasa sakit.
Itu mengingatkan ku pada cerita superhero yang sering ku tonton. Pada akhirnya orang yang mereka sayangi lah yang jadi korban karena musuh tau para superhero terlalu menyayangi mereka. Cinta adalah kelemahannya. Haruto adalah kelemahanku.
Masih teringat di kepala ku saat aku menciumnya sebelum aku mendapatkan Carmilla. Dia terlalu lugu dan polos hingga tidak tau mengapa aku memutuskan mengendarai Valvrave. Dia hanya tau aku melakukannya karena aku ingin popularitas semata. Dia benar. Memang benar. Aku ingin popularitas dan hanya itu yang keluar dari mulut ku.
Tapi kisah ku tak semudah para superhero yang cerita cinta nya benar-benar indah. Cinta ku bertepuk sebelah tangan. Haruto menyukai perempuan lain. Cinta masa kecil. Bukan kah itu indah? Maksud ku cinta masa kecil. Itu seperti yang ada di film-film kan? Cinta abadi. Memang cinta yang indah. Hanya saja itu bukan cerita cinta ku.
Di film, cinta seperti itu pasti akan ada badai yang berusaha memisahkan bukan? Nah, itu lah peran ku. Aku lah yg muncul di antara mereka. Menguntit dan menguping pembicaraan mereka, mencium Haruto, dan bahkan berhasil melakukan sesuatu bersama Haruto yang- tak bisa ku ucapkan. Ya, bahkan Haruto melamar ku. Hanya saja ku tolak karena ada banyak hal yang tidak bisa ku terima.
Menyebalkan bukan? Semuanya menyebalkan. Aku tidak benar-benar ingin hidup seperti ini. Dulu saat aku seorang manusia, aku benar-benar ingin menjadi hal lain di dunia agar aku bisa lepas dari semua fakta menyakitkan di masa lalu ku yang kelam, di sakiti, hidup tak layak. Aku akui itu memang benar-benar seperti hidup, hanya saja menyakitkan.
Para penggemar ku hanya tau aku yang sekarang hidup berkecukupan dan populer tanpa tau hal menyakitkan yang dulu ku alami. Tapi memang aku tidak ingin mereka mengetahui itu dan terus mengusir mereka menjauh.
Orang-orang tidak tau alasan ku mengapa aku mengendarai Valvrave. Haruto tidak tau dan terlalu lugu untuk menyadari alasan ku adalah dirinya. Memang aku ingin popularitas, tapi dia tidak pernah berpikir sebenarnya menyakitkan melihatnya yang meratapi hidup dan memanggil dirinya sendiri monster seperti dia lah makhluk terburuk di dunia. Aku memutuskan menjadi bagian dari makhluk itu agar dia tidak merasa sendirian, agar aku tidak perlu mengikutinya ke mana pun tanpa alasan karena sekarang aku punya, alasan agar kami bersama. Dan mungkin aku sedikit berharap dia akan memilih ku karena berpikir tidak akan ada yang bisa menerima dirinya yg bukan manusia lagi selain aku, yang sama dengan dirinya.
Memang, bisa dibilang aku sudah mendapatkannya. Dia memilih ku, dia melamar ku. Tapi ku tolak, ya. Karena aku tidak dapat menerima bahwa Haruto mencintai orang lain. Bahwa jika aku menerimanya, itu artinya aku sudah menghancurkan cinta 'sejak kecil' itu. Bahwa saat dia memandang ku, aku mendapati orang lain di matanya. Mendapatinya mengharapkan Shoko lah yang ada di depannya, bukan aku.
Entah aku terlalu mendramatisir atau ini memang terasa menyakitkan. Tapi nyatanya Haruto sudah tidak ada. Untuk selamanya. Dan aku kehilangan tujuan. Untuk apa lagi aku menjadi 'monster'? Aku kehilangan alasan untuk terus berada disini.
Aku memutuskan untuk mati disini, di dalam valvrave yang sengaja ku buat kehabisan tenaga. Entah apa yg ku lakukan dengan menulis kalimat kalimat ini. Mungkin aku hanya berusaha memanfaatkan waktu atau hanya iseng selagi menunggu kehabisan oksigen. Dan tak terasa sudah sebanyak ini yang ku tulis"
Perempuan berambut panjang itu menutup buku itu tiba-tiba dan melemparnya sembarang. Menyandarkan diri di kursi dengan santai nya, membiarkan buku itu melayang sementara oksigen semakin menipis. Tak ada keraguan dan kekhawatiran nampak di wajah perempuan yang sedang memejamkan mata itu.
Beberapa menit kemudian tanda peringatan muncul. Peringatan bahwa dalam beberapa detik lagi oksigen akan habis, namun wajah perempuan itu tetap sama. Detik-detik berlalu hingga akhirnya oksigen habis. Sesaat sebelum perempuan itu kehabisan oksigen dan kehilangan kesadaran, dia merasa seperti sedang melayang dan ditarik. Mungkin itu tidak mengherankan karena mungkin memang begitu lah bagaimana rasanya saat kematian datang.
"Rukino Saki" sebuah suara rasanya muncul di gendang telinga perempuan itu "Rukino Saki. Bangun" lagi, suara yg tegas itu muncul. Perlahan Rukino membuka mata, tampak di hadapannya wajah yang terlihat tak asing. Laki laki berambut silver yang menatapnya dengan sangat dekat. Dengan tenang Rukino hanya menatapnya tanpa berusaha menjauh atau mendorongnya.
"Apa yang kau lakukan disini A-drei? Bukankah kau harusnya di bumi?" Rukino hanya menatap dengan mata sayu pada laki-laki itu yang sangat dekat hingga menutupi pandangan nya ke sekitar.
"Aku memang di bumi. Kita sedang di bumi" A-Drei kemudian duduk di sebelah Rukino yang terbaring di atas rerumputan.
Mata Rukino menjelajahi sekitar untuk menyadari bahwa sekarang mereka sedang berada di bumi. Di atas sebuah tebing kecil dengan Valvrave dan benda semacam pesawat yang sering di pakai A-drei untuk melawan Rukino, dulunya. Kemudian mendesah pelan sambil bangkit duduk tanpa mengatakan apapun.
"Apa yang kau lakukan berkeliaran di atas sana tengah malam, Rukino?"
"Hanya jalan-jalan"
"Dengan oksigen 0%?"
Rukino terdiam untuk beberapa saat "Bagaimana bisa kau menyelamatkan ku dan mengetahui keberadaan ku?"
"Kau berencana untuk membunuh dirimu sendiri?"
"Itu benar benar tidak menjawab pertanyaan ku"
"Kau juga tidak menjawab pertanyaan ku"
Rukino kembali terdiam beberapa saat sebelum kembali membuka mulutnya "Kalau iya?"
"Kalau begitu kau bodoh. Menyia-nyiakan hidupmu" A-drei bangkit berdiri dan menawarkan tangan pada Rukino "Aku akan mengantarmu"
"Kau hanya tidak mengerti"
-
Lima minggu lebih setelah kejadian itu, Rukino jadi lebih suka berada dirumah. Sementara A-drei selalu menyempatkan datang ke rumah Rukino untuk memastikan Rukino tidak melakukan percobaan bunuh diri lagi. Bahkan A-drei masuk ke rumah Rukino dengan sangat santai seperti masuk ke rumah sendiri. Rukino yang tidak terbiasa menerima tamu bersikap biasa menganggap A-drei seperti pengantar pizza. Namun hal lain rasanya muncul di hati Rukino, hal aneh seperti merasa nyaman saat melihat A-drei. Mungkin perasaan itu muncul karena A-drei yang selalu datang dan membuatnya tidak merasa kesepian karena memang selama ini Rukino tidak mempunyai teman.
"Berhenti melempari ku dengan popcorn, Rukino" A-drei dengan wajah seriusnya menatap layar televisi dan sedang duduk di sofa. Dia memutuskan beristirahat di rumah Rukino di sela-sela tugasnya.
"Tidak. Aku tidak melempar apapun" Rukino yang sedang bosan terus melempari A-drei dengan popcorn satu persatu
"Aku ini terlatih, aku tau persis dari mana lemparan popcorn itu berasal"
"Benarkah? Apa kau-" Rukino seketika terdiam saat A-drei mencengkram tangannya dan menatapnya dengan sangat dekat "A-aw"
Mata A-drei tidak berubah, masih menatap Rukino. Entah kenapa ada sesuatu yang lain ada di matanya.
"A-aku akan berhenti, jadi lepas" Untuk beberapa saat mata A-drei masih menatapnya lalu melepas cengkraman nya, mengambil tas nya dan pergi meninggalkan Rukino.
Tentu saja Rukino tidak bermaksud membuatnya pergi, justru Rukino lah yang sangat ingin A-drei berada di sampingnya. Namun begitu lah A-drei, selalu serius pada segala hal.
Delapan hari setelah kejadian itu, A-drei tak kunjung datang ke rumah Rukino. Rukino yakin bahwa A-drei sangat marah atas kejadian yang sudah terjadi saat dia melempar popcorn ke arah nya. Tapi haruskah dia menjauh selama delapan hari hanya karena popcorn? Rukino benar-benar tidak bersemangat. Selama A-drei tidak ada, yang dia lakukan hanya melakukan tugas dan bermalas malasan. Saat makan dia memikirkan jika A-drei ada seperti biasa dan makan bersamanya. Saat menonton tv, dia melempari tv dengan popcorn seperti tak ada yang di jadikan sasaran. Merindukan A-drei yang berjalan menjelajah rumah. Sekarang, hanya sendiri.
Malam, sekitar jam 8. Rukino memutuskan mandi di kamar mandi di kamarnya dan menutup semua pintu tanpa menguncinya.
Tiba tiba seseorang datang dan masuk ke rumah Rukino. Melihat tidak ada siapapun di ruang tamu, orang itu masuk ke kamar Rukino dan mendapati Rukino dengan handuk dan rambut basahnya tanpa ikatan sedang mengambil baju.
"A-drei? Ku pikir kau tidak akan ke sini lagi" ucap Rukino yang mendapati A-drei di kamarnya sedang menatapi nya.
"Lalu kenapa kau tidak mengunci pintu?"
Rukino terdiam sesaat lalu meletakkan kembali bajunya dan berjalan menghampiri A-drei "Memang nya kenapa?"
"Orang lain bisa masuk dan mungkin saja dia punya niat jahat"
Rukino perlahan memegang dada bidang A-drei "kau selalu bersikap serius"
"Hentikan Rukino"
"Sekali-sekali kau harus bersikap santai" Rukino perlahan berusaha membuka baju A-drei
"Rukino!" A-drei sesegera mungkin menahan tangan Rukino sebelum benar-benar membuka bajunya
"Kau bertanya mengapa aku tidak mengunci pintu kan?" Rukino menatap mata A-drei dalam-dalam "Bagaimana kalau ku bilang kalau aku mengharapkan mu datang?"
A-drei yang sedari tadi berusaha menahan diri karna mendapati Rukino yang hanya mengenakan handuk dan menampakkan kulit pucat nya segera menciumi leher Rukino. A-drei mengangkatnya lalu merebahkan Rukino di atas kasur. Memposisikan tubuhnya diantara kaki-kaki Rukino, membuat Rukino membukakan wilayah sensitif nya yang bisa dengan mudah di jelajah A-drei yang punya kuasa jika dia menginginkannya.
A-drei menciumi leher Rukino, sesekali menjilat nya dan juga meremas dada Rukino. Rukino mulai bernafas berat karena perlakuan A-drei. Dan tiba saat dimana A-drei melepas handuk Rukino, namun bukannya meneruskan, A-drei hanya terdiam seperti tidak yakin. Rukino yang menyadari hal itu menyentuh dagu A-drei.
"Tidak ada salahnya bersantai kan?" A-drei menatap Rukino dengan wajahnya yang seperti enggan namun tidak disadari tangan A-drei tiba tiba menyentuh dan mengelus wilayah paling sensitif di tubuhnya "ahh" desahan kecil muncul dari bibir Rukino yang tak sengaja keluar, membuat A-drei semakin berhasrat atas Rukino. A-drei pun menjadi sangat liar tak terkendali membuat Rukino klimaks beberapa kali karena tidak tahan atas kenikmatan yang memenuhinya selama mereka memainkan permainan penuh desahan itu.
Keesokan harinya Rukino terbangun dan mendapati A-drei tidur tengkurap di sebelah nya. Kejadian tadi malam benar benar tak terelakkan. Pengalaman baru bagi Rukino melakukan 'itu' tanpa kutukan di dalamnya. Bahkan A-drei membiarkan Rukino memegang kendali selama beberapa menit. Rukino mengusap rambut A-drei perlahan sambil tersenyum memikirkan kejadian tadi malam. Baginya itu cukup untuk mengganti rasa rindu nya selama A-drei tak datang. Bahkan lebih dari cukup.
Rukino bangkit duduk dan berniat utk berdiri, tiba tiba tangan kanan A-drei melingkar memegang perut Rukino "Mau kemana?" Ucapnya
"Mandi dan membuat sarapan" Rukino tersenyum meski A-drei bahkan tidak membuka matanya sedari tadi. "Oh ya A-drei, kenapa kau tidak datang selama beberapa hari ini?"
"Melaksanakan tugas seperti biasa"
"Kalau melaksanakan tugas seperti biasa, bukankah kau tetap bisa ke sini? Apa itu artinya aku sudah terbebas darimu?" Ucap Rukino sedikit ragu takut A-drei menanggapinya terlalu serius hingga tidak tau apa maksud sebenarnya.
Namun tak ada suara yg keluar dari mulut A-drei. Rukino pikir A-drei kembali tertidur dan dia memutuskan untuk membiarkannya
Mereka kembali seperti biasa. A-drei kembali sering mengunjungi Rukino. Rukino yang terus menerima A-drei masuk ke rumahnya, masuk ke kehidupannya, semakin merasa nyaman dengan kehadiran A-drei. Bahkan setelah malam itu, mereka melakukannya kembali. Malam penuh desahan, kenikmatan yang membuai dengan suara khas itu. Pikir Rukino mungkin bagi A-drei hubungan ini hal biasa, tapi bagi Rukino hubungan mereka sudah seperti suami istri hanya saja tak ada yang tau selain mereka berdua. Sampai kabar tidak meng-enak kan hinggap di telinga Rukino.
Seorang teman kerja A-drei menceritakan tentang kabar A-drei yang diam-diam bersama perempuan di tempatnya bertugas. Memang akhir akhir ini A-drei jadi semakin jarang ke rumah Rukino tapi tak pernah terpikir A-drei akan bersama perempuan lain. Perasaan Rukino jadi kelam memikirkan hal itu. Saat A-drei datang dia jadi jarang berbicara. Saat A-drei tidak ada, dia hanya berbaring memikirkan hal yang tidak-tidak sambil menghembuskan nafas berat. Memang mereka melakukan hal yang sangat intim, tapi selama ini memang tak ada hubungan jelas di antara mereka. Tujuan A-drei datang hanya untuk memastikan Rukino melakukan tindakan bunuh diri. Tidak lebih tidak kurang. Itu lah yang ada di benak Rukino.
Empat belas hari setelah kabar itu sampai di telinga Rukino, A-drei datang setelah lima hari tak mengunjungi Rukino. Wajahnya terlihat bersemangat masuk ke rumah Rukino sekitar jam 9 malam namun Rukino tak ada di ruang tamu. A-drei memutuskan masuk ke kamar dan di sana lah Rukino berada, di atas kasur dengan selimut.
"Rukino"A-drei menyentuh pundak Rukino namun Rukino bergerak menjauh
"Jangan sentuh"
A-drei mengerutkan dahi kebingungan dengan sikap Rukino "hm? Ada apa ini?"
"Aku tidak ingin menjadi pelampiasan mu lagi. Kita bukan siapa-siapa. Kau tidak perlu datang"
Tiba tiba hening menyelimuti mereka
"Iya, kita bukan siapa siapa. Aku tidak seharusnya datang dan mengkhawatirkan mu seperti ini"
Rukino terdiam bukan karena tidak ingin mengungkapkan perasaannya, tapi karena memang tak ada yg ingin dan bisa dia ucapkan
"Harusnya karena kita bukan siapa siapa, aku tidak perlu mengunjungi mu setiap hari. Aku pintar tapi terlihat sebaliknya. Aku mencari alasan yang lebih logis untuk menjelaskan keberadaanku disini. Tapi aku tidak menemukannya. Yang ku temukan hanya- Rukino Saki, aku menyukai mu"
Seketika rasa kaget dan aneh menyelimuti perasaan Rukino. Tak pernah di sangka kata itu didengarnya dari A-drei.
"Tidak. Kau berbohong. Aku tau kau tidak menyukai ku, kau bahkan marah padaku dan tidak ke sini selama delapan hari"
"Soal itu-baiklah, sebenarnya aku tidak tahan. Aku merasa ingin sekali menyentuh mu. Terlebih setelah melihat wajahmu setelah ku genggam tanganmu, setelah melempar popcorn tepatnya. Ku pikir aku akan gila karna berusaha menahannya. Itu kenapa kuputuskan untuk tidak kesini dalam beberapa hari. Tapi tak di sangka aku benar benar tidak bisa menahannya" A-drei mengusap tengkuknya sendiri sambil berdehem berusaha membersihkan tenggorokan nya. "Ini memalukan untuk di ceritakan"
Terdiam. Tak ada reaksi lain yang bisa dilakukan Rukino setelah mendengar pengakuan itu "lalu siapa perempuan yang selalu bersamamu saat bertugas?"
A-drei terkejut mendengar hal yang seharusnya tidak di ketahui Rukino "Oh, dia. Dia hanya teman kerja. Sebenarnya aku meminta saran bagaimana dan tempat apa yang harus ku pilih untuk mengajak mu jalan dan mengungkapkan perasaan ku. Tapi sekarang sudah sia-sia"
Rukino kembali terdiam, semua dugaan buruk tentang A-drei seketika lenyap dengan pengakuan singkat dan sederhana yang A-drei ungkapkan. Sementara A-drei menatapi Rukino yang terbaring menghadap ke arah lain.
"Jadi, Rukino Saki, maukah kau menjadi kekasihku dan mendapatkan kembali alasan untuk hidup?"
Rukino seketika bangkit, duduk dan menatap A-drei "Dari mana kau tau soal itu?"
"Buku mu di dalam Valvrave. Kubaca setelah menyelamatkan hidupnu untuk kedua kalinya. Tak ku sangka Rukino Saki juga bisa menulis kalimat sedalam itu.
Rukino melempar bantal ke wajah A-drei dengan wajah malu malu nya "baka"
