Disclaimer : Date A Live milik Tachibana Koushi tapi cerita ini sepenuhnya milik author.
Author hanya meminjam karakter untuk cerita ini dan tidak mengambil keuntungan materi apapun dari cerita yang di-publish.
.
Warning : OC, Maybe OOC, Typo (s), Miss-Type, AU, AR, AT dan banyak kesalahan lainnya.
.
.
.
Darah itu mengalir
Melumuri tubuh yang tak berdosa
Di sebuah hutan yang gelap
Di mana tidak ada seorang pun yang berani lalai akan ancaman
Identitas kematian telah terungkap
Seorang detektif telah datang
Membawa sebuah kabar yang mengejutkan
.
Passive
Suspense, Crime/Mistery
.
.
Seorang gadis ditemukan tewas bersimbah darah di tengah hutan yang sepi. Kurang dari satu kilometer dari lokasi kejadian terdapat perkemahan siswa yang sedang melakukan kemah bersama.
Kejadian itu lantas mengundang para penduduk yang sudah terlebih dahulu melarang para siswa untuk mengadakan kemah di hutan yang terkenal angker dan penuh misteri itu.
Tapi sayang, para siswa tidak mengindahkan larangan dari para penduduk sekitar.
"Kejadian ini begitu mengherankan," ucap seorang pemuda berambut ungu, ia adalah seorang ketua organisasi di sekolahnya dan juga penaggung jawab kemah.
"Yang lebih mengherankan, mengapa harus terjadi bersamaan dengan kemah yang kita lakukan," cetus pemuda berambut perak. Ia adalah wakil dari pemuda berambut ungu.
"Hei, Kalian! Lekas bergegas tinggalkan tempat ini. Jika tidak, kita akan menjadi tersangka kasus pembunuhan yang telah terjadi semalam."
Seorang gadis cantik, berambut putih sebahu memperingatkan kedua teman lelakinya yang sedang mengobrol di depan tenda perkemahan.
"Baiklah, Origami. Tunggu kami sebentar lagi!" Shidou sedikit berteriak saat berbicara kepada gadis yang bernama Origami itu, dikarenakan jarak mereka yang cukup jauh.
Di perkemahan, ada empat buah tenda yang dipasang. Masing-masing tenda terdiri dari tiga orang siswa. Sehingga siswa yang ikut berjumlah dua belas orang yang terdiri dari enam orang laki-laki dan enam orang perempuan.
.
.
.
Beberapa menit kemudian...
Seorang wanita dewasa mendatangi kedua belas siswa yang ikut dalam perkemahan saat pembunuhan itu terjadi. Dia adalah Murasame Reine. Seorang detektif wanita yang menangani kasus-kasus pembunuhan untuk anak-anak remaja.
Dari dua belas orang siswa tersebut, sang detektif menemukan kejanggalan terhadap pengakuan lima orang siswa. Mereka adalah Tohka Yatogami, Tabiichi Origami, Itsuka Shidou, Tokisaki Kurumi dan Issac Westcott.
Mereka lalu dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi lebih intensif agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, bergantian memasuki sebuah ruangan sebelum kelima siswa tersebut diizinkan untuk pulang.
"Hai, Tohka Yatogami. Maaf, kamu harus menunda kepulangan untuk saat ini."
Detektif itu menyapa Tohka Yatogami saat masuk ke dalam ruangan yang hanya ada mereka berdua.
"Silahkan duduk," ucap Reine kepada Yatogami.
Gadis itu kemudian duduk berhadapan dengan Reine, sang detektif. Menarik napas panjang lalu memulai sesi tanya jawab yang intens.
"Baiklah, aku hanya ingin mempertegas. Apakah benar saat kejadian pembunuhan itu kau tidak tahu sama sekali dan tidur di dalam tenda bersama yang lain?" tanya Reine.
"Benar."
"Lalu mengapa temanmu berkata jika salah satu dari mereka tidak melihatmu di tenda?" Reine bertanya lagi.
"Aku keluar dan pergi untuk buang air kecil," jawab Yatogami.
"Sendiri?"
"Tidak, berdua."
"Dengan siapa?" tanya Reine lagi.
"Bersama Kurumi," jawab Yatogami kemudian.
Reine pun terdiam, ia terlihat berpikir keras namun tetap berusaha santai.
"Apa kau mendengar jeritan minta tolong?"
"Tidak."
"Teriakan?"
"Tidak."
"Di mana temanmu menunggu?" Reine terus-menerus bertanya.
"Tidak jauh dari tempatku buang air kecil."
"Di tepi sungai?" tanya Reine lagi.
Di hutan itu terdapat sebuah sungai kecil yang airnya begitu jernih. Yang mana aliran air sungai itu dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk keperluan sehari-hari. Tetapi keesokan harinya, salah satu penduduk menemukan aliran air sungai menjadi berwarna merah dan terkejut saat melihat jika ada mayat di dekat bebatuan sungai setelah penduduk itu berusaha mencari tahu sendiri.
"Baiklah, sepertinya sudah cukup. Tolong panggil Kurumi." Reine berpesan kepada Yatogami.
Yatogami segera beranjak pergi dan keluar dari dalam ruangan, ia tampak begitu gugup saat keluar dari ruangan pemeriksaan dan kemudian memanggil Kurumi untuk bergantian masuk.
Tak lama Kurumi pun datang dan introgasi itu dimulai.
"Silahkan duduk, Kurumi."
Kurumi tampak diam, tatapannya begitu datar seperti sesuatu tengah terjadi pada dirinya.
"Minumlah, sepertinya kau habis melihat sesuatu yang aneh." Reine memberikan Kurumi segelas air mineral.
Kurumi menuruti lalu meminum air itu.
"Bisa kita mulai, Kurumi?" tanya Reine kepada gadis yang terlihat sangat misterius di matanya.
Kurumi lagi-lagi diam dan membuat Reine kesulitan.
"Apa yang membuat dirimu seperti ini, Kurumi?" Reine mencoba bertanya.
Tanpa bicara, Kurumi lalu mengambil secarik kertas dan pena yang digunakan Reine untuk mencatat. Ia kemudian menggambarkan sesuatu. Sesuatu itu lama kelamaan berbentuk ular yang melingkar pada sebuah benda.
Reine pun mencoba memahami apa maksud gambar yang diberikan oleh Kurumi lalu mempersilakan Kurumi untuk memanggil Tabiichi Origami.
.
.
.
Setengah jam kemudian...
"Aku hanya bertanya, mengapa kau terlihat begitu ketakutan, Origami?" Reine terganggu akan sikap Origami kepadanya.
"Aku sudah katakan kepadamu, aku tidak mengenal gadis itu. Mengapa kau bertanya lagi untuk yang kedua kalinya?!" Origami tampak kesal.
"Aku hanya menjalankan tugasku. Sopanlah sedikit terhadap orang yang lebih tua usianya dibanding dirimu. Tak diajarkankah dirimu di sekolah akan tata krama?" Reine balik bertanya.
Origami pun terdiam. Sepertinya ia mulai menyadari mengapa Reine kembali memanggil dirinya untuk menjawab pertanyaan yang sama.
"Katakan saja, di mana dirimu saat itu?" Reine bertanya lagi.
Origami terdiam, menarik napas, menelan ludahnya lalu mulai mencoba menjawab pertanyaan itu kembali.
"Malam itu aku sedang memasak dan mendengarkan musik melalui earphone. Jadi aku tidak mendengar akan jeritan seorang gadis," jawab Origami.
"Sampai masakanmu gosong?" selidik Reine lebih lanjut.
Reine menemukan jika masakan yang di masak Origami di atas api unggun sampai gosong dan nyaris tidak dapat dimakan.
"Itu adalah kelalaianku," jawab Origami.
Mendengar hal itu, Reine terdiam. Ia seperti menemukan sebuah titik terang, tapi ia tidak ingin cepat mengambil kesimpulan. Ia kemudian meminta Itsuka Shidou untuk bergantian masuk.
Tak lama, Shidou datang dan memulai sesi tanya jawab intensif itu. Reine menyimak apa yang Shidou katakan dan memperhatikan gerak-gerik wajah Shidou yang sedikit mencurigakan.
Mereka cukup lama melakukan sesi tanya jawab, lebih lama dibanding dengan ketiga temannya yang sudah terlebih dahulu melakukan sesi tanya jawab.
"Baiklah, Shidou. Tolong panggil Issac Westcott," pinta Reine.
Shidou menuruti, ia segera keluar ruangan dan memanggil Westcott.
Beberapa saat kemudian, Issac Westcott datang sambil tersenyum ke arah Reine. Tersirat dari wajahnya akan perasaan senang, berbanding terbalik dengan keadaan yang sesungguhnya.
"Permisi,"
"Silakan duduk."
Westcott duduk di hadapan Reine lalu memulai sesi tanya jawab itu dengan santai.
"Apa benar kau berada di dalam tenda saat teriakan minta tolong itu terdengar?" tanya Reine.
"Aku tidak mendengar teriakan apapun."
"Lalu, bagaimana kau bisa mengenal jasad gadis itu?" Reine bertanya lagi.
Di penyelidikkan pertama, Westcott mengungkapkan jika dirinya mengenal sang gadis.
"Aku hanya membantu pihak berwajib untuk mendeteksi jasad yang mereka temukan," jawab Wescott santai.
"Kalau begitu, di mana terakhir kau bertemu dengannya?" Reine bertanya lagi.
"Di pintu masuk hutan, dia sendiri dan seperti orang ketakutan," jawab Westcott.
"Hanya kau yang melihat gadis itu?"
"Sepertinya, hanya aku saja," jawab Westcott lagi.
"Hmm ..." Reine mengernyitkan dahinya, otaknya terus saja berpikir. Sepertinya kasus yang ia terima kali ini cukup rumit.
Reine kemudian mempersilahkan Wescott untuk keluar dari dalam ruangan dan meminta pihak kepolisian untuk tetap menahan kelima siswa tersebut sampai ia dapat menyimpulkan akan hasil analisanya.
.
.
.
Sore hari...
Reine ditemani seorang polisi wanita bernama Hyoudou Kannazuki untuk mengidentifikasi sidik jari yang terdapat pada jasad gadis yang tewas bersimbah darah.
Mereka baru saja menganalisis hasil otopsi pada jasad gadis tersebut.
Anehnya di kaki jasad gadis itu terdapat bekas gigitan ular dan luka bakar yang membuat Kannazuki dan Reine berbeda pendapat akan sebab kematian sang gadis yang ditemukan tewas, di dekat sungai, di sebuah hutan yang sepi.
Kannazuki memberikan kesimpulan jika ular yang menggigit jasad sang gadis hanyalah sebagai alibi semata dari pembunuhan yang telah dilakukan.
"Tapi, entah mengapa aku berpikir lain, Kannazuki," ungkap Reine.
"Maksudmu?" tanya Kannazuki.
Untuk yang pertama kalinya Reine tidak sependapat dengan Kannazuki.
"Dari kelima siswa tersebut ada dua orang yang dipastikan akan menjadi tersangka atas kasus ini," cetus Reine kepada Kannazuki.
"Jadi ..."
"Besok kau akan melihatnya," ucap Reine sambil menoleh ke arah Kannazuki lalu menatap lurus ke depan.
.
.
.
Hari pun berganti dan ternyata analisis Reine sedikit meleset dari perkiraannya. Ia memutuskan jika tersangka atas kasus pembunuhan ini hanya ada satu orang.
Shidou sendiri saat itu terlihat duduk sambil memegangi kepalanya di depan ruang tunggu tahanan.
"Aku tidak menyangka, ini akan terjadi."
Shidou melihat seorang temannya telah resmi menjadi tersangka atas kasus pembunuhan yang telah terjadi di dekat perkemahan yang ia adakan.
"Andai aku tau apa yang akan terjadi, mungkin aku tidak akan pernah mengadakan perkemahan ini."
Shidou menyesal, merenungi kesalahan yang ia perbuat.
"Maafkan aku ..."
Ia menangis karena tidak dapat menolong temannya saat kedua polisi menggiring masuk ke dalam sel penjara.
Tanpa Shidou sadari, seseorang terlihat mengawasi dirinya, tersenyum tipis dalam perasaan senang. Lalu kemudian pergi begitu saja tanpa meninggalkan jejak.
.
.
.
TAMAT
.
.
.
A/N :
Cerita ini dibuat seperti sebuah Riddle, dapatkah kalian menemukan siapa pembunuh sebenarnya?
Terima kasih telah membaca ^_^
Salam Hangat,
ChiiChan
