Chapter 1

Desclamier : Naruto punya paman Masashi Kisimoto

Pairing : SasuHina slight GaaHina dan temukan sendiri

Warning : OOC, AU,typo (always) dll

Dont like, dont read

.

.

.

-Butuh semenit saja untuk jatuh cinta pada seseorang. Sejam untuk benar-benar menyukainya, dan sehari untuk mencintainya. Namun butuh seumur hidup untuk melupakannya- (Hinata)

"Hinata-chan…"

"…"

"Hinata"

"…"

"Hinata!"

Hinata mendongak dan menghentikan kegiatan bacanya. Ia melihat sahabatnya dengan tatapan bingung. Ino menatapnya dengan wajah kesal dan melipat tangan di depan dadanya.

"Gomenne Ino-chan, tapi kau tadi bicara apa?" Hinata tersenyum renyah sambil meletakkan buku Harry Potter And The Goblet Of Fire di atas nakas.

Bibir Ino mengerucut, "Kau daritadi sibuk dengan buku batu bata itu, dan aku sebagai sahabatmu merasa tersaingi" dengan nada yang dibuat-buat marah ia membelakangi Hinata.

Hinata tertawa ,"Gomenne, jika kau merasa tersaingi dengannya. Tapi kamu tetap sahabat terbaikku Ino-chan"

Ino berbalik dan memeluk Hinata "Ooo… Arigatou. Hihihi" Ino tertawa dengan lepasnya, sedangkan Hinata masih tetep memeluk Ino. Ia sangat bersyukur pada Tuhan karna telah mengirim dan menjadikan Ino sebagai sahabat terbaiknya. Jika tidak ada Ino, mungkin saat ini Hinata pasti saja sudah berada didunia lain. Ino yang selalu menjadi penyemangatnya, Ino yang selalu menjadi perisainya, Ino yang menjadi kakak, rival dalam bekerja, adik saat manja dan motivator saat ia merasa down. Apalagi saat kejadian satu tahun yang lalu yang sangat mengguncang Hinata bahkan membuat Hinata ingin mengambil keputusan untuk bunuh diri. Namun Ino menghentikannya.

"Etto… bisakah kau melepaskan pelukan ini Hinata? Aku tidak menyukai sesame jenis loh" Hinata melepaskan pelukannya dan langsung memukul ringan bahu Ino.

"Oke… Bisakah kau membantuku memilih dress mana yang cocok untukku?" Ino mengambil dua dress yang membuat ia bingung untuk memilih. Ditangan kirinya dress berwarna orange cerah dengan motif polkadot dibagian bawahnya. Dress biru cerah dengan garis-garis putih dibagian pinggirnya ditangan kanannya.

Tangan Hinata dilipat di depan dadanya. Sebelah alisnya naik. "Kau mau pergi kemana?" menaruh curiga kepada Ino, karna baru pertama kalinya Ino pergi tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepadanya.

Menghela napas," Bukannya tadi sudah ku bilang. Aku ingin pergi kencan" sambil berdiri di depan kaca, Ino mencocokkan kedua dress itu ditubuhnya

"Kencan dengan siapa?" Hinata Kepo

"Shikamaru…" Ino mengambil BB cream di kotak make-up kemudian diusap ke pipi tirusnya.

"Bukankah minggu lalu kau kencan dengan Kiba?" Hinata protes. Salah satu sikap yang tidak disukai dari sahabatnya ini adalah terlalu cepat berpindah hati.

Mengusap blush on pink ke pipi tirusnya Ino berkata, "Minggu lalu itu bukan kencan Hinata, kami hanya jalan-jalan dan makan saja kok"

"Tapi.. itu tetap saja namanya kencan Ino."

"Entahlah.. aku hanya merasa Kiba tidak serius dengan ku. Lagipula kami belum terikat status apapun kan? Jadi aku bebas memilih" Ino menyisir rambut pirang panjangnya dan membiarkannya tergerai.

"Bagaimana jika Kiba tau?"

"Biarkan saja… kami belum resmi berpacaran loh. Jadi dress mana yang cocok dengan ku, huh?"

" Dress orange polkadot ini? Ino bertanya

Hinata hanya mengangguk dan berjalan menuju nakas mengambil kembali bukunya dan ingin membacanya lagi. Membuka-buka halaman terakhir yang ia baca tadi, ekor matanya menatap sahabatnya yang sedang menyelipkan jepitan rambut berbentuk sakura di rambut pirangnya. Di satu sisi ia tidak setuju dengan sifat dan sikap sahabatnya itu yang begitu cepat berpindah hati. Namun disisi lain, ia sangat ingin seperti ino, bisa akrab dengan siapa saja, pintar berdandan, disukai banyak pria tampan dan kaya raya. Namun Hinata tidak bisa seperti itu. Terkadang ia iri pada Ino.

"Aku pergi dulu ya Hinata" Ujar Ino sambil membuka pintu apartemennya

Ucapan Ino membuyarkan lamunannya

"Hm… Itterasai ne"

Pintu apartemen berbunyi blam dan Ino pun pergi. Hinata melanjutkan membaca novel kesayangannya itu sambil tetap berpikir andaikan ia seperti Ino, ia pasti dengan mudah melupakan pemuda itu. waktu satu tahun bukan waktu yang singkat bukan?

.

.

.

.

"Hei... Naruto bukan kunci G. Seharusnya bagian reff ini kunci C." Shikamaru berhenti dan meletakkan stick drumnya sembarangan.

"Yak! Aku belum hafal kunci lagu ini. Lagian lagu ini susah banget buat di nyanyikan. Benar kan Sai?" Naruto melakukan pembelaan terhadap dirinya sendiri.

"Lagian bisakah kita istirahat sebentar?"

Sai menghela napas lelah."Benar kata Naruto. Tenggorokanku juga terasa kering." Sai mengambil beberapa botol air mineral dan melemparnya ke Naruto dan Shikamaru.

Meneguk hampir setengah isi botol air mineral itu, Naruto berkata "Sial.. kenapa si Teme itu lama sekali datangnya ha? Percuma saja kita latian tanpa dia. Ibarat sayur kurang garam gitu" menggaruk pipinya yang tidak gatal ia kembali meneguk airnya hingga habis.

"Mungkin Sasuke sedang mencari inspirasi untuk menciptakan lagu yang bagus untuk mengiring performance kita. Percuma kan kita latian sampai sejauh ini hanya untuk satu lagu" Sai menjelaskan panjang lebar. Naruto dan Shikamaru hanya mengangguk kepala setuju.

Naruto bukanlah orang yang sabar menunggu. Entah sudah berapa kali ia melihat jam dinding yang ada di studio music milik pamannya yang sengaja ia sewa dengan bayaran yang fantastic. Mengingat semua alat music yang dimiliki pamannya di studio music ini adalah skala international. Dan jangan lupa, Naruto dan teman-temannya ini adalah band bintang lima dengan bayaran hampir puluhan juta yen setiap kali manggung. Namun untuk kasus kali ini beda. Client yang menggunakan jasa mereka kali ini untuk mengiring acara pernikahannya bukan orang sembarangan. Client mereka ini adalah salah satu putra dari orang terpandang di negeri Sakura ini. Selain sebagai putra dari orang yang terpandang, Client mereka ini adalah sahabat karib mereka juga. Sebagai orang yang selalu menjunjung nilai persahabatan, Naruto akan melakukan yang terbaik untuk sahabatnya.

"Ini sudah tidak bisa ditolerir lagi. Shikamaru cepat hubungi bocah teme brengsek itu" Naruto mengepalkan tangannya. Raut wajahnya mengeras menahan marah

Shikamaru dan Sai hanya terdiam. Ini situasi gawat. Kalau Naruto sudah bertingkah seperti ini, maka tidak ada yang bisa menenangkannya. Selain sebagai bassist, Naruto juga merupakan leader dari grup band ini.

Ceklek…. (backsound pintu dibuka)

"Syukurlah kamu datang tepat waktu Sasuke" Sai menghampirinya kemudian berbisik, "Leader sedang marah besar. Itu semua karnamu"

Sasuke berjalan lurus tanpa memperdulikan Sai. Merasa diabaikan, Sai cemberut dan menggembungkan kedua pipinya dan mengekori Sasuke dari belakang.

Naruto melipat kedua tangan didepan dadanya. Mata elangnya menatap tajam Sasuke. Ia memaklumi jika Sasuke terlambat, karna itu sudah menjadi kebiasaannya. Tapi jika telat sejam lebih, Naruto tidak bisa mentolerir lagi. Walaupun itu sahabat karibnya sendiri.

"Jam berapa ini Sas-" Naruto hendak protes namun Sasuke sudah membungkam mulutnya dengan plastik besar berwarna hitam.

Naruto melirik plastik besar itu. Ia penasaran. Sebelum sempat ia melirik, Shikamaru sudah merampasnya duluan.

"Woaaahhh…" Shikamaru tergoda

Naruto juga tergoda dengan isinya. Sebagai pencinta ramen ia tidak akan melewatkan isi plastik hitam yang dibawa Sasuke tadi. 4 cup ramen extra jumbo, aneka cemilan plus sepuluh botol sake dan jangan lupa 4 bungkus rokok favorit mereka.

"Kita akan pesta yeaahhh" Sai meloncat gembira

"You are the Best Sasuke" Shikamaru tidak mau kalah

Naruto berdehem, "Kita akan pesta setelah kita selesai latian oke?"

"Siap pak Ketua" Shikamaru dan Sai menjawab dengan kompak.

Sedangkan Sasuke hanya diam sebagai jawabannya. Ia sudah hapal dengan tabiat sahabat-sahabatnya ini. Sasuke tau ia sudah keterlaluan karna telat hampir sejam lebih. Namun ada alasannya ia terlambat tadi, dan ia merasa alasannya itu tidak perlu untuk dibicarakannya kepada teman-temannya untuk jangka waktu sekarang ini. Ia ingin memberikan kejutan untuk sahabatnya. Maka sebagai permintaan maafnya, ia membelikan makanan favorit sahabatnya.

"Are you ready Sasuke?" Shikamaru bersemangat sekali

"Hm…" Sasuke menghisap nakotinnya dan mengeluarkan asap putih itu dari mulutnya. Asap itu mengepul membentuk sebuah lingkaran putih. Puntung rokoknya ia buang ke asbak secara sembarang.

Jreng….jreng…jreng…

Alunan senar yang dipetik Sasuke dan Naruto, stick kayu yang beradu dengan dinginnya besi serta halus dan merdunya suara Sai menggema di studio music itu untuk waktu yang lama.

.

.

.

.

Hinata menyesap coklat panas yang uapnya masih mengepul sambil melihat pemandangan kota dari balik jendela apartemen. Lampu-lampu kota mulai menyala. Langit mulai menghitam dan sepertinya malam ini akan turun hujan. Jemarinya ia ketuk-ketukan di gelas kemudian diliriknya jam dinding di ruang keluarga. Pukul 8 malam dan Ino belum pulang.

"Apa sebaiknya aku menelpon saja ya?" tanyanya monolog. Ia meletakkan gelas bening berisi coklat panas yang sudah tersisa setengah di atas nakas dan mengambil handphone putihnya. Di carinya nomor kontak sahabatnya dan dial…

Namun… sedetik kemudian panggilan itu diakhiri.

"Tidak…tidak…tidak, kalau aku menelponnya disaat kencan seperti ini, dia akan marah besar. apakah dia meninap? Tapi kalaupun menginap dia pasti akan menelpon ku untuk tidak menunggunya" Hinata bermonolog dan tidak dapat menemukan jawabannya. Ia menggaruk-garuk kepalanya frustasi.

JDARR….

"AHHH…"

Hinata spontan berteriak dan menutup kedua telinganya. Petir datang menyambar disusul rintikan hujan yang datang begitu menggebu. Kaca apartemennya seketika basah dan garis-garis air hujan terbentuk disana.

Hinata semakin cemas.

Ia menggigit bibir bawahnya. Entah sudah berapa kali ruang tamu apartemen yang ia tempati kini dengan Ino ia kelilingi berharap mendapatkan ide untuk mengetahui keberadaan Ino. Hari sudah semakin larut, diluar hujan lebat dan ia tidak mau sesuatu yang buruk menimpa sahabatnya. Membayangkannya saja sudah membuat jantungnya terasa copot. Ia harus menghubungi Ino, harus. Masalah ia akan di diamkan oleh Ino beberapa hari kedepan gara-gara hal ini tak mengapa, asalkan ia tau keberadaan Ino dan itu sudah lebih dari cukup.

Saat ingin mencari kontak Ino, bel apartemen menghentikannya.

"Ino…"Hinata secepat mungkin berlari menuju pintu berharap itu benar-benar Ino yang pulang

"Maaf kami pulang terlambat… kami terjebak hujan" Hinata melihat kedua orang yang berada didepannya basah kuyup. Pemuda yang diyakininnya bernama Shikamaru dengan rambut nanas yang dikuncir dibelakang sedang membopoh Ino yang sedang mabuk.

"Hinata-chan… hik hik" Ino memeluk Hinata.

"Kau mabuk berat Ino" Hinata bisa mencium aroma sake yang keluar dari mulut gadis pirang ini. Entah berapa botol yang sudah diminum oleh gadis ini hingga membuat ia mabuk berat seperti ini.

"Kalau begitu aku pamit dulu" Shikamaru berbalik hendak pulang namun tangan dingin Ino menghentikannya, "Hati-hati ya sayang…" Ino mengecup bibir Shikamaru dengan ganas

"Hm…" Shikamaru melirik sekilas Hinata yang melihat 'kegiatan' mereka dan segera melepas lumatan bibir Ino. Hinata hanya bisa menelan ludahnya dengan susah payah.

"Jaa…" Ino melambaikan tangannya pada Shikamaru yang telah menghilang dibalik pintu apartemen

"Hinata-chan… aku jatuh cinta, hik hik" Ino berjalan gontai dan sesekali hampir terjatuh. Kalau saja Hinata tidak sigap berada dibelakangnya mungkin saja kepala Ino sudah membentur meja.

"Bajumu basah kuyup Ino, ayo ganti baju dulu…" Hinata membopoh tubuh Ino yang lebih besar dari tubuhnya menuju kamar.

"Hik… aku menyukai Shikamaru Hinata. Dia begitu romantis, dewasa, pintar dan satu lagi… ia mencium kening dan bibirku, hik hik" Ucap Ino sambil tersenyum. Ia menunjukkan pada Hinata bekas ciuman Shikamaru di keningnya.

"Lalu bagaimana dengan Kiba, Ino?" Tanya Hinata. Ia bersusah payah melepaskan baju basah Ino dan menggantinya dengan piyama

"Kiba?" Ino mendecak. "Apa yang harus kuharapkan dari pemuda pengecut itu huh? Pemberi harapan palsu. Kau tau Hinata, ia bermain dibelakangku. Ia tidak punya prinsip. Jika memang aku satu-satunya gadis yang ia incar, kenapa harus mengincar gadis yang lain lagi huh? Tidak bisakah ia serius hanya pada satu wanita?"

Pernyataan Ino menohok tajam relung hati Hinata dan memaksa Hinata untuk mengingat kejadian beberapa tahun lalu yang sudah ia tutup rapat-rapat.

"Hey… Ino-chan" Tanya Hinata sambil mengeringkan rambut pirang Ino yang basah menggunakan handuk. Tatapannya sedikit mengabur. Titik-titik air mata ingin keluar dari mata pucatnya. Hujan diluar kini makin lebat. Udara dingin mulai menusuk kulit putihnya.

Hinata tersenyum kecut saat melihat sahabatnya sudah tertidur pulas. Pantas saja ia tidak menjawab panggilan Hinata tadi. Ada dengkuran kecil menemani tidur pulas Ino.

"Kau tau Ino… aku sedikit iri padamu" Hinata melanjutkan kegiatannya mengeringkan rambut Ino sambil berbicara padanya, walaupun Hinata tau Ino tidak akan mendengar bahkan menjawab apa yang dibicarakan Hinata. Tapi Hinata tidak tahan lagi. Dadanya terasa sesak sekali seperti ditekan sesuatu yang sangat berat hingga membuatnya kesulitan bernafas.

Ia menghirup udara disekitarnya kemudian dihembuskan,"Aku iri padamu yang selalu pandai bergaul dengan orang lain. Aku iri padamu yang dengan mudahnya melupakan. Aku iri padamu yang bisa membalas perlakuan Kiba pada mu dengan begitu cepatnya. A—ku…" Hinata tercekat. Pipinya kini basah oleh air mata.

"Aku begitu bodoh ya… bahkan setelah satu tahun lamanya aku masih belum bisa melupakannya. Setiap kali aku mengingatnya, hati ini selalu sakit." Hikz… Hinata tidak kuat. Ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk melupakannya.

"Ino-chan… andai dia seperti jejak kaki dilaut sana yang akan hilang oleh sekali sapuan ombak, mungkin aku tidak sesakit ini. Berpura-pura tegar didepan mu. Berpura-pura aku sudah melupakan semuanya. Tapi… dia, kenangan itu dan semua tentangnya seperti kopi hitam yang sering kamu minum. Rasanya, aromanya tidak bisa kau hilangkan sekaligus bukan?"

Hinata menutup wajahnya yang basah dengan kedua tangannya. Badannya tergoncang hebat. Dadanya naik turun. Seperti gunung yang meletus dan mengeluarkan magma yang begitu panas, seperti itulah Hinata saat ini. Perasaan sulit yang selalu ia tahan, berharap semuanya akan baik-baik saja namun di malam ini, hujan sebagai saksi ia mencurahkan semua perasaan sulit itu, berharap dadanya yang terasa sesak itu, dadanya yang terasa penuh oleh semua kepura-puraan berakhir sudah.

"Kami-sama tolong aku…"Hinata berdoa dalam hati

TBC

Hallo Minna…. Aku datang dengan chapter baru nih… Ila berharap chapter ini gak membosankan ya… Ila berharap banget reader bisa memberikan masukan buat chapter ini ya, soalnya Ila masih author baru dan butuh banyak bimbingan. Sekali lagi review please…

Salam Hangat,

Ila Chan