Tony Dinozzo segera merebahkan tubuhnya yang sangat kelelahan. Tak hanya tubuhnya, ia merasakan sakit yang dalam pada hatinya. 'Ini terlalu cepat' katanya dengan menghembuskan nafas yang berat di dalam apartemennya yang lumayan mewah itu. Tony kemudian duduk di tepi kasurnya dan meletakkan tanggannya didepan wajahnya. 'aku bisa menyelamatkannya, tapi mengapa aku tidak . . .' Air mata hampir menetes dari kedua matanya karena ia mengingat darahnya terciprat ke seluruh wajahnya. Senyum yang ia buat saat detik detik terakhirnya, terlihat begitu jelas dalam bayangannya malam ini. Walaupun bedebah yang telah merenggut nyawanya itu telah terbunuh oleh Gibbs dengan bantuan agen baru NCIS, Tony masih belum bisa melupakan kejadian itu.

"Wow, aku kira aku akan mati sebelum aku akan mendengar sebuah puji. . . ." Kata kata itu terus berulang dalam fikirannya. Entah bagaimanapun ia berusaha untuk menyibukkan dirinya sendiri, terlihat tegar dihadapan pemulanya dan bossnya, serta semua kru NCIS yang berpapasan dengannya, ia masih mengingat kata kata terakhir yang terucap dari bibirnya yang begitu indah. Satu peluru bertipe .308 menghapuskan segala harapan dan angan yang bisa ia bangun bersamanya. Andai itu tak pernah terjadi, Ia pasti akan melanggar aturan nomor 12 dan mengatakannya pada Gibbs. Tidak peduli apapun resiko yang bisa saja ia hadapi ketika melanggar aturan itu.

Tapi semua mimpi ini adalah sesuatu yang sia sia. Ya, mungkin Tony harus belajar untuk move on dan melanjutkan kehidupannya bersama timnya. Tapi Tony sendiri tidak yakin apakah ia akan melupakan tragedi ini secepatnya. Tony merasa bahwa ia terlalu indah untuk bisa dilupakan, memori yang terlalu indah terus membanjiri kehidupannya. Sebelum ada air mata yang akan mengalir lagi, Tony memutuskan untuk segera membilas tubuhnya dan segera menenangkan tubuhnya didalam bath-up miliknya.

- NCIS -

"Hai Abby" Abby menengok ke arah orang yang memanggilnya dan menemukan Tony berdiri di pintu labnya dengan senyuman yang dipaksakan. Abby segera membuka lengannya lebar lebar menawarkan pelukan terbaiknya agar ia tak merasa sedih. Abby mempererat pelukannya untuk menenangkan sahabatnya ini. Abby merupakan sahabat terbaik Kate dan Tony merasa bahwa dengan bercerita dan menumpahkan segala perasaannya pada Abby saat ini bisa membuatnya lebih baik.

"Kau benar benar mencintainya, bukan ?" Abby bertanya pada Tony. "Ia pun begitu. Kate banyak bercerita tentangmu dan ia terkadang juga menggambarmu saat kau sedang bersantai atau bekerja."

Tony melepaskan pelukannya dari Abby. Keheningan mengisi ruangan itu untuk beberapa saat hingga Tony memutuskan untuk berbicara.

"Ya, aku tau. Aku memiliki salah satu dari gambarnya yang disimpan di mejanya." Tony tersenyum mengingat gambar yang telah diciptakan oleh Kate, memberikan kenangan kenangan yang indah yang telah ia lalui bersamanya. Namun nostalgia itu diusik dengan ringtone HP Tony. Tony mengangkat telefon itu dan mengenali suara bossnya yang memintanya untuk segera ke ruang kerja. Tony menutup telefonnya dan kembali menghadap Abby. "Aku harus pergi, Gibbs mencariku." Ucap Tony sambil memeluk Abby dengan erat.

"Aku yakin ia telah berada di surga, dan akan tersenyum setiap saat kau berkembang dan bertambah tua." Abby tersenyum dan Tony membalasnya dengan senyuman balik sambil melangkah pergi meninggalkan lab.

Tony mungkin akan segera berkembang, namun kenangannya bersama agen Kate tak akan pernah bisa terlupakan olehnya.