YAOI!
DON'T LIKE DON'T READ DON'T BASH
** You and I **
SEHUN POV
Matahari bersinar tenang di atas sana. Angin berhembus dengan lembut. Memainkan dedaunan hijau yang mulai tumbuh. Kembali memberitahu dunia bahwa ini adalah musim semi. Musim dimana semua kehidupan baru di mulai.
Tapi tidak untukku.
Rasanya tidak seperti terlahir kembali bersama bunga-bunga taman. Tidak seperti biasanya. Hidupku masih saja dingin dan gelap seperti musim salju.
Aku membuka mataku. Cahaya matahari menyusup di antara dedaunan yang mulai tumbuh. Menimbulkan refleksi yang begitu indah. Tetap saja, mata adalah ciptaan Tuhan. Seberapa hebat manusia menciptakan lensa kamera, melihat dengan menggunakan lensa mata adalah hal yang terbaik.
Aku menangkis cahaya matahari dengan menggunakan tanganku. Aku menyadari sesuatu. Cincin perak itu masih melingkar di sana, di jari manisku. Aku masih belum melepaskannya. Seberapa kuat aku berniat untuk membuangnya, tetap saja aku tidak bisa.
Cincin itu. Terlihat sangat pas di jari manisku. Aku meraba cincin itu dengan tanganku yang lain. Aku bisa merasakan kehangatan di sana. Kehangatan dari sang pemilik cincin itu. Yang akhir-akhir ini tak bisa kurasakan.
Luhan.
Sekarang aku harus memanggilmu apa ? Hyung ? Ya, aku harus memanggilmu Luhan Hyung lagi, seperti dulu. Tak ada sebutan lain yang bisa aku gunakan untuk memanggilmu. 'Chagi', 'yeobo', 'honey', 'My Lulu' ? Lupakan. Aku sudah tidak pantas memanggilmu seperti itu lagi.
Rasanya seperti hampir gila ketika memikirkan bahwa aku dan Luhan sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Sampai sekarang aku masih bertanya-tanya. Bertanya-tanya tentang penyebab berakhirnya hubunganku dengannya.
Selama satu tahun aku menjalin hubungan dengan Luhan. Segalanya baik-baik saja. Setiap detik dan setiap menit terasa menyenangkan ketika bersamanya. Hingga suatu hari, tepat di hari jadi kami yang pertama, Luhan memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini. Dan aku masih tidak tahu apa penyebabnya. Hingga sekarang.
Lamunanku buyar ketika ponselku berbunyi. Aku merogoh kantong celanaku dan mendapati sebuah pesan singkat dari Kyungsoo Hyung.
'Kau dimana ? Cepat pulang. Aku butuh bantuan.'
Begitu isi pesannya. Dahiku berkerut. Bingung. Tidak biasanya Kyungsoo Hyung meminta bantuan padaku. Segalanya bisa ia lakukan sendiri – atau bersama Jongin. Tidak pernah ia semanja ini padaku.
Aku bangkit dan mulai melangkah meninggalkan taman.
** You and I **
Ada banyak sepatu berserakan ketika aku memasukki apartemen. Satu, dua, tiga.. ada sekitar lima pasang sepatu. Berarti, ada tamu di dalam. Dan memang terdengar sedikit keributan dari ruang santai.
Aku menghentikan langkahku ketika menyadari ada sebuah sepatu yang terletak dengan rapih di dekat lemari. Sebuah sepatu boots berwarna cokelat. Sepatu itu terasa begitu familiar. Dan aku lebih memilih untuk mengabaikannya.
"Aku pulang.."
Aku memasukki ruang santai. Keadaannya jadi agak berantakan. Ada banyak kertas krabs tergeletak di atas meja. Balon-balon ada di mana-mana. Ditambah lagi dengan adanya banyak orang di sana. Ini seperti.. persiapan pesta kejutan ?
"Oh, Sehun-ah, sejak kapan kau datang ?" tanya Jongin sambil menggotong sebuah kerdus besar.
"Lima menit yang lalu." jawabku sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.
Tatapanku terhenti pada seseorang yang berdiri tak jauh dariku. Ia membawa sebuah balon dan tersenyum kikuk padaku. Aku rasa, ia juga sama terkejutnya denganku.
"Luhan.. H-Hyung.."
Lidahku terasa sangat berat. Untuk menyebut 'hyung' saja aku kesulitan. Aku tak sanggup melanjutkan kata-kataku. Aku hanya bisa menatapnya. Tak ada yang lain.
Sudah lebih dari satu bulan aku tidak bertemu dengannya. Bahkan di kampus pun tidak. Seolah-olah ada sebuah tabir hitam yang membuatku tidak bisa melihat keberadaan Luhan.
Dan akhirnya, aku bisa melihatnya lagi. Sekarang. Sedekat ini. Rasanya.. senang. Tapi juga sedih. Ingin aku menghambur dan memeluknya. Hanya saja, itu tidak mungkin. Aku dan dia sudah bukan sepasang kekasih lagi.
"Sehun-ah, bagaimana kabarmu ?" tanyanya.
Suara itu. Aku sangat merindukannya.
"Baik. Bagaimana denganmu ?" tanyaku, berusaha mencairkan suasana. Ia mengangguk.
"Sama sepertimu," Ia tersenyum lebar. Memamerkan lesung pipinya yang manis itu. Tapi aku bisa melihat senyum itu seperti dibuat-buat. Seperti untuk.. menutupi sesuatu ?
"Bagaimana kau bisa berada di sini.. Hyung ?"
"Aku yang mengundangnya. Kita harus menyiapkan pesta kejutan untuk Tao, Bodoh," sambung Chanyeol Hyung.
"Pesta kejut.. Omo! Tao ulang tahun ?" jujur, aku tidak ingat jika hari ini adalah hari ulang tahun dari laki-laki aneh itu.
"Ya! Neo babonikka! Bagaimana kau bisa lupa hari ulang tahun temanmu sendiri, eoh ?" Baekhyun Hyung menjitak kepalaku.
"Maaf. Aku benar-benar lupa," jawabku seadanya.
"Ayo kita lanjutkan merias." suara damai Luhan menengahi.
Luhan kembali membantu untuk merias. Aku hanya tesenyum tipis. Memperhatikan gerak-geriknya yang tak pernah terlihat membosankan bagiku. Aku tidak tahu mengapa. Hanya saja, terasa menyenangkan ketika melihat Luhan bergerak.
Luhan terlihat lebih kurus dari satu bulan yang lalu. Meskipun ia memakai jaket tebal, tetap saja ia terlihat lebih kurus. Lehernya terlihat lebih panjang. Pipi menggemaskannya juga tidak segemuk dahulu. Apa Luhan sakit ? Atau ia kelelahan karena tugas-tugasnya ?
Ya, Sehun-ah! Jangan berfikir yang macam-macam. Nikmati saja Luhan yang sekarang sedang berada sangat dekat denganmu saat ini!
** You and I **
Jam menunjukkan pukul enam sore. Seluruh persiapan pesta kejutan sudah selesai. Kris Hyung yang bekerja paling banyak. Karena memang pesta ini ia yang merencanakan. Untuk adik kesayangannya, Tao.
Jongin dan Kyungsoo Hyung sedang berada di dapur untuk mempersiapkan roti. Kris Hyung sedang menjemput Tao. Yixing dan Joonmyun Hyung sedang mengambil pesanan pizza di bawah. Chanyeol dan Baekhyun Hyung menghilang entah kemana. Sedangkan aku, hanya duduk di sofa sambil memainkan balon dan confetti spray.
Aku mengedarkan pandangan. Dan aku baru menyadari bahwa Luhan Hyung sedang berdiri di balkon. Sendirian. Aku bangun dan berjalan menuju balkon untuk menghampiri Luhan. Sekedar ngobrol bukan hal yang salah, 'kan ?
"Oh, Sehunnie!" Luhan terkejut ketika menyadari aku berdiri di sampingnya.
"Sedang apa ?" tanyaku.
"Melihat pemandangan. Dari sini, lampu-lampunya bagus, ya ?" jawab Luhan sambil kembali mengalihkan pandangannya ke kota.
Aku memperhatikan wajahnya dari samping. Angin memainkan surai rambutnya. Wajahnya tersenyum. Matanya juga tersenyum. Aku benar-benar merindukan Luhan.
"Jangan memperhatikanku seperti itu!" protes Luhan ketika ia menyadari perbuatanku. Aku bisa melihat semburat merah di pipinya. Aku hanya tersenyum geli.
"Aku tidak memperhatikanmu."
Lagi-lagi aku ingin memeluk Luhan. Ingin mengatakan bahwa aku membutuhkannya. Memulai sebuah hubungan lagi dengannya. Menjalani hari-hari bersama. Merayakan natal dan tahun baru bersama. Seperti dulu.
Tak ada pembicaraan lagi setelah itu. Luhan masih terus melihat lampu-lampu kota. Aku melirik tangannya yang bersandar pada pembatas balkon. Hatiku serasa disayat. Ia sudah tidak mengenakan cincin kami.
Aku meraba cincinku sendiri. Bahkan milikku tak pernah aku lepaskan. Masih tersemat di sana sejak satu tahun yang lalu.
"Sehunnie.." Luhan akhirnya berbicara.
"Ne ?"
"Aku bahagia.."
Bahagia untuk ?
"Karena kau tidak membenciku."
Luhan menatap lurus ke mataku. Seolah sedang mencoba membaca apa saja yang ada di otakku sekarang. Tatapannya yang teduh membuatku seperti ditelanjangi. Seperti buku yang terbuka lebar, otakku bisa dibaca olehnya.
Aku menggenggam pergelangan tangan kanannya. Aku berusaha menghapus jarak di antara kami. Aku ingin menciumnya. Sekali lagi saja.
Seolah tersadar, Luhan mengalihkan pandangannya. Ia juga menepis tanganku. Lalu ia menunduk dalam. Memainkan ujung jaketnya dengan gusar.
"Ayo kita masuk. Aku rasa Kris dan Tao sudah hampir sampai." Luhan meninggalkanku sendirian di balkon. Aku hanya bisa menatap punggungnya menjauh.
Dadaku terasa sangat sesak. Seperti ada ganjalan besar di sana. Di waktu yang bersamaan, ada banyak hal yang bermunculan di otakku. Semakin kuat aku berusaha menepisnya, pikiran itu akan semakin terasa masuk akal. Luhan sudah melupakanku.
** You and I **
Terompet dan suara ledakan confetti menggema ketika Tao dan Kris Hyung memasukki apartemen. Semuanya bersorak dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Tao. Yang berulang tahun – Tao, terlihat sangat bahagia. Ia terus tersenyum sepanjang lagu selamat ulang tahun dinyanyikan.
Sesekali aku meniup terompet. Tak ikut bernyanyi. Mood-ku sudah hilang. Aku sama sekali tidak berminat lagi soal pesta kejutan untuk Tao. Yang aku inginkan sekarang adalah sendirian.
Beberapa kali aku mencuri pandang ke arah Luhan. Ia ikut bernyanyi dan bersenang-senang. Tapi, tidak seantusias tadi. Aku rasa, pembicaraan di balkon tadi juga sedikit mengganggunya.
Chanyeol dan Baekhyun Hyung mulai mengacau. Mereka bermain lempar-lemparan balon. Bahkan ada beberapa balon yang meletus karena terinjak. Semua tertawa karena Baekhyun Hyung sampai terjatuh karena kaget.
Aku duduk di sofa sambil memperhatikan yang lain bersenang-senang. Luhan duduk di dekat TV. Sama sepertiku, ia hanya memperhatikan yang lain sambil sesekali ikut tertawa. Entah karena cahaya di ruangan ini tidak cukup atau memang Luhan terlihat pucat ?
"Luhan Hyung, berdirilah!" Tao menarik lengan Luhan.
"Mwoya ?" Luhan menolak.
"Cepat berdiri!" paksa Tao. Kris Hyung mendorong Luhan untuk berdiri. Yang lain tertawa.
"Ne!" Luhan berdiri.
Lagu dari SISTAR dengan judul Loving U diputar. Tao mulai menari. Ia meminta Luhan agar ikut menari dengannya. Jongin berdiri dan ikut menari. Mengikuti gaya Bora Nuna ketika di panggung. Semuanya tertawa karena gerakan Jongin yang terlihat sangat aneh.
Chanyeol Hyung menarikku untuk ikut menari. Aku menolak. Tapi ia memaksa. Dan aku hanya bisa pasrah.
Aku menari di sebelah Luhan. Ia tampak sedikit kaku ketika menyadari keberadaanku. Aku hanya bisa terus menari, berusaha mengabaikan sikap Luhan yang terasa begitu menyakitkan.
Tiba-tiba Luhan menyentuh pundakku. Kemudian ia terjatuh tepat di hadapanku. Matanya terpejam. Wajahnya pucat pasi. Ia pingsan.
"Luhan Hyung!"
Aku mengguncang lengannya. Berharap ia bangun dan hanya bermain-main saja. Tapi tidak. Ia masih memejamkan matanya.
"Badanya sangat dingin," ucap Kyungsoo Hyung saat ia menyentuh dahi Luhan.
"Aku akan membawanya ke rumah sakit. Kalian bereskan rumah dan hubungi orang tua Luhan. Kris Hyung, aku pinjam mobilmu."
Aku menyambar kunci mobil Kris Hyung yang berada di meja. Lalu aku mengangkat tubuh Luhan yang tak seberapa beratnya. Dengan cepat aku berlari menuju pintu. Tapi, Kris Hyung menahanku. Aku menatapnya marah – mau apa lagi orang bodoh ini. Ia membalas tatapanku. Tatapannya serius.
"Yaedeul-ah, urus yang lainnya. Aku dan Sehun akan mengantar Luhan."
Aku dan Kris Hyung segera bergegas menuju basement. Luhan masih belum sadarkan diri. Ia masih terpejam di gendonganku. Bibirnya memutih. Wajahnya semakin pucat. Dan aku bertambah panik.
Aku terus meminta Kris Hyung untuk berkendara lebih cepat saat kami sudah berada di jalan. Kris Hyung tak menjawab. Pikirannya fokus ke jalanan yang sudah mulai sepi karena mendekati tengah malam. Ia hanya menaikkan sedikit kecepatan. Aku rasa ia tidak ingin terbawa kepanikanku.
Sesampainya di rumah sakit, aku menghambur masuk dengan Luhan berada di gendonganku. Aku berteriak-teriak seperti orang kesetanan meminta suster agar dengan cepat mengurus Luhan. Kris Hyung hanya bisa berusaha menenangkanku dan meminta suster bekerja lebih cepat.
Luhan digeladak menuju unit gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan pertama. Suster menahanku ketika aku ingin ikut masuk menemani Luhan. Aku memberontak. Kris Hyung juga ikut menahanku.
"Oh Se Hoon!" Kris Hyung membentakku ketika aku masih memaksa untuk masuk.
Aku terdiam. Suara Kris Hyung seolah menyadarkanku. Aku terlampau panik hingga kehilangan akal sehat.
Aku tersungkur lemas, bersandar pada tembok koridor rumah sakit. Kris Hyung duduk di kursi tunggu. Sesekali ia memijit pelipisnya. Ia tampak khawatir, sama seperti aku. Tapi Kris Hyung lebih bisa mengatur emosi hingga ia tampak setenang ini.
"Sehun-ah, mianhae.." ucapnya tiba-tiba.
"Gwaenchana.." timpalku.
"Dia akan baik-baik saja." lanjutnya.
Aku tersenyum tipis. Iya. Luhan akan baik-baik saja. Harus.
"Kau memiliki hubungan dengan laki-laki tua itu." terdengar nada mengejek di suara Kris Hyung.
Aku terkekeh mendengar ucapan Kris Hyung. Laki-laki tua. Ya, Luhan memang sudah tua. Ia lebih tua empat tahun dariku. Bahkan ia lebih tua beberapa bulan dari Kris Hyung. Wajahnya juga masih seperti anak kecil. Tapi, setua apa pun dia, aku mencintainya.
"Ne. Aku punya hubungan dengan laki-laki tua itu. Tapi dulu."
"Dia laki-laki baik," timpal Kris Hyung.
"Sangat baik."
Aku kembali meraba cincin yang melingkar di jari manisku. Berusaha mengingat masa-masa bersamaku dengan Luhan yang mulai menghilang dari ingatanku. Bayangan Luhan sudah semakin kabur di pikiranku. Menandakan ia sudah semakin jauh.
Pintu ruang unit gawat darurat terbuka. Seorang dokter keluar dan berjalan ke arahku.
"Keluarga pasien Luhan ?" tanya dokter itu.
"Ne," aku berdiri. Kris Hyung juga.
"Kami menyayangkan bagaimana pasien Luhan bisa luput dari pengawasan,"
"Maksud dokter ?" dokter itu menghela nafas.
"Pasien Luhan terkena leukimia. Stadium akhir."
** You and I **
Luhan tertidur pulas di kasur ruang unit gawat darurat. Kata dokter, ia sudah sempat sadarkan diri. Dan ia sedang tertidur sekarang. Jarum infus sudah dipasang di punggung tangan kirinya. Wajahnya masih pucat. Bibirnya masih memutih. Apakah memang seperti ini orang penderita leukimia ?
Aku berjalan mendekati Luhan. Aku duduk di kursi kecil yang berada tepat di sebelah kasur Luhan. Aku menatap wajah tenangnya yang masih tertidur. Bahkan aku masih belum mempercayai bahwa Luhan mengidap penyakit mematikan itu.
Aku meraih tangan kanannya. Tangan yang sudah selama satu bulan terakhir ini tidak kugenggam. Aku mencium punggung tangan Luhan. Dan air mataku mulai menetes.
Aku tidak sanggup jika Luhan akan pergi untuk selamanya. Aku tidak akan sanggup menjalani hidup. Dengan tidak berhubungan lagi dengan Luhan saja, hidupku sangat kacau. Bagaimana jika ia meninggal ? Aku akan benar-benar berada dalam kehancuran.
"Sehunnie.."
Terdengar suara Luhan. Beberapa detik kemudian aku merasakan tangannya yang lain mengelus surai rambutku dengan lembut. Aku terus menciumi tangan Luhan. Sesekali mengusapkannya ke pipiku. Aku menangis. Air mataku terus menetes, tidak mau berhenti. Dan aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
"Luhan Hyung.."
Aku mengangkat wajahku setelah bisa mengendalikan diri dan menghapus air mataku. Aku berusaha tersenyum seolah aku tidak pernah menangis dan Luhan saat ini baik-baik saja.
"Apa yang kau lakukan di sini ? Kita dimana ?" tanya Luhan sambil mengedarkan mata sayunya ke seluruh ruangan.
"Aku hanya ingin menemanimu. Kita di rumah sakit."
Rahang Luhan mengeras ketika aku menyebut kata rumah sakit.
"Memangnya aku kenapa ?" tanyanya.
"Kau pingsan saat pesta kejutan ulang tahun Tao." jawabku.
Luhan menggigit bibir bawahnya. Lalu mengalihkan pandangannya dari aku.
"Bagaimana bisa ?" ia bertanya lagi.
"Aku juga tidak tahu, Hyung."
Luhan tidak menjawab lagi. Ia hanya terus mengedarkan tatapannya ke seluruh ruangan dan berusaha menghindariku. Sayangnya, aku mengenal Luhan. Ketika ia bersikap seperti ini, aku tahu apa yang ada di pikirannya. Ia menutupi sesuatu.
"Hyung, apa kau merindukanku ?" tanyaku. Berusaha mencairkan suasana lagi. Pipi Luhan memerah.
"Jangan bertanya seperti itu," jawabnya.. malu-malu ?
"Kenapa ?" aku menggenggam tangannya lebih erat.
Luhan tidak menjawab.
"Aku sangat merindukanmu, Hyung." ucapku.
Aku bisa merasakan Luhan membalas genggaman tanganku. Ia tersenyum lembut padaku. Menatap mataku. Dan aku menemukan dua hal. Pertama, Luhan masih mencintaiku. Kedua, Luhan sudah mengetahui soal penyakitnya sejak lama.
TO BE CONTINUED
Dimohon feedback nya yaa ^^
