Sepotong Coklat
.
.
.
Hari ini, aku memutuskan untuk mengungkapkan perasaanku padanya. Entah nanti akan seperti apa hasilnya, aku akan tetap berusaha untuk mengutarakannya. Semoga saja hal baik terjadi padaku.
A-K
Hari itu, saat dimana untuk pertama kalinya aku jatuh cinta pada sosok tersebut dan memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku, tapi hasil memang tak selalu sesuai harapan kita. Karena bukan kita yang memutuskan. Mungkin ini terlihat seperti sebuah cerita klise, andai saja kalian tak menyaksikan langsung apa yang aku alami tiga tahun lalu. Hari itu, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku dipermalukan oleh orang yang aku sukai. Bahkan aku masih mengingat jelas kejadian siang itu…
A-K
Siang ini, aku berjalan menuju kelasnya dengan hati yang berdebar, gugup serta takut melingkupi perasaanku. Meskipun begitu, aku harus tetap melakukannya. Kebetulan bel pulang sekolah sudah berbunyi jam dua siang tadi, tepatnya lima belas menit yang lalu. Semoga saja dia masih ada dikelas. Ternyata Tuhan baik padaku, sosoknya masih berada dikelas, bersama beberapa temannya.
Greeek…
Kubuka pintu kelas itu pelan, lalu memasukan sedikit kepalaku untuk melihat sosoknya. Saat dia menoleh kearahku, aku hanya tersenyum gugup, dan sepertinya dia tau maksudku, jadi dia meminta teman-temannya untuk duluan. Setela teman-temannya pergi, barulah aku masuk dan mendekatinya.
"ada apa?" tanyanya, entah kenapa nadanya dingin, padahal dua minggu ini dia bersikap baik padaku. Tapi kutepis pikiran negative yang menghampiriku.
"uhm… ak-aku…" suaraku tercekat, aku gugup sekali. Ayolah diriku… mana tekadmu tadi? Kutarik napas sejenak untuk menenangkan debaran jantungku yang tak beraturan.
"kau apa?" tanyanya datar.
"uhmm… Sasuke, aku… menyukaimu." Akhirnya, kukatakan juga. Perasaan lega menghampiriku, meski hanya sejenak karena sosok yang ada didepanku sama sekali tak menanggapi ucapanku tadi.
"Sasuke..?" panggilku, saat dia hanya diam, karena tadi aku hanya menunduk jadi kuberanikan diri untuk mendongak dan menatap wajahnya.
"heh… kalian dengar itu? Dia bilang menyukaiku, jadi aku menang taruhan." Sahutan Sasuke, yang ditujukan kearah belakangku, membuat hatiku tersentak. Rasa nyeri, sakit dan juga malu langsung menyerangku, ternyata dia hanya mempermainkan perasaanku saja. Terdengar suara teman-temannya, yang mengeluh karena kalah taruhan. Tanpa pikir panjang, aku segera berlari keluar kelas tersebut. Mungkin karena terlalu sakit, sampai-sampai air mataku pun enggan keluar. Tidak, aku tak akan sudi menangis hanya karena si brengsek Uchiha itu.
A-K
Sepotong Cokelat © A-K
Naruto © Masashi Kishimoto
Rate T
Drama, hurt/comfort, romance
Warn: Femme Naruto, Female Naruto, smart!Naruto tapi polos, OOC, typo, cerita pasaran, etc.
Selamat membaca…
A-K
Dan mulai hari itu, aku sama sekali tak bisa mempercayai perhatian yang diberikan lawan jenis kepadaku. Setiap ada laki-laki yang berusaha dekat denganku, pasti hanya kuacuhkan. Jika mereka bermaksud baik ingin berteman denganku tidak masalah untukku, tapi jika lebih dari teman, pasti akan kuabaikan.
Dan karena kejadian itu juga, aku yang dulu telah hilang, yang ada sekarang hanya diriku yang baru. Uzumaki Naruto yang baru. Jika dulu aku adalah gadis yang ramah dan ceria, maka sekarang hanya ada aku yang palsu dan keras. Beberapa faktor membuatku jadi seperti sekarang ini. Setelah kematian kedua orang tuaku, aku hanya tinggal sendiri di Tokyo selama beberapa waktu. Tapi aku masih sedikit bersyukur karena mempunyai teman –sekaligus sepupu jauh– yang sangat baik padaku, namanya Nara Shikamaru. Keluarga Nara adalah rekan dekat ayah, juga sepupu jauh ayah. Jadi untuk sekarang ini aku tinggal bersama paman dan bibi, kedua orang tua Shikamaru, tentu saja Shikamaru juga. Paman Shikaku bahkan menyekolahkanku ditempat yang sama dengan Shikamaru, meskipun mereka termasuk keluargaku, tapi aku tidak mau terlalu merepotkan mereka, jadi untuk kebutuhan sekolah dan yang lainnya, aku penuhi sendiri dengan bekerja sambilan. Dan beruntunglah karena otakku ini termasuk encer, jadi mendapatkan beasiswa saat aku kelas dua, sampai kelas tiga saat ini.
"Naruto…" panggil Shikamaru, dia membuyarkan lamunanku. Dengan malas, kulirik wajahnya yang terlihat malas dan mengantuk.
"Apa?"
"makan malam, kaa-san menyuruhku untuk memanggilmu… mendokusai.." dasar rusa pemalas, kalau tidak mau kan bisa kau tolak.
"aku tau apa yang kau pikirkan. Aku hanya tidak mau waktu tidurku berkurang karena hukuman dari kaa-san." Jawabnya. Ya tinggal selama tiga tahun bersama keluarga Nara, membuatku dan Shikamaru sudah seperti kakak adik. Akupun beranjak dari balkon kamar dan segera menyusul Shikamaru yang sudah turun lebih dulu.
"ahh.. mereka datang." Bibi tersenyum melihat kami yang berjalan menuju keruang makan, sedangkan paman tampak menatap kami dengan tatapan teduh, khas seorang ayah yang bijaksana.
"konbanwa ji-san, ba-san.." sapaku, tersenyum tulus. Meskipun semua sikapku palsu, tapi aku selalu jujur didepan keluarga ini.
"sayang… sudah berapa kali kaa-san bilang, panggil kami dengan 'tou-san' dan 'kaa-san'." Ralat bibi, haahh bibi ini.
"ha'i." lalu kamipun mulai makan malam.
A-K
Pagi hari
Rutinitas keluarga Nara setiap pagi, sama halnya dengan keluarga lainnya. Aku membantu kaa-san memasak sarapan, setelah itu membangunkan Shikamaru, yang sulit sekali bangun, dan memanggilkan tou-san, lalu sarapan bersama dan berakhir dengan kami –aku dan Shikamaru- yang berangkat sekolah.
Disepanjang perjalanan ke sekolah pun, kami seperti biasanya. Kami hanya diam saja, menikmati pikiran masing-masing sampai tiba di gerbang sekolah. Satu hal yang kadang aku sering lupa, bahwa Shikamaru ini termasuk pangeran sekolah yang sangat digilai para siswi, baik siswi seangkatan dengan kami maupun adik angkatan. Jadi seperti inilah pagiku, berjalan disamping pemuda yang terlihat malas dengan beberapa teriakan sana-sini yang sangat memekakkan telinga.
Aku sama sekali tidak bisa menghindar dari fenomena aneh di pagi hari ini, karena Shikamaru akan dengan senang hati menarik tasku kebelakang sampai aku terjatuh dan menemaninya lagi, karena dulu aku pernah mencobanya. Mungkin kalian heran kenapa para fans Shikamaru itu tidak berani macam-macam denganku, sebenarnya dulu ada senpai yang mem-bully-ku, tapi satu hari setelah pem-bully-an itu, senpai-senpai tersebut tak berani mengusikku lagi, bahkan semua fans Shikamaru. Karena saat tau aku terluka, kaa-san, dan tou-san memberi Shikamaru perintah untuk melindungiku. Dan voila, kemarahan pemuda yang malas ini berhasil membuat semua fans-nya ketakutan. Tapi heran deh, kenapa masih ada juga yang nge-fans sama dia.
"mereka ini berisik sekali.." keluh pemuda nanas disampingku, sedangkan aku hanya mendengus sebagai jawabannya.
"cih, mendokusei.." lanjutnya saat hanya mendengar dengusanku saja.
"seharusnya aku yang bilang begitu. Mereka fans-mu, tapi aku juga kena dampak karna kau, rusa." Cibirku, meskipun hanya ditanggapi dengan lirikan bosan dari Shikamaru.
"heh… aku penasaran, seperti apa reaksi fans-mu itu jika mereka tau kalau idola mereka ini punya pacar." Candaku.
"hmm, mungkinkah mereka akan mem-bully pacarmu itu? Wah pasti seru tuh." Lanjutku lagi saat tidak mendapat tanggapan sama sekali dari Shikamaru.
"urusai. Lagipula untuk apa mencari pacar, sedangkan disampingku sudah ada seorang gadis manis yang dengan setianya selalu menemaniku." Jawab Shikamaru, dengan nada mengejek dan seringai menyebalkan yang ditunjukan padaku. Benar-benar deh, ingin rasanya kuhajar wajah malasnya itu.
"jangan berani-berani melaksanakan niatmu itu, rubah." Acamnya. Argh…! dia benar-benar bisa paham dengan jalan pikiranku!
"tentu saja, itu terlihat jelas diwajahmu yang bodoh itu, rubah." Lagi-lagi Shikamaru menanggapi hal yang ada dipikiranku. Aku mendengus sebal mendengar kikikan kecilnya. Untung saja kami sudah di depan kelas, coba kalau masih di halaman sekolah. Sudah pasti para fans si rusa ini akan menjerit histeris melihat kikikannya. Setelah aku masuk ke kelas, Shikamaru segera pergi menuju ke kelasnya sendiri.
"ohayou…" sapa Chouji yang hanya kutanggapi dengan anggukan kecil, dia adalah teman kecil Shika, tubuhnya tmbun, tapi jangan sekali-kali menyebutnya gemuk. Bisa-bisa kalian dihajar olehnya.
"ohayou Naru-chan…" sapa gadis berambut pirang pucat yang selalu dikuncir pony tail, namanya Ino, teman SD Shikamaru, sama seperti Chouji.
"Ino. Jangan memberi tambahan suffix '-chan' dibelakang namaku." Decakku, kesal. Meski sudah berkali-kali kuberitahukan padanya, tapi Ino tetap saja memanggilku begitu. Hey! Aku ini bukan gadis manis seperti dirinya.
"heeh… kamu kan kawaii Naru-chan…" kulirik Ino dengan malas, membiarkan semaunya saja, daripada aku sendiri yang kesal.
"ck, mendokuse na." gumamku, mencuri trade mark si rusa.
"bergaul dengan Shikamaru selama tiga tahun ternyata membuatmu tertular penyakit 'mendokusei' milik Shikamaru, ya Naru-chan." Gumam Ino, sedangkan Chouji hanya tertawa kecil sambil memakan keripik kentangnya. Tak lama bel tanda sekolah dimulai pun berbunyi, membuat beberapa siswa berhamburan kembali ke tempat duduk mereka, menunggu sensei datang.
A-K
Jam istirahat
Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit lalu, tapi aku masih duduk dimejaku. Berkutat dengan buku catatan biologi miliku. Bukan mengerjakan tugas ataupun menyalin tugas rumah, melainkan membaca ulang materi yang tadi diterangkan Orochimaru-sensei. Ada beberapa hal yang kurang kumengerti dengan penjelesannya tadi.
"hey Naruto… kamu nggak mau ke kantin?" tanya Chouji, dia menghampiri mejaku sendirian, sepertinya Ino sudah lebih dulu menuju ke kantin. Atau mungkin bersama saingan abadinya meneriaki nama idola mereka.
Ah aku lupa bilang. Satu hal yang membuatku muak bersekolah disini, ternyata aku satu sekolah dengan Uchiha itu. Benar-benar menyebalkan, terlebih lagi si Uchiha brengsek itu satu kelas dengan Shikamaru, yang membuatku enggan mendatangi kelas Shikamaru. Dan selama ini aku berusaha untuk menghindari laki-laki menyebalkan itu.
"kau duluan saja, aku mau belajar lagi. Ah ya, kalau bisa aku titip roti isi ramen ya Chouji. Ini uangnya." Kataku menyerahkan uang pas seribu lima ratus yen. Chouji segera menerima uang yang kusodorkan.
"baiklah. Selamat belajar." Tak berselang lama, Chouji sudah beranjak menuju kekantin.
Aku kembali fokus pada buku paket dan catatanku, lanjut membaca materi yang tadi sempat terputus, sembari mendengarkan musik melalui earphone-ku.
"..to.. ruto… Naruto.."
"Naruto!" ada seseorang yang memanggil namaku keras, tepat didepan telingaku. Dengan sebal kulepas earphone yang terpasang dikedua telingaku.
"apa?" sahutku, sembari mengorek telingaku yang sedikit berdenging. Kulihat Shikamaru memasang wajah kesal sambil bersedekap dada.
"ck kau ini. Kenapa dikelas sendirian?" tanyanya, lalu mendudukan diri disampingku, melihat apa yang tengah kubaca dan hanya menghela napas seraya bergumam 'mendokusai' pelan.
"kau tidak lihat aku sedang apa?" jawabku santai, kembali memasang earphone ditelingaku, tapi hanya sebelah saja.
"geez.. aku lihat bodoh, yang kumaksud kenapa kau tak ke kantin, bodoh." Maki Shikamaru, sepertinya dia sedang kesal, kelihatan sekali dari raut wajahnya itu. Tapi, hey! Kenapa rasa kesalnya dilampiaskan kepadaku sih.
"woo… slow down, boy. Kau ini, kalau kesal jangan dilampiaskan padaku dong. Aku sudah minta tolong dibelikan roti isi ke Chouji." Jawabku pada akhirnya. Aku tidak tahan dengan raut kesal milik Shikamaru. Sumpah, lebih baik dia berwajah malas daripada berwajah kesal seperti sekarang ini. Kurasakan beban yang menimpa bahu sepelah kananku, tepat dimana Shikamaru berada.
"berat bodoh… hahh, jadi ada apa denganmu?" tanyaku, meski aku tadi mengeluh tapi aku hanya diam dan memakluminya saja.
"aku lelah. Pinjam bahumu sebentar.." lirihnya, kulirik kelopak matanya terpejam, sepertinya masalah yang dihadapinya cukup berat. Kuhela napasku pelan, lalu melanjutkan belajarku. Shika tetap bersandar dibahuku sampai..
"ehem…" sebuah deheman yang membuatku menoleh menuju keasal suara. Sedetik kemudian, kucengkram pensil yang ada digenggamanku, melampiaskan rasa kesalku, tubuhku juga menegang melihat sosok yang ada dibelakang Neji, laki-laki berambut panjang yang tadi berdehem.
Sepertinya Shikamaru cukup terusik dengan perubahan tekanan yang terjadi didalam diriku, karena seluruh tubuhku menegang, jadi Shikamaru segera membuka matanya dan melihat kearah dimana teman sekelasnya berada. Shikamaru tau, kenapa aku bereaksi begini, aku merasakan hangat menyelimuti tanganku yang tadi menggenggam erat pensil.
"ada apa?" sahut Shikamaru, suaranya dingin. Berbeda sekali dengan Shikamaru yang biasanya, sedangkan aku hanya diam dan menatap arah lain.
"maaf menganggu waktumu Shika, tapi kita harus segera menyelesaikan masalah tadi." Sahut Neji, laki-laki bersurai panjang tadi.
"ck. Apa tak bisa diselesaikan nanti saja? Lagipula kita masih punya waktu kan?" jawab Shikamaru terdengar sangat kesal. Kini giliran aku yang menggenggam tangannya, menenangkannya.
"hahh.. baiklah, nanti pulang sekolah langsung kita kerjakan, aku minta maaf karena tugas ini membuatmu kesal." Jawab Neji. Aku mulai paham masalah apa yang mendera Shikamaru, sepertinya ini akan panjang.
"kalau sudah tak ada urusan lagi, pergilah. Aku ingin beristirahat." Shikamaru terlihat melirik kearahku sejenak, dan menghela napas pelan.
"hn, beristirahat dibahu kekasihmu, eh." Ejek sebuah suara baritone. Aku yakin, sangat yakin ini adalah suara Uchiha itu. Aku benar-benar kesal mendengar suaranya. Apa urusannya dengan laki-laki brengsek ini kalau Shikamaru mau beristirahat didekatku? Lagipula kami saudara sepupu.
"ya, dan kalian hanya mengganggu, jadi bisakah kalian pergi." Perintah Shikamaru. Benar-benar dingin dan mencekam, bahkan aku sempat melihat Shikamaru menatap tajam kearah teman sekelasnya itu.
"hmm, ya sudah." Setelah kedua pemuda itu pergi, aku baru bisa menatap kearah Shikamaru sepenuhnya.
"maaf, kau pasti kesal." Gumamnya, aku hanya tersenyum dan mengusap tangannya pelan.
"terima kasih. Aku tidak sekesal itu, karena ada kau disini, Shika. Hmm… mau bercerita? Sebenarya ada apa dengan tugasmu?" tanyaku, mencoba mencairkan suasana yang sempat tegang tadi.
"yeah… kau tau? Uchiha itu benar-benar menyebalkan. Dia mengacaukan hasil kerja kami. Tugas yang seharusnya sudah ada ditangan sensei, sekarang ini teronggok ditepi sungai karena dia menjatuhkannya." Jelas Shikamaru panjang, aku mengusap pelan lengannya.
"mau kubantu mengerjakannya?" tawarku, yah siapa tau saja aku bisa membantunya sedikit, tapi kulihat Shikamaru menggeleng pelan dan kembali menyandarkan kepalanya dibahuku. Kalau dia tak mau dibantu, aku tak bisa memaksanya, jadi kulanjutkan saja belajarku.
"hmm? Shika, kau disini?" tanya Chouji yang baru saja masuk kelas, terlihat dia membawa dua kantung plastic berisi camilan, dan juga beberapa roti isi. Anak ini benar-benar jago makan.
"hm." Cukup heran juga, bagaimana Chouji yang nota bene ramah dan ceria, bisa tahan berteman dengan Shikamaru yang pemalas dan… ya begitulah, pertemanan mereka benar-benar patut diacungi jempol.
"ah Naru, ini pesananmu." Kulihat Chouji menyerahkan satu kantong plastik yang berisi beberapa roti isi. Tunggu dulu! Ini untuk semua?
"aku kan hanya pesan satu roti isi ramen…"
"yah, lalu bagaimana? Aku kan tak begitu suka roti isi, ini juga hadiah untukmu karena telah membantuku belajar."
"ah, seharusnya tak perlu Chouji.."
"Naru.." gumam Shikamaru, ah kakak sepupuku ini benar-benar menyebalkan.
"hahh, iya, iya. Chouji, arigatou ne." aku tidak mau mendengar Shikamaru berceramah nantinya, jadi lebih baik kuterima saja niat baik teman sekelasku ini. Lagipula perutku cukup lapar. Kuambil roti isi ramen, lalu mulai memakannya.
"new Shwikwa… kwau jwugha mwhakanwh.. (ne Shika, kau juga makan)" ucapku dengan mulut penuh berisi roti isi, menyodorkan roti yang ada ditanganku. Tentu saja bukan yang sudah kugigit. Tapi yang kudapatkan adalah sebuah jitakan halus dikepalaku.
"ittai yo…" ringisku pelan. Apa salahku sih, sampai dia menjitakku segala.?
"baka. Kalau makan diam, jangan sambil berbicara." Omel Shikamaru, membuatku cemberut dan Chouji tertawa kecil melihat tingkah kami.
"maksud Naruto itu kan baik, Shika." Iris biruku langsung berbinar senang karena Chouji mau membantuku. Senang karena ada yang membelaku.
"mendokusai.. aku hanya tak mau kau tersedak, bodoh." Ucap Shika sambil membuka bungkus roti isi yang kuserahkan padanya tadi. Harus kuakui meskipun Shikamaru itu menyebalkan dan pemalas, tapi dia tulus peduli padaku. Hal itu membuat hatiku hangat dan senang.
"hehehe, arigatou nii-chan.." godaku pada Shikamaru, dia kan paling nggak suka saat aku memanggilnya kakak. Dan itu terlihat jelas dari kerutan didahinya saat aku memanggilnya kakak.
"kalian ini, sepupu yang dekat ya." Sebuah komentar yang datang dari arah belakang Chouji membuatku melirik keasal suara. Ternyata Ino, dia tersenyum saat melihat kami bertiga lalu mengambil tempat duduk disamping Chouji.
"geezz.. urusai." Gerutu Shikamaru, entah sejak kapan roti yang ada ditangannya sudah habis. Waow. Cepat sekali makannya.
"hihihi…" dan gerutuan Shikamaru hanya ditanggapi kikikan kecil dari mengetahui aku dan Shikamaru sepupuan hanya Chouji dan Ino saja, makanya banyak yang menduga kalau kami terlalu dekat sebagai seorang teman, bahkan ada yang berspekulasi kalau aku pacarnya Shikamaru, atau yang lebih buruk lagi, aku menggoda Shikamaru, sehingga membuat si pemalas ini tunduk padaku. Gosip yang beredar memang aneh-aneh.
A-K
Pulang Sekolah
Bel tanda jam sekolah berakhir telah berbunyi sejak tadi, tepatnya satu jam yang lalu. Dan aku masih setia duduk dibawah pohon dekat gerbang depan sekolah. Jika kalian bertanya kenapa aku tak segera pulang, itu karena aku sedang menunggu si rusa pemalas. Dia mengerjakan tugas kelompok, bersaja Hyuuga Neji dan si brengsek, Uchiha Sasuke.
Ini semua salah si brengsek Uchiha itu, entah kenapa dengannya, selalu saja membuat masalah dimanapun dia berada, seolah hidupnya itu memang tercipta untuk membuat masalah. Membuatku tambah kesal dan membencinya. Coba saja kalau tugas mereka tak dijatuhkan si brengsek itu kesungai, pasti saat ini aku sudah main shogi bersama Shikamaru.
"hahh…" kuhela napasku, lelah. Mereka lama sekali sih. Padahal kalau mereka bertiga satu kelompok, pasti akan cepat selesai. Meski berat, tapi kuakui kalau Uchiha Sasuke itu lebih cerdas dariku dan juga Shikamaru. Ditambah Hyuuga Neji, mereka bertiga ini pangeran sekolah dengan segudang prestasi membanggakan, tapi kenapa lama sekali, hanya mengerjakan tugas Sosial dari Ibiki-sensei bukankah harusnya lebih cepat?
Tiba-tiba pengelihatanku terasa gelap karena ada seseorang yang menutup kedua mataku dari belakang. Siapa sih yang iseng seperti ini. Kalau Shikamaru jelas nggak mungkin sekali, dia terlalu malas untuk bercanda seperti ini. Sedikit kesal, kucengkram sebelah tangan yang menutupi mata kiriku dengan erat.
"siapa?" tanyaku, dingin.
"…" bukannya menjawab, orang yang ada dibelakangku ini malah diam, bahkan dengan beraninya dia memeluk pinggangku dengan sebelah tangannya.
"hey! Lepaskan aku, brengsek!" bentakku murka. Aku paling tidak suka jika ada yang mempermainkanku, andai saja orang dibelakangku ini Shikamaru, maka akan dengan senang hati aku menghajarnya. Dia membuatku takut. Lalu kurasakan hembusan napas hangat ditengkukku, hal itu membuatku meremang dan sedikit bergetar.
"galak sekali… heh, ternyata kau banyak berubah ya." Bisik sebuah suara yang amat sangat kukenal. Ya aku sangat kenal siapa orang yang tengah memelukku dari belakang ini. Karena aku tak akan pernah melupakan suara baritone khas miliknya yang telah mencabik hatiku. Dia, Uchiha Sasuke.
"brengsek kau! Cepat lepaskan aku!" teriakku dengan murka, kucoba sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari cengkramannya.
"kau jadi liar.. tenanglah dobe..."
BUAGH!
Terdengar suara hantaman keras, dan detik berikutnya, pengelihatanku kembali, aku melihat kearah samping dimana tubuh si brengsek itu bersandar pada pohon disebelaku dengan sedikit darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Dia dipukul telak. Dengan cepat kutolehkan wajahku kearah berlawanan dan mendapati Shikamaru menatap garang kearah Sasuke.
"Shika!" pekikku senang lalu segera berdiri dan berhambur kesamping Shikamaru.
"kau tak apa?" tanyanya, saat melihat keadaanku, pandangan matanya tak setajam saat dia menatap Sasuke tadi. Aku tersenyum kecil dan menggeleng.
"aku baik." Setelah memastikan aku baik-baik saja, Shikamaru kembali menatap kearah Sasuke, kulihat dia menyeka darah dan berdecak sebal. Rasakan kau, Uchiha Brengsek. Haha.
"kau… sekali lagi kau dekati Naruto, maka aku tak akan segan menghajarmu lagi. Jauhi Naruto!" titah Shikamaru, baru kali ini aku melihat Shikamaru semarah ini. Bukannya aku tidak suka, hanya saja ada yang aneh dengan emosinya kali ini.
"che! Memang kau siapanya huh?" dasar Uchiha, sudah babak belur begitu masih saja belagu. Ingin rasanya kuinjak wajahnya yang menyebalkan itu.
"aku. Kekasih. Naruto." Kata Shikamaru dengan setiap penekanan, aku menoleh cepat kearahnya, hendak protes. Tapi kubatalkan niatku, melihat tatapan Shikamaru yang masih terpaku tajam kearah Sasuke. Mungkin nanti dirumah akan kutanyakan.
Tanpa kata-kata lagi, Shikamaru menarik sebelah tanganku dan beranjak meninggalkan tempat itu, dimana Sasuke masih terduduk dengan luka disudut bibirnya. Langkah Shikamaru lebih cepat dari biasanya, dan aku sedikit kerepotan mengikuti langahnya tersebut.
"Shi..shika.. pelan-pelan, hei… Shika!" seruku kesal, karena dari tadi aku hanya dia cuekin. Sebenarnya dia kenapa sih! Sampai rumahpun dia tetap mengabaikanku.
"tadaima."
"tadaima.." kami berdua masuk kedalam rumah, baru setelah didalam, Shikamaru melepaskan genggaman tangannya dan segera berjalan menuju kekamarnya.
"hey Shika, tunggu." Kuikuti dia sampai kedalam kamarnya. Aku cemas dengan sikapnya itu, sebenarnya ada apa dengan Shikamaru. Mungkinkah tadi saat mengerjakan tugas, dia bertengkar dengan…si brengsek itu?
"kenapa kau mau-mau saja saat Uchiha itu memelukmu Naru? Bukankah kau membencinya?" tanya Shikamaru dengan nada sarkasme.
"che, siapa juga yang mau. Tadi tiba-tiba ada yang menutup kedua mataku, lalu memelukku baru dia bersuara. Dan saat itulah aku sadar kalau orang yang ada dibelakangku adalah Uchiha." jelasku, kududukan diriku ditatami samping Shikamaru. Setelah mendengar penjelasanku, Shika menyandarkan kepalanya dibahuku.
"kau tau…aku sangat cemas tadi. Kupikir kau…menerima Uchiha itu lagi." Gumamnya. Tunggu sebentar, kenapa Shikamaru bersikap seolah-olah dia…cemburu? Ah itu tidak mungkin…kan?
"hey… bukan mauku. Dia yang menyerangku tahu!" sungutku sebal, sebaiknya kubuang jauh-jauh prasangkaku tadi.
"aku tahu. Maaf." dengan gerakan tiba-tiba, Shikamaru sudah meletakkan kepalanya dipangkuanku, menutupi wajah itu dengan lengan kanannya.
"ada apa?" tanyaku, hati-hati.
"jangan pernah dekati Uchiha Sasuke lagi."
"ya, aku tahu itu. Terima kasih Shika."
"ck, mendokuse na." aku tersenyum melihat tingkah Shikamaru. Dia baik, dia peduli meskipun terkadang menjengkelkan. Tapi kenapa dengan emosinya tadi. Rasanya aku ingin bertanya, tapi aku terlalu takut. Banyak hal yang berkecamuk di kepalaku, mulai dari sikap aneh Sasuke, dan emosi Shikamaru yang…berlebihan? Entahlah, aku sama sekali sulit menjabarkan emosinya tadi.
.
.
.
.
.
Next or Stop?
A-K: halllooo minna... Kuu muncul lagi. yah, bukannya lanjutin cerita yang belum tamat, Kuu malah buat baru lagi. tapi semoga kalian nyaman ya baca fict diatas. ada yang tau main pair disini antara siapa ama siapa? entah kenapa Kuu kok merasa gaya penulisan Kuu berubah ya... tapi ya sudahlah. oh ya, semoga Kuu bisa login di ffnm lagi. and... Happy Valentine buat yang ngerayain ^_^
review kudasai... ^^
