WARNING!
BOYXBOY (if U don't like, better you don't read my own story)
Cerita alay/lenjeh/alur pasaran/bahasa masih acak-acakan.
Typos tak bisa dihindari.
Note: disini umur Luhan dan Sehun dibalik, Sehun menjadi yang lebih tua sedangkan Luhan sebaliknya. Keep on my rules, if U don't like, just don't read.
.
.
Terkadang mencintai itu sakit, bahkan lebih sakit dari saat kita tergores pisau sekalipun. Luka goresan yang ada di tubuhmu bisa mengering dan sembuh seiring berjalannya waktu, tetapi luka hati yang di sebabkan oleh cinta tak akan mudah kau sembuhkan begitu saja. Fakta, bahwa cinta itu menyakitkan. Tapi, bukankah tidak semua cinta itu sakit? Di setiap penderitaan pasti ada kebahagiaan, tak jarang sebuah cinta yang sempurna itu harus di dapatkan melalui perjuangan yang panjang. Harus tersakiti dahulu, terjatuh, bangkit lagi, lalu terjatuh lagi. Namun jika kau tidak menyerah akan semua itu, yakinlah jika pada akhirnya kebahagiaanlah yang akan kau dapatkan.
.
.
.
Seorang pemuda tampan dengan tinggi di atas rata-rata tengah berbicara serius dengan orang yang ada di hadapannya di sebuah cafetaria yang dekat dengan sebuah rumah sakit, sebut saja dia Xi Yi Fan atau lebih akrab di sapa Kris. Kini ia tengah berbincang dengan seseorang yang tampak mengenakan jas dokter dengan name tag "David Kim".
"Apa sudah tidak apa-apa kalau aku membawanya kembali ke Korea?"
"Tentu saja Kris, adikmu sudah bisa melakukan rawat jalan di Korea, disana peralatannya juga tidak kalah canggih, dan aku pikir kau sudah bosan di Amerika selama 10 tahun untuk menemani adikmu itu, hahahaha~" tawa renyah dari pemuda tampan campuran Amerika-Korea itu tampak menggema di seluruh kafetaria, membuat orang lain yang sedang makan siang di sana menoleh heran ke arah dua orang tersebut.
"Tapi aku takut kalau dia tidak bisa sembuh total." Kris menunduk dalam, memainkan cangkir berisi kopi hitam miliknya yang tinggal setengah.
"Hai man!" David menepuk pundak Kris pelan "Kau jangan ragu begitu, aku yakin dia bisa sembuh di sana, dengan perawatan yang teratur pasti dia bisa berjalan dengan normal lagi" lanjutnya mencoba memberi semangat
"Yeah, aku harap begitu. Kau tahu? sejak Luhan mengalami kecelakaan 10 tahun yang lalu, dia bagaikan kehilangan sinarnya, selalu murung dan sangat jarang tersenyum, di tambah lagi penyakit yang memang sudah di bawanya dari lahir, itu membuatnya semakin membenci hidupnya sendiri. Aku bahkan hampir jantungan saat melihat dia pernah mencoba mengakhiri hidupnya dengan menggores nadinya sendiri. Ugh, anak itu serasa ingin membuatku mati perlahan."
"Ck, kau sangat berlebihan dalam bercerita tuan Xi." David terkekeh kecil.
"Hei! Tapi itu kenyataannya." Kris menatap tajam ke arah orang yang sudah menjadi sahabat karibnya itu sejak dia masih berumur 15 tahun.
"Arasseo, arasseo, kau ini, padahal sudah berumur 28 tahun, tapi masih saja bersikap seperti bocah berumur 12 tahun."
"Terserah!"
"Calm down Dragon, aku mengerti perasaanmu. Baiklah, ku rasa aku dapat panggilan, sebaiknya kau bicarakan ini dengan Luhan. Jika dia setuju, aku akan membantumu mengurus segala keperluannya. Aku punya teman yang sangat handal, dia dokter yang ahli dalam bidangnya."
"Thanks David, kau memang sahabat terbaikku, entah aku harus bagaimana agar bisa membalas semua jasamu."
David bangkit dari duduknya, lalu kembali menepuk pundak Kris "Tidak usah sungkan, bukankah sebagai sahabat harus saling membantu? Baiklah Kris, aku harus pergi sekarang, temuilah adikmu itu"
"Hm, baiklah." Kris membalas senyuman David saat pria itu telah berbalik pergi meninggalkan Kris, setelah kepergian David, Kris segera menuju ke dalam gedung rumah sakit. Berniat melihat adiknya yang di rawat di lantai 3 gedung rumah sakit tersebut.
"Oh, hai hyung" seorang namja imut yang tengah bermain dengan bonekanya tersenyum cerah ketika melihat hyungnya―Kris―tengah berjalan ke arahnya.
Kris mendudukkan tubuhnya di ranjang rumah sakit yang di tempati Luhan, tersenyum tipis lalu mengusap lembut surai coklat adiknya.
"Hai Lu, apa kabarmu hari ini?"
"Um, sangat baik hyung, oh ya, hyung tau tidak, tadi aku baru saja berkenalan dengan seorang gadis cilik, namanya Irene. dia cantik dan manis, tapi sayang dia menderita penyakit kanker hati." Luhan mengubah nada suaranya menjadi sedikit rendah dan terkesan murung.
"Jinjayo?" Kris berlagak antusias, "Apa kau menyukainya?"
"Aniyo, mana mungkin aku menyukai seorang gadis kecil berumur 9 tahun, aku ini sudah 17 tahun hyung!"
"Ah, bagiku kau masih sama seperti Luhan yang dulu, Luhan yang imut dan polos."
"Hyung! Aku sudah besar tau!"
"Ne ne ne, hyung minta maaf, ekhem, baiklah Lu, ada yang ingin hyung bicarakan denganmu." Nada suara Kris mulai terdengar serius
"Apa itu?"
"Kita akan pindah ke Korea untuk melanjutkan pengobatanmu di sana"
"Eh, kenapa?"
"Kau sudah bisa menjalani rawat jalan di sana Lu"
"Tapi hyung, aku tidak mau ke sana, kenapa tidak di sini saja, bukankah di sini alatnya lebih canggih? lagipula aku tidak mau berpisah dengan dokter David dan juga miss Laurent." mata bulat bak mata rusa itu kini mulai berkaca-kaca, tampak ketidakrelaan terpancar dari sana.
"Hyung tau perasaanmu Lu, tapi ini demi kebaikanmu juga, nanti hyung akan mencarikan dokter yang lebih hebat ne? Dan soal guru privatmu, aku akan mencarikan yang baru, arasseo?"
Meski dengan perasaan sedikit tidak rela, akhirnya Luhan pun mengangguk juga.
"Nah, itu baru adik hyung yang pintar." Kris mengacak lembut surai milik Luhan.
"Um, hyung, ngomong-ngomong soal Korea, apakah kau ingat dengan jongdae?"
"Jongdae?" Kris menatap heran, "Siapa dia?" lanjutnya penasaran.
"Ugh, dia temanku waktu aku masih di Junior High School, dia orang yang pernah menumpahkan jus jeruk ke bajumu saat kau menjemputku ke sekolah, kau ingat kan?"
"Ah! dia, ya aku ingat, memangnya kenapa dengan anak itu?"
"Kau tahu hyung, sebenarnya aku dan Jongdae masih berkomunikasi sampai sekarang."
"Bagaimana bisa? ini bahkan sudah lewat beberapa tahun sejak kau pergi dari Korea Lu." kembali tatapan heran di lontarkan oleh Kris.
"Hyung tidak perlu tahu, yang pasti aku akan menyuruhnya menjengukku kalau aku sudah sampai ke Korea nanti, hehehe." Luhan terkekeh kecil mengakhiri ocehannya.
"Haaah~ dasar kau ini. Baiklah, karena adikku ini sudah menurut, kau akan ku traktir es krim vanilla, eotthe?"
"Waaaa, hyung baik, aku mau 2 cup es krim ukuran jumbo ne?"
"Ani, kau tidak boleh makan es krim terlalu banyak, nanti penyakitmu kambuh." nada peringatan terlontar dari ucapan Kris, membuat Luhan menunduk dan mendadak kehilangan semangatnya.
"Ne hyung."
"Sudahlah jangan murung begitu, mukamu jelek tahu."
"Yak hyung!" sebuah boneka rusa berukuran besar sukses mendarat mulus di wajah Kris akibat perbuatan Luhan.
"Dasar anak nakal." Kris mencubit hidung Luhan, lalu setelahnya ia mulai mengangkat tubuh Luhan dan meletakkannya di sebuah kursi roda yang ada di samping ranjang rumah sakit. Di dorongnya kursi roda tersebut dengan perlahan menuju ke luar ruang rawat milik Luhan.
"Gomawo hyung."
"Sama-sama Luhanie."
Luhan memang tampak memiliki kepribadian yang ramah dan gembira, tapi itu hanya jika ia berada dengan hyungnya saja. Dia hanya akan tersenyum apabila ada anak kecil maupun orang terdekatnya yang mendekatinya. Namun tidak dengan orang yang baru saja di kenalnya, butuh waktu yang cukup lama untuk bisa akrab dengan seorang Luhan. Luhan tidak bersikap dingin pada orang baru, hanya saja ia lebih terkesan pendiam dan tidak banyak tersenyum apabila ada orang asing yang coba mendekatinya. Sangat berbanding terbalik bila ada orang terdekatnya, ia akan mengubah sikapnya 180 derajat dari Luhan yang pendiam menjadi Luhan yang cerewet dan berisik. Dan taukah kalian, di balik semua senyum manisnya, tersimpan ribuan luka di dalam hatinya yang tak akan pernah bisa di obati oleh siapapun.
.
.
.
Kini Kris tengah mendorong sebuah kursi roda yang di duduki oleh Luhan, adiknya. Mereka baru saja tiba di bandara Incheon 15 menit yang lalu, tujuan mereka sekarang adalah ke salah satu rumah sakit terbaik di Seoul, Wooridul Spine Hospital.
"Hyung, kenapa kita langsung ke rumah sakit? Tidak mau ke apartemenmu dulu?" Luhan menatap Kris yang tengah menatap ke luar melalui jendela mobil taksi yang kini tengah di tumpanginya dan juga Luhan.
"Kau harus menjalani perawatan secepatnya Lu, apa kau tidak ingin sembuh dengan cepat?" Kris menoleh ke arah Luhan.
"Aku mau sembuh hyung, tapi aku bosan terus-menerus mendekam di ruangan yang berbau obat, aku butuh udara segar." ucapnya dengan nada jengkel, membuat Kris merasa sedikit bersalah.
"Maafkan hyung, hyung-..."
"Sudah sampai tuan." ucap sang supir taksi memutus perkataan Kris, membuat pemuda dengan tinggi di atas rata-rata itu mendecak sebal. Setelahnya, ia memutuskan untuk membayar ongkos taksinya, kemudian menurunkan adiknya itu dan mendudukkannya di kursi roda yang baru saja ia ambil dari bagasi taksi.
"Jja, kita sudah sampai, aku pastikan di rumah sakit yang baru ini hari-harimu akan menyenangkan Lu."
"Ugh, aku tidak yakin." sergah Luhan sambil membuang muka.
"Lihat saja nanti, aku akan membuat kau menarik kata-katamu Xi Luhan."
"Kau terlalu percaya diri Xi Yi Fan." balas Luhan dengan nada di buat-buat.
Akhirnya, setelah perdebatan kecil, mereka pun memutuskan untuk masuk ke dalam gedung rumah sakit yang menjadi salah satu rumah sakit terbaik di dunia itu.
Kini Kris tengah berjalan beriringan dengan seorang laki-laki yang tampak memiliki umur yang masih muda dengan setelan jas dokter, tetapi setelah mengantarkan Luhan ke ruangannya pastinya.
"Baiklah Sehun-ah, aku benar-benar membutuhkan bantuanmu kali ini."
"Hm, kau tenang saja Kris hyung, aku sudah tau keadaanmu, David hyung yang memberitahukannya kepadaku. Hanya saja, untuk mengurus orang baru, apalagi dia masih remaja, di tambah aku harus menjadi dokter pribadinya, aku butuh informasi yang lebih dalam tentang adikmu."
"Untuk itu aku bisa menceritakannya padamu, tapi hal dasar yang perlu kau ketahui tentang Luhan adalah dia itu menderita penyakit bawaan dari lahir, di tidak tahan suhu dingin, akan sangat mudah pingsan ataupun sakit jika mental atau pikirannya tertekan, dia juga sangat sensitif jika ada yang mengungkit mengenai kedua orang tuanya. Satu lagi, walaupun dia terlihat selalu ceria, tapi sebenarnya dia adalah remaja polos yang haus akan kasih sayang." Kris mengakhiri ceritanya, sedikit raut kesedihan menghiasi wajah tampan tersebut.
"Aku akan berusaha melakukan yang terbaik hyung, oh iya, untuk proses terapi atau pemulihan, biasanya di butuhkan waktu 2 sampai 3 bulan untuk bisa sembuh total, itupun nanti kalau benar-benar berhasil, Luhan masih belum bisa melakukan aktivitas berat seperti berlari dan melompat."
"Untuk hal itu semuanya aku serahkan padamu, Sehun" Kris menghentikan jalannya, membuat Sehun mau tidak mau ikut berhenti, sedikit menatap heran ke arah Kris, "Aku ingin kau menjadi sahabat untuk Luhan, bukan hanya seorang dokter yang menanganinya. Ketahuilah, dia sangat membutuhkan teman." Lanjut Kris, menatap dengan tatapan memohon ke arah Sehun.
"Aku akan berusaha menjadi yang terbaik untuk Luhan, baiklah, mungkin sekarang aku harus menemuinya untuk mulai berkenalan dengannya."
"Tentu, tapi sepertinya aku tidak bisa ikut Sehun, aku ada beberapa urusan, aku harus mencari guru privat untuk Luhan."
"Gwechana hyung, aku akan menemuinya sendiri"
"Baiklah, sampai jumpa lagi nanti" Kris melangkahkan kakinya keluar dari gedung rumah sakit tersebut, sedangkan Sehun berbalik masuk dan menuju ke lantai atas untuk menemui adik Kris.
"Yak, Jongdae-ah, kapan kau akan menjengukku?" koar seorang remaja manis yang kini tengah duduk bersandar di sebuah ranjang rumah sakit dengan sebuah smartphone yang menempel di telinganya, bisa di pastikan dia sedang menelfon seseorang.
"Mian Lu, aku sedang sibuk, tapi aku janji beberapa hari lagi aku akan menjengukmu." jawab seseorang yang bernama jongdae tersebut dari seberang telefon.
"Ck, kau sibuk apa eoh? alasan!" sambung remaja manis yang kini menggembungkan pipinya, nampak semakin kesal terhadap orang yang kini tengah berbicara dengannya.
"Selain sibuk dengan sekolah, aku juga sedang mengurus restoran seafood milik pamanku Lu, tapi aku janji, dalam waktu dekat ini aku akan meminta izin pada pamanku agar aku bisa mengunjungimu, okayy~"
"Argh, aku tidak per-.."
"Ekhem, permisi." Ucapan seseorang di depan pintu ruangannya membuat Luhan terkejut dan refleks menoleh ke arah asal suara, setelah kaget beberapa saat, akhirnya ia dapat menguasai dirinya dan kembali ke tampangnya yang biasa, kembali melanjutkan percakapannya yang sempat tertunda.
"Um, Jongdae-ah, sepertinya ada dokter yang mengunjungiku, sudah dulu ya, nanti aku telfon kau lagi, dan satu lagi, awas kalau kau tidak menjengukku, aku tidak mau lagi menjadi temanmu!" setelahnya, terdengar bunyi sambungan telfon yang di akhiri.
Seorang dokter yang kini masih berdiri di ambang pintu itu sedikit terkekeh mendengar ucapan remaja manis yang kini tengah menatap heran ke arahnya "Boleh aku masuk?"
Setelah menatap heran sepersekian detik ke arah dokter tersebut, akhirnya Luhan menganggukkan kepalanya "N-ne, kau boleh masuk." ucapnya tergagap seraya menundukkan kepala.
Dokter dengan name tag "Oh Sehun" tersebut tersenyum lalu segera berjalan masuk ke ruangan tersebut, menarik sebuah kursi yang terletak di samping nakas dekat ranjang Luhan lalu mendudukinya.
"Hai, bagaimana kabarmu?" sapa Sehun dengan nada ramah.
"K-kau siapa?" nampak raut gugup terpancar dari wajah Luhan.
"Tidak usah takut, namaku Sehun, mulai sekarang aku adalah dokter yang akan menanganimu selama kau menjalani masa rawat jalan di rumah sakit ini, jadi mau berkenalan?" tanya Sehun seraya mengulurkan tangannya ke arah Luhan, bermaksud mengajak berkenalan.
1 menit berlalu, tapi Luhan tidak menunjukkan pergerakan apa-apa, ia hanya menundukkan kepalanya dan meremas-remas selimut rumah sakit yang kini membungkus sebagian kakinya. Asalkan kau tahu, tangan Sehun sudah mulai kebas sedari tadi menggantung di depan wajah Luhan. Akhirnya, di menit ke 2 Luhan perlahan-lahan mulai mengulurkan tangannya, menjabat tangan Sehun sejenak, lalu melepaskannya lagi. Tentu saja Sehun tersenyum dalam hati, bagaimana tidak, tangannya sudah mati rasa sedari tadi.
"Na-namaku Xi Luhan." cicitnya masih dengan kepala menunduk, Sehun hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Luhan yang hampir tidak terdengar sama sekali di telinganya.
"Luhan? Nama yang bagus, dan aku Oh Sehun. Baiklah Luhan, apa kau takut padaku?"
Luhan hanya menggeleng singkat. Lagi, Sehun tersenyum ke arah Luhan.
'Dia manis sekali untuk ukuran seorang laki-laki' pikir Sehun dalam hatinya.
Tak berapa lama, Sehun mengambil sesuatu dari kantung jas dokternya, memperlihatkan sebuah boneka rusa berukuran mini yang tampak manis dan imut. Ia menyodorkannya ke arah Luhan, membuat Luhan sedikit mendongak.
"Kau mau ini?" Sehun menyodorkan boneka tersebut semakin dekat ke wajah Luhan.
"U-untukku?"
"Iya, ini untukmu, ambillah."
Perlahan, tangan Luhan terulur menyentuh boneka tersebut, mengambilnya lalu langsung meletakkan boneka tersebut ke nakas. "Gomawo dokter." Luhan akhirnya berani menatap manik Sehun.
"Jangan panggil dokter, panggil saja Sehun hyung. Nah, harusnya kau selalu tersenyum seperti ini, kau tampak manis, baiklah aku ada urusan, nanti kita bertemu lagi ya Luhan." Sehun bangkit, sedikit mengusap rambut Luhan
"Ne.. gomawo untuk bonekanya." jawab Luhan dengan pipi sedikit bersemu.
"Baiklah, aku pergi dulu." setelahnya, perlahan-lahan punggung Sehun menghilang di balik pintu ruangan Luhan.
.
.
.
Next? And mind to RNR?
