Menikah adalah hal yang paling ditunggu bagi tiap perempuan. Saat itu, sosok ksatria dan puteri akan benar-benar mengikat cinta mereka. Prosesi sakral penyatuan dua keping insan. Berdasarkan survei, hari dimana pernikahan digelar, adalah tempat dimana kebahagiaan bersandar.
.
.
.
Ya. Sakura akan sependapat dengan semua itu andai saja Sasuke tidak merencanakan tindakan—super duper—gila kuadrat.
Lycopersicon Esculentum Maniac
Disclaimer. Naruto berada sepenuhnya di tangan Masashi Kishimoto.
Story by. Reako Mizuumi.
Warning: Typo(s), rush, absurd, menuju ke OOC, kurang memuaskan.
.
Side Story of Solanum Lycopersicum Maniac
.
.
Enjoy This!
"Membosankan~" Sakura menguap malas. Pengaruh berteman dengan Shikamaru mungkin, atau lebih tepatnya karena situasi yang tidak memihak. Padahal sekarang dia berada di kamarnya sendiri yang notabene tempat penuh privasi, namun yang terlihat hanyalah make up, gaun pengantin, dan kerusuhan ala-ala pernikahan lainnya.
"Hei, Forehead! Semangatlah sedikit," Ucap Ino. Tak lupa ada sahabatnya, Yamanaka Ino—seorang stylish berbakat—yang seenaknya nyelonong mendekati hari H. Yah, meskipun gadis pirang itu tidak bisa disalahkan juga, semua ini murni permintaan si buntut ayam. Supaya Sakura tidak kabur, katanya.
"Ini menjijikkan."
"Oh ayolah, ini H-1 PERNIKAHANMU!" Teriak Ino histeris sambil melambai-lambaikan gaun pengantin—yang seharusnya cantik tapi menggelikan—berwarna merah.
"Ck, semangat sekali. Yang mau menikah itu kau apa aku sih?" Desis Sakura sinis. Gadis bubble gum itu berjalan mendekati pakaian kemenangannya besok. Sekadar informasi, tema pernikahan Sasuke-Sakura adalah tomat, dan sudah dipastikan Sakura muak karenanya, "Pulanglah, Ino."
"Permintaan ditolak! Calon suami tampan bin dinginmu yang memanggiku ke sini."
Brak.
"DEMI-TUHAN AKU TIDAK AKAN KABUR! KALIAN PIKIR INI JAMAN SITI NURBAYA?" Jangan salahkan kalau Sakura sampai kelepasan sejauh ini.
Sementara Ino tetap bertahan dengan menutup telinganya, "Kau berisik. Sedang PMS?"
"Tidak," Jawab Sakura pendek.
"Aku tahu kau sedang mengalaminya Sakura... Pra Menikah Syndrome," Kini Keturunan Yamanaka itu sibuk tertawa terpingkal-pingkal. Melihat orang lain tersiksa memang kebahagiaan tersendiri.
"Cih, Pig."
"Oh ayolah~ Jangan ngambek begitu, aku hanya bercanda, Saku," Ujar Ino sambil mengerlingkan matanya kepada sahabatnya sejak kecil tersebut, "Oke, lama-lama aku kasihan juga padamu. Dengar Saku, kuncinya ada tiga: Senyum, bahagia, dan nikmatilah. Semua tidak seburuk yang kau bayangkan."
"Mudah sekali kau berkata begitu," Sakura hanya bisa menunduk lesu.
"Oh dear, Sasuke tidak segila, setega, dan se-eksentrik itu. Kau tahu sendiri dia itu ayam bodoh."
"Huh, tapi—" Sebelum Sakura menyelesaikan ucapannya, Ino merasakan hp di saku celananya bergetar. Sebuah telepon pengganggu sesi curhat perempuan. Dengan mudah ditebak, orang itu adalah si tuan yang punya hajat.
"Moshi-moshi, Uchiha-san."
"Hn. Berikan pada Sakura."
"Ck, kalian ini memang pasangan serasi. Yang satu tukang suruh yang satu galak."
"Aku tidak punya waktu untuk ocehanmu. Berikan pada Sakura."
"Hh~ Ya, tunggu sebentar," Ino memberikan isyarat pada Sakura akan Sasuke yang ingin bicara. Dengan memutar bola mata, sahabat pink-nya itu mengambil alih pembicaran.
"Ada apa, ayam?"
"Hei, kenapa nadamu begitu. Mana panggilan 'Sasuke-kun'ku?"
"Tenggorokanku sakit setiap mengucap kata itu."
"Oh ayolah Sakura. Jangan mulai! Tidakkah kau merindukanku karena seminggu tak bertemu, hime? Salahkan pingit-memingit itu."
"Tidak, tidak sama sekali. Justru itu aku bahagia."
"Hn. Terserah, ku tunggu besok."
"Hn," Selesai menerima panggilan dari raja iblis, Sakura melempar hp kepunyaan Ino itu ke atas tempat tidurnya.
'Dasar ayam merepotkan.'
"Hei, Saku," Sakura menghadapkan tubuhnya ke Ino, "Tidak merasa berlebihan ke Uchiha-san?"
"Aku tidak peduli," Singkat, jelas, dan padat. Ciri khas Uchiha sekali, sepertinya Sakura benar-benar sudah pantas menjadi anggota klan itu.
"Tapi begitu-begitu dia calon suamimu."
"Dia gila, Ino!"
"Oke, jelaskan alasannya."
"Dia. Maniak akut dan fans berat. Tomat. Lihat saja gaun itu!" Balas Sakura sengit sambil menunjuk-nunjuk gaun pernikahannya. Unik memang, tomat—yang tentu saja mainan—terlihat segar dan menggantung bebas pada tempat-tempat yang seharusnya berenda. Dan jangan mengharapkan sebuah pita cantik, yang ada hanya aksesoris buatan berbentuk tomat raksasa yang sudah dipotong setengah.
"Tapi ini masih gaun high-class, Forehead. Asli dari desainer ternama. Bahkan tak menutup kemungkinan dia mengganti bagian dalammu dengan pakaian berlabel Victoria Secret semua," Penjelasan Ino malah membuat Sakura begidik geli. Ia memang percaya sepenuhnya dengan yang dikatakan sahabatnya itu, tapi tetap saja. Sebaik-baiknya Sasuke dia tak akan membelikan sesuatu yang tak berkaitan dengan tomat.
Ino hanya bisa menggelengkan kepalanya, "Itu antara Sasuke benar-benar akut, atau kau takut tersaingi? Psstt.. Dengan tomat." Jlebb. Kalimat Ino barusan malah membuat Sakura menarik rambutnya sendiri frustasi. Tidak adakah yang berniat mendukungnya?
"Kau tahu?! Si ayam itu, bisa-bisa bersumpah demi tomat saat menikah nanti!" Sakura menjerit. Tolong siapapun, bebaskan dia dari situasi ini.
Dengan terburu-buru Ino malah membereskan barang-barang yang tersebar di segala penjuru kamar Sakura. Memungut satu demi satu alat rias yang tak berdosa.
"Aku rasa kau perlu istirahat untuk mengurangi paranoidmu. Selamat menenangkan diri," Dalam hitungan detik pintu sudah ditutup sempurna dari luar oleh Yamanaka.
Sakura merebahkan punggungnya di kasur kesayangan. Mengingat apa yang dikatakan Ino tadi, apa iya dia terlalu berlebihan. Toh memang kenyataan kalau Sasuke itu maniak akut dan fans berat tomat. Meskipun belum sampai tahap yang ia pikirkan.
'Sasuke... Kenapa tomatmu menyiksa batinku sih.'
Sakura memejamkan matanya, tak lama, putaran waktu memunculkan ingatan masa lalu. Sebuah kejadian tak terduga. Satu momen—layaknya ide hebat—yang bisa membuat kisah sampai sepanjang ini. Ya, awal pertemuan Sakura yang polos dengan Sasuke kecil.
Hari itu adalah salah satu bagian dari awal musim semi. Sakura yang masih berusia tujuh tahun menuju teras rumah dengan tergesa-gesa. Terlihat ibunya berdiri anggun di situ.
"Kaa-san, Saku pergi dulu!" Pamit Sakura sambil menunggangi sepeda kecilnya dan mulai berjalan menjauh.
"Kemana?" Tanya Mebuki setengah berteriak.
"Taman," Jawab Sakura sambil menolehkan wajahnya sebentar. Lalu pandangannya kembali fokus ke jalanan.
Sakura tahu, tepat yang menjadi tujuannya sangatlah unik. Terletak di tepi kota membuatnya tak seberapa ramai. Dan berbeda dari taman-taman lainnya, di tengah taman itu terdapat pohon sakura yang sangat besar. Beberapa minggu yang lalu ia memang pernah ke sana, lengkap bersama kedua orang tuanya, tapi sayang sekali saat itu adalah musim dingin. Ia tidak bisa melihat bunga-bunga sakura yang bermekaran. Beruntung musim semi datang cepat, membuatnya tak bisa bersabar lagi.
Sesampainya di sana, dugaan Sakura memang tak salah. Pohon itu telihat lembut dan cantik. Bahkan dari kejauhan.
"Sugoii~" Sakura bertepuk tangan riang. Diletakkan sepedanya sembarangan, sementara ia berlari cepat menghampiri.
Tangannya menyentuh pelan, seakan merasakan betapa kokohnya batang pohon itu. Matanya terpejam, mengikuti alur beberapa bunga Sakura yang berjatuhan. Namun itu tak bertahan lama, setelah suatu benda asing mengusik ketenangannya.
"To—mat?" Tanya Sakura pada diri sendiri sambil mengambil buah merah yang menggelinding ke arahnya.
'Sejak kapan pohon Sakura menghasilkan tomat?' Pikir Sakura sesaat sebelum ada suara asing di telinganya, "Punyaku. Kembalikan!"
Sosok anak laki-laki berdiri tegap di hadapannya. Tanpa sadar, tangannya terulur sendiri mengembalikan tomat yang semula di genggamannya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Sakura.
"Jalan-jalan," Jawaban dingin dari bocah itu malah membuat Sakura makin penasaran.
"Membawa tomat?"
"Hn."
"Oh—" Sakura mengamati anak itu dari ujung kaki sampai ujung rambut, "—memangnya hn itu apa?"
Beruntung keturunan Uchiha itu sedang tidak menyantap tomat kesayangannya, bila iya, bisa-bisa dia tersedak sekarang.
Karena tak ada jawaban, Sakura kembali bertanya, "Namamu siapa?"
"Sasuke. Dan kau?"
Dalam hati Sakura berkata, 'Ada yang aneh dengan rambutnya. Sasuke itu...bukan keturunan ayam kan?'
"Sakura," Senyum manis tampak pada wajah Sakura.
"Sama seperti pohon itu."
"Ya! Bukankah pertanda bagus? Bunga sakura dikenal cantik, kata Kaa-san Sakura juga begitu."
"Ck, gadis aneh," Sasuke menangkupkan tangannya, mencoba mengambil bunga sakura yang jatuh. Setelah dapat, dia mengulurkan tangannya ke Sakura, "Untukmu."
Satu kata dari Sasuke itu menjadi penutup perjumpaan mereka. Juga menjadi awal pertemuan mereka yang lainnya.
Sakura kembali memperlihatkan manik emerald-nya. Jika dipikir-pikir, Sasuke dulu adalah bocah manis yang sangat lucu. Tapi mengapa sekarang jadi begini? Dingin, sok tampan, menyedihkan, menyebalkan, dan mesum. Gadis itu menghela napas pelan.
"Wish me luck tomorrow" Adalah satu-satunya harapan sebelum ia benar-benar mengarungi alam mimpi di bawah naungan langit—yang masih—senja.
Paginya, kicauan burung-burung menjadi alarm tersendiri bagi Sakura. Sinar mentari yang menerpa wajahnya, membuat kelanjutan tidurnya terganggu. Ia bersandar pada punggung ranjang, pagi yang cerah sudah sewajarnya dinikmati bukan?
Sampai Sakura mendengar pintunya dibuka. Pemilik mata aquamarine itu kembali. Tetap dengan seenaknya, hanya kini cengiran lebar menghiasi wajahnya. Sakura bisa merasakan adanya firasat buruk.
"Ino? Apa yang kau lakukan di sini sepagi ini?" Tanya Sakura dengan penuh penekanan sambil melihat jam antik peninggalan nenek moyang di dinding kamarnya. Yang ada, ini masih pukul enam pagi.
"Aw girl, beberapa jam lagi kau menjadi isteri seseorang dan aku penata riasmu~" Jawab Ino seraya berjalan mendekati Sakura dan menyibakkan selimut yang melilit tubuh sahabatnya itu. Menarik tangannya dan mendorongnya ke kamar mandi. Memang dasar wanita perkasa.
"Siapa yang menyu—" Terlambat, pintu menutup lebih cepat dibanding ucapan Sakura.
"Cepat mandi sana! Jangan buang waktuku percuma."
"Ck, kau yang mengganggu waktuku," Tak lama setelahnya terdengar suara air yang mulai mengalir.
Untuk menunggu mandi perempuan—yang biasanya memakan waktu cukup lama—Ino memilih untuk duduk di kasur Sakura sambil memikirkan kejadian kemarin.
'Apa dia berhasil mengurangi paranoidnya ya?' Batin Ino sambil menata peralatan make up juga keperluan Sakura lainnya. Begini-begini dia sudah bertekad merubah Sakura menjadi ratu tercantik hari ini, 'Well, cuma penata rias tapi kenapa malah kelihatan kayak babu sih.'
Bersamaan dengan itu, Sakura keluar dari kamar mandi lengkap memakai baju kesehariannya.
"Ayo!" Ucap Ino sambil menarik tangan Sakura sampai ke depan cermin. Dengan sigap tangannya mulai mengutak-atik tubuh Sakura.
Mulai dari bedak sampai eye shadow tak ada yang terlewatkan. Lengkap, tapi masih tersirat kesan natural. Ino tidak mau menutupi inner beauty dari sahabatnya itu. Blush on tipis menjadi sentuhan terakhir. Lalu semprat-semprot parfum dilakukan, tentu saja dengan aroma cherry yang seksi.
Sementara rambut merah muda Sakura yang biasa digerai, kini disanggul simpel ke atas. Lebih mengesankan jika dia perempuan—yang sudah siap menjadi—dewasa. Untuk menutupi jidat lebarnya, Ino mengakali dengan menyisakan beberapa anak rambut yang masing-masing
berada di depan telinga.
"Tadaaa... Selesai. Sana pakai gaunmu!" Tanpa babibu, Sakura segera mengenakan gaunnya, segera selesai, dan segera tak mendengar ocehan si pirang yang cerewet.
"Hari ini kau banyak bicara, Pig!" Sindir Sakura saat Ino memakaikan sebuah mahkota yang terbuat dari tomat yang disusun-susun sedemikian rupa dengan intan di bagian tengahnya.
"Tentu saja. Demi kau!" Sentakan Ino membuat Sakura kaget, tapi itu tak menghalangi niatannya untuk terus menggeret sahabatnya itu ke arah mobil dan memasukkannya secara paksa.
"Hei, kenapa aku berangkat denganmu?" Tanya Sakura heran.
"Huft, Kizashi jii-san dan Mebuki baa-san sudah lebih dulu ke tempat kejadian perkara. Salah sendiri kau lemot!"
"Ck, haruskah terburu-buru? Aku bahkan belum sarapan," Sakura mendengus kesal. Sementara sebuah kardus berwarna putih disodorkan padanya. Makanan! Dan Umeboshi—makanan favoritnya—terdapat di sana.
Mendapatkan apa yang ia mau, Sakura sibuk berurusan hanya pada makanan yang masuk ke perutnya dan Ino dapat menyetir dengan tenang. Ya sekalipun hening, toh masih mending daripada penuh jeritan dan teriakan putus asa.
"Perhatikan lipstick-mu, Saku."
"Hm, perhatikan saja jalanannya, Pig."
Setelah setengah jam perjalanan, mereka sampai di gereja yang dituju. Gereja terbesar dan termewah di Konoha dan tentu saja Uchiha Sasuke yang menjadi dalang di balik semua ini. Semua tahu, Uchiha selalu mendapatkan apa yang ia mau. Ruang tunggu yang dikhususkan bagi Sakura pun menjadi pemberhentian selanjutnya.
"Ino, aku merasa ada yang perlu dibenahi," Ucap Sakura sambil melihat pantulan dirinya di kaca.
"Yup, lihat bibirmu! Belepotan."
"Kau sendiri yang menyodorkanku Umeboshi kan?"
"Ya, sekarang biarkan aku yang berpengalaman beraksi," Jemari Ino langsung bekerja untuk memoles kekurangan Sakura. Cepat namun rapi, itulah hasil kerja Ino. Tak dapat dipungkiri dia memang berbakat di bidang seperti ini.
Suara ketukan pintu menjadi genderang awal semuanya, termasuk kalimat yang diucapkan seseorang di baliknya, "Sakura, kau sudah ditunggu."
Deg. Deg. Deg.
Kini, Sakura berada di gandengan tangan ayahnya berjalan menuju altar tempat dia dan si ayam akan disahkan. Di belakangnya, terdapat Ten-Ten dan Hinata yang setia mendampingi sebagai bridesmaid. Mempertajam pengelihatannya, ia melihat Sasuke berdiri dengan tenang di sana. Sementara ia sendiri yang berjalan—di antara dekor tomat-tomatan—kian mendekat dan tak dapat menahan degub jantungnya yang tak normal.
Padahal sepertinya baru beberapa menit saja dia didandani Ino, mengurusi seluk-beluk pernikahan, dan paranoid akan tomat. Namun, sebentar lagi dia akan diadili. Diresmikan, untuk menjadi milik Uchiha Sasuke. Tiada yang menyangka seberapa cepat waktu akan berputar, mempermainkan orang-orang yang ada di dunia.
Tangan Sasuke menggantikan peran ayahnya saat di altar dan setelah berbagai macam kaidah dilaksanakan, sumpah sudah siap diucapkan.
"Saya Sasuke Uchiha membawa Sakura Haruno untuk menjadi isteri saya untuk terus saling memiliki sejak hari ini, dalam keadaan baik maupun buruk, kaya atau miskin, sakit atau sehat untuk tetap mencintai sampai maut memisahkan kita."
Beberapa kalimat dari Sasuke itu mampu membuat Sakura melupakan segalanya seketika. Dia lupa prosesi apa saja, dia lupa apa yang akan ia katakan, dia tak ingat. Yang jelas, Sasuke benar-benar mengagumkan di matanya kali ini.
Yang bisa terlontarkan hanyalah, "S-saya Sakura Haruno menerima dengan sepenuh hati Uchiha Sasuke untuk menjadi suami saya untuk terus saling memiliki sejak hari ini, dalam keadaan baik maupun buruk, kaya atau miskin, sakit atau sehat untuk tetap mencintai sampai maut memisahkan kita," Mereka. Telah. Resmi.
Perlu dicatat, pada sesi berikutnya a.k.a pertukaran cincin, perhiasan kecil yang Sasuke beli itu sangat spesial sekaligus menggelikan. Masalah, emas Sakura tak akan meragukannya. 24 karet terjamin sudah, namun yang menyebalkan bila kedua cincin itu disatukan akan terbentuk goresan tipis berpola tomat. Sekali lagi bukti, Sasuke Uchiha tak pernah bisa lepas dari buah konyol itu.
"Sekarang, anda diperbolehkan mencium pengantin wanita," Kalimat bencana bagi Sakura telah terucapkan. Dia bisa melihat Sasuke yang kini menyeringai tipis. Dan saat kejadian nista itu dimulai, damn it! Kenyataannya, Sakura bisa merasakan ciuman Sasuke kali ini sangatlah berbeda. Terlalu lembut dan er…r penuh cinta. Di sisi yang lain, terlihat Mebuki dan Mikoto, ibu Sasuke menangis haru sedangkan bapak-bapak tetap saja dengan ekspresi datarnya. Pria memang sulit dimengerti.
Selesainya acara yang sangat sakral, sesuatu—yang melelahkan—lainnya sudah menunggu Sasuke dan Sakura, The Biggest Garden Party.
Kali ini semua teman mereka berkumpul dalam suasana bersorak gembira, tak terkecuali Sakura sendiri. Karena…ini satu-satunya acara yang minim keberadaan tomat. Ini memang permintaan Sakura, yah Sasuke boleh mengatur semuanya tapi ia meminta acara dimana suaranya diperhitungkan di situ. Dengan berbagai macam makanan dari belahan bumi manapun, mocktail dan cocktail, sampai cemilan macam kacang rebus dan pisang goreng sudah tersedia Sakura berhasil membuat acara yang mengalahkan pasar terlengkap di manapun. Sementara Sasuke hanya bisa memandang keseluruhan jenuh.
"Hei, bagaimana menurutmu dekor versiku tadi?" Tanya Sasuke yang tiba-tiba menghampiri Sakura di tengah pesta.
"Hm, serba merah," Jawab Sakura singkat "Seperti di neraka saja."
"Hn. Nikmati saja waktumu sekarang, sebelum malam nanti, hime," Sasuke berjalan menjauh meninggalkan Sakura sendirian sedangkan Sakura hanya bisa pasrah setelah mendengar ucapan Sasuke itu.
To Be Continue
A/N:
Hola~ dalam rangka memanfaatkan waktu—lumayan—senggang (Gak inget ujian tinggal ngitung hari), Rea berniat me-refresh diri dengan membuat fic (MC pertama) yang penuh kekurangan dan sepertinya nyinet ini.
Jadi, sampaikan komentar kalian di-review ya? Mohon bantuan kritik/sarannya. T.T
Di chap berikutnya, Rea berniat menaikkan rated, tapi kok ya masih gak berani *plak* Tapi, entah lihat situasinya nanti.
Jaa~
