.
Hopeless Dream
KAISOO FANFICTION
KIM JONGIN X DO KYUNGSOO (GS)
CHAPTER 1
.
.
.
.
Pagi menjelang, cahaya yang menerobos sela gorden menunjukkan bahwa matahari telah menunjukkan sinarnya. Alarm sempat berbunyi selama beberapa menit, sebelum kemudian lenyap ditelan sunyi setelah tangan lentik itu memencet tombol off di bagian atasnya.
Dua orang yang bersembunyi di balik selimut tebal tampak masih enggan membuka mata. Tubuhnya terlalu lelah, mereka baru mendapat tidur selama kurang lebih empat jam dan itu sama sekali tidak bisa dibilang cukup. Pelukan si pria yang mengerat membuat sang wanita mendapat kesadarannya. Dia membuka mata sempurna, melirik jam yang ada di atas meja dan mendapati dirinya bangun 10 menit lebih lambat.
Sebenarnya bukan masalah besar, terlambat bangun 10 menit tidak akan membuat mereka dipecat dari pekerjaannya. Tapi tetap saja, entah satu menit, dua menit atau berapapun itu, terlambat sama sekali bukanlah kebiasaan bagi seorang Do Kyungsoo. Dia adalah wanita yang berpegang pada prinsip dan tak akan melanggar peraturannya sendiri.
Kyungsoo bangkit untuk mengubah posisi tidurnya menjadi duduk, membuat selimut yang menutupi tubuhnya terjatuh sebatas perut. Tangan pria di samping itu melingkari perutnya erat, sedangkan dia sendiri baru menyadari bahwa tubuhnya tidak terbalut apapun.
Mata Kyungsoo segera bergerak untuk mencari pakaiannya, menemukan baju tidur tipis yang sedikit robek tergeletak tak jauh dari ranjang. Dia mencoba yang terbaik untuk meraih pakaian tersebut tanpa perlu beranjak dari posisinya. Memakainya asal lalu mengalihkan atensi pada pria yang masih terlelap di sisinya.
Sebuah senyuman terlukis di bibirnya. Hatinya tak berhenti bersyukur, Tuhan sangat baik hingga mengirimkan malaikat seindah ini. Prianya tidak pernah kehilangan ketampanan bahkan saat tertidur pulas.
Wanita itu menunduk, memejamkan matanya lalu mendaratkan sebuah kecupan lembut seraya menumpahkan seluruh perasaannya di sana. Hanya sebuah kecupan seringan dandelion tetapi mampu membuat seluruh hatinya menghangat, dia mencintai pria itu lebih dari apapun.
Mereka pasangan yang sangat serasi. Bibir tebalnya yang berbentuk hati berpadu dengan bibir tebal prianya yang saling mengunci sempurna. Tak ada yang terkalahkan, keduanya sama-sama mendominasi hingga kadang terlalu sulit untuk berhenti.
"Chagi-ya, aku sangat mencintaimu," bisiknya pelan, tentu saja tidak sampai membangunkannya.
Kyungsoo memang belum berniat menggugahnya. Pria itu masih berhak untuk mendapatkan tidur lebih lama, dia sudah bekerja keras.
Dia kembali memberikan kecupan kilat, menyingkirkan tangan pria itu dari perutnya sepelan mungkin agar tidak ikut terjaga.
Kemudian melangkahkan kakinya ke kamar mandi, menggosok giginya terlebih dulu berusaha mengulur waktu. Jantungnya berdebar kuat ketika sampai pada kumuran terakhir, dan kini perhatiannya sepenuhnya beralih pada benda pipih panjang yang sudah dia hafal cara pakainya.
Ini sudah yang kesekian kali, namun tetap saja masih dan selalu terasa mendebarkan. Dia pergi ke kloset untuk menyelesaikan urusannya terlebih dahulu.
Tangannya menggenggam benda itu erat. Mengatur napasnya yang tiba-tiba terasa sesak dan perasaannya menjadi tidak menentu. Rasanya ini jauh lebih mendebarkan ketimbang saat dia harus membuka pengumuman kelulusan masuk perguruan tinggi. Jarinya bergeser pelan, air matanya sudah menggenang dan pikirannya sudah dipenuhi dengan firasat buruk. Dia tak bisa menebak apapun hingga berakhir pasrah dengan membukanya penuh.
Satu garis.
Dia negatif, lagi.
"Lagi, lagi, lagi. Kenapa selalu seperti ini?!" Kyungsoo membanting testpack di tangannya hingga membentur westafel lalu terjatuh.
Wanita itu mengusap wajahnya kasar. Tidak seharusnya dia menangis ketika hal seperti itu sudah terlalu sering terjadi. Dibukanya pakaian yang masih tersisa di tubuhnya, melemparnya kasar ke keranjang berwarna putih lalu pergi untuk membasuh tubuh. Dia sempat menahan isakan namun tak memiliki waktu untuk menangis. Jika belum bisa menjadi seorang Ibu, maka setidaknya dia harus menjadi seorang istri yang baik.
Pria itu sudah terjaga, hal yang selalu menjadi kebiasaannya adalah malas membuka mata. Dia lebih terlihat seperti orang yang tertidur, sengaja menunggu seseorang untuk membangunkan. Indera pendengarannya menangkap suara pintu kamar mandi yang ditutup, sudut bibirnya tertarik sedikit menanti wanita itu datang untuk membuatnya membuka mata.
Dia menunggu jemari lentik itu yang selalu mengusap kepalanya lembut setiap pagi, tetapi yang datang kemudian adalah benda lembab menabrak bibirnya kuat. Pria itu segera membuka mata, mendapati kedua kelopak mata istrinya yang menutup berada tepat di hadapannya.
Kyungsoo menciumnya, tidak hanya sebuah kecupan ringan melainkan sebuah ciuman dalam yang sangat basah. Tak ada yang bisa menolak bibir seorang Do Kyungsoo, pria itu pun membalasnya tak kalah semangat. Suara dua benda yang beradu itu membuat situasi memanas. Wanita itu bahkan mulai melepas ciuman dari bibirnya dan beralih pada dada si pria yang tak terlapisi apapun.
Pria itu menyangga tubuhnya dengan kedua tangan hingga punggungnya bersandar pada sandaran ranjang.
"Kyungie." Dia berdehem melegakan tenggorokannya. "Ada meeting penting pagi ini. Aku tak bisa melakukannya," tolaknya dengan suara serak. Sesuatu mungkin tidak akan baik-baik saja jika mereka melanjutkan ini.
Wanita yang dipanggil dengan sebutan Kyungie itu pun menghentikan kecupannya. Dia mengangkat tubuhnya hingga kini menjadi duduk tepat di atas tubuh pria itu. Kyungsoo hanya menggunakan bathrobe dengan rambutnya yang sedikit basah masih meneteskan air, posisi duduknya membuat pria itu bisa mengintip bagian bawahnya dari sini. Oh ayolah, dia berusaha keras untuk tidak tergoda meski itu sangat mustahil.
Kyungsoo memukul dada pria itu dengan genggaman tangannya, tidak terlalu keras, lalu ketika genggaman itu terbuka, sebuah benda yang ada di tangannya terjatuh. Pria itu menundukkan kepala, mendapati benda pipih itu tergeletak di atas perut coklatnya yang terbentuk sempurna.
Dadanya bergetar. Dia seperti bisa membaca hasilnya hanya dengan melihat ekspresi Kyungsoo.
Diambilnya benda itu, membaliknya lalu dengan mudah mendapati satu garis berwarna merah tercetak di sana.
Dia kemudian menarik sudut bibirnya, berusaha tersenyum, palsu.
Telapak tangannya bergerak untuk mengusap pipi Kyungsoo. Pria itu menyimpan berlimpah kesabaran dalam hatinya. "Tidak apa-apa, kita akan mendapatkannya jika waktunya sudah tiba," ujarnya menenangkan.
Kyungsoo segera menjatuhkan tubuhnya, pelukan hangat milik prianya adalah satu-satunya hal yang paling dia inginkan saat ini. Dia menangis di sana, pria itu hanya bisa mengusap punggung Kyungsoo sambil memberikan beberapa kecupan yang tak akan pernah bosan untuk dia lakukan. Matanya menunjukkan gurat kecewa, tentu saja.
Pasangan mana yang tak sedih ketika usaha yang mereka lakukan tak kunjung membuahkan hasil.
Orang bilang mereka pasangan yang sempurna.
Kim Jongin, pria berusia 28 tahun dengan jabatan seorang Manajer perusahaan ternama serta parasnya yang mampu menyaingi visual boygroup terkemuka. Apa yang lebih baik lagi dari seorang pria yang tampan, matang dan juga mapan. Keluarganya memiliki sebuah kafe dengan pendapatan yang tak bisa terbilang sedikit. Dia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, dua kakak perempuannya sudah menikah dan memberinya kepokanan lucu.
Jongin juga memiliki hati sehangat matahari musim panas. Pria itu begitu mencintai istrinya dan tidak ada yang perlu diragukan akan hal itu.
Lalu Do Kyungsoo, putri bungsu salah satu keluarga konglomerat di Seoul yang amat dibanggakan. Dia cantik, pintar, berbakat dan juga memiliki etika yang sangat baik. Semua orang menyukainya. Dia sempat menjadi trainee sebuah agensi besar selama setahun, sebelum kemudian mengundurkan diri karena Jongin melarangnya menjadi seorang idol.
Lalu tak lama setelah wanita itu mengundurkan diri, Jongin memberi hadiah yang sudah dia janjikan dengan menikahinya. Kini Kyungsoo hanya mengisi beberapa job menyanyi jika memiliki waktu luang sebagai hobi dan tak lupa mengantongi izin dari Jongin. Karir bukan lagi menjadi cita-citanya, menjadi istri dari seorang Kim Jongin membuat prioritasnya hanya tertuju pada keluarga. Dia ingin menjadi yang terbaik untuk suaminya.
Orang-orang memandangnya iri sejak pertama kali kabar pernikahan mereka berhembus. Status Kyungsoo sebagai seorang mantan trainee pun semakin melambungkan ketenaran pasangan tersebut. Banyak fans yang mengelu-elukan mereka, menjadikan Jongin ataupun Kyungsoo sebagai pasangan yang paling diidamkan di Korea. Butuh beberapa tahun hingga popularitas mulai mereda dan mereka akhirnya bisa hidup dengan damai.
Kehidupan Kim Jongin dan Do Kyungsoo diibaratkan sebagai sebuah drama yang berakhir bahagia. Mereka tinggal di salah satu apartemen elit milik Jongin di daerah Gangnam. Tidak ada kesulitan ekonomi, tidak ada pertengkaran, tidak ada orang ketiga, mereka saling mencintai dari waktu ke waktu. Tapi...
terkadang semua itu tidak memiliki arti ketika mereka masih memiliki satu yang tak bisa diraih.
Ya, seorang buah hati.
Sudah hampir tiga tahun usia pernikahan mereka, dan Kyungsoo belum pernah mengandung. Mereka tak pernah menundanya, kedua pasangan juga kedua belah pihak keluarga sudah sangat mengharapkan kehadiran penerus keluarga Kim.
Tetapi entah kenapa kesempatan itu tak kunjung datang.
Tidak kurang usaha keduanya untuk mendapatkan keturunan. Mereka sudah mengikuti program kehamilan, mengonsumsi makanan yang bergizi, juga melakukannya secara teratur, namun semua itu hanya membuat Kyungsoo semakin tertekan karena tak kunjung berhasil.
Dia selalu merasa bersalah pada Jongin, Kyungsoo pikir dirinya adalah wanita yang tidak berguna karena tak bisa memberinya keturunan. Tetapi beruntungnya wanita itu, dia memiliki suami sehebat Jongin yang selalu ada dan tak lelah memberinya banyak cinta.
Jongin begitu mencintai Kyungsoo dan tak pernah terbersit sedikitpun pikiran untuk meninggalkan wanita itu hanya demi seorang keturunan. Jika harus memilih, maka dia lebih memilih untuk hidup bersama Kyungsoo tak peduli apapun yang terjadi.
"Hati-hati, kau bisa tersedak jika makan serakus itu," kata Kyungsoo sambil mengusap sisa makanan yang ada di sudut bibir Jongin dengan jarinya.
Salah satu hal yang membuat pria itu jatuh cinta, Kyungsoo begitu perhatian. Wanita itu juga tak pernah gagal untuk membuat dapur tetap mengepul, dia sangat pandai memasak. Jika ada definisi wanita terbaik versi Kim Jongin maka dia akan menempatkan Kyungsoo di urutan pertama.
"Kau akan pulang malam lagi?" tanya Kyungsoo sambil melanjutkan makannya.
"Entahlah, aku tidak tau seberapa banyak pekerjaan hari ini. Akan kutelpon nanti."
"Jangan terlalu lelah, kau harus menjaga kondisi tubuhmu."
Pria itu tersenyum setelah menelan suapan terakhirnya, "Aku tau, kau juga tidak boleh terlalu lelah," ujarnya lalu bangkit dari kursi.
Kyungsoo terlalu hafal dengan perannya. Wanita itu berdiri setelah meletakkan sendok dari tangannya, meraih jas milik sang pria yang masih tersampir lalu membantu Jongin memakainya. Memperbaiki dasinya yang sedikit miring kemudian segera datang saat Jongin membuka kedua tangannya lebar-lebar.
Tiga tahun bersama, pelukan Jongin tak pernah merenggang. Selalu erat seperti saat pertama kali melakukannya. Kyungsoo menahan pelukannya lebih lama, pria itu bahkan perlu memberinya kecupan singkat di pipi agar wanitanya mau melepaskan. Kyungsoo terkekeh malu menyadari tingkah manjanya sendiri.
"Chagi, aku tidak memiliki kegiatan apapun hari ini. Jadi aku berencana untuk ke rumah Ibu, apa boleh?"
"Tentu saja kau boleh mengunjungi ibumu, Kyungie Sayang," balas Jongin gemas sambil menyentuhkan kedua hidung mereka. "Jangan pulang terlalu sore, kalau terlambat telpon saja aku. Akan kujemput nanti."
Kepalanya mengangguk lucu, "Baiklah, cepat pergi, sudah siang." Kyungsoo menggerakkan tangannya memberi gestur mengusir, Jongin hanya tersenyum sambil meraih kepala wanita itu mendekat.
"Aku mencintaimu." Sebuah kecupan di dahi Kyungsoo menyusul setelahnya.
"Aku juga," jawabnya singkat meski hatinya berbunga-bunga. Jongin selalu memiliki kehangatan yang membuat Kyungsoo merasa nyaman di dekatnya.
Wanita itu menemaninya hingga sampai depan pintu kamar apartemen, sengaja tidak segera masuk untuk melihat Jongin yang masih menunggu di depan lift. Merasa terlalu lama, pria itu melirik layar yang menunjukkan lift masih berada sepuluh lantai di bawahnya.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, dia pun berbalik pada Kyungsoo. Wanita itu masih di sana. Kaki Jongin melangkah kembali, mendekat pada Kyungsoo membuat wanita itu menatapnya penuh tanya. Pria itu tak memiliki banyak waktu, dia mempercepat langkahnya hingga sedikit berlari, lalu...
"Ada ap—"
Brukk
Kalimat Kyungsoo terputus. Punggungnya menabrak pintu karena Jongin yang menyerangnya tiba-tiba. Tangan kanannya berada di belakang kepala Kyungsoo, melindungi wanita itu agar kepalanya tidak terbentur pintu secara langsung. Jongin melumat bibir atas dan bawah Kyungsoo bergantian, dia harus menundukkan kepala untuk memperdalam ciuman karena postur tubuhnya yang lebih tinggi. Mau tidak mau wanita itu mendongakkan kepalanya ke atas, kedua tangannya melingkari leher Jongin hingga tak ada sedikitpun jarak yang tersisa. Mereka saling memejamkan mata untuk menikmati ciuman singkat tersebut.
Ada seberkas rasa frustasi di mata Jongin yang berusaha mengatakan bahwa dia tidak ingin pergi ketika ciumannya terlepas.
"Jangan menangis lagi, hm?" Jongin mengusap saliva di bibir Kyungsoo dengan ibu jarinya. Nada khawatir terdengar begitu sarat dalam kalimatnya.
Lift yang berbunyi memecah perhatian Kyungsoo. Wanita itu melakukan hal yang sama dengan mengusap bibir Jongin, prianya harus tampil dengan baik sebelum pergi ke kantor.
"Tidak, cepatlah pergi," jawabnya asal meski sebenarnya perlakuan Jongin yang seperti itu semakin membuatnya ingin menangis.
Kyungsoo melepasnya, Jongin berjalan mundur tanpa memutus kontak matanya dari Kyungsoo. Bibirnya mencebik lucu mengundang wanita itu untuk memberikan senyuman cerah.
Mengamati prianya berbelok di ujung lalu hilang ditelan cubicle. Dibanding pasangan yang sudah menikah selama tiga tahun, mereka lebih mirip pasangan yang tengah berbulan madu.
o0o
Mansion mewah di kawasan elit itu tampak sepi. Seorang tukang kebun yang tengah menata tanaman serta beberapa pembantu rumah tangga menyapanya ramah sejak ia datang. Langkahnya terasa ringan, wanita itu bahkan bersenandung riang sambil berkeliling untuk mencari sang tuan rumah.
"Ibu!" seru Kyungsoo setelah mendapati wanita paruh baya dengan mata bulat yang mirip dengan miliknya tengah sibuk menonton televisi di ruang tengah.
Wanita itu tampak bahagia mendapati anak bungsunya datang berkunjung. "Sejak kapan kau datang, dimana Jongin?" tanyanya di sela-sela pelukan mereka. Kyungsoo ikut duduk di sofa setelah menyambar apel di atas meja.
"Tentu saja pergi bekerja, dia hanya seorang manajer jadi tidak bisa bolos seenaknya."
Ibunya terkekeh, "Sudah kubilang, suruh dia bekerja di perusahaan ayahmu. Untuk apa ayahmu berjuang keras jika tidak bisa membantu anaknya sendiri."
"Tidak, Jongin ingin mendapatkan pekerjaan dari usahanya sendiri," jawab Kyungsoo. Kalimatnya terdengar lucu karena dia berbicara sambil mengunyah apel yang memenuhi mulutnya. "Lagipula sudah ada Oppa yang membantu Ayah di perusahaan."
Wanita paruh baya itu melipat tangannya kesal, umurnya sudah menginjak kepala empat tetapi kecantikannya sama sekali tidak berubah. "Oppamu itu masih saja kesulitan, kau tau kemarin dia baru saja memecat direktur yang lama karena korupsi."
"Benarkah?!"
Dia mengangguk. "Jongin sudah berpengalaman, dan kalian juga memiliki saham di sana. Akan lebih mudah jika dia bekerja di perusahaan keluarga."
Kyungsoo mengerucutkan bibirnya tampak berpikir, "Baiklah, akan kubujuk lagi nanti, dia selalu menolak tawaran dari Oppa. Dimana yang lain?"
"Ayahmu sedang ada kunjungan ke Jepang, sedangkan Oppamu sudah berangkat pagi-pagi sekali. Kau tau betapa disiplinnya dia." Sang Ibu, Yoona, menghela napas terlihat seperti wanita tua yang kesepian karena ditinggal suami dan anaknya.
Kyungsoo tertawa kecil, mungkin dia harus lebih sering berkunjung nanti.
"Kebetulan kau ada di sini, bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan. Ibu sudah lama tidak berbelanja," ujarnya semangat yang dibalas Kyungsoo tidak kalah heboh.
"Eoh, aku juga selalu kesepian di rumah karena Jongin hanya libur di akhir pekan. Aku benar-benar butuh jalan-jalan."
Yoona menertawakannya, ada kalanya mereka lebih terlihat seperti saudara kandung. "Baiklah, kau bawa mobil?"
"Tidak, aku naik taksi. Akan kusuruh Jongin menjemput nanti."
"Kita pakai supir saja. Ibu akan berganti baju sebentar," tuturnya antusias.
Kyungsoo tidak terlalu hobi berbelanja, tapi dia senang tiap bisa menghabiskan waktu bersama ibunya.
Mereka menghabiskan dua jam berkeliling di salah satu pusat perbelanjaan. Kaki Kyungsoo sudah terlalu pegal, tetapi ibunya tampak sama sekali tidak memiliki rasa lelah. Wanita paruh baya itu tak henti-hentinya kesana-kemari untuk memilih pakaian padahal tangannya sudah penuh dengan barang yang dia beli.
Kyungsoo mengistirahatkan diri dengan duduk di sofa kecil ketika menunggu Yoona mencoba beberapa gaun di kamar pas.
"Apa ini bagus?" Ibunya keluar dari ruangan kecil itu dengan dress penuh renda berwarna merah.
"Ibu, bukankah ini terlalu berlebihan?" Yoona tampak cantik dengan gaun apapun, hanya saja gaun yang sedang dia coba saat ini lebih cocok untuk digunakan gadis berusia 10 tahun. Kadang Kyungsoo tidak habis pikir dengan selera Ibu cantiknya itu.
"Benarkah? Baiklah akan kucoba yang lain."
Sudah empat kali wanita paruh baya itu bolak balik ke dalam ruangan untuk berganti baju, tetapi Kyungsoo selalu memberi kritikan pada setiap bajunya. Dress terakhir yang dia kenakan tampak berbeda, tidak ada motif ataupun model yang macam-macam. Hanya dress hitam polos setinggi lutut dan lengan pendek, namun diluar dugaan, Kyungsoo bertepuk tangan dan memujinya habis-habisan.
"Ini pakaian terbaik dari seluruh pakaian yang Ibu beli hari ini."
"Kyungsoo-ya, ini terlalu simpel. Tidak ada motif, tidak berwarna, modelnya juga biasa saja. Apa menjadi calon idol tidak pernah mengubah selera fashionmu? Kau selalu saja memenuhi lemari dengan pakaian hitam."
Kyungsoo memutar bola matanya, jika Ibunya memiliki selera yang lebih baik maka sebaiknya dia memilih pakaiannya sendiri. Bukan menanyakan segala yang ia beli pada Kyungsoo lalu tidak terima saat dia memberi saran.
Yoona tengah sibuk menunggu pakaian yang dia pilih untuk dibayar ketika matanya tidak sengaja menangkap Putri bungsunya hanya berdiam diri di sofa.
"Kyungsoo-ya, kau tidak membeli apapun? Belilah sesuatu, Ibu yang akan membayar," ujar wanita itu sambil berjalan mendekat.
"Harusnya aku yang membelikan, bukan Ibu yang membelikanku."
"Uang Ibu bahkan lebih banyak darimu, pilihlah pakaian yang kau suka."
Kyungsoo menggelengkan kepala, "Seleraku tidak terlalu bagus, biasanya Jongin yang memilihkan untukku. Aku hanya memakai baju yang disukai Jongin."
"Aigoo." Wanita itu mengusap kepala Kyungsoo. "Kau ini patuh sekali pada suamimu, hm?"
"Kalau Ibu memaksaku, aku akan membeli baju hitam yang Ibu coba tadi," kata Kyungsoo bersemangat namun berkebalikan dengan Ibunya yang langsung berlalu dari sana.
"Tidak perlu, Ibu tidak mau orang mengiramu sedang mendatangi upacara pemakaman lagi."
Ibunya kembali mengungkit kejadian itu. Tentu, mana ada seorang Ibu yang senang anaknya dipermalukan. Kyungsoo tidak memiliki kalimat untuk menanggapi, dan sepertinya Yoona menyadari suasana canggung itu.
"Yah! Lagipula gaun itu tidak akan muat di tubuhmu. Kau tidak tau seberapa besar ukuran dadamu itu. Astaga, Jongin sangat beruntung."
"Ibu!" Kyungsoo berteriak malu. "Kenapa kau membicarakan hal seperti itu."
"Tubuhmu juga sangat pendek, pasti gaunnya terlalu panjang," goda Yoona lagi.
"Aish, Ibu aku tau kau cantik sedangkan aku tidak. Aku ragu apa aku anakmu atau bukan, Ibu dan ayah memiliki postur sempurna sedangkan aku dan Oppa tidak bisa tumbuh tinggi."
Yoona memukul kepalanya hingga Kyungsoo mengaduh kesakitan, "Setidaknya bersyukurlah karena kalian cantik dan tampan!" Wanita paruh baya itu mencebikkan bibir, dia berlalu dari sana dan kini giliran Kyungsoo yang bertugas menggodanya. Ibunya sering lupa umur.
Setelah selesai membayar beberapa pakaian ibunya, mereka berniat untuk segera pulang karena sudah 3 jam lebih berkeliling. Tubuhnya mulai lelah, wanita cantik itu tidak membeli apapun meski kedua tangannya telah penuh dengan belanjaan. Ya, semua itu milik ibunya.
Yoona tak berhenti berceloteh ketika mereka berjalan beriringan hingga tak menyadari saat Kyungsoo berhenti. Putri bungsunya itu tengah memandangi sesuatu di balik kaca. Dia kembali untuk memanggil Kyungsoo yang tersangkut di salah satu toko.
"Kyungsoo, apa yang kau lih—"
Sudut bibir Kyungsoo tertarik ke atas, dia berbicara tanpa mengalihkan pandangannya. "Ibu, bukankah itu lucu?"
Wanita paruh baya itu terperanjat setelah mengikuti tatapan Kyungsoo, dia memandang Kyungsoo penuh harap. "Sayang, apa kau hamil?!" tanyanya refleks.
"Ti-tidak!" seru Kyungsoo cepat. Kekecewaan yang sejenak mampir di raut wajah Yoona bisa Kyungsoo tangkap dengan jelas. Tidak dipungkiri lagi, Ibunya memang sudah lama menginginkan seorang cucu. Kakak lelakinya tak kunjung menikah dan yang bisa dia harapkan hanyalah Kyungsoo. "Aku hanya bilang kalau baju bayi itu lucu, bukan berarti aku sedang mengandung," lirih Kyungsoo.
"Ah, maafkan Ibu. Haruskah kita membelinya saja?" tanya sang Ibu berusaha menghibur.
"Tidak perlu, untuk apa aku membeli baju bayi."
"Kau bisa menyimpannya, lalu memberikan pada bayi kalian jika waktunya sudah tiba."
Kyungsoo mencebikkan bibir, "Itu menggelikan, Bu." Dia memperhatikan sekitar lalu bersorak saat melihat boneka beruang yang ada di dalam toko perlengkapan bayi tersebut. "Bagaimana kalau membeli boneka saja, aku akan memberikannya pada Jongin."
"Kau pikir suamimu itu anak TK?!"
"Ibu tidak tau saja, Jongin sangat suka dengan beruang coklat. Dia bahkan memanggil dirinya sendiri dengan sebutan beruang. Itu lucu." Wanita itu terkekeh pada kalimatnya sendiri sebelum membuka pintu kaca di depannya.
Kyungsoo banyak berbicara tentang Jongin, semua yang mereka bicarakan akan selalu dihubung-hubungkan dengan Jongin, dan itu membuat Sang Ibu mengerti betapa Kyungsoo sangat menyayangi suaminya. Wanita itu bahkan tak berhenti bercerita saat mereka sudah berada di dalam mobil. Dia baru berhenti saat mendapatkan tatapan serius dari Yoona.
"Ada yang ingin Ibu katakan?"
Yoona menggerakkan tangan untuk ikut mengelus boneka beruang di tangan Kyungsoo. "Apa kau begitu mencintai Jongin?"
"Kenapa Ibu menanyakan hal yang sudah Ibu tau jawabannya."
"Ibu tidak berniat untuk memaksamu, tapi Ibu hanya ingin memberi sedikit saran."
"Apa itu?" tanya Kyungsoo penasaran. Dia memainkan bibir tebalnya hingga mengerucut lucu. Kyungsoo tampak dewasa di luar, tapi dia menyembunyikan sifat manja yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang tertentu.
"Putri dari teman Ibu kemarin baru saja melahirkan. Mereka sudah menikah selama dua tahun dan baru kali ini dikaruniai anak." Dia menghela napas ragu, Yoona berusaha memilah kalimat agar lebih enak didengar. "Kau pernah dengar bahwa beberapa orang mengadopsi anak agar mereka segera memiliki keturunan? Dia melakukannya, dan tidak lama kemudian hamil."
"Jadi Ibu ingin aku mengadopsi?"
Yoona meraih kedua tangannya berusaha lebih dekat, "Ibu tidak bermaksud untuk memaksamu, itu terserah kalian. Ibu hanya memberi saran, semuanya kembali lagi padamu. Ibu hanya ingin yang terbaik untuk kalian," ujarnya yang diakhiri dengan senyuman.
Dia cukup dekat dengan Kyungsoo. Meski mereka berasal dari keluarga kaya, tetapi Yoona selalu merawat anak-anaknya sendiri dengan sepenuh hati. Hal itulah yang membuatnya begitu dekat dengan Kyungsoo. Meski Putri bungsunya itu tak pernah bercerita, tetapi dia begitu mengerti jika Kyungsoo merasa tertekan dengan masalah ini. Terlebih keluarga Jongin yang membuat Yoona semakin khawatir. Bukan bermaksud mencampuri urusan Kyungsoo, dia hanya berusaha membantu semampunya.
Kyungsoo tampak berpikir sejenak, lalu dia menganggukkan kepala. "Aku akan mempertimbangkannya, Bu. Terima kasih," jawabnya sungguh-sungguh.
o0o
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Kakak laki-laki Kyungsoo, Junmyeon, baru saja pulang dan tak berhenti mengejek adiknya dengan mengatakan mimpi apa dia hingga Si Bungsu akhirnya berkunjung. Sedikit berlebihan karena kenyataannya Kyungsoo memang sering berkunjung, dasar Junmyeon saja yang terlalu sibuk hingga mereka jarang bertemu.
Jongin datang menjemputnya saat jam menunjukkan pukul 6 sore. Mereka menyempatkan untuk makan malam bersama sebelum pulang, Kyungsoo kembali menjadi bulan-bulanan Junmyeon terlebih setelah Jongin berada di sana. Lelaki itu tak berhenti membicarakan aib Kyungsoo hingga wanita itu mengeluarkan sifat manjanya yang berlebihan.
Jongin hanya tertawa melihatnya, istrinya terlalu menggemaskan hingga dia tak bisa berbuat apapun. Pria itu juga menghabiskan beberapa waktu untuk berbicara dengan Junmyeon tentang permasalahan bisnis, dan tak terasa dua jam berlalu dengan cepat. Mereka segera berpamitan setelah menyadari hari sudah terlalu malam.
Kyungsoo yang mulai mengantuk hanya menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi mobil. Dia berdecak saat lalu lintas mulai tersendat. Bukan Seoul namanya jika tidak macet.
Jongin yang tampak mengerti berusaha mengulurkan tangannya untuk mengelus pipi gembil Kyungsoo. Wanita itu menatapnya dengan mata setengah tertutup.
"Kau mengantuk? Tidurlah," titah Jongin.
Kyungsoo memiringkan tubuhnya ke arah pria itu, meraih sebelah tangan Jongin dengan kedua tangannya lalu menempelkan pada pipi Kyungsoo. "Aku tidak bisa tidur," adunya dengan bibir yang mengerucut lucu.
"Macetnya tidak panjang, sebentar lagi kita akan sampai," ujar Jongin menenangkan.
"Ah, sebentar." Kyungsoo tampak mengingat sesuatu. Tubuhnya mengarah ke jok belakang untuk mengambil sesuatu, lalu kembali dengan sebuah boneka berbentuk beruang yang segera dia berikan pada Jongin. "Bukankah ini lucu?"
"Kiyowoo~~" cicit Jongin dengan suara kecilnya. Pria itu tersenyum senang hingga kedua matanya menyipit, bibirnya yang tebal juga ikut mengerucut ketika berbicara. Jongin pun memiliki sisi kekanakan yang tidak diketahui banyak orang. Mereka adalah pasangan yang paling menggemaskan. "Bukankah ini sangat mirip denganku? Matanya juga tampak mengantuk sepertiku."
"Benar, dia seperti duplikatmu. Kau menyukainya?"
Pria itu menganggukkan kepala, sedikit berlebihan, namun menggemaskan. "Aku sangat menyukainya, apa ini untukku?"
"Tentu."
"Terima kasih, aku harus membelikanmu boneka Pororo lagi nanti."
"Tidak perlu, kau sudah membelikanku banyak Pororo."
"Tapi kau menyukainya." Jongin menatapnya lembut, kalimatnya secara tidak langsung menyatakan bahwa dia selalu ingin melihat Kyungsoo bahagia. "Akan kubelikan nanti, dimana kau membeli beruang ini?"
Wanita itu terdiam. Kyungsoo kembali meraih tangan pria itu, meletakkannya di pipi dan menjadikannya sebagai bantal tanpa memutus tatapannya pada Jongin.
"Chagi-ya," panggilnya, sedikit manja.
"Hmm?"
"Tadi aku melihat pakaian bayi yang lucu-lucu."
Jongin menatapnya sebentar. Dia tersenyum, tangannya yang berada di pipi Kyungsoo mengelusnya pelan, namun pria itu tidak menjawab apapun.
"Ibu bercerita bahwa putri temannya berhasil mengandung setelah mereka mengadopsi anak. Dia menyarankanku untuk melakukan itu dan kupikir memang ada benarnya. Baekhyun dan Chanyeol juga mengadopsi Taehyung sebelum mendapatkan Jesper dan Jiwon." Kyungsoo menggigit bibirnya menanti respon Jongin. "Bagaimana menurutmu?"
"Apa kau tidak apa-apa?"
"Memangnya kenapa?"
Jongin kini memberikan seluruh perhatiannya pada Kyungsoo. "Kalau kita mengadopsi mereka berarti mereka akan menjadi tanggung jawab kita selamanya. Jika kita memiliki buah hati sendiri nanti, kau tidak boleh membedakan antara mana yang anak kandungmu dan mana yang tidak, kau bisa melakukannya?"
Bukannya Jongin meragukan Kyungsoo, wanita itu memiliki hati yang baik dan tidak mungkin menyakiti anak mereka sendiri. Hanya saja, melihat obsesi besar Kyungsoo yang bersikeras untuk memiliki anak dari rahimnya sendiri, membuatnya takut kalau dia hanya berpikiran pendek. Kyungsoo hanya berpikir jika mengadopsi bisa membuat mereka cepat mendapat keturunan, tanpa berpikir jika hal itu gagal maka tidak akan ada yang bisa disalahkan.
"A-aku akan menyayanginya jika dia bisa membuatku jatuh cinta, tentu aku juga tidak akan mengadopsi sembarangan."
Jongin menganggukkan kepala mengiyakan, mobil mulai melaju pelan dan dia menarik tangannya dari Kyungsoo untuk berpindah pada roda kemudi. "Kita akan pergi ke panti jika ada waktu luang."
"Benarkah?! Terima kasih, Chagi~" jawab Kyungsoo riang.
"Ah, tadi Ibu meneleponku, dia bilang Rahee akan berulang tahun besok."
"Oh, begitu?" respon lirih dari Kyungsoo segera menyadarkan Jongin. Pria itu berdehem dan segera menyambung kalimatnya.
"Ki-kita tidak harus datang. Ya, lagipula aku akan ada lembur besok, tidak apa-apa," dustanya dengan aksen gugup.
"Putri Noonamu berulangtahun, sudah seharusnya kita datang. Aku akan datang sendiri jika kau tidak bisa."
"Kita datang bersama!" seru Jongin cepat. Dia tidak akan membiarkan Kyungsoonya datang sendiri. "Kyungie, kita bisa tidak datang jika tidak ingin, maksudku—"
Kalimat Jongin terpotong oleh senyuman manis Kyungsoo. "Aku akan datang, mereka keluargamu."
Entah kenapa kalimat sesederhana itu mampu membuat hati Jongin mencelus. Betapa beruntungnya dia memiliki Kyungsoo, wanita itu berasal dari keluarga yang jauh lebih mampu dari Jongin. Jika dibandingkan, status sosial keluarga Kyungsoo jauh berada di atas keluarga Jongin, tetapi wanita itu bersedia untuk menikah dengannya. Selalu bersikap baik pada keluarganya meski Jongin pikir Ibu dan Noonanya tidak terlalu baik pada Kyungsoo.
Mereka memutuskan untuk datang keesokan harinya. Acara dimulai pada sore hari, jadi Kyungsoo masih bisa menunggu hingga Jongin pulang dan berangkat bersama.
Dia menghabiskan seluruh hari untuk memilih pakaian terbaik yang akan dia kenakan, takut jika mereka akan mengatainya salah acara seperti tahun lalu karena dress hitamnya. Kyungsoo berakhir dengan memakai dress kuning cerah sebatas lutut, Jongin yang merekomendasikannya melalui telepon, dia langsung mengiyakan padahal lelaki itu hanya menjawab asal.
Acara dilaksanakan di kafe milik keluarga, kedua kakak perempuan Jongin sudah menikah dan memiliki anak. Rahee, anak kakak perempuan Jongin yang paling tua adalah yang sedang berulang tahun. Sedangkan kakak kedua Jongin baru melahirkan beberapa bulan lalu, Kyungsoo sibuk menimbrung sambil melihat bayi berusia 6 bulan di gendongan kakaknya.
"Eonni, lihatlah dia menguap! Ahh, lucu sekali." Kyungsoo tak berhenti terpana dengan bayi yang ada di hadapannya, tetapi kakak Jongin sepertinya tidak sedang berpikir hal yang sama.
Jujur saja ini sangat tidak mudah bagi Kyungsoo. Dia bukan orang yang terlalu cakap sehingga membenci acara pertemuan seperti ini, namun demi Jongin, dia melakukan segalanya.
"Kau yang membeli mainan mahal itu untuk Rahee?" tunjuknya pada mainan besar yang tampak mahal di meja depan.
Kyungsoo mengikuti tatapannya, "Ah itu, Jongin yang membelinya sepulang kerja," jawabnya formal.
"Hanya Jongin yang membeli? Kau tidak membelikan sesuatu?"
Kyungsoo terdiam, bukankah pemberian dari Jongin itu sama saja dengan pemberian darinya. "Haruskah kita membeli hadiah masing-masing?"
"Tentu saja, uangmu kan banyak. Kau juga memiliki penghasilan sendiri meski tidak bekerja, seharusnya kau bersikap lebih baik pada keluarga suamimu."
"Maafkan aku." Kyungsoo menundukkan kepala meminta maaf.
Sebenarnya dia bukanlah wanita yang mudah direndahkan, Kyungsoo memiliki tata krama yang baik dan tingkat sosial yang tinggi. Orang-orang akan sangat menghormatinya karena dia begitu elegan. Tetapi semua itu tidak berlaku lagi bagi keluarga Jongin, dulu memang Kyungsoo dipuja-puja karena dia berasal dari keluarga kaya, tetapi keadaan bisa saja berubah. Kyungsoo hanya menurut pada mereka karena tidak ingin menyebabkan masalah antara dirinya dengan Jongin, dia hanya tidak mau kehilangan pria itu.
"Eonni, boleh aku menggendongnya?"
"Hati-hati, kau bisa mematahkan kepalanya jika salah posisi. Kau tidak bisa mengganti bayiku dengan uangmu," ujarnya ketus.
Kyungsoo tidak membalas, dia hanya menerima bayi lucu itu dengan sangat hati-hati. Ini bukan pertama kalinya dia menggendong seorang bayi, Kyungsoo menyukai anak-anak dan dia sudah sering menggendong mereka.
Mungkin karena hari sudah menjelang malam, bayi itu mengantuk dan mulai menangis ingin segera tidur.
"Eonni, apa yang harus kulakukan?"
"Kau berikan saja susunya, nanti diam sendiri!" serunya acuh sambil melanjutkan acara mengobrol dengan teman-temannya.
Kyungsoo mengambil botol susu yang dimaksud dan memberikannya pada bayi itu. Mengayun-ayunkan gendongannya sembari menyanyikan lagu tidur agar cepat terlelap, bayi itu baru beberapa menit menutup mata, namun tak lama kemudian dia kembali terjaga dan memuntahkan susunya. Bayi itu menangis lagi, Kyungsoo repot sendiri sedangkan ibu dari sang bayi sama sekali tidak berniat untuk membantu.
"Eonni, dia memuntahkan susunya," ujar Kyungsoo panik.
"Itu karena susunya terlalu banyak, bayi belum memiliki pencernaan yang baik, memberikan susunya harus dengan hati-hati. Kau tidak punya bayi mana tau hal seperti itu!" serunya enteng. Dia bahkan tidak beranjak dari duduknya untuk membantu Kyungsoo, padahal ini menyangkut bayinya.
Jongin yang mendengar itu merasa tidak terima istrinya diperlakukan dengan buruk, Kyungsoo bukan Babysitter Noonanya.
"Apa yang terjadi?" tanya Jongin sambil mendekati Kyungsoo.
"O-Oh, Jongin-ah!" Noonanya langsung berdiri gelagapan saat menyadari Jongin datang. "Kyungsoo hanya ingin menggendongnya. Dia jadi kerepotan padahal aku sudah melarangnya," katanya sambil mengambil bayi itu dari Kyungsoo. Dia tiba-tiba banyak tersenyum, Kyungsoo tidak habis pikir bagaimana bisa mereka berlaku seperti itu di depan Jongin.
"Dia sangat lucu jadi aku ingin menggendongnya," tambah Kyungsoo.
"Oh, Kyungsoo-ya, maafkan aku. Dia muntah dan mengenai pakaianmu. Ahh bagaimana ini, bajumu jadi kotor karenanya," wanita itu meraih tisu di dekatnya dan membantu membersihkan noda di pakaian Kyungsoo.
"Tidak apa, Eonni. Aku bisa membersihkannya sendiri." Kyungsoo tersenyum sopan. Kakak perempuan Jongin sangat pandai berakting.
Jongin meraih tangannya, tidak ingin meninggalkan Kyungsoo bersama Noonanya lagi. Pria itu membawa Kyungsoo ke dalam agar ikut menikmati pesta.
Setelah acara selesai, mereka berkumpul di tengah ruangan untuk sekedar saling mengobrol. Ayah Jongin sedang memiliki pekerjaan dan tidak bisa ikut hadir, hari itu benar-benar menjadi milik ibunya karena dia yang sepenuhnya berkuasa.
Wanita itu tak berhenti membicarakan tentang kedua cucu perempuannya yang begitu menggemaskan. Semua orang tampak bersenang-senang, sedangkan Kyungsoo hanya duduk di samping Jongin tanpa berbuat apapun. Pembicaraan dengan topik seperti ini cukup membuat dirinya merasa tidak nyaman.
Dia terkejut saat Jongin mengguncang tangannya, Kyungsoo melamun hingga tak menyadari saat Ibu Jongin mengajaknya bicara.
"Ada apa, Ibu?"
"Aku bertanya apa kau sudah mengandung atau belum? Jongin adalah anak laki-laki satu-satunya, tentu aku ingin segera menggendong cucu dari anak laki-lakiku."
Kyungsoo menundukkan kepalanya dalam, "Maafkan aku, kami belum mendapatkannya."
"Kalian sudah lama menikah tapi tidak juga memberi Ibu cucu, bahkan kakakmu yang baru menikah saja sudah memiliki anak. Apa kau benar mencintai istrimu, Jongin?"
"Ibu!" Pria itu menghela napas, berusaha menahan emosi yang menyesaki dadanya. Kenapa ibunya begitu tidak suka pada Kyungsoo.
"Kyungsoo-ya, kau mempunyai banyak uang, apa susahnya untuk pergi ke dokter dan melakukan program. Sekarang sudah ada banyak teknologi yang bisa membuatmu hamil dengan mudah."
Kyungsoo tak berani mengangkat kepalanya ketika berbicara, dia tidak mau semua orang tau kalau kelopaknya hampir tidak bisa menahan air mata. "Kami sudah mengikuti program, Ibu. Kumohon tunggulah sebentar lagi."
"Kau juga mengatakan hal seperti itu tahun lalu, Kyungsoo. Aku ragu apa kau bisa mengandung atau tidak!"
"Ibu, jangan selalu menyalahkan Kyungsoo. Ini diluar kemampuan kami!" Jongin menaikkan nada bicaranya tidak terima.
"Apa gunanya kau menikah dengan wanita ini jika tidak bisa memberimu keturunan. Aku menyesal mendukungmu untuk menikah dengannya, dia memiliki banyak uang tapi sama sekali tak peduli tentangmu. Padahal keluarganya memiliki perusahaan besar tapi kau tetap bekerja dengan jabatan rendah di perusahaan orang lain, Wanita ini benar-benar—"
"IBU HENTIKAN!"
"... tidak berguna," lanjutnya.
Jongin bangkit dari tempat duduknya. Wajahnya merah padam menahan amarah. Ibunya sudah keterlaluan karena mempermalukan Kyungsoo padahal dia sama sekali tidak mengetahui apapun.
"Kenapa kalian begitu tidak suka pada Kyungsoo. Apa karena dia belum bisa memberi Ibu seorang cucu?! Itu sama sekali bukan kesalahan Kyungsoo! Kami tidak pernah berhenti berusaha, Ibu tidak tau kalau terkadang aku masih memakan pizza tapi Kyungsoo sama sekali tidak menyentuh junkfood selama dua tahun demi menjaga kondisi tubuhnya. Aku sangat mencintai Kyungsoo bahkan jika dia tidak dapat mengandung sekalipun aku tidak akan pernah meninggalkannya!"
Semua orang terdiam, Jongin menarik tangan Kyungsoo untuk berdiri sedangkan wanita itu tak berhenti berbisik menyuruh Jongin berhenti membentak Ibunya.
"Dan satu lagi yang tidak Ibu tau, keluarga Kyungsoo sangat baik padaku. Mereka berulang kali menawarkan pekerjaan tapi aku yang menolaknya. Aku malu, Bu! Mereka telah memberi begitu banyak tapi aku tak bisa memberi apapun. Harusnya Ibu juga merasa malu karena sudah memperlakukan wanita sebaik Kyungsoo dengan seperti ini!"
Jongin menarik tangan Kyungsoo lalu membanting pintu dengan keras. Napasnya masih terasa berat saat dia sudah berada di dalam mobil, lalu genggaman lembut tangan Kyungsoo berhasil membuatnya mereda. Wanita itu selalu berhasil membuat Jongin hati luluh.
"Maafkan aku," bisik Kyungsoo sambil menatapnya penuh rasa bersalah.
"Kau tidak bersalah, Sayang. Aku yang bersalah karena membiarkan Ibu memperlakukanmu seperti itu," ujarnya frustasi.
"Itu semua terjadi karena aku."
Jongin menggelengkan kepala. "Maafkan Ibuku karena sudah merendahkanmu. Tidak akan kubiarkan kau datang ke sana lagi."
"Dia Ibumu, Jongin. Kau tidak boleh seperti itu." Jongin menatapnya lekat. Wanita itu bahkan masih membela Ibunya yang jelas-jelas bersalah, dia tidak tau lagi betapa baiknya hati Kyungsoo. Jongin semakin merasa bersalah.
"Tidak akan kubiarkan dia menyakitimu lagi, dia tidak berhak berbicara seperti itu padamu."
Pria itu segera memeluknya, Kyungsoo tetap berusaha terlihat baik meski kalimat dari Ibu Jongin semakin membuatnya terbebani. Jongin tau, istrinya akan kembali menangis dalam tidurnya.
Kyungsoo memiliki hati yang sangat rapuh, wanita itu hanya terlalu pandai menyembunyikannya hingga tak ada yang tau.
.
.
.
To Be Continued
.
Hi, aku datang membawa seluruh rasa frustasiku, haha.. Harusnya hari ini aku update MH chap 7 tapi karena gak ada mood, dari pada malah berantakan mending upload ini.
Jujur aku lebih nyaman nulis dg genre seperti ini, Mutiara Hitam banyak membuatku stress, wkwk.. Aku milih nulis ini dan bodo amat sama penulisannya, khusus cerita ini aku Cuma pengen nulis apa yg pengen aku tulis. Banyak rencana yg kubuat dan itu ga berjalan lancar, jadi lebih baik gapake rencana dan langsung upload, wkwk..
Setelah MH tamat aku bakal ganti ke story baru lagi dg genre yg cukup serius. Jadi maklumi saja kalo aku pengen bikin cerita fluffy kayak gini buat selingan, aku bener-bener ga suka sama genre yg serius2, tapi bukankah kita juga harus melakukan hal yg tidak kita suka? I'll try my best, hmm hmm... Bentar lagi liburan berakhir, apalah dayaquu.
OH IYA, GUYS! READ THIS, PLEASE! Kalian tau event KFF2K18?! Iya, ada lagi. Sekarang waktunya kalian bisa upload prompt atau ide cerita, jadi nanti kalau beruntung ide kalian akan dibikin story sama para author kaisoo. Dari pengalamanku, tahun lalu cerita yang GS itu masih sedikit banget, dan please bagi kalian yang doyan GS bantu upload prompt GS sebanyak-banyaknya, karena penulis juga ga bakal bisa nulis kalo ga ada idenya. Kalian bisa cari infonya di akun KFF2K18, bisa di ffn, instagram ataupun wattpad. Sekarang kebetulan lagi jadwalnya School au, jadi cepet-cepet cek ke sana yaaa.. Makasih.
10072017
