chapter 2.
.
Selamat membaca
.
.
Jinyoung berusaha melupakan percakapannya dengan Mark tadi, mengabaikan debaran jantung yang begitu cepat dan kenangan kenangan yang memenuhi memori otaknya.
Kemudian menyetir kealamat anaknya sekarang berada, diarahkan oleh system navigasi yang ada di mobilnya.
.
.
Jinyoung melangkah masuk bangunan dimana Minjoon berada, Jinyoung tersenyum melihat anaknya Minjoon sedang bermain dengan teman teman sebayanya. Minjoon adalah segalanya untuk Jinyoung.
Seorang guru pembimbing menghampiri Jinyoung yang berdiri diambang pintu kelas. "Minjoon eomma datang lebih cepat, apakah ingin Minjoon pulang sekarang atau Minjjon eomma akan menunggu?"
"ahh aku akan menunngu Minjoon, apakah Minjoon bersikap baik dihari pertamanya disini?"
"baik, Minjoon benar benar anak yang mudah bergaul. Pada anak anak pemalu pun dia yang memulainya terlebih dahulu. Ajak Minjoon kesini kapanpun, dia benar benar anak yang baik anda beruntung memiliki Minjoon."
Jinyoung mengulum senyum nya, dirinya memang beruntung memiliki Minjoon dalam hidupnya. Dan Minjoon mudah bergaul mungkin itu gen dari dirinya bukan Mark –ayahnya-.
Minjoon yang sedang bermain bersama teman temannya melihat Jinyoung berdiri di depan pintu. Minjoon tersenyum dan berlari menghampiri Jinyoung. "eomma aku punya banyak teman baru, mereka semua baik padaku"
Jinyoung menyamakan tingginya dengan Minjoon, memeluk dan mencium bibir anaknya.
"Benarkah? apa Minjoon juga bersikap baik pada teman teman?"
"Tentu saja eomma dan samchon kan selalu mengajari Minjoon untuk bersikap baik pada orang lain."
.
.
Minjoon bercerita tentang kegiatannya tadi, terdengar mengasyikkan. Jinyoung memang beruntung memiliki Minjoon, Jinyoung tidak yakin bisa bertahan sejauh ini tanpa Minjoon.
"Eomma kita akan kemana sekarang? Apa kita akan kembali ke penginapan?"
"Bisa jadi, Emmm bagaimana kalau kita bertemu seseorang?"
"Siapa eomma? Appa?" Minjoon bertanya dengan penuh semangat.
"Bukan appa mu sayang, appa mu sangat sibuk, tapi bagaimana jika kita bertemu Nenekmu?"
"Aku punya nenek?" mata Minjoon berbinar sarat akan kekaguman.
.
.
Diluar dugaan Jinyoung ibu Mark menerima dirinya dan Minjoon dengan tangan terbuka, tidak seperti dulu saat Jinyoung jadi teman dekat Mark. Terlihat jelas saat itu ibu Mark benar- benar tidak suka dengannya terlihat dari sorot matanya.
Tapi sekarang wanita itu namapak tak percaya dan bahagia Minjoon juga sama bahagianya ternyata mempunyai nenek yang katanya masih terlihat cantik, entahlah anak ini belajar dari mana kata kata tersebut.
Ibu Mark yang memulai pembicaraan. "Apa Mark sudah bertemu dengan cucuku?"
Hati Jinyoung menghangat ibu Mark benar benar bisa menerima Minjoon bahkan mengatakan –cucuku-. Jinyoung menggeleng memandang Minjoon yang sedang menghabiskan cake coklat kesukkannya. "Belum nyonya."
"Panggil aku eomma mulai sekarang Jinyoung, kau ibu dari cucuku."
Jinyoung memandang mata ibu Mark dan tersenyum setelahnya "terimakasih Eomma."
Ibu Mark memegang tangan Jinyoung "Maafkan sikapku dulu Jinyoung, aku benar benar tidak tahu dulu kau sedang hamil cucuku Minjoon, dank arena aku kau dan Mark berpisah".
"Tidak apa apa eomma, mungkin dulu aku memang tidak baik dan situasi dulu sangatlah rumit, dan wajar eomma mempercayai perkataan eonniku."
"Aku benar benar menyesal Jinyoung, gara gara sikapku dulu Minjoon tumbuh tanpa ayah di sampingnya."
"Sungguh aku sudah memaafkan itu eomma, tapi aku juga ingin eomma tau bahwa dulu aku sangat mencintai Mark, dan aku tidak mungkin melakukan itu pada Mark, aku tidak mungkin menyakiti Mark. Mark yang mengajariku kasih sayang. Dan Minjoon yang mengajariku kedewasan. Minjoon segalanya untukku."
"Dia marah kepadaku, karena ucapanku dulu tentangmu, dan kita sudah tidak dekat bahkan dia pergi dari rumah ini, aku jarang bertemu dengannya. Aku ibu yang jahat, aku yang memutuskan kebahagiaan anakku sendiri."
"Tapi eomma adalah ibunya itu yidak akan berubah, seperti Mark adalah ayah Minjoon." Jinyoung tau ibu Mark adalah salah satu sebab dia perdi, tapi sebuah kesalahan haruslah dimaafkan.
"Selama ini kau tinggal di mana Jinyoung?"
"aku tinggal di Ilsan, aku sangat beruntung. Aku bertemu dengan seseorang namanya Im Jaebum. Dia yang membantuku selama ini, dia yang mencarikanku tempat tinggal saat aku mengijakkan kaki si Ilsan. Dan Jaebum oppa juga yang memberikanku pekerjaan." Jinyoung tersenyum membayangkan betapa baiknya Jaebum padanya.
"Apa kalian dalam suatu hubungan yang lebih?" Ibu Mark bertanya dengan suara lirih.
"Aku sudah menganggapnya seperti kakak ku sendiri." Jinyoung tersenyum " sangat sulit hidup dilingkungan baru saat keadaan ku seperti itu. Maafkan aku aku terlalu banyak cerita."
"Tidak apa apa, dimana sekarang kau dan Minjoon tinggal?" ibu Mark mengalihkan pandangan pada Minjoon yang hamper selesai memakan cake cake nya.
" Aku dan Minjoon tinggal di penginapan ya sebuah flat yang nyaman dan sederhana."
"Bagaiman kalau kalian tinggal disini?"
Jinyoung memandang Ibu Mark tidak percaya. "tidak..tidak..terima kasih atas tawaran eomma."
"Kenapa? Minjon pasti juga mau tinggal disini."
"Tidak eomma aku takut Mark marah."
Jinyoung menghampiri Minjoon "kau sudah selesai sayang? Ayo cuci tangan dan mulutmu." Minjoon berlari menuju wastafel yang ada di dapur.
"Aku yang akan menelponnya, aku akan memintanya supaya kau dan cucuku bisa tinggal disini."
"Terimakasih eomma, tapi aku benar benar takut Mark akan Marah." Tidak Jinyoung takut Mark menolaknya, mengusirnya lagi seperti dulu.
Ibu Mark menjawab dengan senyum dan anggukan.
"eomma aku dan Minjoon akan pulang dulu, Minjoon belum istirahat."
"kenapa tidak tidur disini Jinyoung?"
"besok Minjoon dan eomma akan kesini lagi, Minjoon akan bertemu nenek lagi." Minjoon sepertinya benar benar mengerti keadaan Jinyoung.
"baiklah kalau itu yang dimau cucu nenek." Ibu mark membawa Monjoon ke dalam pelukan hangatnya."
"kalu begitu kami pulang dulu eomma, terimakasih."
.
.
.
Mark masih sangat marah, Mark berusaha meredam suaranya. Tetapi orang yang ada di seberang sana yang menjadi lawan bicaranya tau jika mark sedang di penuhi dengan amarah.
"Ini bukan waktu yang tepat untuk membuat keputusan Mark, tunggulah beberapa hari lagi. Aku tahu kau sedang diselimuti oleh amarah yang membabi buta. Kau punya kesempatan untuk menjernihkan pikiran mu terlebih dulu."
"apa kau tidak akan marah jika kau ada di posisiku sekarang?"
"jelas aku akan marah Mark, aku mengakui itu. Kita bisa menuntutnya karena saat dia hamil dan tidak memberitahumu dan pergi begitu saja itu bisa kita laporkan."
Mark fikir itu tidak akan terjadi karena dulu Jinyoung memberitahunya atas kehamilannya tapi Mark dulu tidak mempercayai Jinyoung, tidak mempercayai kalau itu bayinya karena apa yang dilakukan Jinyoung. Ini semu salah Jinyoung.
Dan Mark tidak mau memikirkan masa lalu. Dia yang dulu dan sekarang adalah orang yang berbeda. Dia tidak mau dibodohi lagi. Dirinya memang ayah dari anak itu tapi itu semua tidak mengubah fakta bahea Jinyoung sudah tidur dengan pria lain.
"aku ingin dia hancur."
.
.
.
.
jagan lupa yang uda baca buat ripyu
terimakasih
