Chapter 1 -Kris Version-
Title : 100 Days Without You
Author : Ruby Kim
Cast : Wu Yi Fan (Kris) X Huang Zi Tao (Tao)
Genre : Romance, Tragedy and Love Hurt
Disclaimer : Cast bukan milik saya, cerita asli milik saya. Bertanggungjawab pada dirinya masing-masing. This story is pure fiction, nothing related to real life.
Length : Twoshot
Rated : T
Summary : Berawal dari tragedi mengerikan yang terjadi seratus hari yang lalu dan mengorbankan nyawa kekasihnya. Kris, harus kehilangan orang yang sangat dia cintai untuk selamanya. Di hari keseratus atas kepergiannya, apa yang akan Kris lakukan?
KrisTao is here! YAOI!
Warning : This story contains relationship between man and man (Boys X Boys). Some accident, suicide and blood. Do not read it if you do not like it. Please click back.
Author's Note : Annyeong! Aku melakukan comeback dengan FF tersedih yang pernah aku buat. Ini sad ending dan aku terus menangis selama proses pembuatan. Aku harap kalian menyukai FF comeback ini dan akan ada flashback pada versi Tao nanti. Aku sedang melanjutkan FF yang dulu dan membuat FF yang baru lagi. Diliburan yang sangat panjang ini, aku akan kembali menulis karyaku. Jadi mohon dukungan dan kesabarannya. Terimakasih! Hope you like it!
.
.
.
.
.
"Kau tidak akan mengerti! Ini hanya bisnis! Bagaimana bisa kau berpikir aku selingkuh darimu?! Lagipula aku tak pernah melarangmu untuk dekat dengan Sehun! Kenapa kau harus marah ketika aku dekat dengan Lay?!"
Tao tampak terkejut ketika aku membentaknya, dia menyeka air matanya dan tertawa sinis "Tentu saja aku marah! Kau meneleponnya setiap hari! Kau minum bersamanya setiap hari! Lalu kalian menuju love hotel! Itu bukan bisnis! Kenapa kau mengatakan seks dengan orang lain termasuk bisnis?!"
"Kau tak berhak untuk mengaturku! Jika aku memang tidak mencintaimu aku sudah meninggalkanmu sejak dulu! Tidak bisakah kau diam dan mengikuti apa yang aku katakan! Aku sudah memberikan segalanya padamu!"
Tao menangis mendengarnya, mungkin aku sudah keterlaluan mengatakannya tapi aku benar-benar marah dan tak ada yang bisa menghentikanku.
"Aku tak percaya kau mengatakannya! Aku mencintaimu Kris! Aku bersamamu bukan karena hartamu! Selama ini aku bersabar menghadapi sifat egoismu itu! Kita sudah bersama selama delapan tahun tapi kenapa kau melakukan ini padaku?!"
Aku mendengus marah mendengarnya, kakiku semakin dalam memijak pedal gas mobil dan menjalankan mobilku dengan kecepatan tinggi "Kenapa kau tak bisa percaya padaku?! Aku mengatakan yang sebenarnya! Aku tidak melakukan seks dengan Lay! Dia hanya rekan bisnisku! Kau seharusnya tidak marah dan melakukan hal bodoh seperti tadi!"
"Kris! Ini hari jadi kita yang ke delapan! Kau bahkan tidak ingat! Kemana Kris yang kucintai?! Kemana perginya sifat penyayangmu?! Aku kesepian Kris! Setiap hari aku tidak bertemu denganmu! Ada apa denganmu?!"
Aku benar-benar marah dan tak bisa menahan diriku, teriakan Tao membuatku tak bisa berpikir jernih. Aku melihat lampu lalu lintas menyala hijau di kejauhan, aku yakin pasti bisa melewatinya. Aku kembali membela diriku di depan Tao, amarahku sudah di puncak kepala.
"Kau ingin tahu yang sebenarnya?! Akan kuberitahu yang sebenarnya! Hubungan kita tak akan pernah berhasil!"
"KRIS!"
Aku terperajat bangun dari tidurku, keringat dingin membanjiri tubuhku tak terkendali dan napasku terengah-engah.
Aku menatap ranjang di sebelahku yang kosong.
Ternyata itu hanya mimpi.
Padahal aku berharap kau masih ada di sisiku.
Walau pun keadaan mungkin sangat buruk di antara kita tapi setidaknya aku masih memilikimu.
"Selamat pagi, Tao"
Aku turun dari ranjang lalu bersiap untuk bekerja, aku membuka lemari dan melihat pakaianku yang berantakan, kupilih pakaian hitam seperti biasanya. Dasi yang tergantung di situ kulempar entah kemana, aku tak bisa memakainya dan tidak ada lagi yang memakaikan dasi itu padaku.
Aku membuat sarapan seadanya lalu duduk di sofa sambil menonton televisi, baik berita ataupun sarapan kuabaikan. Aku hanya termenung di sana, kembali teringat pada mimpi mengerikan yang selalu terulang setiap malam. Kejadian itu seakan menghantuiku dan tak akan pernah pergi.
Satu hal yang harus kuingat setiap hari pada diriku sendiri.
Bahwa Tao sudah tidak ada.
Aku kembali hidup sendirian menjalani kehidupan yang monoton seperti robot.
Aku sudah tak bisa merasakan emosi seperti tawa atau marah, aku hanya bisa menangis setiap malam ketika aku menyesali apa yang terjadi pada Tao.
Lalu mimpi itu akan datang untuk menjawab tangisanku.
Tao tak akan pernah memaafkanku.
Kehadiran Tao dalam hidupku benar-benar membuatku merasakan apa yang dinamakan kehidupan, aku merasa sangat berarti dan seseorang menginginkan kehadiranku dalam kehidupannya.
Aku selalu mengingat Tao bahkan aku tak bisa membedakan kenyataan dan ilusi tentang keberadaan Tao saat ini, terkadang aku berpikir Tao akan pulang dan hidupku akan kembali normal tapi kemudian kenyataan meninjuku dan mengatakan bahwa Tao tak akan pernah pulang.
Keluargaku benar-benar khawatir tentang keadaanku dan memintaku untuk memulai hidup yang baru tapi tidak semudah yang dikatakan mereka, aku menolak keinginan mereka untuk kembali tinggal bersama mereka atau memilihkanku pendamping hidup yang baru.
Aku lebih memilih tetap berada di hidupku yang lama walau pun aku harus tersiksa dengan kenyataan yang ada.
Aku bangkit berdiri dan membuang sarapanku, selera makanku hilang. Kumatikan televisi yang tidak kuperhatikan sejak tadi, kuambil kunci mobilku dan pergi ke perusahaan warisan ayahku. Ayahku sebenarnya belum meninggal tapi dia ingin memberikan perusahaan ini lebih awal karena dia ingin aku bisa mewujudkan keinginan terbesarku untuk Tao.
Aku ingin menikahinya.
Walaupun ternyata keinginan itu sudah tak penting lagi.
Aku melangkahkan kakiku memasuki gedung, setiap orang yang melihatku mengucapkan salam dan menyapaku walaupun aku tak menjawab mereka. Ketika aku keluar dari lift, asistenku langsung berlari ke arahku.
"Selamat pagi, Kris. Aku sudah menyiapkan sarapanmu dan kopimu di meja. Laporan yang kau minta kemarin sudah ada, aku juga membawa dasi yang tinggal kau pakai" sapa Chanyeol dengan senyuman lebarnya "Aku memang bisa mengandalkanmu, Chanyeol" pujiku memasuki ruanganku, aku duduk di kursi kesayanganku dan meminum kopi yang sudah tersedia.
"Terimakasih. Seperti biasa jadwalmu sudah kuatur, ada rapat nanti siang disertai jamuan makan. Sisanya hanya melakukan pekerjaan seperti biasa" kata Chanyeol membaca buku catatannya "Aku ingin kau memadatkan jadwalku hari ini" kataku membaca laporannya "Apa? Kenapa? Kau bisa kewalahan jika aku melakukannya" balas Chanyeol terkejut "Tidak apa-apa, aku ingin menyibukkan diri. Pastikan tidak ada jam yang kosong kecuali jam empat sore"
"Kau yakin akan hal ini? Nyonya Wu menyuruhku untuk mengosongkan jadwalmu agar kau bisa mampir ke rumah mereka" jelas Chanyeol, mungkin memadatkan jadwalku bukan pilihan yang bagus.
"Aku tidak mau tahu, masukkan saja apapun. Aku tidak peduli kau mau memasukkan rapat mendadak atau sidak pegawai. Aku sedang ingin sendiri dan tak mau diganggu keluargaku" kataku menutup laporan Chanyeol dan menatapnya tajam "Baik, aku akan kembali membawa jadwal baru"
Aku melirik bingkai foto yang ada di mejaku, fotoku bersama Tao saat kami berlibur ke pantai. Waktu itu aku tidak punya banyak uang dan Tao ingin sekali pergi ke pantai sampai dia merajuk berhari-hari karena aku menolaknya. Aku sampai harus meminjam uang untuk bisa membiayainya.
Aku tersenyum dan mengusap wajah Tao di foto itu, di sana aku memberinya cincin tunangan kami. Dia tak bisa berhenti menangis saat itu, aku bahkan sudah berjanji akan menikahinya ketika dia sudah wisuda nanti. Kami terlihat sangat bahagia di foto itu.
Mengingatnya membuatku benar-benar merindukannya, aku menyangga kepalaku dan menangis tertahan. Aku belum sempat menikahinya dan membahagiakannya.
"Kris, aku membawa jadwal barumu" Chanyeol masuk ke ruangan dan terkejut melihatku menangis "Kau baik-baik saja, Kris?" tanya Chanyeol khawatir, aku mengangguk perlahan "Kau akan menjenguknya?" tanya Chanyeol lagi "Aku ingin kau membeli bunga, bunga apapun yang melambangkan rasa cintaku padanya" pintaku, Chanyeol menulisnya pada catatannya.
"Tidak biasanya kau membawa bunga, dia tidak suka bunga kan?" aku tertawa kecil lalu mengangguk-angguk "Dia tidak suka bunga tapi mungkin dia akan senang jika aku membawanya hari ini" Chanyeol mengangguk mengerti lalu tersenyum "Apa mungkin kau mau kutemani?"
Aku menatap Chanyeol dan menggeleng perlahan "Aku baik-baik saja, aku akan pergi ke sana sendiri" kataku, tanganku memperbaiki posisi foto Tao yang terlihat miring "Baiklah, aku akan memesan bungamu sekarang" balas Chanyeol pamit, aku menghela napas dalam menatap punggung Chanyeol yang menjauh.
"Aku akan mengunjungimu sayang, tunggu aku"
*100 Days Without You*
Sore itu aku kembali ke ruanganku setelah rapat dan jamuan makan, kulihat jam dinding menunjukan pukul setengah empat. Maka aku mulai merapikan mejaku untuk bersiap pergi.
Suara ketukan terdengar sebelum Chanyeol menunjukkan wajahnya dari celah pintu "Kris, ada surat untukmu" kata Chanyeol ketika aku menyuruhnya masuk "Simpan saja dulu olehmu"
Chanyeol terlihat ragu lalu menyimpan surat itu di mejaku, aku menatapnya kesal tapi matanya berkaca-kaca seperti akan menangis.
"Ini dari Lay"
Aku langsung menghentikan kegiatanku, menatap Chanyeol dan surat itu bergantian dengan tatapan tak percaya.
Sejak kecelakaan Tao, Lay menghilang entah kemana bahkan saat pemakaman Tao pun dia tidak berani menunjukkan dirinya.
Dan sekarang, hari ini.
Lay mengirimku sebuah surat.
"Aku akan memberimu waktu" kata Chanyeol beranjak pergi "Yeolie, kumohon. Tetaplah di sini" Chanyeol menatapku sebentar sebelum duduk di sofa dengan gusar.
Aku memperhatikan amplop surat yang ada di tanganku, tidak tertulis apapun selain alamat perusahaanku dan tulisan kecil nama Lay di ujung amplop.
Aku menyobek amplop itu lalu mengambil secarik kertas di dalamnya. Kertas itu terlihat kusut dengan tulisan yang sedikit kabur karena jejak air mata. Aku menarik napas perlahan lalu mulai membacanya.
"Dear Kris,
Aku tahu kau pasti terkejut mendapatkan surat ini dariku.
Tapi aku tak bisa berhenti memikirkan apa yang telah terjadi di antara kita.
Aku mendengar apa yang terjadi malam itu dan aku benar-benar menyesal.
Aku minta maaf atas apa yang terjadi di antara dirimu dan Tao.
Aku juga minta maaf atas kecelakaan itu.
Aku tahu seharusnya aku senang karena tidak ada yang menghalangi kita lagi.
Tapi aku tak bisa memaafkan diriku karena pernah berpikir untuk merebutmu dari Tao.
Tao sudah seperti adikku sendiri tapi aku sangat jahat sampai mengambil hidupnya.
Aku merasa tak pantas untuk menunjukkan diriku saat pemakaman Tao.
Aku merasa tak pantas untuk bertemu dengan para sahabat kita.
Aku merasa tak pantas untuk ada dalam kehidupanmu lagi.
Karena itu aku mengasingkan diriku.
Aku tahu kau pasti tersiksa dengan semua ini.
Aku hanya ingin kau tahu aku pun sama tersiksanya seperti dirimu.
Aku tahu ini hari ke seratus kepergian Tao.
Aku ingin kau memberitahunya aku sangat menyesal dan meminta maaf atas apa yang terjadi.
Aku menyayangi Tao dengan tulus.
Maafkan aku,
Lay"
Air mataku berjatuhan di atas surat Lay, aku mendengar langkah kaki Chanyeol kemudian merasakan tangannya yang memelukku.
"Kris..."
"Apa yang sudah kulakukan?! Aku membunuhnya! Aku membunuh Tao!"
Aku memeluk Chanyeol erat dan menangis di bahunya "Kau tidak membunuh Tao, itu kecelakaan. Aku tahu apa yang terjadi bisa dihindari tapi kau tak bisa mengembalikan waktu. Tao tak akan hidup lagi"
Untuk beberapa saat aku hanya menangis dalam pelukan Chanyeol, dia terdengar terisak tapi tidak mengatakan apapun lagi. Dari balik bahu Chanyeol mataku menangkap figura foto Tao yang sedang tertawa riang.
Aku melepas pelukanku tapi Chanyeol mencengkram kedua bahuku "Aku harus pergi" kataku menghapus air mataku "Aku akan ikut denganmu" balas Chanyeol, dia sangat khawatir dengan keadaanku yang emosional dengan peristiwa hari ini.
"Aku hanya ingin berdua dengan Tao"
"Setidaknya biarkan aku menunggumu di mobil, aku tak akan mengganggu kalian" kata Chanyeol masih mencegahku "Maafkan aku Chanyeol, aku harus menolaknya" aku tersenyum padanya lalu meremas bahunya pelan.
"Aku turut bersedih atas hari ini, aku merindukannya"
Aku hanya tersenyum pada Chanyeol ketika dia memelukku lagi "Terimakasih" aku melangkahkan kakiku meninggalkan Chanyeol.
*100 Days Without You*
Aku memarkirkan mobilku di depan gerbang pemakaman pusat kota, yang bisa kulihat di sini hanya jajaran batu nisan berbeda ukuran yang dilindungi pohon rindang. Sore ini cukup teduh dan angin yang berhembus tidak sekuat kemarin. Aku melangkahkan kakiku di antara batu nisan itu, melihat bunga yang kubawa dan memastikan bunga itu terlihat bagus.
Aku berhenti di depan batu nisan yang masih terlihat baru, rumput sudah tumbuh di atasnya dan bunga yang kubawa entah kapan sudah kering. Aku duduk di atas rumput dan menatap batu nisan bertuliskan nama Huang Zi Tao itu, membayangkan wajahnya yang sangat takut akan kulupakan.
Aku perlahan tersenyum, bersikap seolah dia sedang ada berdiri di depanku "Aku datang sesuai janjiku kemarin, apa kau menungguku?" hanya suaraku yang terdengar di sana dan aku membayangkan Tao mengangguk di depanku.
"Tao, aku membawakanmu bunga hari ini. Aku tahu kau tidak suka terlihat seperti wanita tapi kurasa bunga ini akan sangat cocok denganmu" kataku menyimpan buket bungaku di depan nisan Tao.
"Bagaimana kabarmu hari ini, Peach? Hari ini cukup panas dan kuharap kau baik-baik saja" tentu saja Tao tak akan menjawabnya, aku teringat wajah meronanya setiap aku memanggilnya Peach. Dia akan terpekik dan langsung memelukku.
Tao sangat suka ketika aku memanggilnya Peach.
Aku terdiam cukup lama, hanya memandangi 'Tao' yang juga terdiam. Aku ingin sekali merengkuh tubuhnya dan mengatakan betapa aku mencintainya, tapi aku hanya bisa diam memandangnya.
"Sebelum ke sini, aku mendapat surat dari Lay" aku kembali terdiam sambil mengingat apa isi surat itu "Dia memintaku untuk memberitahumu dia sangat menyesal dan meminta maaf atas apa yang terjadi. Tapi aku tahu itu semua sudah terlambat. Walaupun dia masih memikirkan keadaan kita, kau tetap tak akan kembali"
Angin berhembus perlahan menimbulkan gemerisik yang misterius, aku mengangkat wajahku hanya untuk sekedar menatap langit yang terhalangi oleh pohon besar-besar itu.
"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu"
Aku menghela napas perlahan, air mataku berhasil lolos dan aku hanya bisa merasakan sesuatu yang menyesakkan dadaku sampai aku kesulitan bernapas.
"Hari ini merupakan hari ke seratus kepergianmu tapi aku masih belum bisa merelakanmu, aku sangat mencintaimu dan tak mau kehilanganmu" air mataku semakin banyak yang lolos dan tenggorokanku terasa sakit menahan tangis.
"Aku sangat merindukanmu dan kurasa kau membawa jiwaku pergi bersamamu. Aku tak tahu harus bagaimana lagi, aku masih merasakan kehadiranmu dalam hidupku. Ini terasa seperti sebuah mimpi buruk bagiku dan aku tak pernah bangun. Tak pernah kubayangkan sebelumnya akan melewati sisa hidupku tanpa dirimu secepat ini"
Isakanku mulai terdengar dan leherku terasa seperti dililit tali. Untuk sejenak aku hanya bisa menangis pilu, tanganku gemetar hebat dan aku ingin sekali pingsan.
"Sejak kepergianmu, aku hanya bisa menyesali setiap detik hidupku. Aku benar-benar menyesal tentang apa yang terjadi dahulu di antara kita sampai harus mengorbankan dirimu. Aku selalu berpikir kenapa bukan aku yang mati? Kenapa harus kau? Atau setidaknya kenapa tidak kita berdua saja? Aku lebih baik mati dari pada harus kehilanganmu seperti ini"
Angin berhembus perlahan, menggerakan dahan pohon yang menggugurkan daunnya di atas kepalaku. Aku kembali terdiam di antara tangisku, aku sangat ingin memeluk Tao saat ini.
"Aku merindukanmu Tao, aku merindukan semua hal tentangmu. Sarapanmu setiap pagi, wajah meronamu ketika aku menciummu, wajah cemberutmu ketika sedang marah, pesan manismu saat aku bekerja, senyumanmu saat aku pulang kerumah, canda tawamu saat makan malam, sikap manjamu padaku, tubuh hangatmu dalam pelukanku, harum rambutmu, dan keberadaanmu dalam hidupku..."
Aku berusaha melanjutkan perkataanku di antara napasku yang tercekat.
"...aku tak bisa melakukan ini lagi Tao, aku benar-benar tak bisa. Aku tak bisa merelakan kepergianmu karena seharusnya kau tidak meninggalkanku. Aku berjanji akan melindungimu dan tak akan meninggalkanmu. Aku berjanji akan membahagiakanmu bagaimana pun caranya. Aku berjanji akan menikahimu saat kau sudah lulus nanti. Tapi kenapa kau malah meninggalkanku sendiri?"
Aku menangis histeris.
Aku bahkan tak bisa mendengar suara tangisanku sendiri, tenggorokanku seperti dipotong dan dadaku seperti meledak. Aku tak bisa bernapas, aku tak bisa menghentikan tangisanku.
Aku mengambil sesuatu dari dalam saku celanaku, mengeluarkannya dan menatapnya sambil menangis.
Tanganku memegang pisau lipat yang terukir nama Tao di atasnya.
Tulisan itu diukir dengan indah di atas pegangan kayu yang halus, tinta emasnya begitu berkilau diterpa sinar matahari.
Jari-jariku mengusap permukaan ukiran itu dengan perlahan, meresapi setiap huruf yang tertulis di sana.
Aku menatap pisau itu dengan sendu lalu berlutut di depan batu nisan Tao.
"Aku merindukanmu, Baby Panda"
Suara isakanku semakin keras dan tanganku gemetar hebat.
"Tak pernah satu haripun aku melupakanmu"
Kata demi kata yang keluar dari mulutku berbalik menghujam jantungku. Aku menggigit bibirku ragu tapi keputusanku sudah bulat.
"Aku tak bisa hidup tanpamu karena itu aku datang untuk menyusulmu, bawa aku bersamamu dan jangan pernah tinggalkan aku lagi"
Kuarahkan pisauku tepat di atas pergelangan tangan kiriku, aku dapat merasakan denyut nadi di bawah pisauku, aku menghela napas perlahan lalu tersenyum dengan air mata yang berjatuhan di atas makam Tao.
"Aku mencintaimu Tao"
Pisauku menggores kulitku, menyentuh pembuluh darahku dan memotong denyut nadiku.
"Aku memberikan nyawaku untukmu"
Aku dapat melihat darahku mulai keluar dari goresan yang kubuat, dadaku terasa sesak dan kepalaku sangat pening.
Aku tak bisa bernapas, tubuhku lemas seketika, pandanganmu mulai buram dan tubuhku terjatuh ke samping. Aku masih memegang pisau itu, sempat mengelus ukiran emas itu sekali lagi.
Dadaku sangat sakit, darahku keluar membanjiri makam Tao. Mulutku terbuka untuk menarik oksigen tapi tenggorokanku seperti mengecil.
Rasa sakit ini tidak seberapa jika dibandingkan dengan rasa sakit hatiku kehilangan Tao.
Aku masih mencoba bernapas tapi aku sudah tak bisa merasakan tubuhku. Aku berteriak tapi tak ada suara yang keluar dan aku tak bisa mendengar apapun.
Aku jatuh tak sadarkan diri.
*100 Days Without You*
Sebuah mobil melaju memasuki pekarangan rumah keluarga Wu.
Mrs. Wu yang sedang merangkai bunga pada vas bunga kesayangannya mendengar seseorang memencet bel rumah mereka beberapa kali "Sayang, ada tamu di depan" kata Mr. Wu dari dalam "Tunggu sebentar" dengan vas bunga di tangannya, Mrs. Wu menghampiri pintu depan dan membukanya.
Chanyeol berdiri di sana, wajahnya menggambarkan kesedihan yang mendalam.
"Selamat malam, Mrs. Wu" sapa Chanyeol tersenyum "Hai Chanyeol, rasanya sudah lama tak bertemu" kata Mrs. Wu "Bunga yang indah" puji Chanyeol, Mrs. Wu tersenyum menanggapinya.
"Ada apa? Apa sesuatu terjadi? Dimana Kris?" tanya Mrs. Wu heran, Chanyeol melepaskan topi yang dia pakai lalu menunduk dalam.
"Aku mendapat berita buruk tentang Kris"
"Apa yang terjadi?" tanya Mr. Wu menghampiri mereka penasaran. Chanyeol menunduk semakin dalam, air matanya mulai berjatuhan.
"Aku diminta memberitahu kalian hal ini, aku minta maaf tapi..."
"...Kris bunuh diri di makam Tao"
Vas bunga itu terjatuh dari tangan Mrs. Wu, pecah menjadi kepingan tajam dengan kelopak bunga mawar yang terbang di sekitarnya.
Mrs. Wu menutup mulutnya tak percaya dan langsung menangis.
Mr. Wu menangkap istrinya yang hampir pingsan dan berusaha membuatnya tetap sadar "Aku turut berduka cita, maafkan aku sudah membawa berita buruk ini" kata Chanyeol, dia sebenarnya tak mau melihat kesedihan orangtua Kris.
Mr. Wu tak bisa berkata apa-apa, dia memeluk istrinya dengan erat dan pada akhirnya ikut menangis "Maafkan aku tidak bisa melindunginya" bisik Mr. Wu, mengusap air mata istrinya perlahan.
"Ini bukan salahmu, mungkin Tuhan menginginkan mereka berdua di sisinya" kata Mrs. Wu diantara tangisnya, Chanyeol hanya bisa terdiam melihat mereka.
Chanyeol pun merasakan kesedihan mereka, dia sudah punya firasat buruk tentang Kris sejak pagi dan merasa bersalah karena tak bisa menyelamatkannya.
Mr. Wu melepaskan pelukannya lalu mencium kening Mrs. Wu lama "Jangan menangis sayang, Kris tak mau membuat kita bersedih terus" kata Mr. Wu kembali memeluk istrinya.
"Mungkin memang ini yang Kris inginkan, bersama Tao selamanya. Tapi aku tak bisa menyelamatkannya" kata Mrs. Wu masih menangis, dia tak pernah menyangka akan kehilangan anaknya secepat ini.
"Kami mencintaimu Kris, semoga kau bahagia bersama Tao"
.
.
.
The End For Kris Version
.
.
.
Mind to Review and Comment?
Have Request Couple For New Story?
Please, Don't be a Silent Readers
Thank you very much
-Ruby Kim-
