Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi
.
I gain no profit from this fic
Pagi yang tenang diawali Mayuzumi Chihiro seperti hari-hari biasanya.
Katakanlah pria seusia Chihiro dibangunkan oleh pasangan masing-masing setiap pagi menyambut. Tapi di sinilah ia, lajang dan bahagia, meskipun hanya dibangunkan oleh sepetak jam weker.
Chihiro menguap, kemudian menyadari dirinya masih mengenakan kemeja formal khas kantor. Mengingat kembali kejadian semalam, lembur bersama Reo dan Kotarou, ditemani satu lusin bir kaleng.
Beruntung Chihiro masih disayang oleh Yang Maha Kuasa. Soalnya, kalau Reo mabuk sukanya main sosor, paling parah kuda-kudaan. Dan kemarin malam Kotarou hampir kehilangan hartanya yang berharga.
Saat ia melihat Reo telah menunjukkan tanda-tanda akan kumat, Chihiro buru-buru menyambar kunci mobil dan tancap gas pulang ke rumah.
Turun dari ranjang kemudian merapikannya, Chihiro mengambil selembar handuk untuk membasuh diri.
Tak perlu butuh waktu yang lama untuk membersihkan tubuh, Chihiro sadar dirinya bukan lagi remaja tanggung yang suka menghabiskan berbatang-batang sabun, sehingga terjadi durasi yang panjaaaang di kamar mandi.
Menata penampilan sebentar, Chihiro narsis di depan kaca, menggumamkan kata-kata seperti; aku ini tampan tapi jarang dilihat orang atau siapa yang tidak terpesona akan keindahan manik abu-abu milikku.
Kaki jenjang dibalut celana berbahan dasar itu perlahan berjalan dengan langkah yang lebar. Menuruni satu demi satu anak tangga berbahan batu marmer.
Bau harum menyeruak ke dalam indra penciumannya. Bau yang sama setiap hari, sampai-sampai Chihiro bisa membayangkan rasanya sebelum sempat mengecap. Terlalu sering.
"Pagi, Chihiro-nii."
"Pagi, Tetsuya. Tidurmu nyenyak?" Chihiro berbasa-basi, mengambil koran yang terlipat di atas meja makan.
"Begitulah. Aku tidur cukup. Waktu belajarku tidak diganggu peliharaanmu."
Chihiro mengerutkan dahi, kemudian meletakkan kembali koran pagi setelah dirasa tidak ada berita yang menarik.
"Sudah kubilang berapa kali," tangannya meraih segelas susu vanilla. "jangan sebut mereka sebagai peliharaanku."
Tetsuya, masih berkutat dengan pemanggang roti, hanya mengedikkan bahu tak peduli.
"Chihiro-nii lembur lagi malam ini?"
"Sepertinya tidak. Tapi tidak tahu juga. Nanti aku akan mengabarimu."
Tetsuya mendengus bangga melihat hasil karyanya terpanggang sempurna. Mengoleskan mentega ke kedua belah sisi roti, Tetsuya mengoper satu di atas piring kepada Chihiro.
"Kau benar-benar tidak bisa memasak yang lain, ya?"
"Kalau tidak mau ya sudah," Tetsuya tersinggung. "Aku hanya khawatir Chihiro-nii mati di perjalanan ke kantor. Makan pagi dengan roti saja cukup, kan."
Hati Chihiro tertusuk. Siapa yang harus disalahkan saat mendapati kenyataan bahwa kalimat yang terucap dari belah bibir Tetsuya setajam pisau belati.
Tetsuya dengan cepat mengunyah sarapannya, meneguk susu vanilla dengan rakus pula. Chihiro bertanya-tanya.
"Kau seperti dikejar waktu. Ada apa?"
"Aku hanya ingin datang lebih awal. Ke perpustakaan."
Chihiro mengangguk. "Belajar?"
"Bukan," Tetsuya kemudian menggendong tas punggungnya. "Aku punya janji war 1 on 1 dengan Ogiwara-kun."
"...Kenapa harus di perpustakaan?"
Tetsuya bangkit dari kursi makan. "Mau di mana lagi. Wi-fi perpustakaan sangat kencang saat pagi-pagi begini."
Chihiro memaklumi.
"Mau kuantar ke sekolah?"
"Tidak perlu. Mobil Chihiro-nii bau kemenyan."
"Hei!"
Tetsuya sudah cepat-cepat menghilang, kabur.
"Dasar tidak sopan," Chihiro geleng-geleng kepala. "Tapi memang benar, sih."
Chihiro membereskan peralatan makan, setelah membuat omelet untuk makan malam Tetsuya, kalau-kalau ia betulan lembur. Omelet dibungkus rapi, kemudian diletakkan di dalam lemari pendingin. Tidak perlu menulis catatan kecil untuk dibaca oleh Tetsuya nantinya, Chihiro sudah hapal kebiasaan Tetsuya sepulang sekolah, membuka kulkas.
Mengunci pintu rumah, merapatkan pagar, memanaskan mesin mobil sebentar, Chihiro setengah siap—karena hari-hari bekerja selalu disambutnya dengan semangat seminim rok siswi sekolah zaman sekarang—kemudian membelah jalanan padat menuju gedung kantor.
.
.
.
"Selamat pagi, Chi-chan~"
Masih terbayang kejadian buruk semalam, Chihiro hanya mengangguk kaku.
"Hm. Ya. Pagi juga." Bahkan ia bisa melihat, kemudian prihatin terhadap nasib Kotarou yang sepertinya jauh dari kata baik. Ia dikelilingi aura sarat akan keputusasaan. Chihiro tidak mau tahu bagaimana kronologis Koutaro bisa lolos dari cengkraman Reo semalam, tapi ia cukup penasaran. Mungkin nanti akan ditanyakan.
"Uwah, dingin seperti biasanya~ Padahal kita sudah lama kenal, lho," Reo mengedip cantik, dihiasi bulu mata tebal seperti biasanya. Sekilas memang mirip gadis SMA dengan rambut yang berkilau itu. Tapi kalau ditelisik lebih dekat, jakunnya menonjol.
Astaga. Chihiro berucap dalam hati, khilaf karena telah sempat membandingkan Reo dengan gadis remaja.
"Hei, hei, kalian tahu ini hari apa?"
Chihiro tidak langsung menjawab, tapi duduk di atas kursi putar sambil meregangkan badan. Belum bekerja sudah pegal. Kotarou menoleh, tidak antusias seperti biasanya, kemudian berucap,
"Hari di mana aku masih bisa melihat matahari?"
Reo menyemburkan tawa elegan.
Chihiro mengambil map kuning berisi berbagai macam arsip, "Kamis, kan. Kenapa?"
Mengambil maskara dari dalam laci, Reo menyeringai.
"Kamis... yang artinya—"
"Kalian, kerja yang benar! Jangan mengobrol terus-terusan," suara jantan menginterupsi perbincangan—yang menurut Reo—hangat di pagi hari. Ia menoleh sewot, menemukan seseorang yang pangkatnya memang lebih tinggi daripada mereka.
"Apa, sih, Shuu-chan," adalah Nijimura Shuuzo yang melemparkan pandangan geli kepada Reo. "aku makin cantik kau marah."
Nijimura memutuskan untuk tidak lagi menyalip konversasi mereka. Apalagi kalau Reo yang berlaku sebagai dalang. Sama seperti Kotarou, Nijimura masih ingin tidur nyenyak dan menyambut matahari pagi dengan semangat.
"Terserah," Nijimura cepat-cepat buang muka saat disadari Reo menggerlingkan tatapan lapar, "Dan Nebuya! Jangan tidur saat bekerja. Ini masih pagi, astaga."
Mejanya digebrak, Nebuya Eikichi tersentak, kemudian cepat-cepat mengangguk karena refleks.
"HADIR!"
Reo terkikik, Chihiro mendengus, Kotarou menatap aneh.
"Hadir kepalamu," Nijimura geleng-geleng kepala. "Kalau begitu aku pergi. Lama-lama di area kalian bisa-bisa aku gila. Dasar, buang-buang waktuku yang berharga."
Reo merengut tidak setuju, "Siapa suruh mampir!"
"Aku hanya lewat!"
Nijimura berlalu, tetapi kepalanya menghadap ke belakang, adu tatap dengan Reo, siapa yang lebih sangar, jantan, manly, atau apalah.
"Dasar," helaan napas terdengar setelahnya. Reo memosisikan kaca mungil di atas meja kerja, mengarahkannya ke bagian mata, mengaplikasikan maskara kemudian. "mentang-mentang baru punya pacar."
"Memang apa hubungannya?" Nebuya di seberang garuk-garuk kepala.
"Dia dua ratus kali lipat lebih sensitif,"
"Wow," Kotarou berucap pelan.
Setelah merasa puas, Reo kembali meletakkan maskara di tempat semula, melemparkan senyum ke pantulan wajahnya sendiri di cermin.
"Nah! Kita lanjutkan yang tadi," ia bertepuk tangan. Lalu berdehem singkat. "Hari Kamis, yang artinya—"
Aura keputusasaan Kotarou berangsur menghilang, sementara Chihiro menyadari akan terjadi hal yang paling ia benci.
"Ghost hunting!"
.
.
.
.
.
a/n :
yang temenan dengan saya di fb, pasti tau siapa yang bakal jadi demitnya. ehe. kalau penasaran, boleh di-add, terus stalk. /maksa/
dan ini slow update. saya menulis tergantung mood dan tingkat ke-mageran. mohon dimaklumi. /ketjup/
sampai jumpa di chappie selanjutnya~
