Hujan.
Gadis itu menghela nafas panjang dan menunduk dalam, menendang angin dan sekali lagi menghela nafas pasrah. Hari itu hujan mengguyur deras seluruh bagian kota Konoha dan gadis itu terpaksa menepi ke salah satu toko yang tutup di pinggir jalan. Gadis itu menyesali tindakannya untuk tidak mendengarkan perkataan Sasori nii-chan tentang betapa pentingnya membawa payung di awal musim semi menuju musim panas seperti ini.
Hari itu awan hitam pekat menyelimuti seluruh bagian kota. Angin berhembus dengan kencang dan membawa daun-daun yang jatuh dari rantingnya. Gemuruh petir sesekali berbunyi, membuat gadis itu semakin mendecak kesal dan menggerutu di dalam hatinya. Hari yang sempurna, benar-benar sangat sempurna untuk membuat mood gadis itu turun drastis seketika.
Sesekali gadis itu menggoyang kakinya, mencoba menghalau rasa dingin yang membuat kaki gadis itu membeku. Gadis itu menggenggam kedua tangannya erat, mencoba mentrasfer sedikit kehangat untuk kedua telapak tangannya yang sudat memutih dan dingin. Saat mata gadis itu menatap lurus ke depannya—kearah sebuah coffee shop bergaya klasik dengan dominan warna netral—gadis itu menahan mati-matian rasa lapar yang sudah ia rasakan semenjak dingin menjalar di seluruh tubuhnya.
Terjebak dalam hujan lebat, tidak membawa payung, kedinginan dan kelaparan adalah kombinasi sempurna untuk membuat gadis itu ingin menerobos hujan secara nekat. Andai saja gadis itu bisa lakukan hal tersebut, mungkin sudah dari awal ia nekat menerobos hujan. Jika bukan karena gadis itu baru sembuh dari sakit flu-nya dan juga betapa gadis itu tidak terlalu tahan dengan hawa dingin.
Tubuh gadis itu mulai menggigil kedinginan. Ingin sekali gadis itu menelpon Sasori nii-chan dan memintanya untuk menjemputnya jika saja Sasori nii-chan tidak sedang ada di Suna untuk mengurus salah satu perusahaan cabang miliknya.
Gadis itu sedikit tersentak kaget saat menyadari bahwa ada sebuah mantel yang tiba-tiba terjatuh di atas kepalanya dan menutupi penglihatannya. Detik selanjutnya, gadis itu menarik mantel tersebut dan dengan cepat menatap kearah seseorang yang tiba-tiba saja berdiri di sampingnya.
Seorang pria yang umurnya tidak terlalu jauh darinya. Seorang pria dengan rambut raven dan mata onyx yang dalam. Seorang pria memasukkan kedua tangannya di dalam saku celana dan menatap lurus-lurus ke depan. Rambut dan wajah pria itu sedikit basah, menandakan bahwa pria itu selama beberapa detik berlari di tengah lebatnya hujan.
"Ano…" gadis itu menatap bingung sekaligus heran kearah pria itu sambil menggenggam erat-erat mantel pria itu. Sedikit saja, selama beberapa detik gadis itu butuh menghangatkan tangannya dan mantel itu dapat menghangatkan tangannya.
"Summimasen… ini milikmu bukan?" tanya gadis itu sedikit tidak rela dan menyodorkan mantel kelabu milik pria itu dengan sebuah senyum tipis di wajhnya. Gadis itu masih menggenggam erat mantel kelabu milik pria itu, masih berusaha semaksimal mungkin sebelum pria itu mengambil mantelnya untuk menghangatkan tangannya.
Pria itu tidak langsung menjawab. "Kau kedinginan. Gunakan mantel itu."
Gadis itu tertegun sejenak. "Tidak, ini milikmu. Aku tidak berhak menggunakannya."
Pria itu mendengus pelan, membuat gadis itu semakin kebingungan. Detik selanjutnya, pria itu menatap kearah gadis itu dalam. Sebuah tatapan hangat sekaligus lembut, sebuah tatapan yang berhasil membuat jantung gadis itu berdetak lebih cepat dari biasanya. Sebuah tatapan yang berhasil melumpuhkan akal sehat gadis itu untuk sementara waktu.
"Kau berkata seperti itu tapi disisi lain kau menggenggam erat mantelku." Pria itu tertawa kecil.
Detik selanjutnya, pipi gadis itu langsung bersemu merah. Tidak menyangka bahwa ia benar-benar ketahuan. "Tapi—"
"Gunakan saja." Pria itu memotong perkataan gadis itu.
"Tapi—"
"Tidak perlu dikembalikan. Simpan saja untukmu."
"Tapi tetap saja, aku—"
"sampai jumpa."
Tepat saat itu, sebuah mobil sedan berwarna hitam metalik berhenti tepat di depan kedua orang tersebut. Pria itu lekas berlari kecil menuju sedan tersebut, membuka pintu dan masuk. Detik selanjutnya, sedan itu melaju dengan kecepatan sedang. Meninggalkan gadis itu yang masih menggenggam erat mantel kelabu milik pria itu.
Disclaimer & Original Story : Masashi Kishimoto
Story : Watashi no Namae
Watashi no Namae Present
Remember
"Bohong!"
Yamanaka Ino langsung memekik heboh sambil menunjuk tidak percaya kearah papan pengumuman hasil ujian masuk Konoha koukou. Membuat beberapa orang memandangnya kesal dan beberapa lainnya bergumam tidak jelas. Gadis berambut pirang itu tidak peduli, yang gadis itu pedulikan hanya teman sebayanya yang kini tengah berdiri sekitar lima meter dari kerumuman orang di papan pengumuman dan menutup matanya erat-erat seraya menggenggam erat kartu ujian masuknya. Gadis itu terus merapal doa seraya meminta dengan sungguh-sungguh di tengah cuaca dingin musim dingin.
"Sakura! Sakura!" Ino kembali berteriak heboh, membuatnya semakin banyak ditatap tidak suka dan gadis itu sama sekali tidak mempedulikannya.
Gadis yang dipanggil—Haruno Sakura—semakin memejamkan erat matanya dan terus merapalkan doa, meminta dengan sungguh-sungguh dan sama sekali tidak ingin mendengar kabar buruk.
Ino menggenggam erat kedua tangannya Sakura, membuat gadis itu membuka sebelah matanya dan menatap penuh harap-harap cemas kearah Ino.
Ino tersenyum lebar dan semakin mengeratkan genggamannya.
"Berhasil! Kita berdua berhasil!" seru Ino tidak percaya.
Dan detik selanjutnya, kedua gadis itu saling berpelukan. Mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Tuhan dan membuat suasana semakin heboh. Mereka berdua saling berteriak kesenangan dan bersorak-sorak penuh sukacita.
.
.
"Jadi… katakan padaku, kenapa kau menjatuhkan pilihanmu kepada Konoha koukou? Bukankah kau sendiri yang bilang kalau otakmu itu tidak mencukupi sama sekali untuk masuk Konoha koukou?"
Sakura terdiam. Gadis itu menatap sahabat pirangnya selama beberapa detik setelahnya tatapan gadis itu langsung terarah keluar jendela. Memandang dengan pandangan yang sulit dimengerti kearah kendaraan yang berlalu-lalang juga para pejalanan kaki yang semakin meraimaikan suasana sore di kota Konoha.
Hari itu, tepat setelah kedua gadis itu menerima hasil ujian masuknya, mereka berdua memutuskan untuk pergi ke salah satu café yang berada di daerah pertokoan kota Konoha. Saat itu langit mulai berubah warna menjadi oren keemasan, dimana sang mentari mulai menjorok kearah barat dan cahayanya yang berwarna keemasan menubruk warna putih sang awan. Gumpalan awan sedikit menghiasi langit. Hari itu, musim dingin tidak terasa seperti musim dingin. Langit berwarna cerah keemasan, hanya suhu dingin khas musim dingin yang membuat beberapa orang sibuk meniup-niup tangannya—mengirimkan kehangatan sementara.
"Sakura, kau mendengarkanku kan?" Ino menatap sahabatnya aneh. Adalah hal yang aneh apabila Sakura memandang dengan tatapan yang sulit dimengerti kearah luar jendela.
"Ya, aku mendengarmu." jawab Sakura pelan, masih tetap memandang kearah luar jendela.
"Kalau begitu, cepat jawab pertanyaanku." gadis berambut pirang itu menyeruput teh hijaunya. Membuat lidahnya sedikit pahit dan kehangatan dari teh hijau langsung menjalar ke seluruh bagian tenggorokannya.
Sakura tidak langsung menjawab, mengarahkan pandangannya kearah Ino dan tersenyum tipis. "Karena mantel ini." jawab gadis itu dengan senyum lebarnya seraya menatap kearah mantel kelabu yang tengah ia pakai hari itu.
Ino mengerutkan dahinya tidak mengerti.
.
.
Berkali-kali gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya tidak percaya.
Di musim semi hari itu, saat gadis itu tengah duduk di bangkunya yang berada di dekat jendela, dapat gadis itu rasakan dengan sangat jelas bahwa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dadanya sesak dan ada perasaan bahwa ia ingin berlari dan langsung bertatap muka detik itu juga dengan seorang pria yang baru saja masuk dengan sebuah sedan hitam mewah ke dalam kawasan sekolah.
Pria yang begitu menawan dengan balutan seragam sekolahnya. Pria yang sudah ia tidak temui selama hampir satu tahun. Pria yang menjadi motivasi utamanya masuk ke dalam sekolah ini. Pria yang sudah ia rindukan dan ia cari-cari selama ini. Pria yang berhasil membuat gadis itu jatuh cinta pada sikap lembutnya yang tersembunyi di balik sikap dingin dan tidak pedulinya.
Selama ini, selama hampir satu tahun, gadis itu hanya bisa menatap dengan penuh takjub kearah artikel majalah yang memuat tentang dirinya. Tentang prestasinya dan tentang betapa jeniusnya pria itu.
Tubuh gadis itu serasa lemas seketika. Jantungnya berdetak tidak normal dan gadis itu refleks tersenyum lebar.
"Namanya Uchiha Sasuke."
Bagaikan dihantam palu saat sedang asyik-asyik melamun, gadis itu langsung terkejut dan refleks manatap kearah seseorang yang tiba-tiba saja sudah duduk di depannya. Gadis berambut pirang itu tersenyum jahil kearah Sakura dan Sakura dapat merasakan dengan jelas bahwa Yamanaka Ino sudah mencium ketidakberesannya.
"A-apa?" tanya Sakura kikuk dan masih terkejut.
"Nama pria itu. Namanya Uchiha Sasuke." Ino semakin tersenyum jahil.
Sakura menelan ludahnya gugup. "Dan…?"
"Kau suka padanya…?"
"Tidak!" refleks Sakura menjawab dengan cepat dan sedikit memekik. Pipinya sudah seperti kepiting rebus dan jantungnya semakin berdetak kencang. Ino langsung tertawa puas menikmati respon Sakura. Sakura langsung mendesah pelan, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan sedikit mencuri perhatian kearah luar jendela—kearah dimana tadi pria itu berada. Sakura langsung mendesah kecewa saat menyadari bahwa pria itu sudah tidak ada.
Awalnya gadis berambut pirang itu hanya tertawa kecil saat melihat Sakura menatap kecewa kearah luar, tapi sedetik kemudian, hanya ada senyum yang tertahankan di bibirnya. Matanya gadis berambut pirang itu berubah menjadi sendu dan Sakura sama sekali tidak menyadari perubahan itu.
Sakura hanya menghela nafas panjang dan detik selanjutnya melipat kedua tangannya di atas meja dan menaruh kepalanya di atas lipatan tangannya.
"ne… Sakura-chan."
Sakura menatap Ino bertanya tanpa merubah posisinya.
Kata-kata itu tertahan begitu saja di tenggorokan. Saat melihat wajah polos gadis bersurai merah jambu itu, seluruh kalimat yang telah gadis itu rangkai tiba-tiba saja berhenti di tenggorokan. Hanya ada sebuah senyum kikuk dan gelengan pelan dari gadis itu akhirnya.
"tidak, tidak jadi. Ah, ngomong-ngomong… kita belum berkenalan dengan teman sekelas kita kan?"
.
.
"Kau lihat itu, Ino-chan? Itu dia, kelompok pria tampan di sekolah ini!" Tenten berbisik heboh kearah ketiga temannya.
"Iya, aku bisa melihatnya dengan jelas! Kau hebat Tenten-chan, bisa mendapatkan tempat yang sangat strategis ini!" jawab Ino penuh semangat sambil menangkup kedua pipinya dengan telapak tangannya. Mata-mata sesekali melirik kearah sekelompok siswa yang sedang memasuki kantin.
"aku tahu informasi ini dari sepupuku yang tahun lalu lulus dari sekolah ini." jawab Tenten bangga sambil menatap kearah sekelompok pria itu.
Sakura tersenyum tipis, tidak berniat untuk memasuki dunia seru antara Ino dan Tenten. Gadis itu lebih senang bermain dengan pasta-nya, mengaduk-aduknya, menatapnya tidak berselera dan sama sekali tidak berniat untuk memakannya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, sesuatu yang sangat penting untuknya.
Pria itu. Gadis itu belum melihat pria itu kembali dan itu membuat gadis itu sangat kecewa. Harapannya masuk ke dalam Konoha koukou adalah agar dapat bertemu dengan pria itu. Pria yang sudah mencuri hatinya. Ingin sekali, gadis itu dapat bertemu dengan pria itu, mengucapkan salam dan setelah itu sedikit mengobrol. Kemudian, gadis itu mengembalikan mantel kelabu yang selalu gadis itu pakai.
Ah, mantel kelabu itu. Ada perasaan tidak rela saat Sakura membayangkan saat-saat dimana ia harus mengembalikan mantel kelabu itu. Mantel yang selama ini selalu menemaninya setiap ia melangkah keluar rumah, mantel kesayangannya. Mantel kelabu yang selalu gadis itu jaga, mantel kelabu yang menyimpan kenangannya dengan pria itu. Gadis itu benar-benar berharap dapat bertemu dengan pria itu.
Aaa… harapan tinggalah harapan. Bukankah seharusnya gadis itu sadar, bahwa mungkin saja pria itu sudah melupakan gadis itu. Mungkin, kebaikan pria itu hanyalah satu dari seribu kebaikan yang sudah pria itu lakukan. Mungkin, gadis itu hanyalah setitik debu di ingatan pria itu.
"Sakura?"
Gadis itu tersentak kembali ke dunia nyata. Refleks, gadis itu menatap kearah seseorang yang sudah memanggilnya, Rin, gadis berambut cokelat pendek dengan senyum yang dapat membuat siapapun meleleh melihatnya.
"Ah, i-iya?" jawab Sakura kikuk.
"Ada apa?" tanya Rin sambil tersenyum manis.
"A-ano… tidak, tidak ada apa-apa." jawab Sakura sambil tersenyum simpul.
Rin mengangguk-angguk pelan. "Kau juga tidak terlalu menyukai topik pembicaraan kita kali ini ya? Makanya daritadi kau hanya diam saja."
Sakura menatap Rin bingung.
"Hee…!? Benarkah, Sakura-chan!? Kau juga tidak terlalu menyukai topik pembicaraan kita!?" Tenten menyambar cepat, matanya melebar dan menatap terkejut kearah Sakura. "Ino-chan, benar apa yang dikatakan Rin?"
Sakura semakin bingung dengan apa yang sudah mereka bicarakan.
"Hm… terkadang memang Sakura tidak terlalu menyukai topik ini." Ino menjawab sambil menatap kearah langit-langit.
Sakura semakin bingung dan tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan.
"Ano…" gadis itu menyela pembicaraan sebelum pembicaraan terlalu jauh untuk dikejar. "Sebenarnya… kalian sedang membicarakan apa…?"
Ketiga temannya mengerutkan dahinya.
"Tunggu, jangan bilang daritadi kau hanya melamun?!" tanya Ino terkejut. "Kupikir kau mendengarkan topik pembicaraan kami!"
"Aku mendengarnya," sanggah Sakura cepat. "Tapi hanya diawal."
"Huwaaa… kau melewatkan kesempatan emas, Sakura-chan!" Tenten setengah berseru dan dengan cepat menggenggam tangan Sakura. "Kau harus lihat bagaimana dia membantu seorang kakak kelas yang hampir menjatuhkan nampannya!"
"Dia…?" tanya Sakura bingung.
"Dia!" seru Tenten mengulang perkataan Sakura. "Uchiha Sasuke, Pangeran Sekolah kita!"
Mata gadis itu membulat seketika, jantungnya mulai berdetak tidak karuan.
"Sa-Sasuke…?"
"Lihat, dia disana!" ekor mata Tenten menunjuk kearah suatu arah.
Refleks, pandangan Sakura langsung memandang kearah ekor mata Tenten dan detik selanjutnya, gadis itu dapat merasakan bahwa—mungkin—dewi Fortuna sedang ada dirinya.
Pria itu, pria bermata kelam berwarna hitam. Pria yang menggunakan kemeja putih, sweater kelabu dan blazer sekolah. Pria yang sedang duduk dan menikmati soft drink di tangannya. Pria yang berhasil mencuri perhatian gadis itu.
Detik selanjutnya, gadis itu dapat merasakan bahwa ada sesuatu yang membuat dirinya serasa seperti es di musim panas. Gadis itu dapat merasakan bahwa matanya tak dapat berpaling dari pria itu. Gadis itu tak sanggup untuk tidak melihat dan menikmati pesona pria itu.
Mata bertemu mata.
Mata kelam itu tiba-tiba saja menatap kearah Sakura, membuat gadis itu semakin meleleh dan degup di jantungnya semakin tidak bisa diatasi.
Mata itu, mata sekelam malam. Mata yang tajam dan tegas, namun Sakura dapat merasakan sebuah kelembutan di mata itu. Mata yang begitu mempesona, mata yang begitu indah. Mata yang dapat membuat siapapun bertekuk lutut dan jatuh cinta pada detik pertama menatapnya dan itulah yang terjadi pada gadis itu.
.
.
.
Ohayouuu… Minna-san!
Watashi no Namae kembali setelah—kalau tidak salah dari bulan maret atau april ya?—tidak menampakkan diri! Fufufuu… *ditimpuk warga*
Aa… ngomong-ngomong, FF pertama saya, yang judulnya Promise, saya hapus dan gantinya adalah cerita ini (^^)/ ceritanya sama, mungkin hanya berbeda di beberapa hal saja. Jadi bisa dikatakan, ini adalah remake dari FF saya, Promise dengan perubahan seperlunya. Ada yang pernah baca FF saya yang judulnya Promise? ^^/
Kalau ada yang tanya, kemana saja saya selama ini… jawabannya… saya terpuruk. Hahaha… serius! Saya terpuruk! Semua kritikan yang sudah saya terima membuat saya terpuruk dan saya bertekad untuk MEMPERBAIKINYA. Meskipun saya tahu ini masih jauh untuk kata sempurna. Saya sedang berusaha! ^^
Ne, saya masih membuka pintu selebar-lebarnya untuk masukan, saran, kritikan dan sebagainya yang membangun! Saya membutuhkannya untuk memperbaiki cerita ini. ^^
Diakhir kata… yoroshiku onegaishimasu~~!
Tambahan : Berhubung ada beberapa masukan soal pairing, akhirnya saya tambahkan satu karakter lagi. Tapi karakter yang terakhir itu munculnya nanti ya… mungkin menjelang akhir~ fufufu… Ada yang bisa tebak bagaimana akhirnya setelah saya tambahkan satu karakter lagi? Saya sedikit beritahu saja (dan semoga nggak ada yang protes) saya sukanya sama pair SasuSaku. Sooo… sudah ada yang bisa tebak? ^^
Saya juga sudah mengganti salah satu genre, coba di cek yaaa… ^^
Terima kasih~
