naruto and its characters are masashi kishimoto's
bulan desember tanggal 23.
.
.
Lelaki itu baru saja menciumnya.
Dan tiba-tiba saja hawa yang menguar di pelataran gedung kantor ini menjadi sangat panas, tiba-tiba saja tengkuknya berkeringat dan—Tuhan, tolong dia—apakah wajahnya sudah semerah udang rebus? Jangan mulai bicarakan tentang jantungnya yang saat ini sedang berdentum-dentum tidak karuan, karena itu sudah pasti dia rasakan, tidak usah ditanya. Ah, dan kau tahu tentang mitos "kupu-kupu berterbangan" di ciuman pertamamu? Ya, dia juga sedang merasakan itu detik ini, tepat di sisi kanan atas perutnya, berterbangan tanpa ampun, mengocok-ngocok setengah mati udon kari menu makan siangnya tadi. Sampai-sampai rasanya ingin muntah.
Tangannya? Sudah sedingin salju yang turun dengan deras di sekeliling mereka.
Kakinya? Tidak usah ditanya, ia tidak bisa merasakan kakinya—ralat, ia bisa merasakannya, tapi sepertinya sepasang kakinya itu sudah berubah menjadi semacam jeli atau benda apapun yang tidak berbentuk.
Dia adalah Haruno Sakura dan lelaki itu, lelaki yang menciumnya secara tiba-tiba itu, bernama Uchiha Sasuke. Rekan satu divisinya di kantor, seorang computer programmer hebat yang kaku dan semisterius langit mendung malam ini.
Gadis itu bertanya-tanya. Apakah—apakah sepasang bibir yang tidak pernah tersenyum itu bisa sememabukkan ini?
Sedetik kemudian, seperti baru saja tersihir, bibir berwarna merah muda milik lelaki itu tiba-tiba saja tertarik menjadi sebuah seringai tipis—seringai kemenangan? Atau, untuk pertama kalinya, senyuman tulus? Sakura tidak bisa memutuskan—otaknya tidak bisa berpikir, semua selnya yang bertugas untuk melakukan itu rasa-rasanya sudah lupa bagaimana caranya bekerja.
Ia yakin, ia sedang mabuk.
Mabuk akan lelaki itu.
"Kau tidak menolaknya."
Lelaki itu akhirnya berbicara, menginterupsi keheningan yang menyelimuti mereka. Mata kelam lelaki itu menatap tajam mata hijau cerah Sakura, mencari penjelasan dan kejujuran di antara sepasang manik terindah di seluruh dunia itu—namun nihil, Sakura menunduk, tidak membalas tatapannya.
Gadis itu membuka mulut, dan secara mengejutkan, menemukan suara di balik tenggorokannya yang tercekat. "Bagaimana bisa?"
Salju turun menyelimuti mereka, membawa angin yang dinginnya dapat membuat tulang siapa saja ngilu. Meski begitu, entah mengapa, Sakura tidak pernah merasa sehangat ini. Dan ia tahu, kehangatan ini bukan datang dari sehelai syal wol merah marun yang tergantung pada batang leher jenjangnya, bukan pula dari sepasang sarung tangan berbahan sama yang menyelimuti kedua telapak tangannya yang sedari tadi gemetar sedikit.
Mungkinkah kehangatan ini datang dari embusan napas seorang Uchiha Sasuke yang beruap tepat di depan batang hidungnya?
Bulan Desember tanggal 23, sebaiknya Sakura mengingat tanggal hari ini karena sejurus kemudian Sasuke berkata, dengan suaranya yang rendah, dan sedikit serak, "kau tahu? Aku selalu mencintaimu."
Ah, kehangatan ini memang benar-benar datang dari lelaki di depannya. Tapi bukan hanya napasnya, melainkan segala tentangnya—tentang keberadaannya, tentang posisi tubuhnya yang masih mengabsenkan jarak di antara mereka. Detik itu, Sakura balas menatap lelaki di hadapannya, kemudian tersenyum, jenis senyuman yang tidak pernah ia tunjukkan pada siapapun. Ia melayang, ia bahagia, hanya ada satu penyesalan yang ada di hatinya.
Ia sudah menunggu tiga tahun untuk hari ini.
"Aku harap... aku pun dapat mengatakan itu sedari dulu."
Gadis itu menjinjit, memberanikan diri untuk meraih pipi kanan Uchiha Sasuke, kemudian mengecupnya ringan.
"Aku juga selalu mencintaimu."
:)
maafkan aku yang bikin fic tidak berkonteks macem gini.
huhu :((
oke lah, ditunggu reviewnya gengg~
(hehe) (gatau diri) :)
