Bagaimana jadinya kalau seorang agen FBI melibatkan masa lalunya ke dalam misinya. Lalu akankah dia memilih masa lalunya, ataukah dia akan tetap menatap lurus ke dapan dan menjalani hidupnya sebagai seorang agen FBI?

Taking off, Taking on

Main character (in order appearance): Sakura, Sasuke.

Created by : Black-winked Reaper

Rate : T untuk chapter ini. Lainya mungkin T+ atau M- (Saya perlu baca referensi dulu)

Warning : -still- Typo, AU, and West style, GaJe, lebay, bahasa hancur.

Seorang wanita berumur 24 tahun duduk termenung dalam ruang asal kalian tahu, dia tidak bahagia. Dilihat dari sudut pandang lain, dia bahagia. Lihat! Sudut bibirnya terangkat walaupun hanya sedikit, itu menunjukkan dia tersenyum. Arti dari sebuah senyuman belum tentu bahagia, tapi kita bisa mengartikanya seperti itu. Simpan kalimat ini dalam benak kalian karena kita akan menuju masa lalu….

Massachusetts, 7 tahun lalu –wanita berumur 16 tahun-.

"Kau gugup?" Tanya seorang guru padanya.

"Hanya ngantuk"kata gadis itu.

"Aku akan melemparmu dengan karangan bunga jika pada saat berpidato kau lupa kalimatnya."

"Terima kasih" kata gadis itu.

"Kau begadang semalaman?"

"Hampir". Mendengar jawaban muridnya, wanita itu hanya berdecak kesal. Dan gemas, tergantung dari sudut mana kau jam tangan, 5 detik sebelum waktunya. Dan setelah aku selesai menceritakan ini, maka waktunya telah habis. Mereka berdua menyusuri tempat duduk yang telah penuh oleh orang-orang. Mereka mengambil tempat duduk baris ke-10 dari depan. Dan dibukalah acara dipuncak acara, gadis yang sedari tadi diceritakan ini pun sangat gugup.

"Presenting,'The owner of Gold Medalist of 34th International Physic Olympiad, Haruno Sakura,Japan". Gadis yang kita ceritakan ini pun melangkah dengan hati-hati ke tangan menghiasi setiap hari ini dia bahagia.

Tapi, bukan perlombaan ini intinya, tapi seorang pemuda yang baru 2 bulan dia kenal, telah menunggunya setelah acara selesai.

"Hai" sapa Sakura, gadis yang menjadi lakon cerita ini.

"Bagaimana?" Tanya pemuda itu.

"Gold. Kau?"

Pemuda itu hanya nyengir. "Maaf, aku tak dapat". Dia terkekeh pelan.

"Itu bukan masalah kan?" Tanya sang gadis.

"Tentu. Dari sudut pandang mana?" sang pemuda balik bertanya.

"Iya itu bukan masalah kalau aku melihatnya dari sudut pandangmu! Sasuke!" tuding Sakura

"Ya,ya,ya. Aku lelah, kita langsung pulang?"

"Kita ke Kantor Dubes dulu"

"Kita? Termasuk kau dan aku? Atau hanya guru-guru kita?"

"Yeah, kalau aku jawab ya. Kau mau apa?"

"Bagaimana kalau kita jalan-jalan dulu?"

"Kemana? Komplek Harvard?"

"Maumu! Tentu tidak. Keliling kota saja"

"Aku tak mau jalan kaki"

"Kalau begitu kau harus merangkak" kata Sasuke sambil menampilkan senyum miring kesukaan Sakura –tentu Sasuke tak tahu-

Sehari setelah acara, para wakil Jepang ini berkunjung ke San . Mereka mengunjungi Jepanese tea garden, Pasar ikan dan tak lupa Golden Bridge.

"Kau tahu, Golden Bridge menduduki posisi teratas sebagai tempat bunuh diri terfavorit." kata Sakura

"Tentu saja aku tahu. 3 detik yang lalu" kata Sasuke

"Sas! Kau tak pernah serius"

"Kau pernah dengar prinsipku bukan Nona. Aku yakin ingatanmu sangat tajam"

"Kau hanya akan melakukan sesuatu yang kau suka. Dan membuat orang percaya bahwa kau menekuni sesuatu yang kau tak suka. Munafik!"kata Sakura.

"Tapi semua orang bahagia."

"Kau tahu. Kau sangat berbeda denganku"

"Semua orang diciptakan berbeda supaya bisa bersatu"

"Oke. Aku menekuni sesuatu yang kuinginkan…." Sakura tak meneruskan kata-katanya

"Tidak, kau menekuni sesuatu yang orang perintahkan kepadamu. Sekarang aku tanya, kau punya kehidupan?"

"Tentu."

"Semua orang punya kehidupan. Tapi, kehidupan apa yang kau inginkan, bukanlah kehidupan yang orang inginkan" kata Sasuke

Perkataan ini tepat sekali, menerobos hati kecil Sakura yang berteriak akan kehidupan.

"Kehidupan seperti apa yang kau inginkan?" Tanya Sasuke

"Tak tahu. Mungkin seperti Bella Swan." Kata Sakura

Sasuke terkekeh. "Kau ingin terjebak dalam cinta segitiga. Pasti akhir ceritanya dia harus memilih satu dari 2 orang yang dia cintai. Menjijikan!" kata Sasuke

"Bukan itu. Tapi 'Siapa aku' dan 'Menjadi siapa aku sebenarnya' itu sesuatu yang sulit untuk diputuskan" kata Sakura. Mereka berdua sangat senang berbicara satu sama lain. Mereka saling mengerti gaya dan cara bicara kedua belah pihak.

"Itu hal bagus" kata Sasuke. Mereka diam sambil memandang matahari terbenam dan merasakan sejuknya angin pantai di sore hari. Setelah matahari bersinar teriak hari berikutnya, mereka tak akan tahu kehidupan masing-masing yang akan mereka tempuh, Perbedaan apa yang terjadi pada diri mereka masing-masing. Akankah jalan mereka berubah, atau tak ada perubahan.

Osaka 2 tahun kemudian.

"Kau serius sayang?" Tanya Ibu Sakura

"Ya"

"O, kau tahu, universitas di Jepang akan lebih menghargaimu". Perkataan ibunya membuat Sakura menundukkan hal itu, ibunya-pun melanjutkan kalimatnya

"Aku hanya ingin bilang, kalau kau pergi dari Jepang, aku tak akan melihatmu. Bukan karena tak ada yang menjagamu, kau tahu kau tak pernah menjadi remaja sayang"

"Aku selalu menjadi anak kecil ya?"

"Tidak, tapi mungkin bisa dikatakan langsung ke dalam fase dewasa"

"Lalu?"

"Aku yakin keputusanmu ini adalah keputusan yang terbaik untukmu. Kau selalu membuat keputusan yang beresiko, tapi kau juga selalu bisa mananggulanginya dan ibu percaya padamu". Ibu Sakura mengelus rambut putri semata wayangnya itu sambil meneruskan kalimatnya.

"Pergilah, datanglah ke Amerika, belajar disana. Tapi kau harus mengunjungiku kalau kau sudah jadi 'seseorang yang kau inginkan'"

"Ibu tak kesepian?"

"Oh sayang, tentu ibu kesepian, mungkin ibu takut, tapi ibu selalu berusaha melawan ketakutan itu, sama ibu masih ragu satu hal"

"Ragu akan apa?"

"Tentang bocah Uchiha itu. Bagaimana kau menjelaskan hal ini padanya. Kau tahu, cara dia memandangmu, seakan dia rela jatuh didepanmu dan mengambil peluru atau sebangsanya. Lihat jari manismu itu, bagaimana kau akan melenyapkan cincin berlian yang sebesar bola pingpong itu?"

Sakura dan ibunya yang sedang bersantai di teras belakang sambil menanti matahari terbenam, meneguk jus jeruk dihadapanya.

"Apa yang harus kulakukan?" Tanya Sakura

"Sayang,kau terlalu menjeratnya. Kau masukkan dia ke dalam kehidupanmu terlalu dalam. Dengar aku pernah berkata padamu, bahwa jika situasinya seperti ini, kau adalah satu-satunya orang yang harus menjalani hidup denganya. Saat kau berjalan lambat, dia berada di belakangmu menjadi penjagamu, saat kau berlari dia berada didepanmu sebagai perisaimu."

"Itu hal yang mengerikan?"

"Bukan, itu hal yang mengesankan. Aku hanya ingin kau mempertimbangkan semua resiko dari keputusan yang kau ambil. Dan itu termasuk dia"

"Kita bisa berhubungan jarak jauh" kata Sakura ngawur

"Apa itu benar? Dengar ibu sangat mengenalmu. Kau tak bisa, dan dia juga tidak. Kau bahkan tak pernah berhubungan denganya lewat telefon, kalian harus bertemu satu sama lain jika ingin bicara. Kau selalu pulang jam 8 malam, memuaskan hasrat untuk sekedar 'mengobrol' denganya dan begitu pula dengan dia. Dia over protektif…"

"Over possessif " kata Sakura mengoeksi sambil meneguk jusnya lagi.

"Padamu. Kau tahu dia akan gila. Dia tidak bisa satu sekolah dengamu sayang. Karena setelah lulus dia yang akan memimpin perusahaan saham itu. Kau pernah bilang padaku kan…"

"Ya, itu benar. Tapi aku tak mau terus seperti ini bu, ibu yakin aku memilih pilihan yang tepat? Ya. Ibu berspekulasi dia akan gila? Ya. Tapi mungkin ini takdirku, jadi aku akan tetap pada pendirianku, untuk tetap menjalani keputusan ini."

Ibu Sakura tersenyum "Sudah kuduga. Kau mirip sekali dengan ayahmu. Keras kepala dan teguh pendirian, tapi itulah yang membuatmu selalu memilih keputusan terbaik. Dan itu yang membuatmu tak pernah mejadi remaja. Look! Sunset!" kata Ibu Sakura. Perbincangan 'hangat' itu-pun diakhiri dengan menghilangnya matahari disebelah barat. Belahan dunia yang akan segera dia beberapa waktu, hatinya tenang, tapi masih ada satu hal yang harus dia lakukan yang mengakibatkan -mungkin- tangisnya pecah dan bumi mengeluarkan air matanya juga.

10 hari kemudian.

"Sayang sudah siap?" kata ibu Sakura

"E, ya!" teriak Sakura dari dalam kamarnya. Hari ini Sakura akan berangkat ke Amerika. 4 Jam lagi pesawat yang akan membawanya ke sana akan lepas landas. Dan dia belum member tahu Sasuke!. Dia meraih ponselnya dan memencet nomor yang sudah dia hafal di luar kepala. 3 detik kemudian, ada suara di seberang telefon genggamnya.

"Sak, ada apa?"

"E, aku ingin bertemu denganmu. Di pantai" kata Sakura

"Ada apa?"

"Aku ingin bicara sebentar"

"Baiklah. Kujemput atau bagaimana?"

"Tidak, aku sudah sewa taksi"

"Baiklah, sampai jumpa di pantai"

"Ya". Sambungan telefon itu terputus. Dalam hati dia berfikir, sudah siapkah dia dengan segala keputusanya? Ya. Dia menarik nafas, mengingat prinsipnya. Melakukan sesuatu yang dia sukai dan menekuninya. Dan juga, tak pernah melihat ke belakang, tak pernah melihat sesuatu yang akan menghalangi jalanya. Dan dalam hal ini, Sasuke adalah salah satunya. Kejam sekali dirinya, pikirnya. Tapi sudahlah, toh dia tidak peduli.

"Sakura!" teriak ibunya.

"Iya". Sakura berjalan keluar menemui ibunya

"Ayo sayang, nanti kau ketinggalan pesawat."

"Bu, ada sesuatu yang belum kulakukan"

"Apa? Kupilir sudah semua. Beli baju baru, peralatan mandi baru, alat tulis..". Perkataan ibunya terhenti Sakura memperlihatkan tangan kirinya –jari manisnya- yang masih terlingkari cincin dengan berlian sebesar bola pingpong.

"Oh sayang…" desahnya.

"Aku tahu aku salah. Karena itu, aku mau bicara dulu denganya"

"Kupikir sudah" kata ibunya kecewa

"Belum, aku punya rencana. Kalau aku bilang kemarin, mungkin hari ini akan ada drama paling romantis di bandara. Jadi aku memberi tahunya hari masih kacau mungkin"

"Kau kejam sekali. Aku juga heran kenapa orang tua Sasuke tak kunjung menemuiku dan melontarkan pertanyaan-pertanyyan yang membuatku bingung harus menjawab apa, jadi kulupakan saja. Lalu besok jika ditanya, aku harus menjawab apa?" kata ibunya kesal.

"Terserahlah. Aku sudah sewa taksi. Jadi sampai ketemu di bandara". Sakura melenggang pergi masuk ke taksi sewaanya. Ibunya hanya bisa geleng-geleng kepala. Dan harus mencari jawaban yang tepat ketika besok dia ditanya macam-macam oleh orang tua Sasuke.

"Dasar" gumam ibu Sakura

Pantai, 3 jam sebelum pesawat take off

Sasuke sudah berada di pantai itu. Sakura mendekatinya dan menyapanya.

"Sasuke!" sapa Sakura

"Hai, ada apa?" kata Sasuke sambil melingkarkan tanganya ke pergelangan tangan Sakura.

"Aku mau bicara" kata Sakura

"Baiklah, silahkan nona manis" kata Sasuke.

Sakura memejamkan matanya sebentar dan tiba-tiba melepaskan tangan Sasuke dan pergelangan tanganya. Lalu dia melepaskan cincin yang selama setengah tahun telah berada di jari manisnya itu. Dia mengangkat tangan Sasuke dan meletakkan cincin itu disana. Sasuke yang merasa bingung-pun bertanya.

"Ada apa? Kau tak nyaman dengan cincin ini?" Tanya Sasuke cemas

"Tidak, bukan itu"

"Ya, cincin ini terlalu besar mungkin, kau mau aku membelikan yang baru yang lebih cocok untuk remaja seumuran kita atau…". Perkataan Sasuke berakhir dengan diletakkannya tangan Sakura di depan mulutnya.

"Tidak, cincin itu sangat cantik. Seharusnya aku bilang hal ini dari awal" kata Sakura

"….."

"Sas, aku mengambil kesempatanku untuk pergi ke Amerika" kata Sakura

Sasuke menundukkan wajahnya "Kenapa kau tak bilang dari awal?"

"Aku tahu aku salah"

"Tak perlu sampai seperti ini kan, kau masih bisa memakai cincin ini dan…" suaranya menghilang

"Kau tahu, sejak aku mengatakan 'ya' enam bulan lalu kepadamu, aku merasa sesuatu mengganjal dihatiku. Dengar, aku pikir aku bukan orang yang tepat untuk hal ini. Kau tahu kan…"

"Kau bisa ke Amerika dan tetap menjadi tunanganku!" kata Sasuke yang sekarang terlihat cemas, marah, dan sulit ditebak.

"Maaf, a-aku aku terlalu bingung dalam hal ini. Aku bukan orang kaya sepertimu dan ya kurasa aku tak pentas memakainya jadi…" kini alasan ngawur Sakura menghilang karena mulutnya dikunci oleh mulut Sasuke. Ya Sasuke menciumnya. Sakura membalasnya, membiarkan Sasuke mengeluarkan semua hasratnya. Karena setelah ini, dia tak akan mendapatkanya dari Sakura itu terasa lebih panas dan lebih menggairahkan. Dirasa oksigen semakin menipis, Sakura mendorong Sasuke. Tapi lengan Sasuke masih melingkar di pinggangnya. Tangan Sakura berada di dada Sasuke menjadi sekat tubuh mereka.

"Maafkan aku" kata Sakura

Sasuke menggeleng "Kau tak boleh pergi kalau kau melepas cincin ini" kata Sasuke

"Pesawat akan lepas landas 3 jam lagi. Dari sini ke bandara cukup jauh…"

"Aku mohon…"kata mengelus-elus rambur Sasuke dengan halus

"Aku akan merindukan hal ini" kata Sasuke.

"Kau tak perlu merindukanya"

"…."

"Kau bisa pergi ke sebuah tempat dan menemukan seorang…"

"Cukup!" kata Sasuke tegas. Sakura diam tak bersuara, dia tahu kejadianya bakal seperti ini, jadi dia memberi kesempatan Sasuke untuk mengeluarkan kekesalanya.

"Kau tahu, suatu hari nanti akan ada orang yang datang kepadamu dan membuamu bahagia, selamanya". Kata Sakura melepaskan lengan Sasuke dan berbalik arah menjauhi pantai. Tapi tanganya terhalang tangan Sasuke yang menggenggamnya.

"Dan kuharap orang itu kau" kata Sasuke. Sakura menyentakkan tanganya dan berjalan menuju matanya air mata sudah siap jatuh, tapi Sakura menyekanya. Meninggalkan Sasuke yang menatap pantai lepas sendirian.

Washington DC 4 tahun kemudian

"We are promise with the deep of our heart, we'll make strong the weak, we'll make the broken up, and without any doubt we'll crush the evil!". (Kami bersumpah dari hati yang paling dalam. Kami akan membuat kuat yang lemah, memperbaiki yang rusak, dan tanpa keraguan, menghancurkan kejahatan!). Puluhan topi wisuda melayang setelah kalimat itu dilontarkan oleh mereka yang melempar. Dan Sakura adalah salah satu dari mereka.

Disebuah gedung pencakar langit, akhirnya dia mengucapkan sumpah itu, dan mulai detik itu, Sakura adalah anggota sebuah organisasi mata-mata di Amerika. Dia beruntung karena mendapatkan beberapa teman dari Jepang. Dia dan teman-temanya yang antara lain , Ino, Tenten, dan Hinata bertugas menangani masalah tindak pidana yang ditugaskan oleh kantor dan klien. Dalam 2 tahun, kelompok mereka bisa dikatakan cukup cepat dalam menangani masalah pidana. Tercatat ada 20 masalah yang mereka pecahkan, bagus untuk pemula seperti mereka.

Dan hari ini Sakura berada di apartemen milik pemerintah. Dia berada di kamar dengan pintu yang bertuliskan 'Sparrow', kamarnya. Dia memikirkan kasus yang akan dia tangani. Dia akan ke luar negeri. Untuk kelima kalinya, memecahkan masalah di luar Amerika, sangat menantang! Tapi masalahnya adalah, bahwa Negera yang menjadi klien FBI kali ini adalah Jepang, tempat dimana ibunya tinggal, tanah kelahiranya. Dia takut jika tugasnya menjadi mata-mata kali ini tidak akan berjalan mulus. Siapa tahu saat dia dan teman-temanya menyamar, teman lama mereka mengetahui penyamaranya. Huh! Susah.

Kasus kali ini adalah tindak pidana korupsi oleh seorang pengusaha di bidang entertainment dan suku cadang kendaraan bermotor. Diduga dia telah menyeludupkan barangnya ke Negara lain tanpa bea masuk dari Negara itu, alias ILEGAL! Dan juga diduga melakukan korupsi yang menyebabkan Negara rugi berpuluh-puluh juta Yen. Dan tugasnya, seperti biasa, mengumpulkan sebanyak-banyaknya bukti yang bisa menguatkan tuntutan.

Dan hari ini adalah hari untuk membuat rencana. Sakura keluar kamarnya dan mendapati ketiga temanya tengah siap membahas rencana mereka.

"Hi!" Sakura menyapa mereka.

"Hello!" sapa mereka bersamaan.

"Sudah siap pergi ke kampung halaman?" Tanya Tenten setengah bercanda.

"Kurasa tidak, kau tahu sendirikan, banyak orang yang dikenal." Kata Sakura

"Ya aku tahu. Memang sedikit susah sih…" keluh Ino

"Kalian tahu tidak…" ucap Hinata menggantung

"Tidak!" jawab ketiganya

"Aku belum selesai bicara" kata Hinata bosan "Setelah misi ini selesai, kita akan diberi waktu vakum" kata Hinata senang

"Benarkah?" kata Tenten

"Ya. Aku yang datang ke kantor untuk mendapat penjelasan. Kalian lupa?" Tanya Hinata

"Aku tak percaya. Maksudku kita baru 2 tahun bekerja tapi sudah mendapat jatah vakum. Aku bingung mau ngapain kalau vakum." Kata Ino

"Kusarankan liburan yang jauh" kata Sakura

"Belanja di New York City?" Tanya Hinata. Ino tersenyum sumringah dan mereka berdua toss tangan.

"Kalau kau Sakura?" Tanya Tenten

"Kau sendiri?" Tanya Sakura balik

"Aku ingin ke muak disini. Aku membutuhkan sedikit matahari" kata Tenten

"Dan kak Neji" sambung Hinata. Yang lain hanya tersenyum

"Tidak, dia sibuk. Dia sedang menyelesaikan kasus mafia yang bersembunyi di Vegas. Mafia itu menyeludupkan bom ke USA. CIA juga bekerja sama dengan SWAT dalam kasus ini" kata Tenten

"Ya, dia sibuk" kata Hinata merasa bersalah. "Bagaimana dengamu Ino?" lanjut Hinata

"Sai sekarang sedang di St. Louis " kata Ino

"Tentu, dia bekerja disana" kata Hinata

"Jadi, setelah ini kau akan ke Montana?" Tanya Sakura "Atau bahkan tinggal disana?" sambungnya

"Tak tahu, sepertinya aku lebih cocok tinggal di, Ya kau tahu semacam Manhattan atau Miami, aku juga tidak keberatan jika tinggal di San Fransisco atau Vegas. Tapi Montana…"

"Seharusnya kau senang" kata Sakura

"Apa?" Tanya Ino

"Jauh dari DC, pemerintahan." kata Sakura

"Tidak juga. Montana itu kan dingin"

"Kalau kau Sakura?" Tanya Hinata "Kau pasti punya rencana liburan kan?" sambungnya

"Ya, aku akan ke Hawaii atau ke Alaska" jawab Sakura

"Aku setuju Hawaii, tapi kenapa 'atau ke Alaska'?" Tanya Ino sambil memperagakan tanda kutip saat mengatakan kalimat 'atau ke Alaska'.

"Aku ingin hiking" kata Sakura

"Ya, salju disana indah sekali" kata Hinata.

"Jadi sudah siap membahas rencana?" Tanya Tenten

"Ya" jawab mereka bertiga serempak.

Mereka berempat merapat pada Tenten yang sedang mengamati layar mambuka file tentang orang yang akan mereka mata-matai

"Namanya Hatake Kakashi. 31 tahun. Tidak memiliki status pernikahan. Bekerja di Hatake CO" kata Tenten

"Kita sudah tahu" kata ketiga temanya bosan.

"Lihat apa yang aku dapat dari 'Rose', Hatake CO adalah donatur sebuah acara penghargaan di Jepang. Dan dalam acara penghargaan itu, dia menjadi bendahara-nya.1 Juni acara penghargaan bidang entertainment itu akan diadakan di salah satu gedung miliknya, yang juga merupakan kantor pusat Kakashi sendiri. Dia pasti menyimpan semua dokumennya disana." kata Tenten.

"Jadi?" Tanya Hinata

"Aku belum selesai. Dan inilah yang aku dapat. Daftar perusahaan maupun perseorangan yang juga menjadi donator acara tersebut" kata Tenten menampilkan file itu. Banyak tulisan disana, mulai dari nama PT, CV, maupun perseorangan.

"Dan dari orang-orang inilah kita akan mendapatkan informasi?" Tanya Ino

"Yap" kata Tenten.

"Masalahnya?" Tanya Ino

"Bagaimana kita mendapatkan Informasi dari mereka." jawab Hinata

"Kau mempunyai daftar yang lebih spesifik Tenten?, perusahaan yang mempunyai ikatan baik dengan Kakashi mungkin" kata Sakura

"Ya aku dapat. Ini adalah daftar perusahaan yang ikut membangun sebuah panti asuhan dengan Hateke besar, mereka mempunyai hubungan dekat karena, kegiatan amal seperti ini biasanya diadakan untuk kepentingan kelompok"kata Tenten.

"Ya, drama picisan" kata Sakura. Jarinya terulur menuju key pad 'down', menemukan kemudahan, alangkah terkejutnya dia ketika menemukan nama perusahaan yang familier.

"Tapi mungkin perusahaan-perusahaan itu hanya mengetahui luarnya Kakashi saja, tapi mungkin juga terlibat dalam kasus ini" kata Hinata.

"Ya kau apa masalahnya?" Tanya Tenten

"Tetap sama. Bagaimana kita mengetahui informasi tentang Kakashi dari mereka" jawab Hinata

"Ya, itu masalahnya". Mereka terdiam lama, hanyut dalam pikiran masing-masing. Ino, Hinata dan Tenten memikirkan bagaimana mereka bisa mendapat informasi, semenatara Sakura masih terus mengamati layar monitor. Lebih spesifik, di baris nomor 37 data tersebut, perusahaan nomor 3 yang juga menjadi penyumbang berdirinya Panti Asuhan tersebut.Uchiha.Yang jadi permasalahanya, apakah dia harus memberi tahu teman-temanya tentang siapa dirinya di masa lalu, dan menjadi relawan yang mengumpulkan info tentang Kakashi dari Uchiha. Atau diam dan berpura-pura berfikir. Hidup sebagai mata-mata sangat menyenangkan baginya. Dan itulah siapa dia harus memilih. Mungkin keputusan ini akan mengubah hidupnya, yang harus dia lakukan adalah pengendalian diri. Tapi apakah dia mampu? Baginya itu sangatlah sulit.

"Teman-teman" panggil Sakura

"Ya, ada apa?" Tanya Hinata.

"Aku punya cara" kata Sakura

"Benarkah?" Tanya Tenten sumringah

"Tapi aku mohon dengarkan ceritaku sampai selesai" kata Sakura. Ketiga temanya bertukar pandang dan akhirnya , Sakura mencerikatan masa lalunya pada mereka, sejak dia pertama kali bertemu dengan Sasuke, sampai dia meninggalkanya di pantai.

"Tamat" kata Sakura mengakhiri ceritanya.

"Belum Sakura, belum. Ceritamu belum berakhir, suatu hari nanti, cerita itu akan tersambung lagi" kata Hinata.

"Kau ingin aku keluar dari FBI?" Tanya Sakura

"Bukan. Tentu saja tidak! You're our 'Sparrow'. Kau berharga bagi kami. Aku hanya ingin bilang, keputusan yang kita buat bisa kita rubah, dengan sedikit menambahkan improvisasi" kata Hinata. Sakura mengangkat bahunya.

"Sakura aku tahu arah pembicaraanmu" kata Ino. Sakura menunggu Ino melanjutkan kalimatnya.

"Kau tahu, mungkin sekarang dia bukan siapa-siapamu lagi. Tapi tahukah kau, kau tetap tak bisa mamanfaatkanya demi urusanmu. Dulu kau pernah menjalin cinta denganya, seharusnya kau tak katakan ini pada kami. Dia bukan orang sembarangan dalam hidupmu. Kau tahu, ditinggalkan seumur hidup itu lebih menyakitkan dari pada memutuskan untuk membunuh dirimu bahkan tak bisa menghargai perasaanya. Dia sudah melamarmu, seharusnya kau-kau orang yang hidup denganya saat ini. Seharusnya kau sekarang mungkin sedang berdiri di depan altar dan mengucapkan janji sehidup semati denganya, menjadi Ny. Uchiha dan. Ka-kau…" suaranya tegasnya menghilang. Wajahnya sekarang sudah berlinang air mata. Semuanya diam, mereka membiarkan Ino meluapkan segala emosinya (alasanya akan dijelaskan di chapter selanjutnya).

"Kau tahu, jika aku memiliki kesempatan dilahirkan untuk kedua kalinya, aku ingin menukar hidupku dengan hidupmu!. Sementara kau membuang kasih sayang yang begitu banyak Tunangan yang sangat mau berbuat apa saja untukmu. Kau tahu itu, dan ketika kau meninggalkanya. Sakit!". Ino menyudahi argumenya. Hinata berjalan kearahnya dan mengelus lengan Ino.

"Sekarang semuanya sudah baik-baik saja Ino. Tak ada yang akan meninggalkanmu." Kata Hinata menenangkannya. Ino menghembuskan nafas panjang dan mengusap air matanya. Sakura tak bisa berkata apa-apa. Kali ini dia hanya akan mendiskusikan rencana ini dengan Sang Alfa, 'The Owl', Tenten.

Chapter 2:

Sudah diputuskan kita pergi ke Jepang

Aku tetap tidak setuju dengan rencana itu

Aku hanya ingin semuanya cepat selesai

Ini hal yang membingungkan

Silahkan berdebat, aku akan menonton saja

AAA! Sakuraa!

Hai bu!

Baik hati apanya? Tampang horror itu kau bilang baik hati!

To make strong the weak

To make the broken up

To crush the evil

Aku merindukanmu

Sudah kubilang keluar…

Hai Sas!

To be continue

Bagus nggak. Terfikir sewaktu ngerjain Ujian Sekolah Matematika lho. Hahaha. West-nya udah krasa belum? Beri kritik dan saran lewat…

REVIEW