Disclaimer : Masashi Kishimoto
.
.
I Love You, but I never can reach you...
.
.
Sorry for bad language typos and many more. Happy reading!
.
.
Aura dingin di dalam ruangan ukuran besar menyelimuti sekujur tubuhnya. Ia menegak ludahnya dengan susah payah dan meremas ujung rok merah yang ia kenakan.
Matanya menatap takut ke arah pria dingin yang duduk di depannya. Pria itu membolak balik sebuah dokumen di tangannya dengan tenang. Ekspresi yang ia tunjukkan benar-benar mendukung suasana ruangan besar ini.
"Kerjamu lumayan juga," Ia sedikit berkomentar sambil terus membaca tulisan-tulisan di dalam dokumen itu.
Perempuan itu bernapas lega ketika mendapat komentar demikian. Walau hanya beberapa kata namun itu sangat mampu untuk membahagiakan hatinya. Hari ini adalah hari kedua ia bekerja di salah satu perusahaan besar di Tokyo. Ia tentu tidak akan mengecewakan pemimpinnya di awal-awal bekerja.
"Tapi aku belum cukup puas dengan hasil ini dan-"
"Aku akan berusaha Uchiha-sama,"
Perempuan itu segera menutup bibirnya yang kelewatan. Ia menunduk dengan hormat dan meminta maaf pada sang pemimpin. Ia benar-benar merasa bodoh.
Ia merasakan pria itu berdiri dari tempatnya duduk dan menatapnya. Perempuan itu menatap takut dan kembali menundukkan kepalanya.
"Tegakkan kepalamu," Titahnya dengan tegas. Dengan segera ia menegakkan kepalanya dan menatap pemimpinnya.
"Mulai besok kau bekerja sebagai sekretaris ku Nona Haruno Sakura,"
Perempuan bernama Sakura itu terlonjak. Ia kelabakan dan bersikap bodoh,"A-aku?"
"Memangnya siapa lagi jika bukan kau? Hari ini kau boleh pulang cepat. Tapi ingat, besok datanglah pagi dan jangan terlambat,"
"Ba-baik Uchiha-sama. Aku akan melaksanakan tugasku sebaik mungkin," Balasnya gugup dan pamit undur diri.
Pria itu kembali mendudukkan dirinya di kursi putar miliknya dan memijit pelan keningnya. Ia menumpukan sikunya di atas meja dan mulai berpikir tentang gadis tadi.
"Kuharap gadis itu berbeda dari yang lain," Ucapnya. Ia berkata demikian karna dirinya telah hampir menyerah akan sekretarisnya. Sudah hampir empat atau lima kali ia mengganti nya dengan yang baru namun hasilnya selalu tak berguna. Para sekretaris itu terlihat macam wanita genit yang menggilai dirinya. Bagaimana tidak? Mereka berpakaian seksi dan selalu berkata dengan nada sensual padanya. Ia agak tak suka dengan hal macam itu. Tapi ia harap kali ini pilihannya tak salah.
Getaran ponsel yang ada di mejanya membuat perhatian nya teralih. Mata hitamnya melirik ponsel itu dengan tak berminat. Nama yang tertera di layar ponsel itu membuatnya sedikit jengkel.
Dengan berat hati ia menjawab panggilan itu," Ada apalagi ibu? Aku sedang sibuk di sini,"
"Sasuke-kun! Ibu hanya ingin tau, apa kau sudah menemukan calon pendamping mu nanti?"
Pria bernama Sasuke itu mendesah untuk yang ke sekian kalinya."Ibu, ini baru satu hari. Bukankah kau dan ayah memberiku waktu satu bulan?"
Terdengar tawa kecil di seberang sana,"Ibu hanya tak sabar! Kau tau, Ibu dan Ayah sangat menantikan calon istrimu. Jika kau tak mendapatnya dan tidak menikah dalam waktu satu bulan ini, maka tak ada pilihan lain. Kami akan-"
"Menjodohkan ku. Baik aku tau itu, berhenti bersikap dramatis,"
"Ibu hanya menyampaikan pesan ini, Sasuke-kun! Kami harap kau segera menemukannya,"
Panggilan pun terputus. Sasuke menaruh kembali ponselnya dengan kasar ke atas meja.
Pikirannya tambah kalut saja. Atas dasar apa orangtuanya menginginkan dirinya untuk segera menikah? Cucu? Mereka bahkan sudah mendapatkan dua orang cucu dari kakaknya, Itachi. Apalagi?
Kenapa mereka tak memberinya sedikit kebebasan? Umurnya baru 24 tahun. Yang benar saja! Ia masih ingin menikmati masa mudanya dan juga jabatannya atas perusahaan yang ia jalani ini. Ia masih merasa belum puas untuk bekerja. Maka dari itu, ia tak peduli soal cinta.
Tentu saja banyak yang menggilai dirinya. Walau tidak pernah ada satu wanita pun yang berhasil mendapatkan hatinya. Ia memang tipikal yang dingin dan tak banyak peduli tentang hal tak penting. Ia memang berbeda dari kakaknya, Itachi. Kakaknya adalah kebalikan dari dirinya. Ia ramah, baik dan penuh senyuman serta hangat. Ia memiliki seorang istri dan dua orang anak. Dan saat ini profesi nya adalah Seorang Dokter. Mungkin hanya itu yang berbeda darinya.
Sasuke hanya mementingkan masa depan ketimbang hal tak pasti seperti cinta. Tapi sekarang orangtua nya benar-benar membuatnya kacau. Pemaksaan dari orangtuanya membuatnya sedikit merasa jengkel.
Seseorang mengetuk pintu ruangannya. Sasuke menggumamkan kata masuk dan bersikap seperti biasa. Seorang laki-laki berambut kuning masuk ke dalam ruangannya dengan wajah cemerlang,
"Hey Teme! Kenapa berwajah kusut?"
"Katakan yang kau inginkan Naruto,"
Naruto tersenyum kecil dan duduk di depan sahabatnya,"Kudengar dari Itachi-nii kau akan menikah. Apa itu benar?"
Mata Sasuke sedikit membulat. Apalagi ini? Sejak kapan kakaknya berani mengumbar berita bohong yang akan merusak namanya ini?
"Menikah?"
"Tentu saja! Aku bertemu dengannya saat mengecek kandungan Hinata di rumah sakit,"
Sasuke menarik napasnya. Ia harus berbicara pada Itachi hari ini. Kenapa harus memaksanya dengan cara seperti ini? Ini sudah kelewat batas.
Ia mulai mengontrol emosinya dan mengikuti alur pembicaraan,"Ya... seperti yang kau dengar,"
"Jadi itu benar? Siapa kekasihmu itu?"
Sasuke tak pernah menduga pertanyaan ini. Ia menelan ludahnya dan mulai berpikir. Harus berkata seperti apa? Apakah ia akan bilang kalau kekasihnya adalah seorang model? Atau artis? Atau gadis miskin? Itu terlalu biasa.
"Apakah perempuan yang barusan keluar dari ruanganmu? Benar kan? Dia cantik sekali," Naruto menjawab pertanyaannya sendiri. Tapi itu membuatnya terdiam. Apa ia harus mengatakan kalau gadis Haruno itu adalah calon nya?
"Hn. Kau... benar," Jawabnya ragu. Ia harusnya tau kalau ini adalah kesalahan fatal. Tapi tentunya ia tak mau mempermalukan dirinya sendiri bukan? Lagipula jika dilihat, Sakura itu memang cantik seperti yang Naruto katakan.
"Wah! Aku ucapkan selamat untukmu kalau begitu! Kapan kalian akan menikah?"
"Itu urusanku! Sudah sekarang aku harus pergi dan menyelesaikan beberapa hal. Kau sebaiknya pulang,"
Naruto berdiri. Ia mengangguk lalu berjalan meninggalkan Sasuke sendiri. "Ah sial! Baka aniki!"
.
Sakura mendudukkan dirinya di kursi. Ia memperhatikan para pegawai yang berlalu-lalang melewatinya. Bibirnya tertekuk sedikit. Untuk apa dia pulang? Dia tidak mau merasa bosan berada sendiri.
Perhatiannya teralih kala melihat pemilik perusahaan keluar dari dalam lift. Dengan refleks ia menegakkan badannya dan membungkuk sedikit. Mengikuti apa yang dilakukan oleh para pegawai perusahaan.
Saat badannya kembali tegak, mata mereka bertemu. Sasuke berhenti sedikit dan menatapnya sekilas lalu melanjutkan langkahnya yang besar.
Sakura menaikkan sedikit alisnya lalu kembali duduk di tempat semula.
Entah apa yang ia tunggu. Teman pun belum punya. Ia baru satu minggu berada di Tokyo dan selama satu minggu itu pula ia mencari pekerjaan yang sanggup ia laksanakan. Dan untungnya tempat ini menyelamatkan nya.
"Nona Haruno?" Seseorang menyentuh bahunya. Sakura menoleh ke belakang dan melihat siapa yang memanggilnya.
Sakura mengerutkan dahinya bingung, siapa pria dengan setelan jas hitam ini?
"Maaf, tapi Sasuke-sama meminta anda untuk ikut dengannya,"
Sakura melebarkan matanya. Telunjuknya ia gerakkan ke arah dirinya sendiri,"A-aku?"
Pria itu mengangguk. Sakura menggaruk belakang kepalanya dan mulai bertanya-tanya ada apa?
Pria itu berjalan di ikuti oleh Sakura di belakangnya. Ketika mereka berada di luar perusahaan, Sakura melihat petingginya tengah berdiri dan melipat tangannya di dada. Punggungnya ia sandarkan pada pintu mobil.
"A-ada apa Uchiha-sama?"
"Kau akan ku antar pulang Nona Haruno,"
Sakura menatap Sasuke dengan terkejut. Setelah mengucap kata itu, Sasuke membuka pintu untuk Sakura dan membiarkan gadis itu masuk ke dalam mobilnya. Dengan canggung dan malu, ia menerima ajakan pemimpinnya. Sasuke memberi kode pada pengawalnya untuk membiarkan dia membawa mobil. Dengan patuh, pria itu pergi dari hadapan Sasuke dan masuk ke dalam mobil yang lain.
Sasuke berjalan ke arah bangku kemudi dan duduk di dalamnya.
Napas Sakura berhenti saat itu juga. Keringat dingin mulai ia rasakan di telapak tangan nya. Entah ada apa ini, padahal ia baru bekerja dua hari tapi kenapa tingkah orang di sampingnya ini sedikit menakutkan?
"Dimana kau tinggal?"
Sakura merasakan mobil mulai bergerak. Sebelum menjawab ia menstabilkan deru napasnya dan detak jantungnya,"Aku tinggal di apartemen kecil. Letaknya di pinggir kota,"
Tak ada jawaban. Sasuke menggerakkan mobilnya dengan kecepatan sedang dan berkonsentrasi. Sakura melipat bibirnya. Kenapa ia jadi merasa bodoh? Coba saja ia tadi menolak ajakan dari bos nya ini.
"Kau tinggal sendiri?"
"Ah tidak juga, aku tinggal bersama Bibiku,"
Sasuke hanya mengangguk paham. Ia tak berkata lagi setelah itu. Sakura memejamkan sedikit matanya dan mencoba untuk merasa nyaman dengan keadaan macam ini. Bukankah mulai besok ia akan lebih sering bertemu dengan Sasuke?
"Maaf kalau aku merepotkanmu Uchiha-sama,"
"Hn,"
Sakura mengutuk bibirnya yang berkata begitu. Ia tak pandai sekali dalam berbicara apalagi dengan lelaki dingin macam Sasuke. "Kau punya anggota keluarga lain?"
Sakura merasakan dadanya sakit. Keluarga? Kenapa Sasuke kembali mengingatkannya akan keluarga besarnya?
Ia menundukkan pandangannya.
"Aku... punya seorang kakak perempuan. Tapi saat umur kami masih sangat kecil, kami berpisah. Aku tak tau dimana dia sekarang,"
Sasuke melirik gadis di sampingnya. Tatapan gadis itu berubah menjadi menyedihkan. Tapi ia kemudian mulai memutar otak untuk mengalihkan pembicaraan ini pada topik yang lain.
"Hn, aku mengerti. Oh ya, besok jangan lupa untuk menyiapkan segala keperluan ku untuk rapat bersama Namikaze Company,"
Sakura segera tersadar dari lamunan masa kecilnya dan mengiyakan ucapan Sasuke. Saat ini, tak ada yang perlu dipikirkan kecuali pekerjaan nya sekarang. Jika saja ia salah sedikit, mungkin Sasuke akan langsung memecatnya. Begitu yang ia dengar dari para pegawai lain. Ia harus bekerja sesempurna mungkin agar tak dipecat.
Selang belasan menit kemudian, mobil itu berhenti di sebuah gedung kecil. Sasuke menatap ke arah sekitarnya, tempat ini memang kecil namun asri dan menyejukkan. Ada pohon-pohon rindang di sekitarnya. Hal itu membuat udara yang ia hirup jadi lebih segar dan bebas polusi. Sangat berbeda ketika berada di pusat kota yang ramai dan menyesakkan.
Mereka berdua turun. Sakura membungkukkan badannya dan mengucapkan terimakasih pada Sasuke. Hanya gumaman kecil yang ia terima,"Um... anda tak mampir Uchiha-sama?"
"Tidak. Ada hal penting yang harus kulakukan. Mungkin lain kali-"
Sasuke membuka pintu mobilnya namun menutupnya lagi,"Dan satu lagi, panggil aku Sasuke. Jangan nama marga ku karna kau tidak sedang berbicara dengan ayahku,"
"Ha'i Sasuke-sama!"
Sasuke hanya tersenyum tipis dan kembali masuk ke dalam mobil dan segera pergi. Sakura menatap mobil itu hingga hilang di tikungan lalu menghela napasnya lega.
Mimpi apa dia semalam? Sebelumnya Sasuke menjadikanya sekretaris dan tadi, dia baru saja pulang bersama lelaki itu. Benar-benar keberuntungan. Ia bertaruh, sangat jarang perempuan seperti dia yang mendapat sedikit perhatian dari Sasuke.
Sakura berjalan ke dalam apartemennya dengan napas yang tak karuan.
Ia membuka pintu apartemennya dan masuk lalu menutupnya kembali. Sakura mendudukkan dirinya di sofa lalu memejamkan matanya. Memang ia tidak merasa lelah tapi hal tadi terus-menerus muncul di benaknya.
"Eh Sakura? Sejak kapan kau pulang?"
Tanpa menoleh ia menjawab,"Maaf Bi aku masuk tanpa salam. Kukira kau tak ada tadi,"
Langkah kecil terdengar di telinganya. Wanita paruh baya itu menaruh sebuah piring di atas meja. Sakura membuka matanya dan menatap piring hijau di atas meja,"Untuk apa ini?"
"Makanlah! Tadi kau tidak sarapan. Dan sekarang jangan lupakan makan siang, lihat badanmu jadi tak berisi seperti itu,"
"Ahaha... Gomen ne Bibi Tsunade. Aku akan memakannya. Terima kasih atas perhatianmu,"
Wanita bernama Tsunade itu tersenyum. Ia senang jika Sakura bisa tersenyum apalagi tertawa seperti ini. Mengingatkannya akan Sakura nya yang dulu.
Sakura meraih piring itu dan akan menyuapkannya ke dalam mulut. Namun pergerakannya terhenti,
"Ada apa?" Tanya Tsunade.
Sakura menggeleng. Ia memainkan sendok yang tadi dan menghela napasnya pendek,"Tadi aku diantar oleh Uchiha-sama ah maksudku Sasuke-sama,"
"Pemilik perusahaan itu? Lalu?"
"Ia memberiku beberapa pertanyaan. Dan-" Sakura menaruh piring itu ke tempat semula lalu mulai merasakan air matanya mulai berkumpul,"-Ia menanyakan tentang keluarga ku," Lanjutnya.
Tsunade sedikit menganga. Lantas ia mendekat dan duduk di samping keponakannya itu. Ia merangkul Sakura dalam dekapannya lalu menenangkannya. Ia tau, Sakura mencoba melupakan masa lalunya yang menyedihkan dan mencoba untuk berpikir maju. Namun selalu ada saja yang membuatnya kembali mengingat kenangan pahit dalam hidupnya.
"Sakura tenanglah... Ia hanya bertanya. Apa salahnya kau menjawab?"
"Apa aku harus mengatakan kenyataan yang tidak ingin aku percayai pada seseorang yang tidak dekat denganku Bi?" Tanya Sakura dengan terisak. Ia mengeratkan pelukannya dan menangis sejadi-jadinya. Tsunade memejamkan matanya dan ikut menangis. Meski tidak terlalu kentara seperti Sakura, tapi dia memang menangis.
"Sudahlah Sakura... tenangkan dirimu," Tsunade mengelus dengan sayang surai merah muda Sakura. Terdengar isakan kecil yang keluar dari bibir gadis itu.
Sakura melepas pelukan itu dan menatap bibinya dengan mata yang agak memerah,"Terima kasih Bibi... aku tidak tau harus apa tanpamu,"
Tsunade mengangguk. Ia tau Sakura adalah anak yang kuat. Jika saja saat itu ia bisa menyelamatkan dia dan kakaknya, mungkin keadaan saat ini tidak terlalu buruk."Sekarang makan makanan mu. Jangan buat aku memaksa," Titahnya. Sakura kembali tersenyum lalu meraih piring itu kembali dan memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Tsunade menghela napas lalu berdiri.
Ia berjalan menuju kamar pribadinya lalu mengunci pintu. Matanya bergulir ke arah kotak berukuran sedang yang terletak di atas lemari. Kakinya melangkah pelan mendekati kotak itu lalu meraihnya. Tangannya memegang kotak itu dengan bergetar.
Tsunade berjalan ke sisi ranjang dan mendudukkan dirinya. Ia membuka isi kotak itu lalu mengeluarkan sebuah foto di dalamnya. Ada beberapa barang peninggalan juga di dalam kotak itu.
Ia menatap foto seorang wanita yang tengah memeluk kedua anaknya dengan sedih. Bibirnya bergetar tanda bahwa ia menahan tangis.
"Tolong beri kami petunjuk-"
Tsunade mencari sebuah surat yang ada di dalam kotak itu dan membacanya,"-Beri aku dan Sakura petunjuk, Mebuki!"
.
Sasuke memukul kemudi mobil dengan kesal. Bibirnya terus mengucapkan kata umpatan pada sang kakak. Dengan kesal ia menekan klakson pada mobil-mobil yang melambatkan pergerakannya. Ia sesekali melirik jam di tangannya. Dua siang.
Dimana kah sang kakak pada jam-jam seperti ini? Ia mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi Itachi.
Tak lama, ada jawaban di seberang sana,
"Baka! Apa yang kau katakan pada Naruto!?"
"Berbicaralah yang sopan Sasuke,"
Sasuke berdecak kesal,"Katakan saja, Nii-san!"
"Hah... Baiklah, datanglah kerumah. Aku akan mengatakannya dan menjelaskan sesuatu padamu,"
Setelah ucapan itu, panggilan pun terputus. Sasuke menaruh asal ponselnya ke kursi penumpang di sebelahnya. Ia mempercepat laju kendaraannya dengan perasaan marah.
"Itachi benar-benar membuatku kesal. Cih," Ia menggenggam kemudi mobil dengan keras dan sesekali memukulnya.
Beberapa menit penuh kemarahan pun akhirnya mencapai puncaknya saat ia melihat rumah besar milik sang kakak sudah terpampang di depannya. Ia memarkirkan mobilnya ke dalam pekarangan rumah. Para pelayan membukakan pintu untuknya. Sasuke berjalan cukup cepat dan sangat tak sabar,
"Sasuke-Jii!" Pergerakan Sasuke terhenti. Ia menoleh ke belakang lalu menatap keponakannya tengah berlari kecil mengejarnya.
"Ah... Meiko ya," Ujar Sasuke. Ia mengulurkan tangannya lalu meraih tangan mungil gadis berusia empat tahun itu. "Dimana ayahmu?"
"Tou-chanada di dalam," Jawabnya dengan lucu. Jika saja keponakannya ini tak muncul tadi, mungkin ia akan langsung mendobrak pintu rumah kakaknya itu tak peduli apapun. Kali ini Itachi yang beruntung.
"Tou-chan! Sasuke-Jii datang," Ucap anak itu. Ia melepas genggaman Sasuke dan berlari ke arah ayahnya. Itachi berdiri dari sofa di ruang tamu lalu menatap Sasuke.
"Meiko-chan, lebih baik temui adikmu di kamar. Tou-chanharus berbicara dengan pamanmu," Titahnya. Anak itu mengangguk lalu berlari ke arah tangga dan menaikinya pelan. Itachi mengawasi putrinya sampai ke atas baru kemudian menatap sang adik.
"Duduklah Sasuke,"
"Tak perlu. Aku hanya butuh penjelasan atas berita bohong yang telah kau sebarkan,"
Itachi sedikit terkekeh,"Duduklah. Aku akan menjelaskannya padamu,"
Sasuke mendecih lalu menuruti kata Itachi. Ia mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu lalu melepas jas hitam kebiruan yang sedari tadi ia kenakan.
"Siang ini, Naruto menemuiku dan menanyakan satu hal yang membuatku ingin meledak. Dan ia mengatakan kalau kau yang memberitahunya. Lalu apa tujuanmu?"
Itachi mengangguk dan mengangkat bahunya."Sebenarnya aku hanya mengikuti kata-kata dari Kaa-san, kau tanyakan saja padanya,"
Sasuke mengusap wajahnya lalu menyandarkan punggungnya,"Kau kenapa tidak berpihak padaku Nii-san?"
"Dengar Sasuke. Saat ini kau adalah pemilik Uchiha Corp. Apakah salah jika orangtua kita memintamu untuk menikah? Mereka hanya tak ingin kau gila karna uang. Kau juga manusia, kau butuh cinta,"
Tak ada jawaban. Sasuke masih menutupi wajahnya dengan kedua tangan,"Apa kau mau perusahaan yang telah dikembangkan oleh Kakek buyut kita hancur begitu saja apabila kau tak memiliki penerus?"
"Kita sudah punya. Aku akan memberi kekuasaan pada keponakanku,"
"Putraku masih dua tahun Sasuke. Lagipula, aku tak yakin Tou-sankita bisa menjatuhkan hak perusahaan pada putraku. Aset perusahaan adalah tanggungjawab mu. Tou-sanberharap banyak padamu,"
Sasuke lagi-lagi diam. Memang benar, Itachi memilih untuk memberikan seluruh aset perusahaan pada Sasuke. Alasannya karna dia lebih memilih profesi nya sebagai Dokter ketimbang mengurusi banyaknya kertas-kertas di atas meja. Ia yakin kalau Sasuke bisa mengatasi itu. Dan benar saja, perusahaan mereka benar-benar berkembang pesat dan mengalahkan pesaing mereka.
"Jadi aku harus memiliki anak begitu? Apa aku harus membuat suatu komitmen dengan perempuan?"
Itachi tertawa kecil. Sasuke benar-benar terlihat konyol,"Yah.. Kurang lebih seperti itu. Tapi kau tau kan, Pernikahan bukanlah permainan. Kau berkomitmen artinya sama saja kau berjanji,"
Sasuke mengerutkan dahinya,"Maksudmu?"
"Tidak ada. Aku hanya mengharapkan kau tidak mencampakkan calon istrimu nantinya ketika kau sudah mendapat apa yang kau inginkan. Karna itu tindakan brengsek," Jawab Itachi. Sasuke melipat bibirnya Sekali. Ia menegakkan badannya lalu menatap sang kakak dengan menyipit,"Kau menebak isi pikiranku?"
"Tidak. Aku hanya memberimu peringatan Sasuke. Aku hanya tak mau orang menganggap pernikahan mu adalah sebuah skandal,"
"Hn baiklah. Berhenti dengan pencerahan darimu. Katakan pada ayah dan ibu untuk memberiku tambahan waktu sekitar tiga bulan. Aku berjanji akan membawa calon menantu mereka,"
Sasuke berdiri lalu menyampirkan jas nya di bahu,"Ngomong-ngomong, dimana kakak ipar?"
"Ada operasi mendadak di rumah sakit. Ia sudah pergi sejak tadi. Dan aku pulang satu jam setelah dia pergi,"
"Dasar pasangan Dokter. Sampaikan salamku saja kalau begitu," Ucapnya lalu melangkah pergi. Itachi hanya tersenyum dan menggeleng melihat reaksi yang diberikan adiknya itu.
Sasuke masuk ke dalam mobil lalu menjalankan mobilnya menjauhi rumah sang kakak. Kini ia tak lagi diliputi kemarahan seperti sebelumnya yah walaupun masih ada perasaan kesal di hatinya. Namun setidaknya ini jauh lebih baik dari pada tadi.
"Sekarang perempuan mana yang akan aku nikahi?" Tanyanya pada diri sendiri. Detik kemudian ia mengingat Sakura. Perempuan yang baru saja ia jadikan sekretaris nya. Apa mungkin dia saja? Lagipula, tampaknya Sakura itu berbeda dari perempuan yang pernah ia temui. Dia hanya... natural. Itu saja.
Ia mengetukkan jari telunjuknya di kemudi mobil. Otaknya berpikir keras. Apa mungkin Sakura saja? Tapi terkadang ia menyangkalnya sendiri.
Ia meraih ponselnya lalu menghubungi seseorang di seberang sana,"Moshi-moshi, ada perlu apa Sasuke-sama?"
"Hn, segera cari tau riwayat perempuan bernama Sakura Haruno sekarang. Aku tunggu informasi darimu malam ini,"
"Baik Sasuke-sama!"
Sasuke menghela napas panjang lalu kembali berkonsentrasi dalam mengemudi. Ia mengarahkan kendaraannya menuju rumah pribadi miliknya yang terletak cukup jauh dari hiruk-pikuk Tokyo. Karna sejatinya, Sasuke mencintai kedamaian dan ketenangan di sekitarnya. Walau jauh, tapi ia senang tinggal di sana.
Pukul lima pagi.
Sakura menyisir rambut panjangnya dan mulai membentuknya serapi mungkin. Ketika ia kembali bercermin, ia mendesah lagi. Terlalu jelek. Ia kembali menata rambut pink nya untuk mendapat hasil yang memuaskan tapi tampaknya semuanya sama saja,"Ck... Sakura, cukup kau ikat longgar saja seperti ini lalu biarkan tersampir di bahu kiri mu. Kau tampak cantik dengan penampilan seperti itu," Ucap Tsunade tiba-tiba. Ia meraih rambut Sakura dan menguncirnya dengan ikatan longgar lalu menyampirkan rambut Sakura ke bahu kiri. Sakura hanya mampu diam dan menyaksikan kegiatan sang bibi dari cermin. Ia melihat penampilannya di cermin lalu tersenyum puas.
"Arigatou nee baa-san,"
Tsunade tersenyum,"Apapun untukmu Sakura,"
"Aku tidak akan melewatkan sarapan pagi ini," Sakura berujar. Ia berdiri dari depan meja riasnya lalu meraih tas kecil miliknya.
"Ini masih terlalu pagi Sakura. Kau yakin akan pergi setelah sarapan?"
Sakura mengangguk,"Aku tak mau mengecewakan atasanku. Lagipula, jika aku dipecat karna terlambat maka kita tak akan punya penghasilan,"
Gadis itu berjalan keluar dari kamarnya menuju rumah makan. Tsunade menatap punggung Sakura yang berjalan dan tersenyum kecut,"Dia benar-benar mengingatkan ku akan kau Mebuki," Gumamnya lalu menyusul Sakura di ruang makan.
"Wah Ikan panggang. Kau selalu tau aku suka ini Bibi," Ucap Sakura.
"Aku akan menyiapkan bekal untukmu,"
"Ah tidak usah! Aku akan makan siang di kedai seberang gedung nanti," Tolaknya. Tsunade hanya mendesah kecil lalu menggeleng. Ia pun duduk di salah satu kursi dan menatap Sakura,"Kau yakin akan baik-baik saja? Ini masih terlalu pagi untuk sarapan dan pergi bekerja,"
"Tuan Uchiha bisa memecatku jika aku terlambat Bibi," Sakura memasukkan nasi ke dalam mulutnya dan sesekali memerhatikan jam di tangan kirinya. Ia mengunyah dengan sedikit cepat dan terburu-buru."Makan dengan pelan Sakura,"
Hanya gumaman tak jelas yang terdengar. Tak lama setelah itu suara bel yang berbunyi mengalihkan perhatian Tsunade."Aku akan membuka pintunya,"
Ia beranjak dari kursi makan ke arah pintu depan. Suara bel terdengar lagi kali ini beberapa kali, ia berdecak kesal lalu membuka pintunya,
"Ohayou Gozaimasu,"
Mata Tsunade sedikit terbelalak. Ia menatap pria berambut hitam dan berkulit putih di depannya dengan bingung. Inikah yang katanya Tuan Uchiha itu?
"Maaf mengganggu pagi buta, tapi aku kemari untuk-"
"Ah ya tidak apa. Silahkan masuk dulu Uchiha-san," Tsunade melebarkan sedikit pintu apartemennya dan membiarkan Sasuke masuk ke dalam. Pria itu duduk sofa dan menatap sekitar dengan tenang,"Anda ingin minum apa Uchiha-san?"
"Ah, tidak perlu. Aku hanya ingin menjemput sekretaris ku, Sakura,"
Tsunade tersenyum kecil. Ia meminta Sasuke untuk duduk menunggu Sakura. Dengan sedikit cepat, ia kembali ke ruang makan dan memberitahu Sakura akan kedatangan atasannya itu. Sakura tersedak, ia buru-buru meminum segelas air di samping piringnya dan berdiri dari tempatnya duduk.
"Sasuke-sama di-disini?"
Tsunade menganggukkan kepalanya. Sakura kelabakan, ia memerhatikan penampilannya sekali lagi di sebuah cermin kecil di dalam dapur,"Apa aku masih kelihatan rapi?" Tanyanya sedikit berbisik. Tsunade mengeluarkan dua jempolnya dan mengikuti langkah kaki Sakura ke ruang tamu.
Sasuke berdiri ketika melihat Sakura yang datang. Uh, dia tampak cantik sekali. Ia tersenyum sangat tipis lalu sedikit berdeham,"Bisa kita pergi sekarang?"
"Oh ya ten-tentu saja," Sakura menarik napas lalu membuka pintu apartemennya. Membiarkan Sasuke berjalan lebih dulu ke depan. Setelah keduanya berpamitan dan berjalan menjauhi apartemen barulah Sakura mengeluarkan suara,
"Ehm... Kenapa anda repot-repot kemari menjemput ku?"
"Huh? Itu... aku hanya tidak ingin kau terlambat. Itu saja," Jawab Sasuke. Sakura hanya diam. Sasuke benar-benar tak percaya padanya?
"Aku-"
"Tenanglah, besok aku tak akan menjemput mu tiba-tiba seperti ini. Aku hanya memastikan," Tukasnya. Ia membiarkan Sakura masuk ke dalam mobil sendiri. Sakura menatap isi mobil atasannya. Elegan. Itu yang bisa ia nilai.
Sasuke orang yang kaya, ia bisa mendapatkan apapun yang dia mau."Kau melamun?"
"Ti-tidak Sasuke-sama. Aku hanya sedikit berpikir,"
Sasuke hanya mengeluarkan gumaman khas dirinya. Ia mengemudi dengan pelan dan santai. Karna ini masih terlalu pagi untuk berada di kantor. "Anda... sudah sarapan?"
"Aku sudah terbiasa tidak sarapan,"
"Sou ka?"
"Hn,"
Sakura mengerjapkan matanya beberapa kali lalu terdiam. Pola hidup orang dingin ini benar-benar tak sehat. Sakura melirik ke samping kirinya. Masih gelap dan sepi. Mungkin hanya mobil mereka yang ada di jalanan besar ini.
"Kau sudah lama tinggal di sini Sakura?"
"Maksudnya di apartemen?"
"Tokyo," Koreksi Sasuke. Sakura tertawa kecil,"Oh itu... aku dan Bibiku pindah kemari sekitar satu minggu yang lalu,"
"Hanya dengan Bibimu?" Sakura merasakan atmosfer di tempat ini berbeda. Napasnya tercekat. Pertanyaan itu seolah-olah berarti 'dimana keluarga mu yang lain?' dan itu membuatnya sedih.
"Ya, hanya dengan Bibiku," Sakura membeo. Ia menyelipkan rambutnya yang menutupi wajah ke belakang telinga.
"Bagaimana dengan orang tuamu?"
Sakura merasakan matanya panas. Mendengar kata orangtua terasa seperti ditusuk jarum tak kasat mata. Sakit sekali.
"Orangtua? Me-mereka... uhm, ada," Jawabnya dengan nada bergetar. Sasuke merasa deja vu. Ucapan yang keluar dari bibir Sakura sama menyedihkannya seperti kemarin siang. Sama seperti dugaanku, batin Sasuke.
Tak ada lagi yang berbicara. Sakura berusaha menetralkan emosinya dan pikirannya. Ia tidak boleh membeberkan masalah pribadi seperti ini kepada orang asing seperti Sasuke.
"Sasuke-sama? Apa ruang kerjaku juga diganti?"
"Hn, aku hampir lupa itu. Ruang kerjamu ada di sebelah ruanganku," Jawabnya. Sakura mengangguk mengerti. Ia mengeluarkan ponselnya lalu memberi pesan singkat kepada sang bibi. Lalu kembali memasukkannya ke dalam tas yang ia bawa.
"Sakura? Ambil itu,"
Sakura mengikuti arah telunjuk Sasuke ke arah belakang. Sebuah Tablet mahal. Mata Sakura sedikit melebar. Ia meraih tablet itu dan menunjukkan nya pada Sasuke,"Ini?"
"Itu untukmu. Kau bisa mengakses semuanya di dalam sana. Bawahanku sudah mengatur itu. Dan juga berguna untuk melihat semua jadwal pertemuan ku dan status perusahaan kita," Paparnya.
Sakura mengangguk dan mengucapkan terimakasih. Ia harus bisa bersikap profesional walau dirinya hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang alat elektronik tapi bukan berarti ia bodoh. Sakura termasuk gadis yang cerdas. Ia bahkan lulus tes untuk menjadi dokter namun sayang, ia tak punya biaya yang cukup. Dan itu membuatnya gugur di awal.
"Kau bisa mengakses nya sekarang,"
Sakura mengangguk dan mulai mencari informasi yang bisa ia sampaikan terkait perusahaan pada Sasuke. "Ah, jadwal meetinghari ini hanya dengan Namikaze Companydan AkasunaInc,"
"Akasuna hah? Seperti nya masih mau membahas tentang alat elektronik terbaru itu,"
Sakura memandang atasannya dengan alis yang naik. Apa Sasuke mengajaknya berbicara? Sungguh ia tidak terlalu mengerti tentang apa yang Sasuke bicarakan,"Batalkan pertemuan dengan Akasuna. Aku ingin kau mengosongkan jam ku setelah makan siang,"
"Ha'iSasuke-sama!"
Sasuke melajukan kendaraannya dengan sedikit lebih cepat mengingat mereka sudah hampir sampai. Ia memarkirkan mobilnya di tempat khusus ketika mereka sampai. Sakura dan Sasuke berjalan berdampingan namun dengan sedikit jarak di antara mereka. Ada beberapa pria dengan jas hitam membungkuk ke arah mereka atau lebih tepatnya ke arah Sasuke. Mereka adalah pengawal pribadi nya. Eksistensi Sasuke di sini membuat Sakura merasa agak nyaman. Ia mengikuti arah langkah kaki Sasuke menuju lift. Ia berdiri di belakang atasannya. Matanya menatap setiap inci dari tubuh Sasuke.
Bahunya tegap dan benar-benar kelihatan keren. Rambutnya yang benar-benar hitam pekat juga senada dengan warna matanya yang hitam. Sasuke juga pria yang tinggi, memiliki moral dan rasa hormat yang besar.
Wajar jika banyak wanita yang mengincar dirinya, Sasuke memang seperti dewa yang menjelma menjadi manusia. "Jam berapa jadwal meetingku dengan Namikaze?"
Sakura terlonjak lalu menatap tabletnya lagi,"Ano, sekitar jam sepuluh pagi,"
Sasuke mengangguk. Dentingan lift terdengar dan pintu pun terbuka. Mereka berdua keluar dari sana. Sakura tetap mengikuti langkah kaki Sasuke. Ia menatap jam sekali lagi dan mendesah, masih sangat pagi.
"Sasuke-sama? Aku akan masuk ke ruanganku. Ada beberapa file yang mesti ku urus,"
"Hn, silahkan," Jawab Sasuke tanpa menoleh. Sasuke masuk ke dalam ruangan nya lalu menutup pintunya.
Ia mendekati meja kerjanya lalu mendapati surat dari bawahannya di atas meja.
"Ini data lengkapnya," Ucapnya. Sasuke membuka surat dan membacanya. Kepalanya sedikit mengangguk-angguk ketika membaca surat yang ada di tangannya.
"Jadi kau sebenarnya tinggal di Kyoto huh? Pindah kemari untuk menghilangkan jejak? Tapi siapa orang yang mengincar mu?"
Sasuke menaruh surat itu ke dalam laci meja dan mengeluarkan ponselnya,
"Shikamaru? Apa kau tau sesuatu tentang Keluarga Haruno?"
.
.
TBC
Jeng! Jeng! Hai semuanya! Saya muncul dengan cerita baru :'v . Maafkan saya yang hilang begitu saja terus muncul dengan karya lain yang kayaknya bakal ngaret juga :v wkwkwk
Entah dapet ide ini dari mana. Tiba-tiba muncul gitu aja. So, what do you think? Bosan gak? Hehe, dan juga maafkan untuk summary yang gak keren ya wkwkwk. RnR minna-san! Arigatou nee...
Salam,
BeeBeep
