Summer Breeze
Main Cast : Cha Eunwoo . Moonbin
Genre : Friendship, Family, Romance
Length : 7 Chapters
.
.
EM
.
.
Chapter 1
"Prolog : Breathless"
.
.
EM
.
.
"Kim Myeongjun"
"Hadir."
"Cha Eunwoo."
"Hadir."
"Moon Bin."
"…"
"Moon Bin?"
Lelaki paruh baya yang tengah berdiri di depan kelas, guru Kang, mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas. Ia mengulang nama itu sekali lagi, namun kelas tetap sunyi. Tak ada yang menyahut. Murid-murid lain saling mengedarkan pandangan satu sama lain.
"Moon Bin, apa dia tak masuk lagi?" tanya guru Lee "Apa kalian tak ada yang tahu dimana dia sekarang?" tanyanya lagi, tapi tak ada satupun dari murid di kelasnya yang bisa menjawab. Membuat lelaki paruh baya itu menghela napasnya. Lagi-lagi, Moonbin.
"Baiklah, kita mulai pelajaran hari ini…" ujarnya kemudian, seraya menutup buku absen di depannya.
.
.
Bosan
.
Eunwoo memandang kosong langit dari balik jendela yang tepat berada di samping bangkunya. Satu tangannya ia gunakan untuk menyangga kepalanya, sedangkan satunya lagi ia julurkan keluar jendela. Membiarkan angin sejuk musim panas menyentuh kulitnya yang sangat putih. Pemuda dengan rambut hitam kelam itu menghela napasnya. Sekali… dua kali… entah ini sudah yang keberapa kalinya, tapi tak sedikitpun menghilangkan rasa jenuh dan bosan pemuda itu.
Sekarang memang sudah waktu pulang. Bel tanda kelas berakhir sudah berbunyi sekitar dua puluh menit yang lalu dan hanya ada dirinya sendiri di ruangan kelas. Terlalu malas untuk beranjak dari tempat duduknya. Mengantuk, malas. Khas musim panas, pikirnya.
Iya, dia Cha Eunwoo. Murid dengan nilai sempurna, salah satu pemilik wajah tertampan di sekolah, ramah, sopan, dan idaman semua orang. Iya, itu dia. Yang kini tengah menekuk wajah tampannya. Karena bosan dengan kehidupannya yang sempurna.
"Eunwoo-ya, kepala sekolah ingin kau ke ruangannya sekarang." Sebuah tepukan di bahu menyadarkan lamunan singkat Eunwoo. Ia mendongak, salah satu teman dekatnya, Myungjun berkata, dengan satu tangan memegang susu pisang favoritnya.
"Untuk apa?" keluhnya, seraya meregangkan tangannya dan menguap.
"Ya, aku bertaruh semua fans mu akan menghilang jika aku mengambil fotomu sekarang." Ujar Myungjun, pemuda itu memutar bola matanya ketika melihat Eunwoo yang malas-malasan "Mereka akan berpaling karena tahu ice prince yang selalu mereka elu-elukan ternyata punya hobi menguap dan menebarkan bau mulutnya." Cibirnya lagi. Kemudian Myungjun tertawa, merasa terhibur dengan candaannya sendiri.
Sedangkan Eunwoo makin menekuk wajahnya melihat teman dekatnya itu puas tertawa. Berpikir dimana sebenarnya bagian lucunya? Mulutnya jelas tak bau, dan Eunwoo tak pernah peduli dengan ada atau tidaknya fans di kehidupannya. Semuanya sudah terlalu membosankan. Tak ada yang menarik. Tak ada yang akan berubah.
"Kau belum menjawab pertanyaanku, untuk apa aku dipanggil?" Eunwoo mengulang pertanyaannya, seraya memasukkan buku-bukunya ke tas dengan malas.
Myungjun mengangkat bahunya "Entahlah. Sepertinya tentang olimpiademu." Jawabnya. Ia kemudian mengangkat satu alisnya "Ada apa dengan mukamu, hah?" ucapnya, begitu melihat ekspresi Eunwoo yang makin terlihat lesu.
Ini sangat jarang menurut Myungjun. Ia sudah mengenal Eunwoo selama satu tahun, tapi sangat jarang melihat Eunwoo yang selesu ini. Seolah semua energinya telah tersedot UFO dari planet sebelah. Well, Eunwoo memang bukan tipe remaja yang semangat sepertinya, tapi tidak juga selesu ini. Pemuda bermarga Cha itu terkenal dengan kerajinannya, dan itulah yang membuatnya menjadi perwakilan Korea dalam olimpiade ilmiah di London dua hari lagi.
"Gugup untuk Olimpiade nanti, eoh?" tanya Myungjun.
Eunwoo memutar bola matanya "Tidak. Aku hanya berpikir betapa menyebalkannya mendengarkan orang-orang tua itu bicara tentang apa yang aku butuhkan untuk menang." ujarnya "Seperti aku butuh saran mereka." Lanjutnya lagi, dengan suara yang lebih rendah.
Myunjun yang memperhatikan Eunwoo sedari tadi hanya mengangguk-angguk. Eunwoo kadang memang bisa seperti ini. Terlihat arogan dan dingin. Tapi bagaimanapun, Myungjun setuju. Pemuda bermata sipit itu terkekeh.
"Tentu saja, mendengar celotehan kepala sekolah memang menyebalkan." Ujarnya "Tidak usah pergi kalau begitu?" tanya Myungjun, dengan sirat mata menantang.
"Hah?"
"Ya. Kau tak pernah berbuat nakal kan? Seberapa malasnya kau melakukan sesuatu, kau tetap akan melakukannya juga kan? Cobalah sedikit membangkang!" celoteh Myungjun.
Eunwoo bangkit dari tempat duduknya, menatap kesal Myungjun "Itu ledekan atau saran?" tanya Eunwoo sensi. Tapi Myungjun langsung berdiri di hadapannya, kemudian menepuk kedua bahu pemuda bermarga Cha itu dengan kuat.
"Itu saran, bodoh!"
Hanya Myungjun satu-satunya yang menyebut si Jenius Cha Eunwoo bodoh.
"Kau terlalu bodoh karena mengikuti apapun yang disuruh para orangtua."
Dan Eunwoo membiarkannya.
"Anggap saja ini self reward untuk dirimu. Pergilah ke Myungdong, atau kemanapun. Makan makanan enak, dan lihat apapun yang ingin kau lihat."
Karena Eunwoo mulai ragu apa memang ia yang bodoh di sini.
"Pergilah! Carilah teman kencan atau apapun! Itu yang paling dibutuhkan si jenius Cha Eunwoo sekarang!"
.
Tapi tetap saja, pada akhirnya Eunwoo mengikuti saran itu.
.
Untuk pertama kalinya, tak mengubris panggilan dari kepala sekolah, atau siapapun.
.
.
Ia mematikan ponselnya.
.
.
EM
.
.
Siang hari, di tengah musim panas.
Eunwoo tahu ia memang mengambil keputusan yang benar saat menerima saran Myungjun. Walaupun ini pertama kalinya, tapi Eunwoo suka dengan perasaan ini. Rasa bebas dan bangga. Entah kenapa Eunwoo merasa sangat senang karena tidak melakukan perintah kepala sekolahnya. Membayangkan orang tua itu menunggunya begitu lama di ruangannya sangat menghibur Eunwoo.
Orang tua itu harus tahu rasanya bosan, pikir Eunwoo seraya terenyum geli sendiri. Ia tahu ia memang memiliki jiwa kejam kadang-kadang, tapi ia senang sekarang. Jadi tak masalah. Pemuda berkulit amat putih itu mengangkat bahunya. Dan melangkahkan kakinya lebar-lebar.
Senang, karena dengan berjalan, banyak hal yang bisa ia lihat. Ia memang tak berada di Myeongdong, tapi melihat mobil-mobil, orang bersepeda, tempat-tempat makan, anak kecil berlarian, entah kenapa cukup untuk membuat hati Eunwoo terasa tenang. Tak sejenuh sebelumnya.
.
"YA! Yoon Sanha! Apa kau bercanda?! Apa hanya ini uang yang kau punya?!"
.
Mungkin tidak sampai suara teriakan itu mengganggu mood Eunwoo. Pemuda bermarga Cha itu sontak menoleh ke arah suara. Tepatnya di sebuah gang sempit yang berjarak tak jauh darinya, seorang anak digiring oleh sekumpulan orang ke sana. Dan Eunwoo terlalu santai untuk melangkahkan kakinya mendekat ke arah gang sempit itu. tapi ia hanya berdiri di balik dinding. Mengamati secara sembunyi-sembunyi. Tak ingin ikut campur.
"Kau pikir kau bisa mempermainkan kami? Kemarikan semua uangnya! Uang mengamenmu!"
"A-aku tidak sedang membawanya, sunbae! Semua uangnya di rumahku!"
"Yang benar saja! Apa kamu perlu menelanjangimu sekarang hah?"
"Ja-jangan! Kumohon!"
"Kami tahu kau berbo-"
Ditengah keasyikannya menyuping, tiba-tiba ada sesosok manusia yang melewatinya dari depan. Sangat cepat.
"YA! LEPASKAN DIA!" ujar orang itu, yang tadi berlari di hadapan Eunwoo. Pemuda asing itu kini masuk ke dalam gang sempit itu. menginterupsi kegiatan 'pembully'an di sana.
Eunwoo yang berada di dekat kejadian pun penasaran dan mengintip dari balik dinding. Menatap seorang pemuda asing yang memiliki warna rambut cokelat tua, tubuhnya tak setinggi dirinya, dan memiliki kulit yang juga putih—walaupun lagi-lagi tak seputih dirinya. Dan bak super hero, pemuda asing itu menarik seorang anak yang dibully (yang kalau tidak Eunwoo salah ingat bernama Sanha) itu untuk berdiri di belakangnya.
"Ah! Kau lagi! Kenapa kau selalu saja mengganggu urusanku, hah?" gertak salah satu anak 'jahat' pada si pemuda asing.
Tapi pemuda asing itu tidak terlihat takut, ia mengacak pinggangnya "Kalian yang selalu mengganggu orang lain, itulah kenapa aku ke sini." Ucapnya "Kenapa kalian tidak mencari uang sendiri, sih?" lanjutnya dengan nada kesal. Yang setelahnya langsung dihadiahi sebuah pukulan, tepat di rahang.
Eunwoo membulatkan matanya. Kaget dengan serangan tiba-tiba anak-anak 'jahat', begitu pula dengan Sanha yang memekik keras karenanya. Tapi si pemuda pemilik rambut cokelat tua itu tak ambruk.
"Itu untuk kau yang suka mencampuri urusan orang!" ucap si pemukul "Nah, apakah kau sudah menyesal karena aku merusak wajah cantikmu?" tanyanya lagi, seraya menyentuh kasar pipi pemuda asing itu dengan kedua jarinya.
.
BUK
.
Pemuda berambut cokelat tua itu balas memberikan pukulan di rahang lawannya. Cukup kuat untuk membuat lawannya tersungkur di tanah.
"Aku tak menyesal, karena sekacau apapun wajahku, wajah kalian orang jahat tetaplah yang terburuk!" geram pemuda itu keras.
Kekanakan sekali, pikir Eunwoo. Pemuda yang sedari tadi mengamati itu sama sekali tak berkepikiran untuk membantu—toh, ia tak bisa bertarung juga. Dan mengamati dari jauh memang memiliki keseruan sendiri. Eunwoo seperti melihat scene klasik di film-film action. Apalagi, dengan aktornya yang sangat menarik.
Pemuda berambut coklat tua itu memiliki wajah yang entah kenapa memberikan kesan pada Eunwoo. Pemuda jenius itu yakin ia tak akan dengan mudah melupakan wajah itu. dengan mata yang berbinar indah dibawah panas teriknya matahari, bibir tipis kemerahan, pipi yang sedikit memerah karena panas, dan gerak geriknya. Semuanya menarik perhatian Eunwoo. Anehnya.
"Kau harus di beri pelajaran!"
.
.
Tanpa sadar Eunwoo menahan napasnya.
.
.
You seem to be making me out of breath,
Almost like a dream, as much as I can't get a hold of myself,
Breathless, It seems there isn't enough oxygen,
Pretty, what are you making me do.
.
.
Mata Eunwoo menatap gerak-gerik pemuda itu. tidak ada satupun yang terlewat. Tentang bagaimana pemuda itu menghindari pukulan, kemudian terpukul, lalu balas memukul. Tiga lawan satu. Tidak setara memang, dan Eunwoo menyadari pemuda berambut cokelat tua itu tak begitu hebat dalam bertarung. Makin lama, ia mulai sering meleset dan terpukul. Eunwoo pikir mungkin sebentar lagi pemuda itu akan dipukuli hingga pingsan. Tapi Eunwoo sama sekali tak bergerak dari tempatnya. Belum terpikir untuk melakukan sesuatu.
Karena sedari tadi ia merasakan darahnya berdesir. Mungkin ini yang dimaksud orang-orang saat menonton film action. Mereka bilang, dengan menonton film action, kita akan menjadi lebih bersemangat dan menggebu. Eunwoo tak pernah merasakan sebelumnya, tapi kali ini, iya.
Dirinya merasakan sebuah semangat. Kata yang sudah hilang dari dirinya, entah sejak kapan.
Ini mungkin tidak masuk akal, apa yang dijelaskan Eunwoo tadi. Perasaan ini memang sulit untuk dijelaskan, tapi Eunwoo tak membenci perasaan ini. Atau… tunggu, apa ia masokist?
Eunwoo menggelengkan kepalanya, mencoba kembali kekenyataan dan menyadari apa yang ia bayangkan benar. Pemuda berambut coklat tua itu tersudut, dipukuli tiga orang. Dan Eunwoo tak cukup gila untuk tetap diam. Ia kemudian dengan cepat mengeluarkan ponselnya dan menghidupkannya. Mengabaikan pesan dan notif di ponselnya, ia membuka sesuatu di handphonenya.
.
Tiiinuutiiiinuuutiiiinnuuuuu
.
"Pak Polisi! Di sini ada pembullyan!" teriak Eunwoo dengan lantang.
Sontak saja membuat tiga anak 'jahat' itu membeku di tempatnya beberapa saat. Mereka langsung berhenti memukul pemuda yang telah tergeletak di tanah itu dan segera berlari keluar dari gang dengan panik. Meninggalkan pemuda asing itu dengan Sanha, ah jangan lupa Eunwoo pun disana.
Setelah tiga orang pembully itu pergi, Eunwoo berjalan dengan santai masuk ke dalam gang. Menemukan dua pemuda yang kini sama-sama menatapnya. Entah itu tatapan kagum atau heran, Eunwoo juga tak mengerti.
"Kalian tak perlu takut, itu hanya suara dari sini." Ujar Eunwoo dengan nada datar. Tangan kanannya terangkat untuk menunjukkan ponselnya, si sumber bunyi.
Jangan tanya kenapa ia punya file suara sirine polisi di ponselnya. Ia hanya iseng. Dan tak tahu ternyata akan ia gunakan hari ini.
"… ehm… terima kasih…?" ucap pemuda berambut coklat tua itu ragu, namun setelahnya ia memberikan sebuah senyuman tipis yang terlihat sangat tulus.
Deg.
Eunwoo tak tahu ada orang yang memiliki senyuman semenarik ini selain ibunya.
Pemuda satunya lagi, Sanha, juga beberapa kali mengucapkan terima kasih. Membuat Eunwoo menggaruk tengkuknya. Lupa kapan terakhir kali ia diterima kasihi seperti ini. Tapi Eunwoo tak benci perasaan ini. Pipinya memanas karena tersipu.
"Hyung, apa kau baik-baik saja?" tanya Sanha kemudian, seraya membantu pemuda berambut coklat tua itu untuk berdiri. Dan dia hanya tersenyum lagi, hingga matanya hanya terlihat segaris.
"Tentu saja! hehe" kekehnya pelan, seraya menepuk-nepuk sweater dan celana jinsnya yang terkena debu.
Pemuda itu tetap saja memasang wajah ceria, walaupun Eunwoo bisa melihat sudut bibir yang robek, telapak tangan yang lecet, serta perutnya yang mungkin sudah membiru karena pukulan pasti sangat sakit. Eunwoo yang memperhatikan heran sendiri. kenapa masih bisa memasang wajah seceria itu? tanyanya dalam hati.
"Lain kali, jangan mau memberikan uang pada mereka, oke? Langsung lari saja." Ujar pemuda itu kemudian. Ia menepuk-nepuk bahu Sanha "Atau download file suara sirine polisi." Ujarnya kemudian, seraya melirik kearah Eunwoo.
"Ide yang sangat bagus." Pujinya pada Eunwoo. Yang lagi-lagi membuat pemuda tampan itu salah tingkah. Mungkin ada yang aneh dengan tubuhnya hari ini.
Sanha mengangguk-anggukkan kepalanya seperti anak anjing yang menggemaskan. Matanya yang tadi sempat berkaca-kaca kini kembali membendung air mata. Dengan tiba-tiba, pemuda berambut cerah itu memeluk pemuda di depannya. Si 'pahlawan'nya, dengan erat.
"Terima Kasih banyak hyung!" pekiknya "Huuueee! Aku ingin sekali merawat luka-lukamu tapi beberapa menit lagi aku ada jadwal audisi! Aku harus mengikutinya, maafkan aku!" jelasnya. Kemudian setelah ia melepaskan pelukannya dari pemuda berambut coklat tua, ia lalu meraih tangan Eunwoo. Membawanya kesamping pemuda berambut coklat tua.
"Hyung… ah! Aku tak tahu nama kalian berdua, tapi tolong rawatlah dia!" ucap Sanha, sebelum ia berlari cepat meninggalkan keduanya.
.
Eunwoo dan si pemuda berambut cokelat tua.
.
.
EM
.
.
"Tidakkah kau berpikir anak tadi sangat tak sopan?" keluh Eunwoo.
"Tidak juga, dia menggemas—ahk!"
Pemuda berambut cokelat tua itu meringis, hingga membuat punggungnya membungkuk. Rasa perih ketika alkohol menyentuh sudut bibirnya yang robek benar-benar mengerikan.
"Sakit?" tanya Eunwoo pendek.
"Aku tak tahu akan sesakit ini." Gerutu pemuda itu, namun ia menyengir kemudian "Bisa pelan-pelan sedikit?" pintanya.
Eunwoo hanya berdehem pelan. Ia kemudian kembali membersihkan sudut bibir pemuda itu dengan lebih pelan kali ini. Sambil dalam hati berpikir kenapa ia bisa berada di situasi ini. Jelas, banyak hal terjadi siang ini. Dia yang awalnya hanya ingin melarikan diri dan menikmati jalan santainya, harus melihat scene pembullyan, menolong mereka, dan bahkan mengobati korbannya. Oh, bukan korban, tapi pahlawan.
Dan akhirnya pun, dua pemuda itu berakhir disebuah mini market. Keduanya duduk di bangku-bangku depan toko kecil itu, dan kini Eunwoo sibuk mengobati si 'pahlawan' setelah si 'korban' meninggalkan keduanya dengan sangat tak bertanggung jawab.
Merepotkan memang, tapi Eunwoo tak membenci kegiatannya sekarang. Setidaknya lebih baik dari pada di ruangan kepala sekolah dan mendengarkan pria tua itu mengatakan hal-hal yang Eunwoo bahkan sudah tahu.
"Hei, sekali lagi terima kasih karena telah menolongku." Ucap pemuda itu beberapa saat kemudian. Memecah keheningan diantara keduanya "Aku mungkin sudah tak sadarkan diri jika saja kau terlambat melakukan aksimu." Jelasnya kemudian, senyuman kembali terpatri dari bibir tipisnya.
Eunwoo mengangguk "Itu karena kau tak bisa bertarung." Ucapnya kemudian. To the point, ia masih tak habis pikir kenapa juga pemuda berambut coklat tua itu harus ikut campur jika tak bisa bertarung? Mau bunuh diri?
Mendengar ucapan tajam Eunwoo, pemuda itu mengerucutkan bibirnya "Aku tahu. Bagaimanapun, aku baru belajar taekwondo dua bulan yang lalu!" ujarnya memberikan pembelaan.
"Lalu apa kau tak sempat berpikir kau bisa saja mati karena dipukuli mereka?"
"Aku tak tahu ternyata mereka sekuat itu."
Eunwoo mendongak, dan tanpa 'sengaja' menekan kuat luka di telapak tangan pemuda itu dengan kapas beralkohol. Pemuda berambut cokelat tua itu kembali meringis kesakitan "Kenapa kau niat sekali menolong anak itu? dia bahkan meninggalkanmu pada orang asing." Gerutu Eunwoo. Tak habis pikir.
"Kita bertiga adalah orang asing. Apa salahnya saling membantu?"tanya pemuda itu, tersenyum semakin lebar hingga membuat Eunwoo berpikir mungkin ada yang salah dengan otak pemuda itu.
"Membantu orang asing itu terdengar salah. Kau aneh." Tapi menarik, ucap Eunwoo. Setelah selesai memperban tangan pemuda itu, ia mengambil plester kecil di sudut bibir pemuda itu. membuat keduanya berada di posisi yang cukup dekat hingga Eunwoo bisa merasakan pemuda itu menahan napasnya. Eunwoo memang tak memberikan kesempatan bagi pemuda itu untuk membalas ucapannya.
"Selesai." Ucap Eunwoo akhirnya.
Pemuda berambut cokelat tua itu mengangguk kaku "Kalau begitu biarkan aku membelikanmu minum, sebagai ucapan terima kasih." Ujarnya seraya bangkit dari kursinya "Kau mau minum apa?" tanyanya kemudian.
"Kopi xxx."
"Kopi kalengan itu? tidak, tidak, itu terlalu banyak pengawet!" ujar pemuda itu tiba-tiba dengan nada suara yang lucu "Aku akan membuatkanmu kopi saja, oke? Tenang, aku ahli dalam membuat kopi." Lanjutnya kemudian seraya mulai meninggalkan Eunwoo. Tidak membiarkan Eunwoo menjawab tawarannya.
Tapi Eunwoo memang tak masalah. Apalah, asalkan memang kopi. Eunwoo membutuhkannya agar tetap terbangun sampai malam. Ia tetap harus mempersiapkan dirinya untuk olimpiade dua hari lagi. Hah, memikirkannya membuat urat di belakang leher Eunwoo kembali menegang.
Ia pun akhirnya mengalihkan pandangannya ke dalam minimarket yang memiliki dinding kaca. Disana ia bisa melihat pemuda berambut cokelat tua itu terlihat membawa gelas, sasetan kopi, susu, dan entah apalagi. Kemudian setelah pemuda itu membayar di kasir, ia membuat kopinya di meja self service, tempat biasa orang-orang mengolah sendiri makanan mereka seperti membuat kopi atau ramyeon.
Eunwoo tak sadar tersenyum tipis melihat pemuda berambut cokelat itu yang terlihat sangat serius meracik kopinya. Tubuhnya membungkuk dan matanya menyipit, seolah kopi adalah eksperimen yang berbahaya hingga harus dilakukan dengan hati-hati. well, memperhatikan orang memang bukan kegemaran Eunwoo, tapi ia lagi-lagi terhibur dengan tingkah pemuda itu. jika di gang pemuda itu terlihat keren(?), sekarang ia terlihat imut.
"Kopimu sudah si-"
.
Bruk
.
"…ap…"
Tanpa Eunwoo sadari, pemuda itu telah keluar dari minimarket dan mendekatinya dengan dua gelas kopi di tangannya. Saat sudah berada di bangku tempat Eunwoo duduk, tanpa sengaja pemuda itu menyandung kaki panjang Eunwoo yang memang sudah berada di situ sejak dari tadi. Eunwoo kaget, dan berterima kasih pada gerak refleknya yang bagus, Eunwoo dengan cepat memengang kedua tangan pemuda yang tubuhnya oleng itu. membuat dua gelas kopi dingin itu tetap selamat dan utuh.
"Maafkan aku! Aku tak melihat kakimu!" ucapnya agak panik, seraya dengan cepat meletakkan dua gelas kopi ke meja. "Sepertinya penglihatanku makin buruk akhir-akhir ini…" gumamnya pelan seraya terkekeh malu.
Tapi Eunwoo tak mengatakan apapun. Ia hanya mengangguk dan meraih gelas kopinya. Dan meminumnya dari sedotan.
"Enak kan?" tanya pemuda itu dengan suara yang lembut. Wajahnya terlihat sangat puas "Es kopi memang paling pas saat musim panas" tambahnya, seraya menyeruput kopinya sendiri.
Eunwoo lagi-lagi hanya mengangguk. Setuju. Kopi buatan pemuda itu memang lebih enak dari kopi instant yang sering ia minum. Ini kopi paling menyegarkan yang pernah Eunwoo rasakan. Walaupun Eunwoo ragu entah memang karena kopinya atau karena matanya sama sekali tak bisa berpaling dari wajah pemuda berambut cokelat tua itu.
Angin musim panas yang sejuk memainkan poni rambut pemuda itu dengan lembut. Pemuda itu menutup matanya, menikmati kopinya dengan wajah yang sangat tenang. Kulitnya yang putih, alis datar, mata tajam seperti kucing, dan bibir tipis itu terlihat menarik bagi Eunwoo lagi-lagi.
"Ah ya, menjawab perkataanmu sebelumnya…" pemuda itu tiba-tiba bicara "Percaya atau tidak, cita-citaku sejak kecil adalah menjadi super hero. Jadi sampai sekarang aku ingin terus menolong orang lain. Karena menolong orang lain membuatku merasa berguna, dan seolah itu adalah energi untuk hidup di dunia ini." Jelas pemuda itu, wajahnya terlihat sangat tenang. Walau ia tahu Eunwoo sekarang sedang berusaha keras mencerna perkataannya yang tak masuk akal. Non sense.
Tapi pemuda itu tak begitu peduli. Ia terkekeh sendiri. yang entah kenapa membuat Eunwoo juga tertawa. Ia tak tahu bagian mana yang lucu. Ia hanya tertawa seolah angin musim panas menularkan virus tawa dari pemuda itu ke dirinya.
.
"Bin hyung!"
.
Tiba-tiba suara teriakan terdengar dari belakang Eunwoo. Ada seorang anak laki-laki yang melambai-lambaikan tangannya kearah mereka. Dan saat itu pemuda itu langsung bangkit dari tempat duduknya.
"Ah! Itu temanku, sepertinya aku harus pergi sekarang." Ucapnya "Jadi kita harus berpisah di sini? Orang asing, haha" ia meraih gelas kopinya "Senang bisa ngobrol denganmu." Ujarnya kemudian, kembali tersenyum.
"Kau aneh, tapi aku menyukaimu" ucap Eunwoo tiba-tiba.
Cukup untuk membuat mata pemuda itu membesar. Kaget. Namun beberapa detik kemudian mata itu kembali melengkung. Pemuda itu terkekeh pelan.
"Kalau begitu kita harus bertemu lagi di lain waktu."
"Harus." Gumam Eunwoo. Wajahnya terlihat serius.
"Baiklah! Besok di waktu yang sama temui aku di sini. Saat itu, kita bisa mulai acara saling berkenalannya. Hahahaa! Aku pergi dulu!" ujar pemuda itu sebelum ia benar-benar beranjak dan mendekati temannya yang berada tak jauh dari mereka.
Eunwoo tak tahu bagaimana, entah karena pemuda itu memiliki penglihatan buruk atau tidak, tapi anak yang tadi memanggil pemuda itu terlihat berlinangan air mata dan wajahnya penuh dengan peluh. Pemuda itu mungkin tak melihatnya, itulah kenapa ia tetap terlihat ceria dan biasa. Bahkan merangkul dengan akrab anak laki-laki itu.
Apapun yang terjadi, terserahlah. Yang penting, Eunwoo pasti akan meluangkan waktunya untuk bertemu dengan pemuda itu lagi besok.
Ia tak peduli. Karena ia suka dengan rasa ini.
.
.
EM
.
.
Besoknya,
Eunwoo duduk di tempat yang sama.
Dua jam lebih dari jam yang sama .
Tapi pemuda berambut cokelat tua itu tak juga muncul.
Ditangannya sekarang, sudah ada tiket pesawat. Pesawatnya menuju London akan terbang setengah jam lagi. Tapi pemuda pemilik senyuman menarik itu tak juga menampilkan sosoknya.
Ponselnya sedari tadi terus bergetar, dan Eunwoo bersumpah, lagi –lagi pemuda itu memberikannya sensasi yang baru pertama kali ia rasakan. Panik.
Dan rasa penasaran menggerogoti dadanya. Membuatnya terus mendesah—menghela napas.
.
Shit.
.
.
Eunwoo bahkan belum tahu siapa nama pemuda yang mengaku super hero itu.
.
.
Bersambung.
Hi, this is Bisory
Saya kembali dengan pairing kesayangan saya yang ketiga, haha. Ini adalah fanfic kedua Binwoo yang sudah saya rampungkan lamaa sekali, sejak era Breathless. Saya tahu saya sangat amat telat, mereka (Astro) baru comeback dengan album musim gugur sedangkan saya baru mempublish fanfic dengan tema album musim panas mereka. Sebenarnya saya tak terlalu percaya diri dengan fanfic ini karena ada banyak unsur emosional pribadi di sini, tapi, karena banyak respond positif di fanfic saya sebelumnya, akhirnya saya memutuskan untuk mempublish fanfic ini ^^
dan menanggapi fanfic Binwoo pertama saya "Breathless", saya sangat senang dengan antusiasme readersnim sekalian! Ternyata bukan hanya saya yang menganggap kemistri(?) Eunwoo dan Moonbin itu bikin geregetan. Ada yang bertanya dan protes siapa 'uke' dan 'seme' di pairing ini, saya akan menyerahkannya pada imajinasi kalian~ haha… tapi secara pribadi saya pikir walaupun Moonbin badannya kekar ^^; dia punya banyak sisi imut dan manis sedangkan Eunwoo terlihat lebih mature. Di setiap fanfic binwoo yang saya baca di ao3 atau aff, saya juga merasa lebih berkesan saat membaca dengan karakter Moonbin yang lebih 'feminin'. Tapi, well, suka atau tidak dengan pendapat saya, itu terserah pada anda :)
kritik dan saran sangat saya terima untuk fanfic ini, sebagai pertimbangan pula apa perlu di lanjutkan atau tidak~
thank you very much for reading this chapter! dan saya sangat menerima kritik san saran kalian~~
ps: don't forget vote ASTRO in MAMA guys~!
