Kuroko No Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Original Story © Riryzha

Full Scenario from 'Rainbow' book


Take One

Gadis itu menangis sesegukan. Air mata dan lendir hidung membasahi wajah dan tangan yang menangkup kepalanya. Kondisinya sangat berantakan. Rambutnya entah sejak kapan berubah dari yang rapi;dikuncir satu,menjadi berantakan dan kuncirnya hilang begitu saja. Orang yang melihatnya pasti langsung akan kabur mengira ia salah satu jelmaan hantu penunggu taman. Tapi untungnya taman saat itu sedang sepi. Entah ada angin apa yang menyebabkan taman yang biasanya masih ramai sampai jam 9 malam itu sudah sepi sejak ia menjejalkan kaki disana pukul 6 sore. Toh ia tidak peduli. Ia lebih memilih untuk berterima kasih pada tuhan karena telah menyediakan tempat untuk sendiri tepat saat itu juga.

Masih dalam tangis pelannya,memori dalam otaknya kembali memainkan kejadian 3 jam yang lalu.

'Kagami telah berjanji akan berkunjung lagi ketempat Aomine untuk memasak bersama dengan Ibu Aomine. Setelah setengah jam menempuh perjalanan menggunakan shinkansen dan berjalan kaki,dirinya sampai didepan sebuah bangunan bercat biru tua. Namun begitu sampai didepan pintu dan mengetuk beberapa kali,tidak ada yang membukakan pintu.

"Aomine... Buka pintunya."

"Aomine!"

"Aho! Buka!"

"Aneh. Apa mereka semua pergi ya?"

"Ada suara tv dari dalam. Berarti ada orang."

'Klik'

Kagami memegang gagang pintu dan memutarnya pelan.

"Eh tidak dikunci? Tapi apa tidak apa aku masuk tanpa ijin begini? Emm, yasudahlah."

Setelah berguman,'maaf telah mengganggu',Kagami menutup pintu pelan dan melepas alas kakinya. Ia berjalan menuju ruang tengah rumah Aomine. Tapi belum sempat ia melangkah lebih jauh,terdengar suara yang sangat dikenalnya.

"Dai-chan,kau yakin tidak apa-apa?"

"Mau bagaimana lagi,Satsuki? Aku malu mengakuinya."

"Tapi Kagamin..."

"Daiki,ambilkan Satsuki air minum! Kau ini pacar yang bagaimana sih? Masa membiarkan pacarmu kehausan."Terdengar suara Ibu Aomine dari lantai dua.

"Ibu cerewet sekali. Kau mau minum apa,Satsuki?"

"Ahaha,tidak usah kalau kau tidak mau mengambilkannya."

"Yasudah kau ambil sendiri saja."

Terdengar langkah kaki pelan menuju dapur yang kebetulan terhubung dengan ruang tengah. Kagami tiba-tiba merapatkan tubuhnya dibalik tembok yang membatasi lorong pintu masuk dengan ruang disebelahnya. Dadanya bergemuruh. Jarinya terkepal diatas jantungnya yang tiba-tiba terasa ngilu. Tanpa berusaha menampakkan eksistensi dirinya,ia kembali mendengarkan percakapan orang diruangan lain tersebut.

"Tapi Dai-chan,kalau kau malu mengakui Kagamin sehingga menyembunyikan hubungan kalian,lantas untuk apa kau memacarinya?"

"Awalnya aku hanya iseng. Dan Haizaki mengajakku bertaruh siapa yang lebih dulu bisa memacari Kagami karena ia fikir Kagami sulit. Tapi nyatanya lebih mudah. Hanya dengan mengalahkannya dan bermain basket setiap hari,ia dengan mudah jatuh cinta padaku. Hahaha."

"Kau jahat sekali Dai-chan! Kalau yang lainnya sampai mendengar ucapanmu barusan,mungkin tubuhmu akan dicincang. Lantas kau juga memacariku setahun yang dengan alasan yang sama?"

"Maka dari itu aku tidak pernah berkata apapun bahkan menyembunyikan hubunganku dengannya selama enam bulan. Siapa sangka hampir semua anak laki-laki akan menyukainya. Yah,aku sih hanya sedikit. Itupun karena dia pernah mengalahkanku ,Mungkin?"Kagami bisa membayangkan seringai diwajah Aomine.

"Dai-chan!"

"Tenang saja,Satsuki. Aku tidak memandangmu rendah seperti Kagami."

Terdengar suara langkah kaki dari tangga. Dengan cepat Kagami menegakkan punggung dan mengarahkan pandangannya pada wanita dengan surai biru tua itu. Dadanya sakit. Tapi ia harus melawan sakit dan menghadapi kenyataan yang mempermainkannya.

"Eh,Taira-chan!"

Aomine dan Momoi menahan nafas. Sejak kapan Kagami disitu? Kagami tidak mendengar mereka kan?

"Selamat siang,Aomine-san."Kagami dapat melihat jelas keterkejutan diwajah Aomine dan Momoi. Tapi ia abaikan. Biarkan mereka berspekulasi dan diam dalam ketakutan. Biarkan mereka merasakan akibat dari permainan yang mereka mulai dan jalankan sendiri.

"Sudah kubilang jangan terlalu formal. Panggil aku Natsumi."

Ibu Aomine merangkul Kagami menuju dapur.

"Sejak kapan kau disitu,Taira-chan? Aku tidak mendengar suara pintu?"Kening Ibu Aomine berkerut.

"Baru saja,Natsumi-san. Sepertinya suara tv terlalu keras sehingga tidak ada yang membukakan pintu. Untunglah pintu tidak dikunci. Maaf kalau aku masuk tanpa izin."Kenyataannya memang begitu bukan?

"Maafkan aku dan Daiki kalau begitu."Ibu Aomine menatap tajam anaknya.

"Tidak apa-apa,Natsumi-san."Kagami berbalik memunggungi ruang tengah dan mengenakan apron yang tergantung di samping lemari es. 'Kau kuat,Taira.'Teguhnya dalam hati.

"Baiklah! Hari ini kita akan masak apa chef Taira?"Ibu Aomine menyikut pelan lengan Kagami.

"Natsumi-san! Berhenti menggodaku."Kagami menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Sedikit malu akan perkataan Ibu Aomine dan hampir mengeluarkan air mata karena kedekatannya dengan beliau,namun anaknya malah menyakiti perasaannya.

"Ahaha,kau selalu menggemaskan Taira-chan. Andai saja kau anakku,atau mungkin bertemu lebih dulu dengan Daiki."Bisakah Ibu Aomine tidak membicarakan hal yang memilukan?

"Ehm,bu?"Aomine memandang kikuk Ibunya.

"Ahaha,maaf aku hanya bercanda."

Percakapan mereka terputus dengan kegiatan memasak. Aomine dan Momoi saling bertukar pandang kemudian melirik Kagami. Kagami sendiri memilih diam dan sesekali menanggapi perkataan Ibu Aomine. Walau dari ekor matanya melihat Aomine dan Momoi saling berdiskusi dengan suara yang pelan. Namun diskusi meraka terputus saat mendengar pintu diketuk dan Aomine berjalan meninggalkan ruang tengah untuk membukakan pintu. Kemudian Ayah Aomine datang dan kegiatan mereka berlanjut dengan makan malam bersama.

"Terima kasih atas makanannya."Kagami meletakkan sumpit yang telah selesai digunakan untuk makan.

"Aku yang harusnya berterima kasih padamu,Kagami-chan. Setelah kau berkunjung kerumah ini,akhirnya aku bisa merasakan makanan yang sesungguhnya."

"Daisuke! Kau jahat sekali."

"Ahaha,aku hanya bercanda sayang."

"Tidak masalah Daisuke-san. Terima kasih atas jamuannya. Jarang sekali aku bisa makan bersama seperti ini."Kagami membungkukkan badan. Walau keluarga Aomine sangat ramah padanya,kenapa Aomine bisa sejahat itu?

"Kalau kau mau aku bisa mengangkatmu menjadi anakku,benar kan Daisuke?"

"Aku tidak masalah. Dan Daiki akan punya saudara seumurannya."

"Argh,Ayah Ibu! Jangan membuatku malu!"Aomine mengacak rambut biru tuanya.

"A-ano... Tapi Ayahku di Amerika..."

"Haha,kami hanya bercanda. Tapi kalaupun kau mau aku bersedia."

Kagami hanya bisa tertawa pelan. Miris. Ini memilukan.

"Baiklah kalau begitu. Sepertinya hari makin gelap. Dan aku tidak ingin pulang larut malam. Aku pamit dulu."Aku sudah tidak tahan disini!

"Hati-hati dijalan,Taira-chan!"

"Daiki antar Kagami-chan pulang."

Sebelum Aomine Daiki berdiri dari kursi,Kagami berbicara.

"Ano,tidak usah Daisuke-san. Aku bisa pulang sendiri."

"Tapi,Kagamin..."

"Tidak apa Momoi. Lagi pula belum terlalu gelap."Aku tidak ingin melihat wajahnya saat ini apalagi berlama-lama didekatnya!

"Baiklah kalau kau memaksa. Daiki,Satsuki,antar Kagami-chan sampai depan pintu."

Kagami berjalan lebih dulu. Ia sudah tidak tahan dan ingin segera menghirup udara segar. Aomine dan Momoi mengikuti dibelakang masih saling bertukar pandang. Kagami sadari itu. Ketika Aomine mendapat anggukan dari Momoi,tangannya terulur memegang pundak Kagami yang baru saja selesai memakai sepatu.

"Kagami..."Sekuat mungkin ia menahan diri untuk tidak menyingkirkan tangan makhluk jahat itu dan berbalik untuk menghajar wajah yang dulu ia kagumi.

"Ya Aomine?"Kagami menjawab tanpa menoleh. Tangan didepan dadanya terkepal. Oke,sepertinya pertahanannya runtuh.

"Kau yakin tidak ingin diantar?"Aomine menautkan jarinya dengan jari Kagami yang terlihat oleh pandangannya.

"Iya,tenang saja. Lagipula aku bukan wanita lemah."Dan aku tidak serendah itu!

"Tapi..."Terdengar nada khawatir. Heh,khawatir untuk apa?

"Lebih baik kau mengantar Momoi pulang."Jauh-jauh dariku!

"Rumahnya hanya berjarak dua rumah dari sini,Bakagami."Aomine memandang Kagami aneh. Walau Kagami tidak dapat melihatnya.

"Iya Kagamin. Aku bisa pulang sendiri."Momoi menatap waswas.

"Tidak apa."Pergi bersenang-senanglah kalian berdua!

"Tapi Bakagami..."Apa lagi?! Tak sadarkah Kagami sudah sesegukan?

"Ne,Aomine..."Kagami berbalik,air mata telah turun deras. Tapi bibirnya memaksa seulas senyum.

"Bisakah kita hentikan hubungan ini? Aku tidak ingin mengganggu hubungan kalian lebih lama lagi."

Dan setelah itu Kagami berlari tanpa perlu melihat apapun dibelakangnya.'

.

.

.

Kagami tertawa keras-keras seperti orang gila.

"Persetan dengan semuanya!"Erangnya.

"Dengan apa,Taira?"

Sontak Kagami memekik ketika mendengar sebuah suara yang memanggil nama pemberian orang tuanya tepat disampingnya. Seingat ia taman ini sepi. Lalu itu siapa? Setan? Iblis? Oke,Kagami sangat takut dengan semua jenis makhluk halus. Tanpa memastikan makhluk apa yang ada disampingnya,Kagami bersiap-siap untuk kabur. Namun tangan putih yang belum diketahui identitasnya itu segera menarik lengan Kagami. Seperti tahu Kagami akan kabur.

"Kali ini akan aku maafkan kau yang main seenaknya mau pergi tanpa menjawab pertanyaanku."

Titah sang empunya suara dengan aura emperor yang harusnya sangat dikenal Kagami. Tapi karena kondisinya yang tidak sempat untuk berfikir apalagi mengingat membuatnya menggigil lalu tiba-tiba menangkup kedua tangannya dan berdoa.

"Oh,Tuhan… Maafkan atas segala bentuk kesalahan yang Taira perbuat baik disengaja maupun tidak. Walau Taira tahu dosa Taira banyak,tapi setidaknya sisakan tempat untuk Taira disurga,Tuhan. Amin."

Hening tercipta selama beberapa detik. Dan Kagami merasakan genggaman dilengannya telah dilepas. Menghela nafas lega,Kagami kemudian mendengar suara tawa paling keras yang belum pernah ia dengar,namun anehnya sangat familiar dan terdengar sangat lepas. Tunggu sebentar,tawa? Kagami segera berbalik badan dan menemukan makhluk yang sangat dikenalnya dengan surai warna merah cerah tengah memegangi perutnya dan menyeka air mata yang keluar akibat terlalu banyak tertawa. Ia,Kagami Taira,telah dikerjai dan sedang ditertawakan oleh seseorang dengan marga Akashi dan nama kecil Seijuurou?!

"AKASHI SEIJUUROU!"

α

Malam itu seusai acara makan malam dengan kolega ayahnya disebuah restoran bintang lima,Akashi Seijuurou meminta ijin untuk berjalan-jalan malam hari sebentar untuk mencari udara segar. Setelah mendapat persetujuan dari ayahnya, ia diturunkan beberapa blok dari restoran. Lalu dimulailah acara mencari udara segarnya dan melangkah tak tentu arah sembari berfikir mengenai obrolan makan malam sebelumnya.

"Akan sangat menyenangkan sekali bisa menyatukan keluarga kita selain karena hubungan bisnis. Bukankah begitu Toya-san?"

"Aku mengerti apa maksud anda,Masaomi-san. Tapi,bukankah lebih baik agar anak-anak kita yang memilih pasangan mereka masing-masing?"

"Aku yakin Seijuurou tidak mungkin akan menolak putri anda yang sangat sesuai dengan tipenya. Bukankah begitu Seijuurou?"

"Sepertinya aku tidak perlu menjelaskan apapun kalau begitu."

Akashi membersihkan ujung bibirnya dengan serbet yang telah disiapkan para pelayan restoran diatas meja dengan tenang. Walau sebenarnya dadanya bergemuruh dan sepertinya jantungnya mendesak keluar. Bagaimana tidak? Dihadapannya tengah duduk Ayah dari seorang yang sangat disukainya sejak kedua kalinya mereka bertemu lagi. Dan yang membuat jantungnya makin tak karuan adalah secara to the point Ayahnya melamarkan sang gadis untuk dirinya langsung. Walau sang gadis saat ini tidak hadir mengikuti makan malam. Bahkan Toya-san,ayah sang gadis tidak memberitahu perihal kepulangannya dari luar negeri.

"Kurasa Seijuurou juga sudah jatuh pada pesona anak kesayanganku~"Ujar laki-laki seumuran dengan ayah Akashi.

"Aku tidak bisa mengelak."Ucapnya jujur.

"Tapi sepertinya ia belum siap untuk ke jenjang selanjutnya secepat itu. Belum lagi kau pernah menodongkan gunting saat pertama bertemu."Alis cabang pria itu bertaut. Raut wajahnya marah,tapi senyum geli terkembang dibibirnya saat melihat Akashi tersenyum kikuk.

"Itu spontanitas,Toya-san."

"Berarti sekarang kau harus membuatnya jatuh kepadamu."

.

.

.

.

.

Setelah satu jam berjalan tak tentu arah,sepertinya kakinya mulai merasa kram dan meminta untuk segera diistirahatkan. Jadilah Akashi mencari tempat yang pastinya memiliki tempat duduk yang banyak dan tidak terlalu berisik. Taman. Namun saat ia memasuki taman,ia menemukan sosok yang sangat tidak ia duga. Kagami Taira tengah menunduk disebuah bangku panjang dibawah lampu penerangan.

Kontan saja ia mendekati sosok tersebut dan duduk disampingnya. Dia memperhatikan Kagami yang masih menunduk dan sepertinya tidak menyadari kehadirannya. Tangannya kemudian terulur menggapai pundaknya. Belum sampai tangannya menyentuh Kagami,tiba-tiba Kagami bangkit,tertawa dan berteriak.

"Persetan dengan semuanya!"

"Dengan apa,Taira?"Tanyanya penasaran. Tangan yang sempat terulur kembali diletakkan dipangkuannya.

"Kya!"

Tiba-tiba Kagami memekik. Oh,rupanya ia kaget. Namun setelah beberapa menit kemudian ia tetap tidak membalikkan badan. Yang ada malah tubuhnya bergetar. Ketakutan? Pasti ia mengira yang berada disampingnya sejenis makhluk tak kasat mata yang sangat ditakutinya. Dan sebentar lagi ia akan kabur. Benar saja. Kagami sontak berdiri. Namun karena Akashi lebih cepat dan telah memprediksinya,ia segera menarik lengan orang yang akan kabur tersebut. Enak saja ia menyamakan dirinya dengan makhluk astral.

"Kali ini akan aku maafkan kau yang main seenaknya mau pergi tanpa menjawab pertanyaanku."Titahnya.

Tubuh Kagami kemudian menggigil lagi dan tangannya segera didekap dan melafalkan doa yang sangat,ah,bagaimana mengatakannya… Sangat ajaib mungkin?

"Oh,Tuhan… Maafkan atas segala bentuk kesalahan yang Taira perbuat baik disengaja maupun tidak. Walau Taira tahu dosa Taira banyak,tapi setidaknya sisakan tempat untuk Taira disurga,Tuhan. Amin."

Oke. Bukan sangat ajaib. Tapi sangat lucu! Akashi tak menyangka Kagami mengira dirinya akan segera mati karena 'makhluk halus' dan berdoa sedemikian rupa. Tak ayal setelah diam berusaha menahan tawa,ia tak sadar telah melepaskan genggaman di pundak Kagami dan mulai memegangi perut. Sedetik kemudian tawanya menggelegar. Bahkan air mata mulai menggenang disudut matanya karena terlalu terbahak-bahak. Dan ia tidak sadar Kagami telah berbalik dan menatapnya marah.

"AKASHI SEIJUUROU!"

α

"Jadi kau putus dengan Aomine?"

"Mengapa aku merasa kau seperti sudah tahu tentangku dan dia? Coba dengar ucapanmu sendiri. Kau bahkan seperti tidak kaget kalau aku telah berpacaran dengannya."Kagami menaikkan satu alisnya meminta jawaban.

"Karena aku selalu tahu apapun."

Memang. Akashi akui ia sudah merasa ada yang terjadi diantara keduanya saat melihat intensitas pertemuan mereka walau hanya sekedar main basket dan tidak ada hal lain. Dan hal itu sejujurnya membuat dirinya sakit. Karena eksistensinya seperti lenyap dihadapan Kagami saat sedang berada didekat Aomine. Dan hal yang makin membuatnya berang adalah ternyata kecurigaannya telah dikonfirmasi langsung oleh pihak yang bersangkutan. Terlebih yang dimaksud adalah gadis yang disukainya. Dan sekarang gadis itu baru saja menangis karena telah dipermainkan oleh Aomine?!

"Dasar emperor."Kagami hanya tersenyum geli. Akashi merasa lega ketika Kagami tidak lagi menunjukkan wajah sedihnya dan sekarang bisa tersenyum.

"Kau sendiri sedang galau kenapa?"Kagami menatap bintang-bintang yang berhamburan dilangit. Sepertinya telah larut malam.

"Memang harus selalu galau setiap keluar berjalan-jalan?"Akashi menatap wajah Kagami yang sesaat berubah sendu.

"Biasanya begitu,bukan?"

"Nah,kebetulan aku bukan seperti orang yang biasanya."

"Ya ya baiklah."Jawab Kagami malas.

"Apa maksudnya itu?"

"Ayolah Akashi. Bisakah kita berbincang santai seperti orang pada umumnya? Sesekali kita harus melakukan hal seperti ini. Aku lelah juga harus berdebat denganmu setiap saat,kau tahu?"Kagami hanya menggeleng.

"Kau benar. Perbincangan santai seperti ini tidak sepenuhnya salah."Bukankah ini awal yang bagus?

"Terima kasih atas kerja samanya kalau begitu."Kagami menjulurkan tangan kanan sambil terkekeh.

"Senang bekerja sama denganmu."Akashi menyambar tangan itu dan menggenggamnya pasti. Ya. Akashi pastikan kerja sama ini akan terus berlanjut. Walau nanti dalam babak baru yang lebih tinggi dari ini.

"Oh iya. Wajahmu saat menangis tadi cukup jelek ya…"

"Akashi! Aku tarik ucapanku tadi kalau begitu!"

α

"Untung saja hari ini hari sabtu."

Kagami mengusap peluh yang membanjiri keningnya. Dirinya baru saja selesai bersih-bersih rumah yang seukuran lapangan sepak bola dibantu dengan pengurus rumah yang dipekerjakan Ayahnya. Sejujurnya para pengurus sudah melarangnya untuk ikut membantu. Bahkan mereka langsung memanggil Ayahnya yang ajaibnya sudah ada dirumah saat ia sampai dirumah larut malam. Kontan saja malam itu ia harus mendengar ceramah dan mengeluarkan jurus merayunya agar tidak dijaga bodyguard. Tentu saja jurus itu selalu berhasil walau memakai tenaga yang cukup baginya untuk segera tenggelam dalam kasur setelahnya dan tidak sempat untuk mengingat apa yang telah terjadi bahkan untuk berganti pakaian.

Namun naas baginya. Sepertinya dewi kebahagiaan sedang tidak berbagi padanya. Baru saja keluar dari kamar mandi pagi itu,ia disuguhkan sebuah pesan dari orang yang sangat amat tidak pernah membalas pesannya atau malah menggunakan ponsel untuk menghubunginya. 'How weird.'Bathinnya dengan nada sarkatik.

'Pagi kesayanganku. Kuharap kalimatmu semalam hanya bercanda. Have a nice day,love.'

"Sepertinya ia salah posisi tidur."

Dengan satu gerakan mulus ponsel itu dilempar kearah tembok kamar dan sukses hancur berantakan. Sama seperti hatinya. Oh. Come on. Ia ingin memulai harinya yang baru. Tak ada waktu untuk meraung meratapi nasib yang telah mempermainkannya. Ia tetap harus move on. Kemudian dengan kesal ia segera keluar kamar dan memakan sarapan yang telah disiapkan para pelayan dengan cepat. Setelah sarapan,tanpa babibu lagi ia segera melakukan pekerjaan rumah yang membuatnya setidaknya melupakan pesan tadi.

Setelah lelah dengan aktivitas yang memakan waktunya hingga siang hari,ia segera pergi kekamarnya dan mengambil sesuatu yang tadi pagi masih berada di lantai.

"Great. Sepertinya aku butuh ponsel baru."

Kagami mendengus sebal. Akibat ulahnya yang asal emosi saja menyebabkan ia harus mengganti ponsel disaat ia baru ingat ingin menghubungi Kuroko Tetsuna,sahabatnya sejak sekolah dasar.

"Mau tidak mau aku harus membeli ponsel baru sekarang lalu pergi ketempat Kuroko."

Salahkan sahabatnya itu yang sangat menyeramkan kalau marah. Bila Kagami tidak mengabari kondisi ponselnya secepat mungkin,bisa saja ia akan mengira Kagami diculik atau hal tidak masuk akal lainnya. Seperti sosok Ibu yang mencemaskan anaknya. Kagami tersenyum geli mengingat Kuroko yang langsung membuang muka saat dipanggil 'Okaa-san'. Sosok Okaa-san kedua yang dimilikinya setelah Okaa-san yang sebenarnya telah dipanggil lebih dulu karena tuhan sangat menyayangi beliau.

Ia segera berganti pakaian dengan t-shirt abu-abu,jaket tebal berwarna merah,celana jeans,dan sepatu converse. Tak lupa topi hitam dengan inisial namanya yang dijahit dengan benang warna merah gelap menutupi rambut merah gradasinya yang digelung. Ia berharap tidak berpapasan dengan orang itu. Makanya ia memakai pakaian sedemikian rupa.

Setelah berpamitan dengan para pelayan dan mengabari ayahnya yang sedang keluar melalui telepon rumah,ia segera melangkah keluar wilayah rumahnya. Walau sebenarnya ia tidak perlu memakai topi saat berada disekitar rumah,ia merasa ingin mengenakannya saat itu juga. Terlebih topi yang ia beli bersama dengan Kuroko itu terasa nyaman dipakai. Kalian bertanya-tanya mengapa ia tidak khawatir saat masih dekat perumahannya ia tidak akan bertemu orang itu? Jawabannya mudah. Karena orang itu tidak pernah tahu rumah Kagami dimana. Menjemput berangkat sekolah ataupun pergi untuk nge-date saja tidak pernah. Mengantar pulang sekolah bahkan setelah one on one basket pun lebih mustahil lagi. Kagami merasa bodoh baru menyadarinya sekarang. Aomine tidak menunjukkan rasa cintanya kepada Kagami selama ini bukan karena takut pacaran backstreet mereka diketahui semuanya seperti alasan yang selalu dikemukakannya. Tapi karena ia tidak pernah meyelipkan sedikitpun perasaannya kepada Kagami. Baginya Kagami hanyalah mainan.

Bastard!

Merasa ia tak ingin merusak hari barunya lebih jauh lagi,segera dibuangnya jauh-jauh pemikiran apapun tentang makhluk gosong yang pernah mencuri hatinya. Tidak lagi ada yang bisa dicuri darinya mulai sekarang. Karena Kagami bertekad membuang semua jauh-jauh dan memulai semuanya dari nol. Walau ia tetap tidak bisa membuang kenyataan bahwa sekeras apapun ia menolak keberadaan Aomine dan Momoi,mereka tetaplah sahabatnya.