Rate : T

Warning : this is Boy x Boy love stories. So, don't like don't read. Little bit OCC, AU, Typo, Fluff… little bit flat, etc.

Desclaimer : The story of Harry Potter, and based character is belong to J.K Rowling

Happy Reading…^^


LUMOS!

-Chapter 1-

Sepasang mata Abu-abu kelam menatap jauh kesudut ruangan berwarna hijau lembab. Tak sekalipun mengalihkan pandangan selama kurang-lebih satu jam ini. Sampai suara ketukan berisik di jendela disampingnya menyadarkannya.

Draco dengan enggan mengalihkan pandangannya dari sudut ruangan kearah jendela ruang itu. Terlihat seekor burung hantu kecil mungil, timbul tenggelam mengetuk jendelanya. Sepucuk surat yang cukup memberatkannya tergantung di kakinya.

Draco mengerutkan keningnya. Siapa yang mengiriminya surat di waktu seperti ini? Di malam setelah perang besar berakhir? Draco sudah tak mempunyai teman lagi untuk berkirim surat. Semuanya yang telah dianggapnya teman telah tiada atau meninggalkannya. Si penghianat, begitu mereka sekarang berbisik tentangnya.

Apakah mungkin surat itu berisi cacian atau bom kotoran? Hanya untuk sekedar menyalahkannya dan menghinanya? Apapun itu, Draco tidak peduli untuk saat ini. Draco merasa memang itulah yangharus diterimanya. Dan Draco membuka jendelanya.

Suara berisik dari burung hantu kecil itu kini memenuhi kamarnya yang besar. Seolah-olah sebal karena Draco terlalu lama membukakan jendelanya. Burung hantu itu mengulurkan kakinya dengan sayap berkepakan ribut.

Setelah Draco melepaskan surat itu, siburung hantu mematuknya lembut dan terbangmenuju kegelapan malam, meninggalkan Draco dalam keheningan. Perlahan, Draco membuka surat itu dengan Hati-hati. Setelah yakin tidak ada bom kotoran yang meledak, Draco membacanya perlahan.

Dear: Draco Malfoy ('tulisannya cukup berantakan, seakan si penulis lama tak menggunakan pena.' Pikir Draco. )

Bisakah kau menemuiku di Menara Astronomi tengah malam ini? Aku ingin mengembalikan tongkatmu. Dan kalau kau bersedia, berbincang-bincanglah sebentar denganku.

Tak ada nama pengirim. Namun Draco mengerti. Hanya satu orang di dunia ini yang kini memegang tongkatnya. Dan siapa lagi yang akan menulis surat tanpa nama pengirim, kalau bukan seorang Griffindor?

-0o0-

Draco berdiri dipagar pembatas menara Astronomi. Menatap ribuan bintang yang terlihat sangat dekat saat ini. Sudah 10 menit berlalu sejak jam di Aula besar berdentang. Menandakan tengah malam. Namun tak seincipun rambut berantakan seorang Harry Potter menampakkan dirinya. Tipikal Gryffindor untuk selalu terlambat.

Beberapa menit lagi sudah terlewati. Draco mulai berpikiran bahwa Griffindor tersebut hanya mempermainkannya. Hingga sayup-sayup suara langkah kaki yang tergesa menaiki tangga terdengar. Seseorang menaiki tangga. Entah itu Flich, entah itu Harry Potter. Draco tak begitu peduli lagi. Toh belum tentu perlakuan Griffindor itu kepadanya lebih baik daripada perlakuan Flich kepadanya.

"Maaf, aku terlambat. Sedikit susah untuk melepaskan diri dari mereka tanpa adanya Luna sebagai pengalih perhatian." Kata suara itu terengah.

"Sunggu sangat terhormat sehingga pahlawan dunia sihir mau meluangkan waktunya yang berharga bersama penggemarnya hanya demi seorang Malfoy." Jawab Draco sarkastis, tanpa mengalihkan pandangan ke langit lepas.

"Aku ingin bertemu denganmu bukan untuk memulai pertengkaran yang lain lagi denganmu, Malfoy." Kata Harry sebal.

Setelah itu, hening menyelimuti mereka. Draco tetap pada tempatnya, dan pada pandangannya. Menyerah, Harry pun beranjak , dan berjalan mendekati Draco dan berdiri disampingnya.

"Sudah lama kau menungguku disini?" Tanya Harry mencoba membuka keheningan.

"Tidak juga, cukup untuk membuat ramuan polyjuice." Kata Draco Sarkastis.

Pembuatan Ramuan Polyjuice memakan waktu lebih dari 1 bulan. Dan hal itu membuat Harry sedikit merengut.

"Maaf…." kata Harry pendek. melirik Draco yang masih menatap langit. "Apa yang sedang kau lihat Malfoy?" Tanya Harry. Mengikuti arah pandang Draco.

"Sesuatu yang tak dapat ku raih. Bulan sangat terang malam ini." Jawab Draco menerawang.

"A-ada apa denganmu Malfoy? Kau kedengaran seperti Centaurus."

"Apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan, Potter?"

"Hm… Sebenarnya aku inginmengembalikan tongkatmu, Malfoy. Hawthorn, ten inches, unicorn hair?" Kata Harry sambil mengambil tongkat pipih panjang dari sakunya.

Draco Hanya mengangguk dan mengambil tongkatnya. Menyabetkan ke udara luar, mengetes kesetiaannya. Hingga bunga api hijau menyembur dari ujungnya.

"Terimakasih, tongkatmu telah menyelamatkanku." Kata Harry.

Tidak ada jawaban dari Draco. Bahkan sekedar geraman pun tidak.

"Mengapa kau berbohong saat Melihatku di Malfoy Manor waktu itu? Mengapa kau tak mengatakan bahwa itu benar-benar Harry Potter? Aku tau kau mengetahuinya. Mengapa kau menyelamatkanku?" Tanya Harry beruntun.

"Mengapa kau menyelamatkanku di Kamar Kebutuhan, Potter?" Tanya Draco balik.

"Aku yang lebih dulu bertanya, Malfoy!" Kata Harry kesal.

"Dan Mengapa aku harus menjawabnya?" Kata Draco datar.

"Karena aku ingin permusuhan kita berakhir."

Hening lagi terasa. Namun kali ini, Draco memilih beranjak dari tempatnya berdiri. Menghampiri sebuah pilar, dan duduk bersandar disalah satu sisinya. Harry mengikuti dan duduk disisi yang lain.

"Mengapa kau membenciku?" Tanya Harry setelah ikut membisu bersama Draco.

Hening cukup lama, sebelum Draco menyerah untuk membuka mulutnya.

"Aku tak membencimu. Sejak pertama kali bertemu denganmu, aku tak membencimu. Tidakkah kau ingat? Aku ingin berteman denganmu. Namun kau menolaknya. Really nice, Potter." Jawab Draco pelan. Serasa berbisik.

"Kau menghina Ron, Malfoy. Ingat? Really Nice." Balas Harry.

Draco tak menjawab.

"Bila kau tak membenciku, lalu mengapa kau selalu menggangguku? Aku tak percaya kau tak membenciku, namun selalu membuatku ingin meledak seperti Skrewet Ujung Meletup."

Draco tersenyum sedikit mendengar perumpamaan Harry. Pemuda ini, boleh juga.

"Itu.. karena situasi mengharuskanku melakukan itu, Potter. Dan karena hanya dengan cara itu, aku…. Lupakan." Kata-kata Draco tiba-tiba berhenti ditengah jalan. Seakan menyadari tak seharusnya dia mengatakan apa yang seharusnya tak dikatakan.

"Hanya dengan cara itu, Kau… apa, Malfoy?"

"Lupakan. Anggap saja aku tak mengatakannya."

"Bagaimana bisa? Aku sudah mendengarnya. Kau harus memberitahuku. Mungkin itu hal yang penting yang harus kita selesaikan untuk menghindari permusuhan ini."

"Tidak, Potter, itu tidak penting." Sanggahnya. "Apa Hanya itu yang ingin kau bicarakan padaku? Perdamaian? Aku tidak ada urusannya dengan perdamaian seperti yang selalu difikirkan pahlawan dunia sihir, Potter. Aku tak perduli. Kalau kau telah selesai, aku mau tidur." Kata Draco kemudian. Segera beranjak dari duduknya, menghindari pertanyaan lain dari si rambut raven berantakan ini yang hanya akan menyudutkannya. Sehingga apa yang ia simpan rapat-rapat dapat terbongkar.

"tunggu. Kau belum menjawab pertanyaanku yang pertama, Malfoy. Mengapa kau menyelamatkanku di Malfoy Manor?"

"Aku tak Harus menjawabnya, St. Potter." Harry yang tetap kukuh, ikut beranjak dari duduknya, dan segera menghadang jalan Draco.

"Minggir, Potter. Atau aku tak segan-segan menyakitimu. Aku adalah Deah Eater, ingat?" kata Draco kehilangan kesabarannya.

"Aku tak perduli, lakukan apa yang kau mau, Malfoy. Aku hanya penasaran alasanmu. itu saja. Aku tahu kau lebih baik dari ini," Kata Harry keras kepala.

"kalau begitu, kau salah. Descendo!" dan tubuh Harry terlempar ke seberang ruangan. Tanpa perlawanan.

Sekilas, Draco mengerling tubuh Harry yang terlempar keseberang ruangan. Sedikit rasa sesal dan bersalah menyelimuti Draco. Kemudian, dengan menguatkan hati, akhirnya Draco beranjak meninggalkan Menara Astronomi. Meniggalkan Harry yang masih mengerang kesal sekaligus kesakitan karena punggungnya menghantam pilar dengan telak.

-0o0-

Beberapa hari kedepan, Harry tetap tak patah semangat untuk mendapatkan jawaban dari Draco. Seolah tiada hari yang terlewat tanpa Harry terlihat disisi Draco.

Mulai dari keesokan paginya, Harry menghabiskan waktu sarapannya di meja Slytherin yang kini sepi. Memasangkan diri disebelah pangeran Slyterin yang kini menyendiri di ujung meja. Menjauhi kasak-kusuk tentang dirinya dan keluarganya yang kini dicap penghianat.

Memang pertama-tama, hal itu membuat seluruh penghuni Hogwarts gempar. Hingga Aula Besar pagi itu sunyi senyap dengan seluruh mata tertuju di pojok meja Slytherin. Mengantisipasi adanya duel penyihir antara pangeran Slytherin dengan pahlawan Gryffindor. Hingga menu makan pagi hari itu benar-benar terlantar.

"What the hell are you doing, Potter?" Bisik Draco Gusar melihat suasana Aula Besar yang kini sunyi senyap.

"Brakfast, Of course." Kata Harry enteng. Harry yang tak peduli akan tatapan membunuh Draco, dengan santai mengambil bubur gandum dan beberapa sosis panggang yang memang menjadi menu pagi itu.

"Lalu, mengapa kau harus makan pagi disini, Potter? Kembali ke mejamu!" Perintah Draco gemas. Bubur gandum yang belum sampai setengah dimakannya menjadi benar-benar terabaikan.

"Apa salahnya kalau aku makan disini, Malfoy? Seingatku tak ada peraturan Hogwarts yang melarangnya. Di meja Gryffindor terlalu penuh sesak. Kulihat disini lebih tenang, walaupun agak dingin, Malfoy." Kata Harry tenang. Sesekali menyuapkan bubur gandum dengan santai tanpa menghiraukan keadaan sekitar yang sepi.

"Don't know what you've thinking about, Potter. Kalau kau memang ingin suasana tenang, baiklah, Potter. Silahkan menikmati kesunyianmumu." Draco kehilangan kesabarannya. Dengan segera, dia meninggalkan aula besar dan sarapannya. Menyisakan Harry Potter yang masih saja menikmati sarapannya, dan ratusan pasang mata mengantarkan kepergiannya.

-0o0-

"Harry, apa yang kau lakukan? Mengapa kau makan di sarang ular itu, mate? are you mad?" Ron dengan segera menyusul Harry begitu yang ditunggu keluar dari aula besar.

"Aku tidak gila, Ron dan tidak ada salahnya kan aku mencoba bersahabat dengan semuanya?"

"tapi ini Malfoy, Harry! Malfoy! Orang yang selalu membuat masalah dengan kita! Pelahap Maut, Harry!" Terang Ron gusar

"Ya, aku juga tau siapa Malfoy, Ron. Bila kau lupa, Ibunya menyelamatkanku saat di Hutan Terlarang. Dan dia sendiri yang menyelamatkan kita di Malfoy Manor." Kata Harry tenang. Bergegas menuju kelas Ramuan yang hampir dimulai.

"Yang dia lakukan hanyalah mengatakan bahwa dia tidak yakin kalau itu kita! Mereka tetap saja menangkap Hermione!" bantah Ron keras kepala.

"Namun tetap saja, itu membuat mereka tidak berbuat lebih kepada kita, Ron. Bila dia mengatakannya, kemungkinan lebih buruk dapat menimpa kita saat itu. Dan aku ingin tau mengapa dia membantu kita."

"Membantu?" jerit Ron dengan nada tak percaya.

"Sudahlah Ron, aku juga sama penasarannya dengan Harry. Dan bila hal itu dapat membuat kita berdamai dengan anak-anak Slytherin, kurasa itu sangatlah baik." Kata Hermione kini angkat bicara. Menenangkan pacar barunya yang gusar dan masih diliputi rasa tidak percaya.

Pelajaran Ramuan kali ini Slughorn menugaskan membuat ramuan Felix Felicis untuk diserahkan sebagai tugas akhir. Dan untuk itu, dibentuk kelompok yang masing-masing terdiri dari 2 orang.

Dan sebelum Slughorn mulai mendatangi Harry dan memilihkan patner untuknya, dengan sigap Harry memposisikan dirinya di samping satu-satunya pewaris Malfoy dikelas itu. Membuat Slughorn mengerutkan kening dan mengangkat alisnya.

"Tidak masalah bila saya mengerjakannya bersama Mr. Malfoy, Profesor?" Tanya Harry dengan wajah Innocent. Mengabaikan nyeri di kakinya karena Draco telah menginjaknya dengan brutal.

"Apa yang kau lakukan, Potter. Jangan seenaknya sendiri!" bisik Draco jengkel. Namun, nasi telah menjadi bubur, Slughorn telah mengungkapkan jawabanya.

"Tentu saja, Mr. Potter aku akan mengabulkan keinginan Savior of the world." Kata Slughorn dengan senyum yang mengembang dibibirnya.

Dan dengan itu, lemaslah sudah tubuh Draco. Dia tak bisa lagi protes kepada Slughon. Dengan ini, Gryffindor sinting yang sedang nyengir tanpa rasa bersalah itu kini menjadi patnernya. Draco hanya bisa melirik dengan penuh dendam.

-0o0-

Namun Harry tak hanya menyerah sampai disitu. Demi mendapatkan jawaban dari Draco yang membuatnya penasaran, Harry semakin gencar membuat telinga Draco berdenging. Tak memperdulikan beratus-ratus kalimat protes dari Ron dan anak Gryffindor lainnya, Harry tetap saja terus membayangi Draco kemanapun dia bisa dan kapanpun dia bisa lolos dari kekangan anak-anak Gryffindor.

Sebaliknya, dilain sisi Draco sudah menyerah untuk mengusir Harry dari sampingnya. bukan lagi semakin gencar mengusir seorang Harry Potter dari sampingnya, kini Draco Malfoy mencoba untuk kebal. atau lebih tepatnya pura-pura tak menyadari akan keberadaan dan ocehan rambut hitam berantakan tertentu yang sangat nekat dekat-dekat dengannya.

Entah kemana perginya otak cerdas dan jahil kepunyaan Draco. Nampaknya semua kelicikan seorang Slytherin dapat ditumpulkan hanya karena kenekatan dan kengototan seorang Gryffindor.

Misalnya saja, hari ini dikelas Transfigurasi, kepala Draco terasa amat pening setelah seharian mendengarkan ocehan dan pertanyaan seorang Gryffindor tertentu, yang malangnya tetap nempel disampingnya dari kelas Ramuan sampai di kelas Transfigurasi.

Menyerah, Draco memilih menggunakan mantra Mufliato kepada dirinya sendiri. Sebuah upaya Preventive untung menghindari kerusakan telinga lebih lanjut akan suara seorang Gryffindor tertentu. Namun, malang nasib Draco. Memilih menggunakan mantra Mufliato di saat yang tidak tepat. Hingga Draco tak mendengar pertanyaan dan Instruksi dari Professor McGonagall.

Akibatnya, Professor McGonagalll yang telah naik darah memberinya Detensi Membersihkan seluruh kamar mandi di lantai 2 tanpa menggunakan sihir. Really nice day.

Belum cukup kesengsaraan Draco hari itu, saat menjalani detensi yang serasa seperti kebebasan, datanglah orang yang paling tak diinginkannya saat itu. yang tak lain tak bukan, Harry Potter… yang diikuti Myrtle merana.

"Mau apa kau, Potter?" Tanya Draco to the point. tak lupa mengacungkan sikat bergagang panjang yang dipilihnya sebagai senjata malam itu.

"Wow, tenang, Malfoy. Aku kemari hanya ingin menolongmu. Apakah itu sambutanmu kepada orang yang ingin membantumu, Mr. Malfoy? Mengacungkan sikat berlendir?"jawab Harry dengan cengiran di wajahnya. Cengiran licik, menurut Draco.

"Aku tak membutuhkan bauntuanmu, Potter. Pergi. Karena kau hanya akan mengotori semua yang telah bersih!" kata Draco sarkasis. Mirtle yang berada di tengah-tengah mereka telah bersiap-siap berteriak. Mewaspadai adanya manusia yang terbunuh, dan akan menemaninya menjadi penjaga toilet.

"Kau seharusnya berterimakasih padaku, Mr. Malfoy. Kau telah ku bantu membersihkan sisa kamar mandi yang belum kau bersihkan…" belum selesai Harry berbicara, maupun meminta jawaban pertanyaannya sebagai balas jasa, suara teriakan membuatnya berhenti.

"APA? Mr. Potter! Mr. Malfoy! Detensi tambahan." Ternyata Professor McGonagall memutuskan untuk melihat hasil kerja Draco disaat yang tidak tepat.

"Bagus, Potter. Sungguh sangat membantu. Salazar, seharusnya dia membangun kamar rahasia lain. Supanya aku bisa mengurungmu disana." Bisik Draco kesal. Harry hanya nyengir kecut atas itu semua.

Akhirnya, dengan mata berkantong, tangan bengkak, dan punggung nyaris patah, jam 4 pagi itu akhirnya Harry dan Draco menyelesaikan membersihkan seluruh toilet Hagwarts dan menyelesaikan Detensi mereka. Tentu saja dengan mantra Mufliato melingkupi telinga Draco. Draco tak mau ambil resiko diberondong pertanyaan yang memusingkan selama detensi.

Esoknya, Draco memilih membolos kelas Ramuan dan kelas Sejarah Sihir untuk mendekam di Hospital wing. Cara mudah menghindari seorang Harry Potter, dan memulihkan kondisi tubuhnya. Namun hal itu tak bertahan lama. Karena sebelum jam makan siang, seorang pasien datang ke Hospital Wing dan merusak ketenangannya. Seorang Harry Potter yang mengaku demam dan muntah-muntah membolos kelas Ramuan, nyengir lebar ditempat tidur sebelahnya. Beberapa saat diketahui sepotong permen berwana jingga ditelannya, dan dalam sekejap mata, tubuhnya telah segar-bugar. Rupanya salah satu produk Weasley telah lolos dari penyitaan. Hal itu hanya membuat seorang Draco Malfoy mendesah putus asa. Satulagi hari panjang dalam hidupnya.

To Be Continued, Maybe


A/N:

Hua, First Kiss Disaster saya belom selese tapi malah bikin fic gaje baru… maafkan saya, karena FKD harusnya selesai pas Harry's Birthday, tapi gara-gara tugas kuliah menumpuk, malah sampe sekarang belum dilanjutin…. Nunggu dapet mood bagus dulu deh buat FKD…

Ini seharusnya oneshoot, tapi karena jadinya malah puanjang banget, jadi saya bikin multichip deh, jadi maaf ya kalo kurang konflik dan sedikit datar, mungkin fluffnya juga gak gitu kerasa…. Saya masih belajar juga soalnya… =D

Mind to review? #puppyeyes