Taehyung melepaskan stetoskopnya membiarkan kedua lengan stetoskop itu menggantung diantara lehernya. Helaan nafas lelah kemudian meluncur keluar dari kedua belah bibirnya. Matanya lembut menatap sesosok dihadapannya yang kini tengah berbaring menatapnya dengan senyum terpatri disana. Taehyung mendengus dan mendorong kursi dihadapannya mendekati ranjang.
"Aku sudah menyuruh Eomma memakan obatnya, benar?" Ujarnya santai sambil mendudukan dirinya dikursi itu. Yang diajak berbicara mendengus, "Eomma tidak apa-apa," senyum lembutnya menyapa indera penglihatan Taehyung membuat ia menghangat di hati.
"Sejak Bibi Jung pulang ke kampungnya, Eomma 'kan otomatis kerja dirumah sendiri. Kenapa tidak cari yang baru?"
"Tae, urusi saja pekerjaanmu. Tahu apa anak seusiamu urusan rumah tangga? Badanmu saja yang besar, umur tiga puluh masih belum tahu apa-apa!" Gerutu Nyonya Kim gemas.
Taehyung tersenyum tipis sambil membungkuk mengecup dahi ibunya dengan lembut. "Tentu saja anak tampanmu ini tidak tahu apa-apa," Gumamnya sabar. "Aku punya Eomma yang serbatahu 'kan?"
Nyonya Kim tersenyum jenaka kemudian membelai wajah putra tunggalnya dengan penuh kasih sayang. Wajah yang bersih dan mulus tanpa cacat setitikpun. Wajah yang amat disayanginya.
"Pergilah jalan-jalan, Taehyungie," katanya lemah lembut. Taehyungie adalah panggilan kesayangan Taehyung. Dan setiap kali melafazkan nama itu, hati Nyonya Kim bergetar dibuai hangatnya kasih sayang.
"Ah, jalan-jalan ke mana," sanggah Taehyung segan. "Malas. Lagian Eomma kan lagi sakit."
"Eomma tidak apa-apa,"
"Iya, tapi aku malas keluar sendirian," helaan nafas Taehyung terdengar setelah itu. Ia menarik stetoskopnya yang melilit di leher lalu meletakkannya diatas nakas disebelah ranjang Ibunya.
"Tae, bukannya sekarang kau sedang free? Tidak praktek dan tidak ada tugas jaga di rumah sakit. Apa salahnya jalan-jalan sebentar? Jangan dirumah saja," tutur Nyonya Kim jengkel.
"Ya sudah, kalau Eomma bosan melihatku," sambil menyeringai pahit Taehyung bangkit dari sisi tempat tidur ibunya. "Jangan marah kalau aku pulang kemalaman!"
"Uh, tidak akan anakku," kekeh Nyonya Kim.
Taehyung meninggalkan kamar ibunya sambil tersenyum. Ibu memang selalu begitu. Selalu mengatur. Kalau tidak dituruti, beliau tidak akan berhenti mengoceh. Padahal, Taehyung sangat tidak hobby jalan-jalan atau apapun yang berhubungan dengan aktivitas luar. Lebih menyenangkan duduk-duduk diteras atau membaca buku sambil mendengar musik. Rasanya aman dan tenang. Tidak seperti diluar sana yang penuh dengan hiruk pikuk dan kebisingan yang memekakkan gendang telinga.
Tapi sudahlah. Sepertinya ide untuk pergi keluar sebentar tidak buruk. Mungkin ia akan memanjakan perut kosongnya dengan sekotak pizza? Memilih-milih CD baru? Atau dengan melirik tumpukan buku yang baru datang di toko buku dekat rumahnya? Not bad.
.
.
.
.
.
bts fanfiction⸗
Sincerely
sweetyhunhan
[warning]
Taehyung aged up to 30 and Jungkook aged up to 23
fiction shounen-ai [taekook/with top!tae]
Rated M
DLDR
enjoy!
.
.
.
.
.
Sebelum meninggalkan ruangannya, Taehyung menatap pantulan dirinya di depan cermin.
Proposisi-nya sempurna sebenarnya. Tubuh yang tegap dan ramping, bahu sempit yang tidak terlalu lebar, dan kaki yang jenjang membuat ia tampak sempurna di usianya. Wajahnya juga okeㅡsialan itu sangat oke. Bahkan banyak pasien yang jatuh cinta hanya karena memandangnya. Well, sejujurnya juga karena efek memakai jas panjang bewarna putih. Ia semakin terlihat menawan. Pesonanya memikat. Auranya menguar tegas, sangat kental dan mengayomi.
Semua orang suka padanya.
Hanya saja, ia terlalu malas untuk berurusan dengan hal-hal yang berbau cinta. Ibunya mungkin sudah ribuan kali menyuruhnya untuk mencari kekasih dan secepat mungkin menikah. Tapi Taehyung tidak mau. Ia masih ingin bekerja dirumah sakit sampai larut malam tanpa memiliki rasa ingin cepat pulang karena seseorang menunggunya dirumah. Ia masih ingin menikmati waktu bebasnya bersama pasien-pasien yang lebih membutuhkannya, dibanding ia harus menikah.
Taehyung juga belum menemukannya. Ia berjam-jam dirumah sakit, bersama dengan puluhan pasien. Menurutmu, dimana ia akan bertemu dengan jodohnya? Baiklah, tidak menutup kemungkinan ia berjodoh dengan salah satu pasiennya. Tapi for God sake, ia benar-benar hanya menganggap pasien yang dirawatnya hanya sebagai teman. Mereka teman dan Taehyung sama sekali tidak merasa ada yang spesial diantara mereka terkecuali perasaan ingin menolong.
Hhh.
Memikirkan jodoh membuat Taehyung muak.
Ia kembali menarik perhatiannya ke daerah wajahnya.
Kantung matanya kelam dan tebal. Taehyung meringis melihatnya. Seingatnya kemarin-kemarin lingkaran hitam itu belum ada disana. Sejak kapan ia ada disana? Memang, akhir-akhir ini dirinya disibukkan dengan tugas jaga malam yang padat. Belum lagi, ia selalu menyempatkan dirinya untuk mengunjungi bangsal anak, menghibur anak-anak yang sakit, terutama yang mengidap penyakit berat dan menahun. Dia juga tidak segan-segan meluangkan waktu di ruang isolasi pasien yang mengidap penyakit menular, sekedar menghibur dan membangkitkan semangat mereka.
"Pasien bukan hanya butuh obat," katanya pada sejawat yang mengolok-olok perilakunya. "Mereka butuh dokter."
"Pantas kau tidak menikah," canda Namjoon. Salah satu dokter senior yang sangat dihormati ditempat rumah sakitnya bekerja. "Kau sudah menikah dengan semua pasienmu. Untung saja mereka masih kecil-kecil, jadi tidak ada yang protes!"
Taehyung tidak masalah dengan itu semua. Ia sangat senang melihat sambutan tawa khas anak-anak ketika ia menampakkan dirinya di bangsal itu. Mereka semua bahagia dan lupa sesaat akan penyakit yang mereka derita ketika Taehyung tersenyum menyapa mereka satu-persatu dengan ramah.
Karier Taehyung sebagai dokter anak memang tidak main-main untuk didapatnya. Ia melakoninya dengan penuh dedikasi. Bukan rahasia umum lagi kalau di rumah sakit, dia terkenal sebagai dokter favorit yang paling dicari pasien. Bukan karena dia dokter yang luar biasa pintar, tapi karena dia dokter yang paling sabar mendengarkan keluhan pasien. Sikapnya jauh dari arogan, malah humoris dan ramah.
Sudah kubilang, ia tidak punya waktu untuk cinta.
Dirumah, hidupnya tenteram. Perilakunya tenang dan sangat sabar. Membuat Nyonya Kim merasa dilindungi walaupun suaminya sudah pergi keatas sana, meninggalkan mereka berdua. Taehyung kecil sempat stress dan enggan beraktivitas seperti biasa, karena sosok ayahnya adalah panutan baginya. Segalanya dari antara segalanya. Walaupun begitu, di tengah-tengah kekurangan keluarga mereka, Taehyung merasa bahagia. Karena itu, dia tidak pernah mengeluh.
Hidupnya mengalir tenang seperti sungai tanpa hambatan. Hampir tak ada kesulitan yang berarti. Hidup berdua dengan ibu yang dicintai dan sangat mencintainya seolah tak pernah mengguratkan sress. Ibunya telah melakukan tugasnya sebagai orangtua tunggal yang sempurna, menurutnya. Ia tidak perlu lagi meminta hal yang lebih.
Taehyung kini sudah pulang kerumah. Jalan-jalan yang dilakukannya tadi tidak pantas dikatakan jalan-jalan. Karena ia hanya berkeliling ke toko buku dan membawa pulang beberapa CD baru. Hanya itu. Well, pukul sebelas malam pun belum terlewat. Benar-benar tipe orang penyendiri.
Ketika memasukki kamarnya, dering telepon menyentakkan telinganya.
Siapa yang menelepon malam-malam begini? Salah seorang pasiennya? Sejawatnya? Rumah sakit?
Taehyung memang tidak pernah menolak panggilan. Karena itu ibunya sering mengomel.
"Apa pasienmu tidak tahu dokter juga bisa kelelahan? Bisa sakit kalau terlalu lelah?" Tukas ibunya ketika melihat anaknya lewat melintasi kamarnya.
Taehyung tidak menjawab dan menuruni tangga untuk menerima telepon dilantai bawah karena kamarnya terletak di tingkat dua. Rumah ibunya mempunyai tiga kamar tidur. Dua di atas dan satu yang di lantai bawah, sengaja dibiarkan kosong.
Ruang tengah yang menjadi ruang keluarga, tidak terlalu luas, apalagi kalau dipenuhi perabotan antik yang ukurannya besar-besar, kokoh, dan bewarna gelap. Koleksi ibunya memang. Taehyung sendiri tidak pernah berniat mengganti benda-benda itu. Baginya semuanya oke-oke saja, asal masih bisa dipakai.
"Dokter Taehyung?" terdengar suara merdu dari Suster Sulli di pesawat telepon. "Selamat malam, Dok! Dokter Namjoon ingin berbicara!"
"Namjoon hyung?" sapa Taehyung sabar begitu dia mendengar suara temannya. "Ada apa? Perlu bantuan?"
"Tidak ada. UGD tenang malam ini. Tapi kalau kau mau mengirim sekotak pizza, tidak apa-apa!"
Taehyung tersenyum. Namjoon memang begitu. Dia selalu riang walaupun hari ini tugasnya untuk menjaga malam di rumah sakit.
"Ada kabar gembira untukmu, Tae," sambung Namjoon dengan nada semangat.
"Kita naik gaji?"
"Ngaco!" Mereka bertukar tawa sejenak.
"Kabar apa?" tanya Taehyung.
"Hasil darahmu sudah keluar. Bersih, tidak ada penyakit apapun."
Taehyung menghela napas lega. Sejak peristiwa di UGD bulan lalu, dia memang agak cemas. Kebetulan sarung tangannya robek ketika sedang menolong seorang pasien yang luka parah. Darah pasien itu mencemari tangannya. Dan belakangan mereka tahu, pasien itu mengidap Hepatitis B. Padahal saat itu, ada luka di jarinya.
Taehyung bukan hanya takut ketularan pada dirinya. Dia lebih takut lagi menulari pasien-pasiennya. Meskipun dia tahu, Bloodborne Pathogens yang terutama adalah melalui air mani dan darah.
"Terima kasih, Namjoon hyung!" ujar Taehyung semangat.
"Sebaiknya, bulan depan kau periksa ulang."
"Beres! Akan kuulangi tiga kali berturut-turut tiap bulan, puas?"
"Calon istrimu yang akan puas. Kalau kita sih, boro-boro begituan, nempelin pipi saja aku jijik!"
"Kalau Ascaris di perutmu pada kelaparan, otakmu memang jadi agak mesum, hyung!"
"Pokoknya kau utang pizza denganku, Tae! Susah-susah aku pergi ke lab belakang rumah sakit untuk melihat hasil tesmu."
"Beres. Sekotak pizza akan segera sampai, brengsek," Taehyung segera meletakkan gagang telepon sambil tersenyum lebar. Terkikik kecil karena dalam bayangannya sudah menduga bagaimana raut wajah Namjoon yang jengkel.
Lalu ia segera melangkah ke pintu, menyambar kunci mobilnya untuk pamit.
"Pergi dulu, Eomma!" katanya sambil membuka pintu dan melongok ke dalam kamar ibunya.
Mata Nyonya Kim terbuka lebar ketika melihat tampilan anaknya. Astaga! Dia hanya mengenakan kaus putih polos dengan celana jeans santai. Pakai sepatu sandal pula!
"Mau kemana dengan pakaian begini?"
"Ke rumah sakit sebentar. Ada yang perlu kulakukan," Ujarnya lalu menutup pintu dengan tenang. Membiarkan ibunya menghela napas panjang sambil mengurut dada.
"Tae...Tae..," keluh wanita itu bingung. "Sampai umur tiga puluh, masih tetap tidak berubah."
Dan hidup Taehyung memang nyaris tak pernah berubah seandainya malam itu dia tidak pergi ke mal untuk membeli sekotak pizza.
Dia malah belum sampai ke sana ketika peristiwa itu tiba-tiba terjadi. Begitu saja menyembul di permukaan jalan hidupnya. Seperti takdir.
Ada sepenggal jalan yang agak sepi diantara rumahnya dan mal dekat rumahnya itu. Tempat itu gelap, karena dedaunan pohon yang rimbun menghalangi lampu jalanan menebarkan sinarnya dengan leluasa. Apalagi dua rumah yang berderet di sana seperti tidak berpenghuni. Halaman depannya gelap pekat.
Mula-mula Taehyung hanya menyetir dengan tenang. Matanya memang awas memandangi jalanan yang sepi. Hingga kemudian, maniknya memperhatikan mobil itu. Mobil yang berhenti di antara beberapa mobil yang parkir di pinggir jalan. Hampir tidak ada bedanya dengan mobil-mobil lain. Kecuali ketika pintu depannya yang sebelah kiri mendadak terbuka. Dan seorang anak lelaki menghambur keluar.
Taehyung tidak akan menghentikan laju mobilnya kalau hanya sampai di situ saja. Yang membuatnya sekonyong-konyong tertegun, seorang pria bertubuh tinggi kurus ikut menghambur ke luar dari pintu yang lain. Pria itu mengejar si anak lelaki. Menangkap lengannya dengan kasar dan menyeretnya masuk kembali ke dalam mobil.
Ketika anak itu meronta lepas dan berniat kabur, pria itu mengayunkan tangannya menampar pipi si anak lelaki. Begitu kuatnya tamparannya sampai anak itu terhuyung limbung dan jatuh terduduk.
Sampai disana, Taehyung masih tertegun ditempat. Tetapi ketika pria itu kembali menyeret bangun anak itu dengan sangat kasar, Taehyung tidak dapat tinggal diam lagi.
Ia pun keluar dari mobilnya dan membanting pintunya kasar. Dihampirinya mereka dengan tergesa-gesa. Ia sempat membawa payung dari belakang mobilnya sebagai jaga-jaga.
Disentuhkannya ujung payung itu ke punggung pria yang sedang mendorong anak itu dengan kasar ke pintu mobilnya.
"Permisiㅡ"
Taehyung belum sempat melanjutkan kata-katanya, ketika dengan gerakan yang luar biasa cepatnya pria itu berbalik. Merenggut payungnya dan melemparkannya dengan kasar ke jalanan.
"Jangan ikut campur!" suaranya seganas tatapan matanya yang membelalak gusar ke arah Taehyung. "Kalau tidak ingin cari penyakit!"
"Kebetulan saya dokter," Taehyung mencoba mendinginkan suasana dengan mengajak bergurau. Diliriknya anak lelaki yang tengah bersandar lemah ke mobil itu. Kelihatannya tidak terlalu mengkhawatirkan. Walaupun suasana yang agak gelap membuat Taehyung tidak mampu melihat wajahnya dengan jelas.
"Penyakit yang selalu mencari saya," dan Taehyung belum sempat memamerkan senyum ramahnya. Senyum tulus yang dirindukan pasien-pasiennya ketika sebuah bogem mentah yang lumayan keras melanda rahangnya.
Taehyung terjajar mundur tapi tidak sampai terjatuh. Dia sudah menduga hal ini akan terjadi, dan ia sudah menyiapkan tubuhnya. Taehyung meraba rahangnya sakit ketika pria itu sudah membentak lagi.
"Lebih baik kau pergi!"
Tetapi Taehyung tidak mau menyingkir. Dia memang tidak pandai berkelahi, tidak pernah mempelajari ilmu bela diri-jelas saja dia adalah dokter bukan petinju. Tetapi dia tidak pernah takut.
"Kau tidak apa-apa?" tanyanya kepada anak lelaki itu. Ia masih bersandar lemah di mobil itu.
"Bukan urusanmu!" Pria garang itu yang mendahului membentak. Dia maju menghampiri Taehyung dengan sikap mengancam.
"Sudah, Kris!" jerit anak lelaki itu getir. "Biarkan dia pergi!"
"Aku bisa memanggil polisi jika kau perlu bantuan," kata Taehyung tanpa menghiraukan pria bertubuh tinggi kurus yang tegak menjulang di depannya itu.
Dan tinju kiri pria itu meluncur ganas ke wajah Taehyung. Disusul dengan cepat oleh hook kanannya. Sekali-dua kali memang Taehyung masih mampu menghindar. Ia memang hanya ingin menghindar tanpa membalas satupun, mengingat ia adalah seorang dokter dan tidak akan melakukan tindakan yang begini rendah. Tetapi ketika tinju pria itu mengenai pelipis kirinya, ia meluncurkan pukulannya tepat dirahang bawah pria itu. Lumayan keras sehingga membuat pria dihadapannya terkejut. Salah langkah karena sepertinya pria dihadapannya ini sangat tidak terima. Dengan emosi yang sangat kentara, pria itu membalas pukulan Taehyung tadi. Menghantam dagunya telak oleh sebuah upper cut.
Taehyung merasa rahang bawahnya berderak. Dan dia belum sempat merasakan betul sakitnya ketika sebuah pukulan yang amat kuat menghantam mata kirinya.
Tiba-tiba saja Taehyung merasa pusing. Dunianya terasa gelap. Dan dua buah tendangan berantai bersarang di perut dan dadanya, membuat ia terhuyung roboh.
Di tengah-tengah kepusingan dan kegelapan yang menyerangnya, Taehyung masih dapat mendengar suara anak lelaki itu.
"Kris! Brengsek hentikan!" lirihnya penuh dengan permohonan.
Lalu dia merasa seseorang, yang menebarkan aroma yang teramat harum, berjongkok di dekatnya. Tetapi hanya sesaat. Karena di detik lain, walaupun tidak melihat, Taehyung merasa ada kekuatan besar yang menyeret makhluk yang amat harum itu bangun. Lalu sebuah tendangan kembali melayang ke wajahnya.
"Jangan!" teriakan anak lelaki itu seperti seember air dingin yang disiramkan ke gumpalan kabut ketidaksadaran yang mencekam dirinya.
Refleks Taehyung menangkap kaki yang sedang melayang hendak menendangnya lagi itu. Ditariknya kaki itu sekuat tenaga.
Tidak menduga mendapat sentakan kuat, pria itu terhuyung kehilangan keseimbangan. Taehyung sempat tersenyum kecil lalu buru-buru bangkit ketika pria itu tergeletak dijalan. Ia mengambil payungnya yang terjatuh tadi dan tanpa berpikir lagi, ia menikam ujung payung yang terbuat dari logam runcing itu ke perut lawannya.
Hasilnya memang tidak sedramatis kalau ujung pisaulah yang ditikamkanya ke sana. Tapi cukup membuat si garang menekuk perutnya menahan sakit.
Dan beberapa orang muncul untuk melerai perkelahian mereka.
.
.
.
.
.
.
.
.
Namjoon begitu gembira ketika melihat Taehyung muncul di depan pintu rumah sakit. Ia pikir Taehyung datang membawa sekotak pizza yang masih hangat. Dengan semangat ia menghampiri junior kesayangannya itu.
"Wah Tae, kau memang junior ku yangㅡ" dan mata Namjoon terbelalak lebar sebelum kata-katanya selesai diucapkan. "ㅡkau dirampok?"
Anak itu kini dengan langkah terseok menghampirinya. Wajahnya lebam disana sini, terutama di bagian pelipis dan rahangnya. Sudut bibirnya mengeluarkan darah membuat Namjoon bergidik ngeri membayangkan betapa kuatnya hantaman itu. Kaos putihnya pun kotor dan ada bercak noda darah disana.
"Aku tidak bisa pulang dalam keadaan begini hyung," sahut Taehyung menahan sakit. "Tolong aku. Telepon ibuku."
"Lupakan dulu ibumu!" potong Namjoon tidak sabar. Ditariknya tangan sejawatnya lalu dibawanya ke salah satu ranjang di sana. "Biarkan aku memeriksamu."
Taehyung hanya meringis ketika tangan Namjoon menekan beberapa bagian wajahnya yang lebam akibat perkelahiannya tadi.
"Kau berkelahi?" Tanya Namjoon cemas. Ia membuka mulut Taehyung perlahan untuk melihat apakah gigi nya ada yang rontok atau tidak. Setelah memeriksanya, ia menutupnya kembali. Perhatiannya turun ke bagian tubuh Taehyung yang ketika di periksanya banyak lebam-lebam akibat tendangan telak pria tadi.
"Aku tidak apa-apa," bantah Taehyung lemah. Dengan susah payah dia menggerakan rahangnya, "Tolong telepon ibuku, bilang malam ini aku bertugas di rumah sakit."
Namjoon menghela nafasnya kasar, "Kau telepon saja sendiri. Tapi nanti, sesudah aku selesai menolongmu."
"Berkelahi, Dok?" Tiba-tiba seorang perawat datang. Ia menatap bingung keadaan Taehyung yang kini babak belur lalu kemudian ikut membantu Namjoon untuk mengobati lukanya. Mereka perlahan mengobati luka di wajah Taehyung dan diikuti dengan erangan Taehyung karena rasa sakit yang luar biasa.
Di tengah kesibukkan mereka muncul seorang anak laki-laki diruang gawat darurat itu. Ia perlahan melangkah sambil matanya menatap polos keadaan sekelilingnya.
Pipinya masih merah matang bekas tamparan. Matanya redup seperti meredam tangis, tapi dia seakan tidak peduli. Perhatiannya tertuju pada Taehyung yang masih terbaring disalah satu ranjang gawat darurat.
"Aku tidak apa-apa," kata Taehyung tidak jelas karena rahang bawahnya masih dibebat perban. Entah kenapa ia jadi gugup ketika anak lelaki yang diingatnya sebagai alasan kenapa ia bisa terbaring disini menghampirinya. Anak itu tegak di sisi ranjangnya. Memperhatikan lamat Taehyung dengan tatapan khawatir.
Kenapa itu terlihat manis dimata Taehyung?
Taehyung memang terluka. Ia masih berbaring di ruang Unit Darurat. Kepalanya masih pusing. Luka robek di pelipisnya memang sudah dijahit Namjoon tadi. Tetapi rahang bawahnya masih difiksasi dengan keen verban, bebat yang menopang rahangnya yang retak, setelah dilakukan reposisi. Matanya pun masih dikompres. Ia tidak ingin pulang kerumah dalam keadaan menyedihkan seperti ini. Bagaimana dia bisa pulang, ibunya bisa jatuh pingsan melihatnya!
"Tidak apa-apa?" sambar Namjoon yang ikut hadir di sisi Taehyung walaupun Taehyung sudah mengisyaratkannya untuk menyingkir. "Tidak apa-apa katamu?" ulangnya sekali lagi.
"Mandibulamu retak, gigimu goyang, matamu bengkakㅡ"
"Mandibula?" sela anak lelaki itu sambil menoleh cemas ke arah Namjoon.
Namjoon membalas tatapan anak itu, dan tiba-tiba saja dia mengerti kenapa Taehyung rela dihajar babak belur demi menolong anak ini. Satu yang pasti, Namjoon dan Taehyung memang sama-sama tertarik pada sesama jenis dan demi apapun, mata yang menatapnya kini demikian memikat! Lebih-lebih jika dia sedang menatap dengan tatapan cemas seperti ini.
"Rawang bawah," sahut Namjoon datar. "Kami akan mengkonsultasikannya pada spesialis bedah mulut. Matanya juga harus diperiksa," jelasnya sambil memperhatikan satu persatu luka diwajah hingga tubuh Taehyung.
Mendengar itu, anak lelaki itu berpaling kembali kepada Taehyung dengan tatapan yang itu-itu juga. Tatapan yang berbalut kecemasan. Tatapan yang justru membuat Taehyung merasa gemas bukan main.
"Ehm, anu, kalau ada yang bisa aku bantuㅡ"
"Malam ini tidak ada yang dapat kau lakukan," Namjoon kembali menjawab sebelum Taehyung sempat menggerakan rahangnya yang luar biasa nyeri. "Tapi tidak tahu nanti kalau ternyata dokter Taehyung harus menjalani operasi," ujarnya cuek.
Taehyung sempat melotot mendengar perkataan Namjoon. Namun ia bersyukur sesudah itu, karena pemuda itu, mata yang indah itu menyipit seperti menahan emosi. Taehyung jadi ketagihan melihatnya, tidak peduli itu dia mesti sedikit ber-hiperbola. Celakanya lagi, Taehyung tidak dapat menutup mulutnya justru pada saat dia seharusnya diam. Padahal dengan rahang dibebat begitu, jangankan bicara, untuk tersenyum saja sudah sulit.
"Aku tidak apa-apa, jangan berlebihan Namjoon hyung," katanya dengan susah payah, masih dengan suara yang tidak jelas. "Tidak usah dioperasi. Kau sudah lapor polisi?"
Anak itu berpaling dan menatap Taehyung dengan pandangan tidak mengerti. "Polisi?"
Sekali lagi, Namjoon yang menyela. "Kau harus melaporkan penganiayaan yang kau alami!"
Sekarang baik Namjoon maupun Taehyung melihat paras yang indah itu berubah.
"Kris..?"
"Siapapun namanya!" sembur Taehyung dengan jengkel dan ia kembali mengerang sakit sesudah itu.
Entah kenapa, perasaan ini datang saja kepada Taehyung, tapi dia tiba-tiba merasa kesal. Ah, bukan kesal. Melainkan sangat kesal! Apa masih ada orang bodoh yang hidup di era begini canggih? Rasanya Taehyung ingin marah.
"Tapiㅡ"
"Jika kau butuh saksi, aku bersedia menjadi saksi," potong Taehyung gemas. Ah, biasanya dia orang yang paling sabar di dunia. Mengapa tiba-tiba sekarang dia berubah menjadi tidak sabaran?
"Namjoon hyung, tolong ambilkan kartu namaku," Taehyung bergerak pelan dan membiarkan Namjoon mengambilnya didalam kantung celananya. Namun ia tidak menemukan apa-apa disana. Ah sial, mungkin dompetnya terjatuh disuatu tempat.
"Dimana Tae?" tanya Namjoon.
Taehyung yang kebingungan pun ikut mencarinya dan memang ternyata kantung itu kosong. Ia pun menghela nafasnya berat sesudah itu, penuh dengan kelelahan. "Mungkin terjatuh," ujarnya pelan.
Namjoon yang bingung pun ikut menghela nafasnya. Memikirkan masalah luka di sekujur tubuh Taehyung saja belum selesai, sekarang sudah timbul masalah baru. Ia memijat keningnya pelan setelah itu.
"Ah! Kau tolong kemari," salah seorang perawat kebetulan lewat, menoleh bingung.
"Tolong berikan kepada anak lelaki ini, nama dan nomor telepon dokter Taehyung. Alamat rumahnya sekalian!" ujar Namjoon lalu menyuruh anak lelaki itu mengikuti perawat tersebut.
Sesaat sebelum anak itu mengikuti perawat itu, Taehyung memanggilnya.
Pemuda itu berhenti melangkah dan berpaling. Mereka sempat saling tatap. Tatapan itu membuat Taehyung menjadi gugup seketika dan melupakan hal yang ingin dibilangnya tadi. Kali ini, Namjoon yang sedari tadi diam memperhatikan, bertindak cepat.
"Dokter Taehyung ingin tahu namamu," tukasnya mantap. "Kalau boleh, sekalian alamat dan nomor teleponnya juga."
Anak itu tidak menoleh sama sekali ke arah Namjoon. Matanya tetap terkunci bersama Taehyung. Sambil tetap memandang Taehyung, nama itu meluncur begitu saja dari celah-celah bibirnya.
"Jungkook. Jeon Jungkook."
Mata sekelam samudera yang semakin indah ketika menyipit. Guratan di wajah ketika panik yang semestinya tidak terlihat manis dimatanya. Pipi tebal berwarna pucat yang ingin sekali dalam hatinya mengusap dan membuat itu bewarna.
Taehyung pikir ini semua karena pusing yang menyandera kepalanya, tapi;
tidak tahu kenapa,
Taehyung tiba-tiba saja ingin merasakan yang namanya cinta.
.
.
.
.
.
.
TBC
.
.
.
.
.
Ada yg mau lanjut atau enggaaaa?
Kalo engga aku hapus aja lol (aku demen bgt doctor!Tae hwhwhw pasti dia hot bgt aopahdhnifr die me). dan juga, ini tae nya jauh lebih tua yaa ngomong-ngomong. Pasti daddy-able. Seneng akutu :( daaan mau buat yg santai aja, krn ini penuh drama sepertinya. gpp ya aku buat antagonis nya Kris. hehe.
Makasih yang udah mau review! :D ya kusenang sekali ternyata masih ada beberapa orang di muka bumi ini yang mau menghargai.
Thankseuu juga buat yang reading/fav/follow apa ajadeh makasih banyakkkk banget ya *hug*
THANKYOU! ADIOS FAMS! :D
