15 Oktober 2008
Hari ini hari bahagiaku. Betapa tidak, lelaki yang selama ini ku perhatikan dari jauh kini sudah ada disampingku. Bahkan bahagia pun tak cukup untuk melukiskan semua ini. Ini lebih dari bahagia.
Kami-sama, terima kasih untuk kebahagiaan ini.
oOoOOoOOOoOOoOo
Ayako Minatsuki
proudly present a GaaHina fiction
Tell Me Goodbye
Disclaimer:
Naruto © Masashi Kishimoto
Tell Me Goodbye © Ayako Minatsuki
Pair:
Gaara X Hinata Hyuuga
Warning:
OOC, typo(s), alur terlalu cepat, diksi jelek, bahasa terlalu biasa,
ide cerita mudah ditebak, slight NaruHina.
if you don't like this pair, please leaving this page as soon as you can but if you still want to read and then want to give me flames, please login before and give me good-reason.
A/N:
fict ini saya persembahkan untuk semua GaaHina's Shipper :D
oOoOOoOOOoOOoOo
"Kau bodoh!"
Aku tak menoleh mendengar sindiran itu. Anggap saja angin lalu. Toh, aku sudah terbiasa mendengarnya.
"Hinata-chan, berhentilah menulis! Itu sangat menggangguku, tahu!" Tenten mengulang perkataannya seperti hari-hari yang lalu. Kenapa sih dia? Kan aku yang menulis tapi kenapa dia yang terganggu?
"HINATA!" Kali ini suaranya naik beberapa oktaf. Mungkin kesal karena aku masih menulis.
Ku putar bola mataku, "Iya Tenten sayang, baiklah," suaraku menyerah. Ku tutup buku harian yang sedari tadi ku coret-coret.
"Buat apa sih kau menulis terus?" Ia mengerutkan keningnya.
"Aku suka menulis," jawabku simpul.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah langit biru lewat jendela kelas. Ini semua bukan mimpi kan?
oOoOOoOOOoOOoOo
satu tahun yang lalu…
"Haduh! Bagaimana ini? Kok bisa hujan ya?"
Aku menggerutu menatap langit sore yang tak bersahabat ini. Hujannya semakin deras. Padahal menurut ramalan cuaca kemarin, hari ini harusnya cerah. Lalu kenapa ini malah sebaliknya?
Merasa kesal karena lupa membawa payung, aku mencoba berteduh di depan sebuak toko musik. Ku lirik ke arah etalasenya untuk membunuh waktu. Banyak sekali iPod.
"if you're gone I'll move on,
but it only would have taken two seconds
to say goodbye.."
Ponselku bordering dan displaynya menunjukkan Identity Caller yang sudah ku duga cepat lambat pasti akan menelepon. Dengan cepat ku tekan tombol answer berwarna hijau.
"Halo, Ayah?"
"Kau ada dimana Hinata? Kenapa belum sampai?"
"Ng, ini, aku terjebak di perempatan konoha. Hujannya sangat lebat Ayah, aku tidak bisa pulang," jelasku. Aku hampir saja menangis mengatakan semuanya.
"Tetaplah disana. Biar Ayah suruh kakakmu untuk menjemput."
"I-iya, baik Ayah."
Dan telepon itu terputus.
Sebentar lagi Neji-niisan akan menjemputku. Baiklah.
Perlahan aku mencoba menerobos hujan untuk menyebrang. Neji-niisan pasti berhenti di seberang toko ini.
Tes… Tes… Tes…
Butiran air hujan langsung menghantam tubuhku tanpa ampun. Belum-belum aku sudah basah kuyup.
Tes… Tes… Tes…
Harus lari.
Tik… Tik… Tik…
Eh?
Aku berhenti karena kaget. Apakah hujan berhenti menusukku? Aneh. Ku tengadah kepalaku ke atas. Payung.
"Kau mau jalan atau tidak?"
"Eeeh?" jeritku kaget. Cepat-cepat ku tolehkan kepalaku ke samping untuk melihat si pemilik suara. Kami-sama!
"Ayo!" serunya lalu menarik tanganku untuk berlari menyebrang jalan. Jantungku mulai berdetak tidak karuan, temponya semakin cepat. Aku bisa mati terkena serangan jantung kalau begini terus.
"Kau kenapa?' tanyanya melihatku. Ekspresinya datar. Dan yah, kami berdua berhasil menyebrang jalan dengan selamat.
"Ng..Hah…Hah…Hah…." Aku hanya bisa mendesah, sibuk mengatur nafas. Kenapa terasa begini lelah? Aku kan hanya berlari beberapa meter. Sakit. Ku dekap dadaku dengan kedua lengan yang basah. Ada apa?
Tin… Tin…
"Haaaaa…."
Pelan, kurasakan tubuhku terasa berat. Debaran jantungku melemah. Sakit sekali. Aku bahkan tidak bisa merasakan kedua kakiku menginjakkan tanah. Mataku hampir menutup. Hal terakhir yang bisa ku tangkap adalah sosok lelaki yang tadi menolongku. Rambutnya merah gelap, mata emeraldnya bingung. Pertama kalinya, dia menunjukkan ekspresi. Dia..
oOoOOoOOOoOOoOo
"Sakit," suaraku pelan.
Dimana ini? Kenapa rasanya mirip kamar tidurku? Hng. Baka Hinata! Inikan memang kamarku. Tapi semalam aku kan..?
Astaga! Pasti aku pingsan.
Atau aku bermimpi?
Seingatku, semalam dia bersamaku. Dia bahkan memberiku tumpangan payung. Benarkan?
oOoOOoOOOoOOoOo
11 Oktober 2008
Sungguh bodoh. Kenapa ya kemarin itu aku pingsan? Padahal itu kan kesempatan yang baik. Dia bahkan hanya berjarak beberapa sentimeter dariku. Ya dia. Gaara. Murid kelas 10-3, tempat dimana murid-murid berprestasi berkumpul. Sejak upacara penerimaan murid baru, aku selalu memperhatikan dia. Sudah beberapa bulan berlalu.
oOoOOoOOOoOOoOo
"Hentikan itu Hina-chan! Atau Guru Kurenai akan menyita buku harianmu!" Tenten memperingatkanku. Ia adalah satu-satunya sahabat yang paling dekat denganku. Tenten itu keturunan campuran Jepang dan China. Hanya dia satu-satunya murid yang mencepol rambut di sekolah ini. Ia juga memiliki kulit yang jauh lebih putih dari semua murid. Dia gadis yang baik.
"Baik. Maafkan aku," jawabku.
Dengan perasaan bersalah aku kembali mendengarkan pelajaran yang sedang dijelaskan. Hari ini jadwal Fisika. Gaara jago Fisika, kan?
oOoOOoOOOoOOoOo
"Bye Hinata-chan," Tenten dan Lee melambai ke arahku, lalu menghilang diperempatan. Mereka berdua sedang berpacaran. Rock Lee, dia itu teman seangkatan kakakku. Senior kelas 11. Serasi.
Tes… Tes… Tes…
"Hujan… lagi? Ahhh!"
Cepat-cepat kupaksa kakiku melangkah menyelamatkan diri dari serangan hujan. Lagi-lagi toko ini. Keterlaluan sekali, kenapa pihak BMKG bisa memberikan informasi cuaca yang salah? Aku jelas-jelas menonton televisi untuk melihat laporan cuaca tadi pagi. Mereka bilang hari akan sangat cerah, bahkan akan panas sekali. Nah, kenapa ini hujan? Aissh, benar-benar menyebalkan.
Apa aku perlu meminta Neji-niisan untuk menjemput? Tapi ini kan masih siang, dan lagi dia juga pasti sedang sibuk di sekolah. Kakak ikut banyak ekskul. Haa, baiklah baiklah, lebih baik tunggu hujan reda saja.
Selagi menunggu hujan mereda, perhatianku teralih ke toko musik dibelakangku. Dan entah kenapa, aku masuk ke toko itu.
Toko yang cantik. Ruangannya penuh dengan alat-alat musik. Tapi bukan karena itu aku masuk, aku tertarik pada iPod yang duduk manis di etalase sebelah barat. Cantik sekali.
"Maaf nona, kau mau iPod ini?" tanya seorang penjaga toko. Ia mengeluarkan sebuah iPod berwarna biru muda yang sedari tadi kutatapi.
"Eh iya. Berapa harganya?" tanyaku balik.
"Tiga ratus Yen, nona," jawabnya. "Bagaimana?"
Aku mengangguk tanda setuju. Setelah ia membungkus iPod itu, aku beranjak keluar. Ternyata hujan telah reda, berarti aku cukup lama berada di toko tadi. Langit malah terlihat begitu cerah.
"Syukurlah," gumamku.
Kulangkahkan kaki bersemangat untuk menyebrang jalan. Begitu sampai dan berbalik, mataku menangkap sosok seseorang yang sedang menatap toko yang beberapa menit lalu ku kunjungi. Rambut itu. Gaara?
oOoOOoOOOoOOoOo
"Kau duluan saja, masih ada yang mau ku ambil di loker," suruhku pada Tenten. Hari ini klub karate puteri akan melakukan pertandingan. Tidak, aku bukan salah satunya. Aku hanya akan memberi dukungan pada sahabatku, Tenten. Dia akan bertanding siang ini.
"Yosh!" serunya kemudian berlalu pergi.
Selama pertandingan berlangsung, aku akan mendengarkan musik, pikirku. Jadi ini tidak akan terlalu membosankan. Ku percepat langkah menuju loker.
"Ini dia.." suaraku riang. Ku raup iPod biru yang ku beli kemarin. Sewaktu akan menutup kembali, aku melihat ada keanehan. "Ini apa?" tanyaku bingung. Retoris. Karena aku jelas tahu itu adalah sebuah earphone. Maksudku, siapa yang meletakkan ini di lokerku? Sandi loker ini hanya aku yang tahu kan? Aku kan tidak memberi tahu siapapun, sekalipun itu sahabatku, Tenten.
Ku perhatikan earphone itu lekat. Hei, ini cantik sekali. Bahkan tanpa mencocokkannya, aku yakin ini akan sangat cantik apabila kupasangkan dengan iPodku. Tapi siapa yang membeli ini?
"Harusnya saat beli iPod, kau juga membeli earphone," seseorang seolah menjawab pertanyaanku. Tapi suara ini.
"Ga..gaara-san…?" suaraku kaget. Kurasakan wajahku memanas. Pasti sudah seperti kepiting rebus. "Tapi.. Ng, tapi k-kau tahu kode sandi lokerku?" tanyaku bingung.
"Hn. Agak aneh sih, aku hanya mencoba-coba, ternyata bisa," jawabnya cuek.
"Ng.." suaraku gugup. "K-kau yang meletakkan ini?" tanyaku sambil mengangkat earphone yang kutemukan.
"Begitulah."
Aku diam. Dia kelihatan tidak berniat mengobrol denganku, dan lagi aku pun sudah mau pingsan. Apa aku pergi saja? Harus bagaimana?
"Aku melihatmu kemarin," mulainya. Ku urungkan niatku untuk pergi meskipun kedua kakiku sudah bergetar karena gugup. "Saat itu hujan dan ku pikir kau akan menerobosnya seperti hari sebelumnya, tapi kau masuk ke dalam toko itu."
"Eng, itu..itu k-kau melihatku?" ku beranikan bertanya.
"Hn. Saat kau keluar, aku mendekati toko itu dan masuk." Berarti yang kemarin ku lihat itu memang Gaara. Dan dia menunggu sampai aku keluar dari toko? "Anehnya, aku bertanya pada penjaga apa yang baru saja kau beli disana. Dia menunjukkan sebuah iPod padaku dan menjelaskan kalau kau tidak membeli earphone sebagai pasangan iPodmu. Aku juga tidak tahu kenapa aku membeli itu," jelasnya sambil menunjuk earphone digenggamanku. Kupikir mungkin saja kau akan suka."
Ini mimpi. Mimpi. Kami-sama, ini mimpi kan? Aku sedang berdua dengan Gaara sekarang. Mengobrol. Benar-benar mengobrol. Kalau ini mimpi, jangan biarkan aku bangun. Kumohon.
"Aku suka," jawabku malu. "Tapi kenapa kau meninggalkannya di loker? Kenapa tidak langsung memberikannya kepadaku?"
"Eh?" Ia terlihat kaget mendengar pertanyaanku. Ini kedua kalinya aku melihat ekspresi bingung Gaara. Ia kelihatan tidak siap kutanya begitu.
"Itu mungkin karena aku sudah lama..." ragu ia menggantung kalimatnya.
Aku menunggu sambil menunduk. Takut kalau-kalau dia menyadari bahwa selama ini aku selalu memata-matainya.
"…aku sudah lama memperhatikanmu," sambungnya.
Sedetik kemudian, aku mengangkat kepalaku, menatapnya tak percaya.
oOoOoo To Be Continued ooOoOo
Cuap Cuap Author
kyaaaaa!
saya berhasil menulis fict GaaHina lagi!
saya sempat berpikir untuk beralih ke NaruHina, tapi saya sadar saya ga punya bakat menulis fict humor =="
lagipula saya inikan istri Gaara (dilemparbatu) masa iya nulis cerita tentang lelaki lain? huoo bisa-bisa ditalak empat(?) :p
hmm, saya suka GaaHina karena mereka itu GaaHina (lho?)
kekeke~ maafkan ke-ti-dak-je-la-san saya ini yaa.
saya sangat berharap ada yang bersedia member respon positif terhadap fict ini, ehmm yang negatif juga boleh kok (author plin-plan) kan saya masih belajar kakak, jadi jangan kejam-kejam yaa.
bagaimanapun author yang baik adalah author yang bisa menerima kritik dan saran, kan? termasuk flame ;) oh ya, fict ini bakal ada beberapa chapter, jadi tungguin yaa.
fict ini terinspirasi dari seseorang dan sesuatu.
[waktu ngetik winamp muter lagu 'one more time' duh jadi mau nangis]
baiklah, maaf kepanjangan, btw ditunggu reviewnya senpai!
cup basah,
xoxo.
[2010, Dec 13th]
