Hallo semua! Semoga sehat-sehat aja yah, aminnnn...!

Saya udah punya akun ffn cukup lama tapi baru kali saya berani buat publish cerita. Mohon dalam bimbingannya dari para Senior sekalian.

Saya ucapkan banyak terimakasih pada seorang yang mau meluangkan waktunya untuk mendengarkan ke galauan yang membuat saya mengurungkan niat untuk mem-publish cerita sederhana ini.

Thanks for Kira-Senpai.

.

.

.

.

Berdiri diatas kedua kakinya beralaskan udara. Sayap membentang lebar, Bulan purnama menjadi latar belakangnya menambah kesan menakutkan bagi mereka yang melihatnya dari jarak jauh. Diam tanpa bergerak sedikitpun. Sorot matanya tidak menampilkan emosi apapun berbeda dengan aura mencekam yang menguar dari tubuhnya akan diliputi oleh kebencian. Hembusan angin menjadi perantara pengantar pesan kematian bagi mereka yang teralihkan atensinya oleh kedatangannya ke tanah lapang yang bermandikan darah ini.

Untuk kedua kalinya ketiga kubu Akhirat ini melakukan pembentukan aliansi menghilangkan ego masing-masing, satu dalam benak mereka saat ini adalah bagaimana caranya untuk bisa selamat dari terjangan Makhluk pembawa bencana itu. Setelah berhasil menyegel jiwa dua Naga Surgawi kini mereka harus berhadapan kembali dengan Makhluk sejenis yang menyimbolkan Malapetaka itu sendiri.

Naruto the Dragon; A speck of light in the dark night

Summary

Hatinya telah lama mati, cahaya kehidupannya perlahan memudar seiring berjalannya waktu. Takdir menjadi Nasib yang harus di tanggung pundaknya. Mencari apa yang bisa membuatnya terpejam selama-lamanya. Bad Summary.

Genre

Adventure, Supernatural, dipadukan dengan Romance.

Disclaimer.

Saya tidak ada niatan untuk merebutnya.

Chapter. 1

.

.

.

Hyoudou Issei seorang pemuda yang memiliki surai berwarna coklat ini atau biasa dipanggil oleh orang-orang terdekatnya dengan panggilan Ise. Di depan matanya kini terlihat buku usang, namun tidak berdebu dan tentu saja sudah rusak sana sini tertelan oleh waktu. Buku kuno mungkin itu menurut pikirannya.

Kini matanya tertuju pada siapa yang telah menyodorkan buku kuno tersebut ke depan wajahnya dengan mimik sulit di artikan itu. Kerutan tanda kebingungan tercetak semakin tidak beraturan tatkala dirinya tidak kunjung mendapat jawaban dari apa yang mejadi maksud dari [Raja] nya itu. Rias Gremory.

Untuk apa buku yang terlihat begitu menyedihkan tersebut, namun nyatanya buku yang terlihat dari segi bentuk amat memprihatinkan itu tersimpan rapi didalam rak khusus dalam kotak kaca, mungkin di maksudkan untuk tidak memperparah kondisi buku tersebut. Buku yang amatlah berharga.

"Acnologia!"

Ise membaca judul yang tertera di sampul buku usang tersebut setelah menerimanya dari tangan Rias.

"Buochou! Buku apa ini?"

"Baca saja dulu Ise. Setelah itu apapun yang menjadi pertayaan boleh kamu tanyakan padaku."

Mendengar itu membuat Ise malu sendiri, menggaruk bagian belakang lehernya guna menghilangkan rasa gugupnya. Kemudian ia membuka sampul berwarna biru itu, sedikit meniupkan udara karena terdapat debu yang mengotori isi dalam buku tersebut.

"Tidak ada nama pengarangnya!" Celoteh Ise setelah membaca buku yang memiliki ketebalan tidak seberapa itu.

"Setelah membacanya aku pun menanyakan hal yang sama dengan apa yang kamu tanyakan Ise, disana hanya tertera tahun pembuatan buku itu. Tidak ada penelitian lebih lanjut karena kurangnya bukti pendukung."

"Sekitar 400 tahun yang lalu. Jadi buku ini belum tentu tetang kebenarnya mengenai hal yang tertulis di dalamnya. Itu membuatku sedikit meragukan mengenai itu."

"Terlepas dari itu semua maupun tidak setiap buku akan selalu diragukan kebenarnya Ise apalagi tentang sejarah dan Makhluk Mitologi seperti judul dalam buku tersebut. Setiap pengarang akan memiliki versinya masing-masing."

Ise membenarkan apa yang diucapkan Raja-nya itu.

"Buku ini seperti catatan si pengarangnya." Ise kembali berceloteh mengenai isi dari buku yang sekarang masing dalam genggamannya ini.

"Benar Ise, si pengarang layaknya seorang yang benar-benar mengalami kejadian peristiwa dalam buku itu. Ise apa kamu percaya dengan isi yang terdapat didalamnya?"

"Em... Bagaimana ya! Pernah juga aku berpikir jika Makhluk dari dunia lain adalah tahayul, tapi saat ini di depan mataku sendiri adalah bukti kebenarannya. Jadi terlepas dari benar dan tidaknya mengenai isi buku ini, salahkah jika aku juga sedikit mempercayai apa yang menjadi inti dari isi dalam buku ini kalau seorang Manusia dapat berubah menjadi seekor Naga!"

"Kadang kenyataan lebih sulit diterima akal sehat."

"Kamu benar Buochou! Acnologia adalah nama yang diberikan oleh mereka yang pernah bertemu dengannya secara langsung, kemunculan pertamanya ketika perang besar ketiga fraksi."

Ketukan pintu mengakhiri perbincangan antara [Raja] dan [Pion]nya itu. Munculah seorang gadis berambut hitam yang diikat dengan gaya ekor kuda, Himejima Akeno namanya dan Ratu dalam kelompok Iblis Rias Gremory.

"Arara, Buochou! Kamu mencuri perhatian Ise-kun dariku, fufufu." Itulah apa yang diucapkannya pertama kali ketika dirinya menjumpai keduanya, biarpun dirinya sering melihat hal yang serupa berulang-ulang namun tetap menjadi kesenagan tersendiri buatnya jika bisa membuat Rias menjadi kalang kabut seperti seorang pencuri yang tertangkap basah.

Setelah kedatang Akeno tidak lama setelahnya datang seorang gadis loly berwajah imut sambil mengulum lolipop kesukaannya, matanya memicing tajam ketika menangkap sosok seorang Hyoudou Issei, "Hentai." adalah ucapan yang selalu meluncur dari bibir mungilnya tatkala dirinya bertemu dengan Ise.

Ise hanya bisa tertunduk lesu, sebegitukah dirinya terlihat dimata para gadis seumuran Tojou Koneko ini.

"Ah! Sudah berkumpul rupanya." Satu lagi seorang datang setelah mengucapkan itu. Seorang pemuda tampan memasuki ruangan yang dijadikan markas bagi Klub Penelitian Ilmu Gaib ini, pemuda ini bernama Yuuto Kiba dan Ise hanya bisa mencak-mencak tidak jelas ditempatnya mendudukan diri.

'Orang tampan mati saja sana!'

.

.

~A speck of light in the dark night~

.

.

Kelamnya malam menambah suasana mencekam yang begitu terasa dirasakan oleh seorang wanita muda yang sedang berjalan menyusuri jalanan yang cukup lenggang, sesekali mata bergerak kekanan dan kekiri untuk mengamati sekitarnya, matanya memicing tatkala dirinya ingin lebih menegaskan penglihatannya saat pandangannya menjumpai area-area yang minim pencahan.

Langkah kaki jenjangnya kian lama kian bergerak cepat, perasaan takut akan sesuatu membuatnya mengambil inisiatif untuk bergerak lebih cepat dan lebih terlihat seperti berlari-lari kecil. Jantung berpacu lebih kencang dua kali lipat, keringat dingin merembas di dahinya kemudian jatuh melawati dagu.

Sinar dari rembulan yang telah menampilkan bentuk sempurnanya tidak mampu membuat suasana hatinya tenang saat ini. persimpangan jalan tidak terlalu jauh di depannya namun semua itu terasa berkali-kali lipat jaraknya.

Seketika langkah kakinya berhenti, tubuhnya diam mematung, arah pandangannya terarah pada aspal jalan. Ia bukan seorang yang sedang menelusuri jalan untuk mencari sesuatu yang hilang darinya tetapi apa yang membuatnya terfokus kearah bawah adalah ketika banyangan dirinya berbeda dari apa yang pernah dilihatnya seumur hidup.

Saat ini, sisi ketakutannya benar-benar terteror. Hembusan angin yang pelan dan membawa hawa dingin menjadi seperti sebuah bisikan berbahaya untuknya. Ingin rasanya ia mengelengkan kepalanya keras-keras, mencoba memberitahukan dirinya kalau-kalau apa yang di rasakannya hanya sebuah halusinasi belaka.

Getaran halus yang merambat di lapisan bawah aspal jalan yang sedang menjadi pijakan kakinya amat terasa, getaran halus kembali terasa dikakinya, tubuhnya kian melemas saja setiap kali rambatan itu semakin terasa getarannya. Langkah kaki seperti itulah ritme dari suara yang di timbulkan oleh getaran tersebut.

Tidak ada manusia yang bisa mengetarkan bumi saat melangkah, bukan pula getaran yang akan ditimbulkan oleh kendaraan besar, jadi apa yang bisa melakukan hal tersebut?

...Kecuali.

Tidak mungkin. Adalah kata-kata yang diucapkannya dalam hati ketika benaknya memikirkan hal-hal yang malah membuatnya berspekulasi mengenai siapa gerangan yang bisa menimbulkan dampak seperti gempa mini ini. Dan sekali lagi ia mencoba mengerakan kakinya sekuat tenaga.

Persimpangan jalan yang akan menuju kearah yang lebih ramai tinggal beberapa meter lagi. Lagi, getaran itu kian mendekat seakan seperti mengintainya dari kejauhan. Tubuhnya terlalu lemas untuk berlari, lidahnya kelu untuk berucap sepatah kata sekalipun, giginya bergemeletuk keras, otot-otot rahangnya kram hanya untuk sekedar membuka dan berimbas pada sulitnya ia ingin berteriak sekalipun. Doa-doa tak henti-hentinya ia panjatkan dalam hati untuk meminta keselamatan.

Sorot mata ketakukannya memicing, memastikan apa yang dilihatnya kini bukan apa yang ada dibenaknya. Tetesan merah pekat berjatuhan dan mengotori aspal jalan, ia benar-benar merasa horor dibuatnya belum sempat menemukan arti dari apa yang sedang dilihatnya ia merasa seolah dirinya terangkat rasa perih menjalar kesetiap bagian tubuhnya.

Sebelum sempat untuk kehilangan kesadarannya ia melihat sekilas sesuatu bergerak dengan kecepatan tinggi, ia tidak dapat memastikan itu apa yang jelas sebelum semuanya menjadi gelap indra pendengarnya mendengar sebuah ledakan.

.

.

.

.

"Ibu...!"

Teriakan dari seorang anak berusia sekitar lima tahun lah yang pertama kali terdengar oleh wanita berusia di akhir kepala tiganya yang terbaring di ranjang pasien sesaat setelah membuka matanya. Anaknya.

Dimana ini...

Adalah kata yang dipertanyakan dalam benaknya saat ini.

.

.

~A speck of light in the dark night~

.

.

Ia adalah seorang yang pendiam dan penyendiri itu menurut semua orang yang mengenalnya biarpun dapat dihitung dengan jari. Meja dan kursi yang terletak dipojok ruangan menjadi tempatnya untuk mengikuti setiap pelajaran yang diberikan oleh staf pengajar walaupun kerap kali ia tidak memperhatikan bahkan terkesan tidak peduli.

Ia adalah seorang Siswa yang tidak mau menjadi pusat perhatian, apanya yang tidak mau menjadi pusat perhatian? Jika sifatnya itu malah menjadi buah bibir dari para Siswa perempuan yang menempati kelas yang sama dengan dirinya. Sekali lagi ia seorang yang tidak terlalu memperdulikan sekitarnya.

Namanya Uzumaki Naruto seorang pemuda yang berperawakan cukup tinggi diusianya yang telah menginjak 18 tahun, dalam pandangan orang ia adalah sosok pemuda dengan tanpa adanya keistimewaan khusus. Lebih tepatnya biasa.

Status sebagai pelajar disalah satu Institut Pendidikan ternama dikota tempatnya ia menjalani kehidupan sebagai salah satu dari banyaknya Makhluk sosial. Akademi Kuoh tempat dimana ia sedang menimba ilmu, sekolah yang dulunya khusus anak perempuan itu kini menjadi campuran/umum.

Uzumaki Naruto seorang Siswa yang tidak terlalu menonjol di kalangan para Siswa lainnya bahkan terkesan tertutup, pendiam, itu membuat ia tidak terlihat aneh jika tidak memiliki satu teman pun di sekolah. Tidak ada yang berani mendekati bukan karena Naruto seorang yang menakutkan namun mereka akan merasa seperti berhadapan dengan patung arca.

Naruto seperti seorang yang tuli jika di keramaian, Naruto seperti seorang yang tidak dapat berbicara saat seseorang mencoba bertegur sapa dengannya. Lagi-lagi tidak mau memperdulikan sekitarnya.

Selalu sendiri itulah dia.

Kesuian adalah temannya.

Kehampaan adalah tempat baginya.

Namun dari semua itu tidak menjadikannya sebagai seorang yang terlupakan; justru karena ia seperti itu adakalannya orang-orang memperhatikannya dengan tatapan yang penuh mengandung berbagai pertanyaan mengapa seorang Uzumaki Naruto seperti itu. Ada satu yang membuatnya banyak dikenal adalah wajah dengan mimik stoic-nya.

Saking parahnya Naruto menutup diri sampai-sampai seorang guru yang sedang memberikan arahanpun ia acuhkan begitu saja, pandangan matanya ia arahkan keluar jendela hingga menembus arakan dari awan-awan berwarna putih diatas sana, pikirannya membumbung tinggi entah kemana. Tidak akan ada yang menegurnya karena merasa semuanya akan sia-sia dan percuma.

Para Siswa Perempuan maupun Laki-laki yang sekelas dengannya akan merasa seperti tersengat listirk bertegangan tinggi kalau kurang tersambar petir pun dapat mengartikan kekagetan mereka. Mereka akan sangat-sangat sulit untuk percaya jika Naruto mendapat nilai yang cukup besar bahkan diatas sembilan puluh pada saat ulangan harian. Seorang yang bahkan tidak memperdulikan staf pengajar yang berbicara panjang lebar sampai mulutnya berbusa mendapat nilai terbilang tinggi. 'Aneh' itulah pemikiran mereka.

Saat jam istirahat berlangsung Naruto melangkahkan kakinya, melewati berbagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan para murid-murid yang lain saat jam istirahat berlangsung.

Pandangannya lurus menatap kedepan, kedua telapak tangannya ia masukan kedalam saku celananya, setelah menelurusi koridor-koridor dengan bermacam variasi jarak akhirnya langkah kakinya terhenti didepan sebuah pintu yang terbuat dari kayu yang nampak usang dimakan usia. Deritan pintu terbuka terdengar nyaring membuat telinga cukup sakit mendengarnya.

Angin yang agak cukup kencang menerpa wajah datar bak jalan aspal itu, surai pirangnya bergerak-gerak liar mengikuti arah angin yang berhembus cukup kencang. Atap sekolah seperti sebuah Istana kenyaman baginya untuk sekedar menyendiri dari kebisingan, hanya disinilah tempatnya bisa merenung dengan bebas tentang masa silam yang pernah ia lewati sebelumnya. Karena kekhusuannya dalam merenung tak jarang membuatnya lupa waktu hingga tanpa sadar membuatnya membolos.

Itulah seorang Uzumaki Naruto.

.

.

~A speck of light in the dark night~

.

.

"Ia datang dengan kemurkaannya yang ditujukan pada Tuhan..."

"Langit gelap abadi menelannya dengan cahaya yang begitu membutakan mata."

"Eksistensi yang paling di pertanyakan tentang kebenarannya oleh generasi muda."

Ise membaca kembali penggalan kata-kata yang sudah ditandainya, berharap menemukan setitik pencerahan. Dirinya begitu penasaran. Dirinya juga mempunyai Naga dalam tubuh dalam bentuk Secred Gear.

"Partner, kau sepertinya begitu tertarik dengan Acnologia."

Seruan dari alam bawah sadarnya menghentikannya dari kegiatan mendalami isi dari buku yang ditulis dari sumber yang tidak diketahui siapa namanya ini.

"D'draig! Tepat sekali jika aku bertanya pada Naga mengenai Naga ya kan!" Seru Ise dengan mata berbinar-binar setelah sadar siapa yang harus menjadi narasumbernya dalam kegalauannya mengenai Acnologia.

"Hahhh, diantara mereka yang pernah memegangku kaulah yang terbodoh." Nada kekecewaan terdengar dari ucapan sang Havenly Dragon itu.

"Jangan salahkan aku jika kau mendapati aku yang menjadi pemegangmu saat ini. Salahkan takdir yang membuat kita bersama!"

"Tuhan sudah mati sebelum membuat takdir untukmu."

"Tapi Tuhan yang telah merencanakannya dan Michael-san yang menjalankannya!"

"Jadi kau menyalahkan Malaikat bersayap emas itu!"

"B-Bukan itu maksudku! S-Sudah lah berbicara denganmu hanya akan membuat kepalaku serasa meledak. Apa kau tahu siapa Acnologia?"

"Dia Naga. Untuk apa kau bertanya hal yang sudah kau tahu!"

"Bukan itu maksudku tapi siapa sebenarnya orang yang berubah menjadi Naga itu."

"Dia Manusia."

"Kau ternyata sama bodohnya ternyata dasar kadal merah!"

"Apa kau bilang!"

"Kadal merah!"

Duaaakk!

"Uwaaah! Seenaknya saja dia menendangku!"

Dalam sekejap Ise melupakan pertengkaran tadi. Ada sesuatu yang membuatnya merasa tertarik dengan apa dilihatnya ini.

"Em... Dimana aku pernah melihat ini ya!"

.

.

.

To Be Continue

.

.

.