Magic Invasion : The Day Begin
A Naruto Fanfic by Dekha Putri
Naruto by Masashi Kishimoto
Warning : AU! Magic Universe! London Setting! 14 years old Naruto! Typo! Miss typo! DLDR! [Peringatan : Semua hal yang berkaitan dengan keanehan dan kegajean cerita ini disebabkan pendangkalan imajinasi author yang disebabkan karena kebanyakan nonton anime dan mulai jarang nulis.]
.
.
"Menjadi penyendiri bukan masalah untukku, di dalam kesendirianku, aku menemukan beragam warna yang tak bisa kulihat di dunia nyata."
-Namikaze Naruto-
.
.
Chapter 1
.
Berlatar di London, Inggris dengan gundukan-gundukan salju di sepanjang jalan rayanya, sesosok anak bersurai pirang yang mengenakan jaket berwarna coklat tebal tampak berjalan santai sore itu. Dilihat dari pakaian yang ia pakai, setiap orang yang berpapasan dengannya pun tahu jika anak itu bukanlah orang biasa.
Sebuah mobil van hitam mewah dengan bendera kecil Kerajaan Inggris di bagian depan tampak berhenti di sampingnya. Seorang pria bersurai hitam turun dari sana dan menjadi pusat perhatian orang di sekitar mereka.
"I'm really apologize for my delay, Prince Naruto. I promise not to repeat this again," ujar sosok pria itu pada Naruto. Ia membungkukkan badan layaknya seorang butler kerajaan pada umumnya. Naruto yang melihat itu langsung saja merasa sungkan.
Meskipun remaja berusia 11 tahun tersebut tak dapat memungkiri jika pelayan kerajaan di depannya ini memang bersalah sampai membuat cucu Ratu Inggris yang baru sehari di London tersesat dan secara tidak elitnya ia harus berjalan kaki untuk pulang di tengah hujan salju. Mau bagaimana lagi? Naruto awalnya bosan jika harus berdiam diri di dalam istana tanpa mengenal satu orang pun di sana kecuali sang nenek, Ratu Elisabeth sendiri.
Ia pun akhirnya diizinkan untuk melihat-lihat Kota London sore ini diantar pelayan kerajaan, namun sayangnya di saat mereka tengah makan pancake bersama di sebuah cafe tiba-tiba pelayan bernama Sebastian itu ditelpon mendadak oleh keluarganya dan Naruto pun akhirnya rela tak rela mengizinkan pria tersebut untuk pergi.
Kalau neneknya bisa tahu, mungkin saja pria di depannya ini langsung dipecat. Aktivitas di sekeliling Naruto bersama pelayan kerajaan Inggris bernama Sebastian itu langsung saja menarik perhatian orang yang berlalu lalang melintasi mereka. Pasalnya warga sekitar jarang sekali melihat mobil mewah kerajaan Inggris yang terparkir bebas di pinggir jalan raya seperti ini. Pasti anak laki-laki pirang di samping pelayan kerajaan itu adalah orang penting.
Maklum saja, kedatangan Naruto yang baru kemarin hari membuat Kerajaan Inggris belum mempersiapkan diri untuk melakukan konferensi pers pasal kedatangan anak tunggal dari Putri Lizabert Kushina itu. Rencananya Kerajaan Inggris akan melakukan klarifikasinya besok. Jadi tak heran apabila masyarakat menatap Naruto dengan pandangan aneh karena wajahnya yang tidak terlihat seperti orang Eropa pada umumnya namun lebih mirip orang Asia kebanyakan.
"Ah never mind. I understand that you're very busy, Mr. Sebastian. So, you aren't supposed to be like this. Keep calm, okay?" canda Naruto pada pengabdi Kerajaan Inggris di depannya ini.
Terperangah, itulah yang dialami Sebastian. Ia tak menyangka jika Naruto yang notabenenya baru pertama kali menginjakkan kaki di Inggris ini begitu bijaksana dan ramah pada seorang pelayan seperti dirinya. Ia seakan melihat sosok pangeran yang sesungguhnya pada diri Naruto dibanding putra kerajaan Inggris lainnya.
Jika pangeran lain yang mengalami ini, mungkin mereka sudah marah besar padanya dan langsung meminta sang ratu untuk menghukumnya.
Ya, remaja di depannya ini memang bukan asli orang Inggris. Ibunya, Lizabert Kushina yang merupakan putri bungsu Ratu Inggris memilih pindah ke Jepang setelah menikah dengan Pangeran dari Kerajaan Konoha beberapa tahun silam. Dan kini dengan alasan tertentu, ia mengirimkan putra tunggalnya ini untuk menempuh pendidikan di Vitoria Junior High School, London selama 3 tahun ke depan.
Dengan senyum teduh, pria beriris coklat itu menatap safir Naruto ramah, "You're very humble, Naruto-sama."
Naruto yang dipuji seperti itu tampak malu dan memalingkan mukanya. Namun tiba-tiba ia menyadari sesuatu, "He!? Naruto-sama? Kenapa kau bisa berbicara menggunakan bahasa Jepang?" Tentu saja Naruto kaget.
Sebastian yang mendengar itu sontak tersenyum dengan menyipitkan matanya. "Tentu saya bisa, Naruto-sama. Ibu saya adalah orang Jepang asli. Jadi, tak perlu heran apabila saya fasih berbahasa Jepang."
"Wah, sugoii!" puji Naruto, "kalau begitu, bagaimana jika setiap kita mengobrol menggunakan bahasa Jepang saja? Hehe, sejujurnya aku belum begitu fasih berbahasa Inggris," lanjutnya.
Pria berusia 32 tahun itu mengiyakan permintaan Naruto dan tersenyum maklum. Untuk ukuran orang asing, kemampuan Naruto dalam berbahasa Inggris sebenarnya sudah lumayan menurut Sebastian. Tapi jika itu kemauan tuan mudanya, ia tak bisa menolak lagi.
Keduanya pun langsung bergegas menaiki mobil menuju kembali ke Istana dikarenakan salju mulai turun. Mungkin akan terjadi badai salju sebentar lagi. Masyarakat yang sempat melihat percakapan antara Naruto dan Sebastian tadi bertanya-tanya. Siapakah anak asing bersurai pirang yang baru saja dijemput mobil kerajaan tadi?
Tiga tahun sejak kejadian dimana Naruto pertama kali bertemu dengannya, Sebastian masih ingat betul bagaimana awal mereka bertemu. Dan kini, pria berusia 35 tahun itu berdiri di samping mobil hitam di halaman istana menunggu sang tuan muda datang. Dari kejauhan, netra coklatnya dapat melihat remaja bersurai pirang yang berjalan ke arahnya. Seutas senyum langsung ia torehkan ketika mengetahui siapa itu.
"Are you ready to do final examination today, Naruto-sama?" tanya Sebastian basa-basi seperti biasanya.
Dengan senyum miring, pemuda bersurai pirang itu menyahut, "Yosh! Aku siap menghadapinya, Sebastian Ji-san!"
Sebastian suka semangat itu, entah kenapa setiap ia melihat Naruto ia selalu teringat dengan putranya yang baru saja berusia 7 tahun. Ah, ia jadi rindu padanya. Pria parubaya itu pun langsung saja membukakan pintu untuk Naruto dan bergegas masuk ke dalam mobil.
Berbicara soal Naruto, penampilan anak laki-laki tersebut sudah sedikit berubah dibandingkan waktu pertama kali ia datang ke London. Anak laki-laki yang dulunya kurus, berkulit pucat, dan bermata panda itu kini telah menjelma menjadi sosok remaja tampan berusia 14 tahun yang banyak digandrungi kalangan remaja wanita di Inggris.
Sambil memasangkan sabuk pengaman, Sebastian berujar, "Baiklah, saatnya berangkat!"
"Yeah! Semakin cepat aku menyelesaikan ini, maka semakin cepat pula aku pulang ke Jepang! Wuhuii, Jepang, I'm coming! Tak ada yang bisa menandingi Jepang soal anime!" seru Naruto bahagia. Ia benar-benar rindu dengan kampung halamannya. Atau mungkin lebih tepatnya dengan anime, action figure, dan manga yang hanya ada di Jepang.
Sebastian yang mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Secara fisik Naruto memang terlihat lebih dewasa daripada dulu, tapi sikapnya tak ubah seperti otaku pada umumnya. Mobil mewah itu pun akhirnya melesat keluar dari kompleks Istana Inggris dan menuju ke tempat dimana Naruto bersekolah.
Victoria Junior High School tampak seperti sekolah pada umumnya. SMP paling elit di London itu merupakan sekolah khusus yang diisi oleh anggota kerajaan, anak orang kaya, dan anak berotak jenius. Memang, bukan sembarang orang yang bisa masuk ke sini dan Naruto beruntung bisa bersekolah di tempat ini. Perbedaan mencolok yang ada di SMP ini adalah tentang keberadaan kelas khusus magician yang hanya ada satu-satunya di Inggris.
Ya, kalian tak salah lihat ataupun baca. Baik magician maupun sihir memanglah bukan hal yang aneh lagi di zaman ini. Bukan sihir yang identik dengan tongkat, penyihir, atau sapu terbang lagi melainkan suatu ilmu pengetahuan mutahir berupa arloji khusus bernama Regarder yang didesain untuk mengeluarkan gelombang kejut elektromagnetik berwujud elemen alam.
Terdengar aneh namun begitulah nyatanya. Seseorang harus mengikuti serangkaian tes untuk memiliki arloji itu. Dan itulah alasan kenapa Naruto bersekolah di tempat ini.
"Yosh, ganbatte, Naruto-sama," ujat Sebastian ramah yang dibalas anggukan oleh tuan mudanya. Sebastian yang melihat itu pun mengangguk mengerti dan pergi melenggangkan mobilnya untuk kembali pulang ke Istana Inggris.
Safir Naruto terus menatap lekat mobil hitam yang dikendarai Sebastian sampai kendaraan itu hilang karena berbelok di persimpangan jalan. Naruto menghela nafas, ia telah bertekad, hari ini apapun yang terjadi ia harus bisa mengerjakan ujian nasional agar lulus SMP dan mengerjakan tes untuk mendapatkan Regarder. Ia akan membuktikan pada orang tuanya jika ia bisa mendapat jam tangan sialan itu. Tanpa sadar, tangan Naruto terkepal erat, ia pasti akan membuat orang tuanya tidak akan pernah meremehkannya lagi dan juga membuat Sebastian bangga padanya.
"HAYOO! NGELAMUN YA?" teriak seorang gadis menggunakan bahasa Jepang sembari memukul keras bahu pangeran pirang Kerajaan Inggris itu.
Sontak sang empu menoleh ke belakang dan mendelik tak suka ke gadis di hadapannya ini. "Ino! Jangan memukulku gitu dong! Ini sakit tau!" ujarnya tak terima.
Gadis bersurai panjang berwarna kuning pucat itu tergelak penuh tawa, ia melemparkan senyum menggoda ke arah Naruto, "Hohoho, adik kesayanganku marah nih ya? Dasar tsundere hahaha."
"Ih apaan sih!" gubris Naruto sembari memalingkan wajahnya yang sedikit memerah karena malu. Sial, Ino selalu saja tahu kelemahannya. Bukannya ia mengakui kalau dirinya tsundere, hanya saja Naruto tak dapat mengelak kenyataan itu. Sontak Ino pun semakin memperkeras tawanya melihat sikap Naruto.
Berbicara soal Ino, gadis cantik bermata aquamarine itu merupakan sepupu Naruto yang bersekolah di sini selang beberapa hari Naruto pindah ke London 3 tahun yang lalu. Meskipun Ino dan dirinya terikat hubungan darah dan merupakan anggota kerajaan Konoha, Ino tak dapat tinggal di Kerajaan Inggris bersamanya karena aturan di kerajaan tertulis bahwa hanya orang yang mempunyai darah bangsawan inggris lah yang boleh tinggal di istana itu.
Alhasil, sepupunya itu harus menyewa apartemen di London dan hidup mandiri selama 3 tahun terakhir ini. Jujur, Naruto kagum pada Ino yang dapat hidup mandiri selama itu untuk ukuran putri kerajaan. Ia saja ragu bisa hidup mandiri sepertinya.
"Ngomong-ngomong, kau sudah siap menghadapi ujian nasional dan tes mendapatkan Regarder hari ini?" tanya Ino yang sontak membangunkan Naruto dari lamunannya.
"Heh, kau meragukanku? Begini-begini aku lebih pintar darimu ya, Ino nee-chan," ujar Naruto dengan penekanan di akhir kalimatnya. Tak lupa seringaian di wajah tampannya yang menurut Ino sangat menyebalkan.
Mata Ino menunjukkan aura menantang, dengan seringaian tak kalah lebar ia berujar, "Hooo, jadi begitu ya, Yang Mulia Naruto? Tapi bagaimana pun juga nilai ekstrakurikuler sihirku lebih tinggi darimu lohh~"
Sial, Naruto baru ingat jika Ino lebih berbakat di bidang sihir daripada kemampuan dirinya yang pas-pasan ini. Ketika ingin menyahut ucapan sepupunya, tiba-tiba terdengar suara seorang gadis yang menyerukan nama Ino. Kedua remaja pirang itu langsung menoleh ke arah sumber suara dan menemukan salah satu teman mereka yang merupakan blasteran Inggris-Jepang sedang berlari ke arah Naruto dan Ino berada. Ya, gadis yang merupakan sahabat Ino itu bernama Haruno Sakura, sosok perempuan yang mampu mencuri hati Namikaze Naruto.
.
.
Gadis bersurai merah muda bernama Sakura itu tak menyangka bahwa hari ini ia harus menerima kesialan gara-gara bawahan ayahnya yang membuat ia kesiangan berangkat sekolah. Sedetik ia merasa lega ketika melihat gerbang sekolah belum ditutup dan segera berlari memasuki arena sekolah setelah berpamitan dengan seseorang di mobil putih yang baru saja ia naiki.
Matanya yang berwarna emerald itu menelusuri setiap sudut sekolah, hari ini sekolahnya tak seramai biasanya. Maklum sih, hari ini adalah hari penting bagi kelas 3 karena merupakan hari dilaksanakannya ujian nasional yang menjadi penentuan apakah siswa tersebut lulus SMP atau tidak. Jadi, khusus hari ini, hanya kelas 3 yang masuk sementara kelas 1 & 2 sengaja diliburkan.
Ketika sibuk menatap sana-sini, netra milik anak dari bos mafia terkenal di Inggris itu mendapati sang sahabat yang kini tengah membelakangi dirinya. Sontak ia meneriaki nama sahabatnya tersebut dan berusaha mencuri atensinya, "Inoooo!"
Gadis yang dipanggil itu tampak membalikkan badan dan menatap ke arahnya. Mendapati sang sahabat yang memusatkan perhatian ke arahnya, ia pun langsung berlari menghampiri gadis bersurai pirang bergaya ponytail tersebut. Namun, langkahnya semakin melambat ketika menyadari ada sosok lain yang kini berdiri di samping sahabatnya.
Sakura tahu siapa remaja bersurai pirang itu, ia adalah Namikaze Naruto, cucu dari Ratu Kerajaan Inggris yang setiap hari selalu mengganggunya dan berusaha mencuri perhatiannya agar ia menaruh hati pada laki-laki tersebut. Namun, cinta tak dapat dipaksa. Entah bagaimana atau seberapa tampannya laki-laki itu, Sakura tak memiliki ketertarikan sama sekali pada Naruto. Atau mungkin belum? Entahlah.
"Kau ini ya, Sakura, mengagetkanku saja tau!" protes Ino ketika Sakura sudah berada di hadapannya.
Gadis bersurai merah jambu itu hanya bisa melempar senyum tak berdosa dan membalas protes Ino dengan bahasa Jepang yang tak kalah fasih, "Ahahaha, gomen gomen, Ino. Ya habis, aku takut sekali hari ini jika terlambat gara-gara si Pain yang bangun kesiangan."
"Heh? Jadi Pain lagi yang mengantarmu? Kenapa kau tak bilang ke aku saja tadi? Aku kan bisa menjemputmu, Sakura," sahut Naruto ketika mendengar percakapan dua gadis di sampingnya ini.
Dengan tatapan malas, Sakura melemparkan senyum ke arah Naruto, "Heh, tidak usah. Terima kasih atas kebaikanmu, Pangeran Naruto."
Naruto berjengit mendengar Sakura yang memberikan penekanan di tiap kalimatnya. Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya. Selalu saja gadis merah jambu ini bersikap judes padanya.
Ino yang melihat interaksi antara keduanya hanya bisa menahan tawa, "Baiklah baiklah, ayo cepat kita bergegas. Waktu ujian sebentar lagi. Kita tak punya banyak waktu, setelah ujian nasional kita harus mengikuti tes untuk mendapatkan Regarder 'kan?"
Naruto dan Sakura yang mendengar itu hanya bisa mengangguk mengerti dan berjalan mengekori Ino menuju ruang ujian masing-masing. Di tengah perjalanan melewati koridor, Naruto menoleh ke arah gadis merah jambu di sampingnya.
"Hei, Sakura."
"Apa?"
"Bagaimana kalau kita membuat taruhan?"
Dengan pandangan jengah, Sakura menatap Naruto. Apa lagi sekarang yang diinginkan rubah pirang di sampingnya ini. "Taruhan apa lagi sih?"
"Ini mudah. Kita taruhan, jika misal nilai ujianku lebih tinggi darimu, maka kau harus bersedia kencan denganku." Di detik itu juga mata Sakura membola, apa-apaan dia ini?
"... tapi, jika misal nilai ujianmu yang lebih tinggi maka-"
"Maka kau harus menjauh dariku, bagaimana? Deal?" tantang Sakura. Ia dengan cepat memotong ucapan Naruto tadi dan menyuarakan keinginannya.
Naruto tampak berpikir sejenak, namun kemudian dengan yakin laki-laki pirang itu meraih uluran tangan Sakura, "Baiklah, deal! Aku yakin tak akan kalah darimu!"
Sudut bibir Sakura terangkat ke atas, "Heh, itu pun jika kau bisa, Rubah Pirang! Kita lihat sebentar lagi siapa yang lebih unggul antara kita berdua."
"Huh, ayo. Siapa takut?" tantang Naruto yang dibalas seringaian gadis bermahkota merah jambu itu. Ino yang berjalan di depan sepupu dan sahabatnya yang sibuk berdebat tersebut hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya tak mengerti. Dasar pasangan aneh, mungkin itu yang ia pikirkan.
Sistem ujian nasional di Victoria Junior High School ini memang sedikit berbeda dari SMP lain di Inggris. Biasanya jika SMP pada umumnya memerlukan waktu selama beberapa hari dalam menjalankan ujian nasional, di sini hanya memerlukan waktu sehari untuk mengerjakannya. Bagi sekolah ini, waktu adalah uang. Mereka tak akan menghambur-hamburkan waktu hanya untuk menyelenggarakan sebuah ujian yang bisa diselesaikan dalam waktu sehari itu.
Mengesampingkan ujian nasional, begitulah faktanya. Victoria Junior High School memiliki hal lain yang diprioritaskan dibanding ujian nasional semata dan itu merupakan Tes Kelulusan untuk mendapatkan Regarder. Sebuah arloji khusus yang dirancang untuk Magician modern agar bisa bergabung dalam pasukan elit dunia yang bernama Guardian dan membantu masyarakat sekitar.
.
.
.
Matahari yang mulanya berada di timur kini semakin lama semakin bergulir ke barat dan menunjukkan semburat merah. Langit pun mulai menggelap. Para siswa kelas tiga Victoria Junior High School satu per satu mulai keluar dari ruang ujian. Mengerjakan ujian dalam waktu 6 jam penuh rupanya membuat mereka lelah bukan main. Banyak dari mereka yang memtuskan untuk segera pulang namun tak jarang pula siswa yang menuju kantin.
Para siswa itu akhirnya bisa menikmati kebebasan setelah ujian nasional selesai dan tinggal menunggu pengumuman nilai sekitar 2 - 3 jam lagi. Bukan seperti menunggu pada umumnya, siswa reguler di sini akan dipersilahkan menonton secara langsung tes yang akan dilalui para siswa kelas khusus magician untuk mendapatkan Regarder. Tentu kesempatan yang sangat bagus bukan untuk mengisi waktu luang?
Berbeda dengan kebanyakan siswa lain, beberapa siswa yang memakai blazer coklat bertuliskan Victoria Magi tampak berkumpul di aula sekolah. Mereka adalah anggota dari kelas khusus magician di sekolah ini yang akan memulai tes untuk mendapatkan Regarder. Sebelum memulai tes, siswa berjumlah 36 orang itu akan di-breefing terlebih dahulu agar mengetahui tata cara dan aturan main dalam tes kali ini.
Sakura dan Ino tampak memasuki ruang aula bersama beberapa teman gadis mereka. Keduanya duduk bersebelahan di kursi baris ke dua dari depan. Berjarak sedikit lama, Naruto dan beberapa teman cowoknya memasuki ruang aula dan duduk di kursi barisan paling belakang.
Tampak di panggung sang Kepala Sekolah Victoria Junior High School yang mulai berjalan memasuki podium dan menyambut murid-murid kelas khusus magician yang telah berkumpul di aula. Pria tampan berusia 40 tahun yang bernama Justine Hawking ini tampak menatap satu per satu siswa yang telah duduk rapi di aula dan berhenti ketika netranya bertemu pandang dengan kedua safir dari cucu Ratu Kerajaan Inggris yang tampak sibuk mengobrol dengan temannya di sudut paling belakang.
"Saya ucapkan selamat pada kalian yang baru saja mengerjakan ujian nasional dengan semaksimal mungkin. Namun, ujian sesungguhnya baru saja akan dimulai. Di tes kali ini, kalian anggota dari kelas khusus magician akan melalui 3 tahap ujian," ujar Justine sembari mengangkat jarinya ke atas membentuk angka tiga.
Semua siswa menatap heran ke arah kepala sekolah mereka. Tiga tahap ujian dalam waktu 3 jam sebelum pengumuman hasil ujian nasional? Apa mungkin waktunya cukup?
"Tahap pertama yang akan kalian lalui adalah tes tertulis perihal ilmu magic modern dasar, pengoperasian regarder, dan analisis seputar data lapangan yang terjadi terhadap magician baik itu penyalahgunaan kekuatan, pembunuhan, atau hal yang serupa lainnya. Tes ini dilakukan di kelas khusus magician selama 1 jam."
Justine menjeda ucapannya dan kembali menatap siswa di sini satu per satu. Di lihat dari raut mereka, sepertinya tak ada masalah dengan tes tertulis.
"Tahap kedua adalah tes ketahanan fisik. Pertama kalian harus masuk ke laboratorium untuk mengukur keterampilan sihir, ketahanan fisik, dan menentukan tipe sihir elemen apa yang akan ada di regarder kalian nanti. Setelah melakukan serangkaian tes tadi, kalian akan diberi misi untuk mencari benda ini di hutan belakang sekolah," ujar Justine sembari menunjukkan benda mirip kompas kepada seluruh siswa di aula ini.
"Benda ini dinamakan Orbis. Fungsinya mungkin semacam navigator, benda ini diciptakan oleh ilmuwan dari Italia untuk mendeteksi adanya aura kebaikan yang berlawanan. Dalam tes ini kalian hanya diberi waktu 1 jam."
Naruto yang memperhatikan penjelasan Justine secara seksama dikejutkan oleh senggolan teman di sampingnya. "Ada apa, Stephen?"
Stephen, teman Naruto bersurai hitam itu menatap Naruto melalui kacamatanya. "Menurutmu, apakah mungkin tes tahap kedua semudah ini? Dan apa maksudnya kebaikan yang berlawanan tadi?"
Dahi Naruto mengerut, sepertinya pendapat Stephen ada benarnya juga. "Alat itu untuk menunjukkan adanya aura kebaikan berlawanan ya?" gumam Naruto sembari mengingat apa yang dikatakan kepala sekolahnya.
Kebaikan yang berlawan, mungkin itu adalah keywordnya. Otak Naruto seperti mencerna informasi tersebut dan berusaha menyatukan kepingan puzzle yang berantakan. Sedetik kemudian matanya melebar, "Jadi begitu."
"Bagaimana menurutmu, Naruto?"
"Kau ingat fungsi alat bernama Orbis itu kan? Ada kemungkinan dalam tes kali ini kita akan bertemu musuh jahat, mungkin seperti hewan liar atau monster android yang sengaja dipanggil untuk melawan kita. Kepala sekolah sengaja menggunakan kata navigator agar kita terkecoh dan menuruti arah yang ditujukan jarum pada Orbis seolah-olah itu adalah arah yang benar namun nyatanya akan membuat kita gugur dalam tes. Navigator sendiri memiliki kesamaan arti dengan pemandu kan?" jelas Naruto pada Stpehen pelan-pelan agar informasinya bisa dicerna oleh pemuda berkacamata itu.
"Benda itu kan mirip dengan kompas, jadi agar kita bisa terhindar dari musuh, kita harus berjalan berlawanan arah dengan arah jarum pada orbis yang kita temukan nanti. Kebaikan yang berlawanan yang dimaksud tadi kemungkinan artinya adalah kejahatan. Jadi, mungkin saja 85% dari dugaanku tadi adalah akurat," lanjut Naruto sembari menatap dalam Stephen yang tampak mencerna perkataannya dari tadi.
Sedetik kemudian, mata hitam Stephen menatap penuh binar ke arah Naruto. "Kau benar-benar jenius, Naruto! Aku bahkan tak berpikir sampai ke sana!" ujarnya sembari memukul pelan bahu teman pirangnya ini.
Naruto yang diperlakukan seperti itu hanya bisa terkekeh kecil. Keduanya pun langsung memberitahu sahabat mereka yang lain dan teman-teman dari Naruto itu langsung mematuhi rencana yang telah dibuat rubah pirang tersebut.
Justine kembali berujar setelah beberapa saat terdiam, "Dan tahap terakhir adalah tes battle yang akan diselenggarakan di area utama lapangan Victoria Junior High School dan ditonton semua siswa reguler kelas 3 beserta guru di sekolah ini. Nama kalian akan diundi, jika total 36 siswa di sini maka akan terjadi 18 battle yang langsung diadakan di lapangan. Misi kalian adalah menumbangkan lawan battle kalian dalam waktu 1 jam. Orang yang masih bisa berdiri sampai waktu berakhir ialah orang yang akan mendapat poin. Apa ada yang ditanyakan?"
Justine menatap kembali satu per satu siswa di aula. Sepertinya para siswa itu tak merasa bingung dan segera tak sabar menuntaskan tes ini untuk mendapat Regarder.
"Baiklah, kalian akan mendapat Regarder kalian masing-masing setelah melalui tes pemeriksaan di lab dan akan menjadi milik kalian seutuhnya apabila kalian dapat lolos di tes ini. Karena tak ada pertanyaan, maka kunyatakan dengan ini tes untuk mendapatkan Regarder dimulai!" ujar Justine sembari menjentikkan jarinya.
Begitu Justine menjentikkan jarinya, bunyi dentuman kembang api terdengar saling bersahutan dan menambah keramaian Kota London malam ini. Seketika masyarakat London menghentikan aktivitas mereka dan tak jarang sebagian dari mereka berbondong-bondong mencari tempat yang pas untuk melihat pesta kembang api terbesar di atas Victoria Junior High School yang menandakan bahwa tes untuk para magician muda telah dimulai.
.
.
.
Naruto bersama Stephen beserta ketiga sahabatnya yang lain, Johannes, Harry, dan Thomas langsung bergegas menuju kelas mereka di lantai dua untuk memulai tes tahap pertama. Bersama siswa yang lain, kelimanya tampak dengan tenang mengerjakan soal ujian di depan mereka saat ini. Tak ada pengawas, CCTV saja sudah cukup untuk mengawasi mereka selama 1 jam ke depan.
Jangan pernah kalian meremehkan siswa didikan Victoria Junior High School yang terkenal jujur, sportif, dan jenius. Tepat ketika bel tanda waktu habis berbunyi, seluruh siswa di kelas ini langsung mengumpulkan ujian mereka.
Dan di disinilah Naruto berada, berdiri mengantri di depan ruang laboratorium menunggu urutannya berdasarkan absen untuk melaksanakan tes tahap kedua. Di depan Naruto ada sepupunya, Namikaze Ino yang terlihat sedikit tegang. Naruto pun berinisiatif menyentuh bahu gadis bersurai pirang tersebut.
"Ino, kau tenang saja tak perlu takut oke? Aku tau jika kau pasti bisa, kau kan hebat!" ucap Naruto dengan maksud menyemangati sepupunya ini.
Tak ada perubahan di raut wajah Ino, gadis itu masih menunjukkan raut gusar dan cemas. "Bagaimana mungkin aku bisa tenang, Naruto? Kau tahu kan alasan kenapa kita bersekolah di sini? Jika aku memang hebat, aku tak perlu repot-repot sekolah di sini. Kau tahu, aku-"
"Namikaze Ino."
Detak jantung Ino seolah berhenti berdetak ketika namanya dipanggil. Tidak, ia tak boleh bersikap seperti ini, sekarang gilirannya, tak seharusnya ia takut seperti ini. Ia adalah Namikaze. Ia pasti bisa. Ino yang sudah menyemangati dirinya pun menatap ke arah Naruto dengan senyum lebar, "Doakan aku, ya?"
Sedetik Naruto terperangah, namun ia langsung membalas senyum Ino dan menganggukkan kepalanya. Gadis itu pun langsung memasuki ruang laboratorium setelah menutup pintu ruangan.
Entah kenapa, senyum di wajah Naruto tiba-tiba memudar setelah Ino meninggalkannya. Ia jadi ingat perkataan Ino beberapa saat lalu yang mengungkit tentang alasan mengapa ia dan Ino harus bersekolah di sini. Regarder adalah alat yang dikembangkan oleh Konoha, kerajaannya sendiri dan otomatis sekolah sihir terbaik berada di sana.
Lalu kenapa ia dan Ino yang notabenenya anggota Kerajaan Konoha harus repot-repot bersekolah di sini sementara di tempat tinggal mereka ada sekolah khusus magician terbaik? Ya, karena mereka berdua lemah. Naruto tak mau mengakui itu namun nyatanya memang begitu. Ia dan Ino tak dapat masuk di Akademi Konoha dan akhirnya pihak kerajaan mengirimkan mereka berdua ke Inggris untuk bersekolah di sini.
Sejak kejadian itu, Naruto bersumpah akan membuktikan pada orang tuanya kalau dirinya bisa. Ia akan membawa Regarder itu pada ayah dan ibunya dan membuat mereka puas. Mengingat itu semua membuat Naruto tanpa sadar mengepalkan tangannya hingga buku jarinya memutih.
"Namikaze Naruto."
Suara yang menyerukan namanya tadi langsung membuat ia tersadar dari lamunannya. Ketika Naruto memasuki laboratorium, ia berpapasan dengan Ino yang tampak tersenyum puas sambil mengelus jam tangan biru di tangannya menuju pintu keluar. Netra keduanya berpapasan dan Ino langsung memamerkan Regarder miliknya pada Naruto.
"Naruto, lihat! Ini adalah Regarder milikku! Aku memiliki elemen air oleh karena itu Regarder ini berwarna biru, argh aku senang sekali!" Naruto yang mendengar itu hanya bisa memasang senyum teduh ke arah saudarinya.
Ino menepuk pundak sepupu pirangnya ini untuk meyakinkan ia. "Kau tak perlu takut, Naruto. Jika aku bisa maka kau pasti bisa! Ingat siapa kita? Kita adalah Namikaze dan Namikaze selalu bisa! Aku percaya padamu, berjuanglah!"
Setelah mengucapkan untaian kata motivasi itu, Ino segera berlari keluar menjalankan misi selanjutnya yakni Finding Orbis. Naruto yang melihat itu lalu mulai mengatur nafasnya. Yosh, dia pasti bisa.
Beberapa barang kimia serta alat-alat canggih tampak memenuhi ruangan luas bernuansa putih ini. Di hadapan Naruto kini duduk seorang ilmuwan yang didatangkan langsung dari Konoha, Jepang untuk membantu pelaksanaan tes di sekolah ini. Ia adalah Kabuto Yakushi, Naruto mengenalnya, ia adalah ilmuwan dari Akademi Konoha yang bertugas membuat Regarder untuk para magician dalam tes.
"Baiklah, sekarang kita mulai dulu dari tes keterampilan sihir-"
Ucapan Kabuto terhenti ketika melihat sosok pemuda di depannya. Pria berkacamata dengan surai abu-abu itu tampak terkejut. Pewaris tahta tunggal dari Kerajaan Konoha sekaligus cucu dari Ratu Kerajaan Inggris sekarang berada di depannya, siapa lagi dia kalau bukan Namikaze Naruto.
"N-naruto-sama?!" Kabuto kaget. Naruto yang ditanyai seperti itu tak tahu harus merespon bagaimana. Seharusnya pria itu masih mengingatnya kan? Mereka pernah bertemu dulu waktu Naruto masih bersekolah SD ketika melakukan tes untuk mengetahui tipe Regarder yang ia punya, persis dengan yang ia lakukan saat ini.
"Iya, ini aku Kabuto-san," jawab Naruto alakadarnya. Kabuto pun akhirnya bisa bersikap normal kembali dan menyerahkan suatu alat Virtual Reality (VR) kepada Naruto. Pemuda pirang itu langsung saja menerimanya.
"Saya tak menyangka bahwa Anda rupanya bersekolah di sini juga. Di Konoha, berita tentang Anda sekolah dimana sama sekali tak dipublikasikan. Rupanya Anda bersama Ino-sama di sini ya?" ujar Kabuto sembari memeriksa beberapa kabel yang menyambungkan alat VR itu dan mencabut semuanya satu per satu.
Naruto mengangguk, "Seperti yang Anda lihat, saya memang bersama Ino nee-sama di sini."
Kabuto tersenyum, ia lalu berdiri menatap Naruto, pemuda di depannya ini memang tak berubah sejak pertemuan awal mereka 5 tahun yang lalu ya?
"Kau sama sekali tak berubah ya, Naruto-sama? Masih sopan seperti biasanya, apa didikan Minato-sama masih begitu mendarah daging? Hahaha," canda Kabuto yang hanya dijawab oleh senyuman canggung remaja di depannya ini.
"Baiklah, alat yang sekarang Anda pegang itu akan berguna membantu saya mengukur ketrampilan sihir dan ketahanan fisik Anda. Cara kerjanya seperti game VR pada umumnya, tentu saya tak perlu menjelaskannya kan?" tanya Kabuto yang langsung dibalas gelengan oleh pemuda yang duduk di hadapannya.
Berita tentang Naruto yang seorang Pangeran Hikkikomori dan Gamer Pro dari Kerajaan Konoha sudah menyebar luas dan tentu saja alat VR bukanlah hal asing baginya. Pemuda berusia 14 tahun itu entah kenapa menjadi otaku sekaligus hikkikomori semenjak ia diperlakukan berbeda oleh dewan tinggi Kerajaan Konoha karena mengetahui bahawa pewaris tahta selanjutnya memiliki tipe sihir regarder yang tak terdefinisikan.
Entahlah, sebenarnya mereka juga kurang mengerti dengan maksudnya, yang jelas mereka menganggap bahwa Naruto lemah dan tak pantas menjadi pewaris tahta selanjutnya. Perdebatan internal antara Dewan Tinggi Kerajaan Konoha dengan anggota kerajaan akhirnya membuat sang raja, Namikaze Minato memutuskan untuk memindahkan Naruto ke Inggris dan menyuruhnya bersekolah di sana.
"Kau boleh memakainya sekarang, waktumu hanya 5 menit. Sementara kau bersenang-senang dalam game itu, aku di sini akan menilaimu. Kau mengerti kan?"
Naruto yang mendengar itu hanya mengangguk paham dan langsung saja memakai alat tersebut seperti alat game VR pada umumnya. Sekarang ia seolah berada di antara savana yang sangat luas serta dihadapkan ke arah singa yang menatapnya dengan hawa membunuh. Jadi begitu cara kerjanya? Naruto yang mulai mengerti maksud dari game ini langsung menyunggingkan senyum kemenangan.
Ia akan memperlihatkan bagaimana caranya Namikaze Naruto, sang gamer pro bersenang-senang.
Kabuto yang memperhatikan Naruto dari tadi tampak menarik sudut bibirnya ke atas, "Jenius seperti biasanya, eh Naruto?" gumamnya sembari menuliskan sesuatu di kertas penilaian. Entah kenapa pria ini tertarik pada kemampuan Naruto yang aneh menurutnya.
Remaja berusia 14 tahun di depannya ini dianugerahi otak jenius namun tidak disertai bakat sihir yang mumpuni seperti ayah dan ibunya. Bahkan ketika dulu ia dipanggil ke istana untuk melihat tipe sihir apa yang dimiliki Naruto, Kabuto tak menemukan apapun di layar komputernya yang berarti bahwa saat itu Naruto tak memiliki bakat apapun di sihir. Sungguh sangat disayangkan. Sekarang untuk kedua kalinya ia bertatap muka dengan Naruto untuk mengetahui tipe sihir regarder pemuda itu lagi dan ini sungguh membuatnya tak mampu menyembunyikan aura penasarannya.
Akankah pangeran di depannya ini masih lemah seperti dulu atau ia akan melihat sebuah hal menarik setelah ini?
"Kabuto-san, saya sudah selesai," ujar Naruto memecah lamunan pria berkacamat tersebut. Kabuto yang melihat itu pun langsung berdiri dan melepas alat yang dipakai Naruto.
"Baiklah, kerja bagus, Naruto-sama. Sekarang saatnya kita melihat tipe sihir apa yang Anda miliki. Coba Anda tempelkan salah satu telapak tangan Anda ke benda ini," instruksi Kabuto pada Naruto sambil menunjuk alat semacam tablet berbentuk elips berwarna hijau di depan remaja pirang itu.
"Lalu?" tanya Naruto setelah melakukan apa yang disuruh oleh Kabuto.
Lelaki bersurai perak yang kini sudah kembali duduk di kursi sambil memperhatikan komputer itu tampak menghiraukan pertanyaan Naruto. Rasa penasarannya membuat ia terus fokus menatap komputer di depannya. "Tekan saja lebih kuat sampai layar di benda itu berwarna merah."
Naruto yang mengerti pun terus menekan telapak kirinya sampai akhirnya tablet dibawahnya berwarna merah. Ia langsung menorehkan senyum bahagia karena akhirnya ia berhasil. Berbeda dengan ekspresi yang ditunjukkan Naruto, Kabuto justru membulatkan matanya tak percaya namun sedetik kemudia ia berhasil menyembunyikan keterkejutannya. Apa-apaan coba hasil yang ditunjukkan layar monitornya beberapa saat yang lalu? Itu sangat tak masuk akal, tapi benar-benar terjadi.
Mungkinkah Naruto? Tidak, itu tidak mungkin. Kabuto langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dan jarinya mulai menekan keyboard dan menuliskan sesuatu.
Keterkejutannya semakin ketara ketika layar monitor komputernya bertuliskan 'Mind Controller'.
"Err, Kabuto-san? Sebenarnya ada apa? Kenapa kau terkejut seperti itu?" tanya Naruto setelah lama terdiam. Ia penasaran tentang tipe sihir yang dimilikinya. Pemuda pirang itu bingung dengan ekspresi keget yang berulang kali ditunjukkan Kabuto dari tadi. Ada apa memangnya? Kenapa orang di depannya ini terus-terusan terkejut?
Tak ada sahutan dari mulut Kabuto, pria itu bungkam dengan peluh keringat dingin menghiasi wajahnya. Naruto mengangkat telapak tangannya dari tablet tadi dan tak lama kemudian tiba-tiba muncul pancaran cahaya yang kemudian meredup memperlihatkan sebuah jam tangan berwarna hitam di atasnya.
Mata Naruto membola, inikah Regarder miliknya? Naruto yang penasaran segera menatap tajam Kabuto dan memaksa pria itu secara tak langsung untuk menjelaskan semuanya. Yang ia tahu selama ini, tak ada regarder yang berwarna hitam. Lalu kenapa regarder miliknya ini bewarna hitam?
Kabuto yang melihat tatapan safir Naruto hanya bisa meneguk ludahnya paksa. Aura pangeran kecil di depannya ini memang tak main-main. Dasar Namikaze, selalu saja merepotkan.
"Saya sendiri tak bisa berhenti terkejut dari tadi, Naruto-sama. Di monitor ini tertulis bahwa tipe sihir Anda adalah Mind Controller atau Pengendali Pikiran dan jam tangan di depan Anda adalah Reagerder milik Anda," ucap Kabuto sopan sembari menatap lekat layar monitor di depannya, ia masih tak percaya dengan yang terjadi barusan.
Mengapa Kabuto tampak begitu tak percaya? Kurama Company, perusahaan yang menciptakan Regarder baru kemarin merilis kabar bahwa mereka menemukan kecerdasan buatan baru terkait sihir elemen yakni Pengendali Pikiran atau disebut dengan Mentis Imperium dan masih dalam tahap pengembangan. Lalu bagaimana mungkin Regarder dengan tipe pengendali pikiran ini bisa disummon di sini oleh mesin pemanggil Regarder? Bukankah itu aneh? Atau mungkin terjadi bug? Dan kenapa harus Naruto yang memiliki bakat sihir ini?
Sedetik kemudian mata Kabuto melebar tak percaya mengenai apa yang ia pikirkan. Jika instingnya benar, pihak Kurama Company sepertinya memang sengaja merancang Regarder ini khusus untuk Naruto. Jangan-jangan sejak dilakukannya tes regarder Naruto 5 tahun yang lalu dan terkait konflik internal kerajaan tentang tipe sihir Naruto yang tak terdefinisikan membuat perusahaan itu bekerja penuh mengembangkan regarder khusus ini untuk Naruto? Itu bisa saja terjadi. Sepertinya Kabuto harus segera memintai keterangan pada pihak perusahaan terkait hal ini.
Dengan Regarder bertipe pengendali pikiran dan otak jenius yang Naruto miliki, bukankah pemuda itu bisa menjadi tak terkalahkan? Apakah Kurama Company sengaja melakukannya pada Naruto? Apa tujuan mereka sebenarnya?
"Pengendali pikiran? Apa aku tak salah dengar? Sihir tipe apa itu? Kenapa aku baru dengar?" tanya Naruto kebingungan. Ia menatap ragu ke arah Regarder di atas tablet itu.
Kabuto menghela nafas, ia sendiri juga belum begitu memgerti tentang sihir tipe ini dan bagaimana kelebihan dan kekurangannya. "Saya sendiri tak tahu, Naruto-sama. Jujur, sihir tipe ini adalah tipe baru dan mungkin Anda lah orang pertama yang memilikinya," ujar Kabuto yang membuat Naruto terkejut bukan main.
"Saya sarankan Anda tak terlalu bergantung pada Regarder ini. Saya tak tahu bagaimana cara kerja elemennya dan apa dampak buruk yang mungkin akan ditimbulkan. Saya tak ingin Anda kenapa-napa, Naruto-sama. Jadi kalau bisa, saya mohon jangan gunakan Regarder ini. Saya janji akan menghubungi Anda secepatnya setelah mendapat klarifikasi dari pihak Kurama Company mengenai hal ini," lanjut Kabuto.
Naruto yang mendengar itu hanya mengangguk paham dan memasangkan Regarder itu ke lengan kirinya. Ia tak bisa berbicara banyak lagi dengan Kabuto mengingat waktunya mencari Orbis hanya 1 jam dan sepertinya ia harus bergegas pergi dari tempat ini.
"Ingat pesanku baik-baik, Naruto-sama. Jangan pernah gunakan regarder itu untuk sementara waktu. Jadi, berjuanglah," ujar Kabuto pada Naruto sembari mengukirkan senyum ketika melihat pemuda pirang itu ingin beranjak pergi dari ruangan ini.
Naruto yang mendengar itu mengangguk paham, "Aku tunggu segera kabar darimu, Kabuto-san. Arigatou." Ia pun langsung berlari keluar ruangan meninggalkan Kabuto yang duduk termenung di kursinya dengan banyak pertanyaan yang meneror otak pria berkacamata itu.
.
To be Continue
.
.
Author's note :
Halooooo~ kembali dengan author newbie yang gaje dan tukang ilang ini. Bukannya update fic lain eh dia tiba-tiba muncul bawa fic baru, masih prequel lagi. Emang dasar minta digampar ni anak. Oke, untuk merayakan bangkitnya author amatir ini dari hibernasi selama setahun, dimohon kritik dan saran dari reader semuanya ya ^-^)/
Berikut glosarium yang sudah hamba siapkan untuk Reader sekalian yang masih bingung mengenai cerita di atas tadi.
.
.
1. Magician orang yang memiliki bakat dalam sihir dan direalisasikan nelalui smartwatch bernama regarder.
2. Regarder sebuah benda berbentuk jam tangan yang disertai kecerdasan buatan dan digunakan oleh para magician untuk melancarkan serangan melalui beragam jurus.
3. Victoria Magi julukan bagi kelas khusus ekstrakurikuler sihir di Victoria Junior High School.
4. Orbis sebuah benda serupa dengan kompas yang ditemukan ilmuwan Italia untuk membantu magician mendeteksi hawa jahat.
5. Virtual Reality benda dengan teknologi mutakhir yang biasanya digunakan dalam game kenyataan virtual yang membuat penggunanya seolah-olah merasakan langsung berada dalam game tersebut.
6. Mentis Imperium tipe kecerdasan dalam regarder yang mampu mengendalikan pikiran seseorang dan penggunanya, membuat yang nyata menjadi tak nyata dan sebaliknya, serta mampu membuat ilusi.
.
.
Akhir kata, sampai jumpa dengan saya lagi di Chapter 2 minggu depan ya? *-*)/
