a/n khusus untuk ini, author's note nya di atas. :) Ini republish, karena yang sebelumnya didelete sama admin ffn dengan alasan yang sama dengan fic saya yang lain, Nobody Knows. Satu lagi, ini bukan ff saya dan ini pure friendship kalau gak suka ya jangan dibaca. Terus, berhubung kata authornya ff ini dibuat jauh sebelum ulang tahunnya Yesung-oppa (bahkan jauh sebelum lebaran), jadi gak akan sama dengan kejadian aslinya. Walau gitu, tetep pake beberapa fakta oppadeul yang gentayangan(?) di internet dalam bentuk artikel.
So, enjoy this~
.
—Our Wish—
Author: Rei, with some editing by Rin. xD
Chapter: ONESHOT
Disclaimer: All casts is belong to themselves.
Rated: K+ to T
Pair: None
Genre: Familiy — Friendship
.
Warning: Dorm Life, OOC, AR, bad descriptions, dll.
.
.
DON'T LIKE DON'T READ
.
.
Langit telah berubah gelap ketika sepasang kaki bersepatu itu melangkah, sesekali meloncati beberapa kubangan air yang tercipta karena hujan tadi siang. Langkahnya semakin cepat tatkala langit mulai berubah menjadi benar-benar gelap. Beberapa bangunan yang dilewatinya pun satu per satu mulai menyalakan penerangnya masing-masing.
Dilewatinya beberapa toko yang sebagian kecil mulai tutup, sementara sebagian besar lainnya masih terus buka. Diabaikannya setiap hal yang kalau dalam situasi biasa bisa saja menarik perhatiannya mengingat ia bisa dikatakan adalah seorang shopaholic. Yang dilakukannya hanyalah semakin merapatkan topi yang menutupi kepalanya dan kacamata hitam semi-transparan yang menutupi iris gelapnya—antisipasi kalau-kalau ada orang yang akan mengenalinya di tengah keramaian ini.
Tak ada tujuan sebenarnya ia berjalan-jalan di jalanan yang agak tidak dikenalnya seperti sekarang ini. Hanya ingin menghabiskan waktu luang yang kebetulannya ia dapat hari ini sebelum besok ia harus ke Jepang—atau lebih tepatnya, satu hari sebelum hari itu.
Langkahnya agak melambat, memutuskan kalau berjalan cepat pun sebenarnya tak berpengaruh apa-apa baginya. Yah, setidaknya di hari yang tumben sekali ia tidak mendapat jadwal apapun harusnya ia bisa sedikit menikmatinya, bukannya malah bersikap seolah ia ingin hari ini berakhir begitu saja.
Dirapatkannya hoodie tanpa lengan abu-abu yang melekat di tubuhnya. Ini bulan Agustus, dimana udara menjadi sedikit agak panas di malam hari, membuatnya tak perlu repot-repot mengenakan pakaian yang terlalu tebal seperti malam-malam di musim semi ataupun musim dingin. Namun begitu, ia juga tak mau mengambil resiko terkena flu, terutama mengingat jadwal mereka sejak bulan kemarin cukup padat, terbukti dengan dirinya yang mengenakan t-shirt lengan panjang di balik hoodie yang dikenakannya.
Ia menarik nafasnya, sebelum kemudian menghembuskannya dengan agak berat. Di tengah kesendiriannya ini—walau nyatanya ia sebenarnya berada di tengah keramaian—ia jadi merasa seperti bukan siapa-siapa, ah tidak, atau lebih tepatnya ia memang bukan siapa-siapa saat ini.
Ia hanya seorang Kim Jongwoon, seorang namja yang secara kebetulan sedang berada di tempat ramai ini, sama seperti orang-orang yang berada di sekelilingnya—walau sepertinya sebagian besar dari mereka bukan berada di tempat ini karena kebetulan. Dan bukannya seorang Yesung, salah satu member di antara begitu banyaknya member sebuah boyband bernama Super Junior—dan tentu saja mendapat posisi sebagai seorang lead vocal.
Benar, di saat-saat dimana ia ingin menenangkan dirinya seperti sekarang ini, setidaknya ia ingin sedikit melupakan kenyataan kalau ia adalah seorang public figure dan menjadi namja biasa saja—yah, hanya untuk saat ini saja.
.
Kedua kakinya masih terus melangkah, kali ini mulai menjauhi tempat-tempat ramai, antisipasi untuk menghindari kemungkinan ia akan ketahuan oleh orang-orang—walau ia tidak begitu yakin akan ada orang yang mengenalinya sekalipun ia memang seorang public figure. Yah, tidak lucu kan, kalau besok tiba-tiba ada pemberitaan kalau Yesung Super Junior terlihat berkeliaran di tengah keramaian seorang diri? Bisa mengarah pada gosip-gosip aneh nantinya.
Yesung sampai di sebuah taman yang agak sepi. Hanya ada beberapa orang yang terlihat di sana, itu pun sepertinya tidak menaruh perhatian penuh padanya. Lampu-lampu taman bersinar agak temaram, beberapa di antaranya bahkan sudah mati total. Ia tidak tahu kalau ada tempat seperti ini di tempat yang… err… agak dekat dengan dorm tempat hyungdeul dan dongsaengdeulnya tinggal.
Aigoo, pada akhirnya dia malah menyeret kakinya ke tempat ini. Hebat juga ia berjalan dari rumahnya sendiri hingga tempat ini, mengingat walau jarak antara dorm dan rumahnya terbilang lumayan dekat, tapi tetap saja melelahkan kalau ditempuh dengan berjalan kaki.
Yesung melepas kacamata yang menutupi iris obsidiannya yang berkilat tajam namun di saat yang bersamaan juga terlihat lembut—menganggap kalau di tempat sesepi ini, orang tidak akan mengetahui siapa dirinya. Ia masih mengenakan topinya, setidaknya untuk sedikit menyamarkan dirinya.
Diam beberapa menit di atas trotoar, Yesung melangkahkan kakinya memasuki wilayah taman. Kakinya mengarah ke salah satu bangku di ujung timur, dekat dengan tiang lampu yang bersinar cukup terang.
"Tempat yang cocok… sepertinya." Gumamnya, pelan.
Yesung menjatuhkan tubuhnya di bangku taman yang terbuat dari besi itu. Dingin. Itu yang dirasakannya. Terasa seperti sebuah deja vu. Rasanya ia pernah mengalami ini. Namun bedanya, dingin yang menyesakkan…
.
.
.
Flashback
.
Namja bermata sipit itu hanya berusaha untuk memasang wajah poker facenya, memperlihatkan raut wajah bodoh seperti yang biasa ia lakukan di hadapan orang lain. Beruntung baginya tak ada oemmanya di sini—dimana ia bahkan tidak bisa menyembunyikan perasaannya sama sekali di hadapan salah satu orang yang sangat berarti baginya itu.
Ayolah, ia sudah terbiasa dengan ini, iya kan?
Atau… sebenarnya ia sedang berusaha untuk selalu terbiasa dengan hal ini? Mengingat ini bahkan terjadi hampir setiap saat.
Sejujurnya, ini sakit. Jelas saja. Hanya ia tidak ingin mengatakan atau mengungkapkannya pada orang lain. Tidak, bahkan tidak kepada hyung tertuanya di dorm ini sekaligus sang leader, Park Jungsoo.
Sekali lagi ia menatap miris di balik topeng poker face yang ia bangun. Selalu seperti ini, terutama ketika kiriman hadiah atau surat dari fans mereka tiba di dorm. Hanya ia satu-satunya member di sini yang jarang mendapat hadiah dari fans—atau malah tidak mendapat sama sekali, kalau ia benar-benar sedang tidak beruntung.
Bukankah ini menyakitkan? Rasanya seperti terperangkap di gunungan es dimana tak ada jalan keluar sama sekali. Dingin… sakit… dan… sendiri…
Yesung membalikkan badannya, melangkahkan kakinya menuju dapur. Bukan tempat favoritnya sebenarnya, karena ia bukan orang yang hobi memasak seperti dongsaeng kesayangan sekaligus roommatenya, Ryeowook, namun daripada ia harus menyaksikan pemandangan yang membuatnya merasa sakit itu lebih baik ia menjauh saja, lagipula… kelihatannya segelas air bisa membantunya untuk menyegarkan pikirannya.
Di dapur, ia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan duduk. Gelas kosong tergeletak begitu saja di atas meja. Sebuah earphone menempel di kedua telinganya, berusaha menyamarkan suara-suara yang menyiratkan kegembiraan di luar sana. Kalau bisa, ia ingin sekali bergabung di sana—kalau bisa. Nyatanya, ia merasa tidak punya hak berada di tengah mereka saat ini. Katakanlah, mungkin Leeteuk-hyung akan memarahinya karena merasa seperti itu, tapi tetap saja, bukankah berada di tengah kegembiraan sementara kau bukan bagian di dalamnya itu… menyakitkan? Menjadikannya seorang diri di tengah keramaian?
Yesung menggelengkan kepalanya. Tidak, tidak, lebih baik diam di tempat ini, sampai mereka selesai di ruang tengah, dan ia akan menyelinap di tengah mereka lalu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Yah, rasanya itu jauh lebih baik—mungkin.
"Ah, hyung, aku tidak tahu kalau kau ada di sini?"
Yesung mendongakkan kepalanya. Dilihatnya Lee Donghae tengah memasuki dapur. Tangan kanannya menggenggam sebuah cangkir berwarna putih. Kelihatannya itu bekas dari hot chocolate yang ia minum tadi.
Yesung melepas salah satu earphonenya, lalu mengeluarkan seulas senyuman—yang jarang sekali ia tunjukkan. "Nde, aku hanya tidak ingin... mengganggu kalian..."
Donghae menghentikan langkahnya yang hendak menyimpan cangkir yang digenggamnya di tempat cuci piring—mengurungkan niatnya itu, dan malah menolehkan wajahnya—dengan alis berkerut—ke arah Yesung.
"Wae?" Tanya Yesung, menyadari arah tatapan Donghe.
"Maksudmu apa sih, hyung?"
Yesung mengangkat bahunya tanpa berkata apa-apa, dan memilih untuk menuju kamarnya—meninggalkan Donghae yang menatapnya bingung.
.
.
Kalian tahu, sudah berapa kali ia merasa miris setelah bergabung dengan Super Junior? Entahlah, mungkin puluhan atau bahkan ratusan...
Ia seorang lead vocal—dengan porsi menyanyi yang paling banyak di hampir semua lagu, terutama di bagian improvisasi dan background vocal. Namun, orang-orang banyak yang tidak mengetahui dirinya adalah bagian dari boyband ini.
Lebih parahnya, jarang sekali ia ditampilkan di bagian depan hingga banyak orang tidak menyadari keberadaannya—walaupun ia menyanyi hampir di sepanjang lagu itu diputar, dan management masih juga memarahinya karena ia hanya memiliki fans yang JAUH lebih sedikit dibandingkan anggota lain?
Rasanya ia ingin tertawa saja sekarang—kalau bisa. Menertawakan dirinya sendiri…
Dan kini… muncul seorang anggota baru lagi… kapan ia tidak akan merasa terlupakan seperti ini?
Hanya ditraining selama tiga bulan, sementara ia bahkan harus menunggu hingga empat tahun baru ia bisa debut, itu pun dengan ketidakpastian apakah ia akan bertahan dalam grup ini atau tidak, mengingat saat itu status mereka hanyalah sebuah project group.
Dan Yesung hanya melangkah pergi, berlalu dari tempat dimana semua member menyambut kedatangannya—Cho Kyuhyun—yang menatapnya dengan tatapan... berbinar senang?
Yesung menghentikan langkahnya. Tunggu, itu tidak mungkin kan? Kenapa anak itu menatapnya seolah dia itu adalah idolanya? Aish, sudahlah, itu pasti hanya bayangannya saja.
Ia pun kembali melangkahkan kakinya menuju kamarnya—tanpa menyadari Kyuhyun yang menatapnya agak kesal dengan kedua alis yang berkerut.
.
.
Seulas senyum sedikit ia tunjukkan. Kelihatannya tak ada salahnya ia mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya secara jujur. Toh itu jauh lebih membuatnya merasa bebannya agak berkurang, walau jelas ia tak mengharapkan apa-apa dari kejujurannya itu.
Ia duduk di depan komputer. Dorm sepi karena mayoritas para member sedang sibuk dengan acaranya masing-masing. Hanya ada dia di dorm bawah, sementara di dorm atas ia tidak tahu ada siapa saja di sana.
Iseng, ia mengetikkan namanya di salah satu search engine. Tak mengharapkan apa-apa sejujurnya, paling juga artikel yang menuliskan kalau ia adalah member Super Junior, tak lebih.
Kedua matanya membulat melihat hasil yang ditampilkan. Tak percaya jelas saja. Ini mimpi atau bukan? Pukul kepalanya untuk memastikan kalau ini bukan mimpi—tidak, tidak, cukup tarik pipinya saja. Ia tidak mau kena resiko kepalanya semakin besar, walau ia TIDAK akan pernah mau mengakuinya.
Dan seulas senyuman—lebih lebar dari yang tadi membuat kedua matanya tinggal segaris saja—terlihat di wajahnya.
Gomawo… untuk dukungan yang kalian berikan, Elfs, Clouds...
.
Flashback End.
.
Yesung mengeratkan hoodie yang ia kenakan—walau nyatanya percuma saja. Sedikit kesal sebenarnya, tak disangkanya kalau udara yang tadinya agak panas sekarang jadi jauh lebih dingin. Padahal ia hanya mengenakan hoodie tanpa lengan dan t-shirt lengan panjang saja dari rumah.
Diambilnya ponsel yang ia letakkan di saku hoodienya lalu melihat jam yang tertera di layarnya. Jam setengah sebelas malam.
Ia mengerutkan alisnya. Sudah selama itukah ia pergi dari rumah? Ia tidak sadar, padahal ia meninggalkan rumah ketika jam masih menunjukkan pukul setengah enam sore. Pulang ke rumah atau ke dorm SuJu? Rasanya yang manapun bukan pilihan yang tepat, mengingat jam yang telah menunjukkan angka yang telah larut. Bukannya ia tidak pernah pulang di tengah malam seperti ini—ia bahkan sudah tidak bisa menghitung berapa kali ia pulang dari jobnya lewat dari tengah malam. Hanya saja kalau pulang ke rumah, itu terlalu jauh. Ia juga bahkan tidak berharap kalau keluarganya masih bangun jam segini—ah, abaikan Jongjin mengenai kemungkinan ia tidak tidur.
Lalu...
Ke dorm Super Junior, lebih tidak tepat lagi. Ia tahu kalau hyung dan dongsaengdeulnya itu mungkin saja sudah terlelap atau masih memiliki job. Walau ia tahu kalau mereka tidak akan marah karena terganggu oleh kedatangannya yang terlalu mendadak, ia masih tahu diri untuk tidak mengganggu istirahat mereka.
Yesung menyandarkan kepalanya di punggung bangku taman. Rasanya ia ingin berkelana lagi ke masa lalunya...
.
.
Flashback.
.
Yesung tersenyum lebar tatkala melihat lagu solo yang dinyanyikannya mendapat respon yang sangat bagus—lebih daripada apa yang diharapkannya. Bukankah ini bagus? Dulu It's You yang menjadikannya mulai dikenal banyak orang, kini It has to be You yang membuatnya sangat dikenal, bahkan oleh mereka yang bukan seorang ELF. Lucu juga sejujurnya, karena kedua lagu itu memiliki judul yang hampir mirip.
Bukankah ini merupakan titik balik yang membanggakan? Usahanya selama ini untuk menunjukkan kualitasnya sebagai seorang singer tak berakhir dengan sia-sia. Orang-orang mulai mengenalnya, melalui suara baritone yang merupakan ciri khasnya.
Senyumnya agak memudar, berganti menjadi senyum—atau tawa—yang agak dipaksakan. Menutup wajahnya dengan telapak tangan kanannya, ia bersandar pada punggung kursi. Hari ini dorm sepi, semua member memiliki jadwalnya masing-masing dan ia hanya berdua di sini bersama Kyuhyun—yang sudah dapat ditebak kalau evil maknae itu mengurung diri di kamarnya bersama dengan PSP miliknya. Bukannya ia tak ada jadwal, justru ia baru menyelesaikan tugasnya hari ini—tampil di salah satu acara musik, dan itu... ternyata memang agak berat kalau dilakukan seorang diri. Ia jadi rindu tampil di stage bersama member lainnya—terutama sekali dengan ketiga orang itu.
Yesung menenggelamkan wajahnya di balik telapak tangannya, membiarkan laptop di hadapannya dalam keadaan menyala. Lelah, jelas saja. Tapi menyenangkan sekaligus juga membanggakan.
"Kalau seperti ini... bahkan ucapan terima kasih pun masih kurang untuk membalas seluruh dukungan yang mereka semua berikan..."
Cklek.
Pintu salah satu kamar terbuka. Sebuah kepala menyembul di baliknya, dan pemiliknya mengerutkan alisnya ketika dilihatnya salah satu hyung tertuanya dalam posisi aneh—menurutnya.
"Hyung, kau tidur?"
Kyuhyun menoleh ke arah jam yang menggantung di ruang tengah. Dan kedua alisnya semakin berkerut melihat sepasang jarum jam berbeda ukuran itu menunjukkan waktu saat ini. Jam sembilan malam. Masih terlalu siang untuk hyungnya yang kadang menemani Ryeowook ketika insomnianya kambuh ini tertidur.
Sang maknae menghampiri salah satu hyung yang selalu diganggunya, berpikir apa kali ini ia bisa sedikit mengganggunya mengingat situasi dan kondisi saat ini agak mendukung.
"Hyung, gwaenchana?"
Tak mendapat respon seperti harapannya, membuat satu alisnya terangkat—heran. Iseng, ia colek pipi kirinya yang sangat dibanggakan oleh hyung anehnya itu hanya karena bagian sebelah situ lebih tirus daripada yang satunya, benar-benar aneh…
"Hyung, kau tidur atau tidak sih?"
Kesal juga sebenarnya diabaikan seperti ini, terutama dengan ketidakpastian apakah hyungnya ini benar-benar tidur atau hanya sekedar bersikap seolah tidur.
"Yesung-ah, kau ini benar-benar tidur atau hanya bertingkah seperti kura-kura peliharaanmu itu, eoh?"
Pletak.
"Aww... appo, hyung..." rintihnya, pelan sambil memegang kepalanya yang baru saja menjadi korban geplakan seorang Kim Jongwoon. Bukan apa-apa sih, tapi kalau kepalanya menjadi lebih besar seperti hyungnya ini, itu kan bahaya.
"Panggil aku hyung, babo..." Yesung—yang telah membuka matanya kembali—menatap Kyuhyun sambil melancarkan deathglare ke arah sang maknae kurang ajar yang hanya mempoutkan bibirnya—kesal. Aigoo, kemana perginya sang maknae yang biasanya tampil cool sekaligus pemalu di hadapan banyak orang itu?
Tak mendapat respon apapun, Yesung memutuskan untuk beranjak dari tempatnya duduk.
"Ah, hyung, kau mau kemana?"
"Toilet."
Kyuhyuh melirik dari ekor matanya ketika hyungnya itu sudah menghilang di balik pintu. Perhatiannya kini teralih pada laptop yang masih menyala di atas meja. Penasaran, kalau mau jujur, maka dari itu, ia pun mendekat ke arah benda kotak itu dan—
"Kyuhyun-ah, berani kau menyentuhnya, PSPmu akan tamat saat ini juga."
—suara baritone itu telah lebih dulu menegurnya, kalau tidak mau disebut mengancamnya.
Dan berkat itu pula, ia tak jadi melakukan perbuatan isengnya kali ini. Kalau yang diancam adalah benda lain sih tidak masalah, tapi akan jadi masalah besar kalau benda kesayangannya itu yang harus dipertaruhkan.
Kyuhyun mengambil tempat tepat di hadapan hyungnya tadi duduk, mengambil kesimpulan kalau hyungnya itu pasti akan kembali mengingat laptopnya ditinggalkan dalam keadaan menyala.
Bingung karena tak ada yang bisa dilakukan, Kyuhyun mengeluarkan kembali PSP hitam miliknya yang tadi sempat ia masukkan ke dalam saku celananya sebelum memutuskan untuk keluar kamar. Dan tak butuh waktu lama baginya untuk kembali tenggelam dalam hobinya itu.
.
Yesung baru keluar dari toilet ketika dilihatnya sang maknae SuJu telah tenggelam dalam dunianya sendiri—ah, tidak, mungkin lebih tepatnya dunianya bersama sang PSP. Mengernyit perlahan, ia melangkahkan kakinya perlahan—walau ia yakin kalaupun ia melangkah dengan suara yang keras sekalipun namja di hadapannya ini sama sekali tidak akan terganggu. Sekali tenggelam dalam game, butuh waktu cukup lama untuk membuatnya kembali ke dunia nyata.
Namja berjuluk art of voice itu mendudukkan kembali dirinya di hadapan laptop yang masih berada dalam kondisi yang sama sebelum ia tinggalkan tadi—mengisyaratkan kalau sang evil maknae tidak menyentuhnya sama sekali, menuruti ucapannya tadi.
"Hyung…"
Yesung masih fokus pada apa yang terlihat di layar laptopnya walau ia tetap bisa fokus juga terhadap suara Kyuhyun yang memanggilnya. Dan Kyuhyun masih fokus pada game yang tengah ia mainkan dengan atensi penuh pada hyung yang jauh lebih pendek darinya itu. Kebiasaan mereka, yang agak dianggap aneh oleh yang lainnya.
"Waeyo?"
Diam sesaat sebelum kemudian Kyuhyun membuka mulutnya. "Gomawo…"
Tangan Yesung berhenti bergerak di atas keyboard, namun matanya masih setia memandangi layar laptopnya. "Untuk?"
"Kalau bukan karena kau... mungkin sampai sekarang aku masih akan terus bernyanyi dengan hanya mengandalkan suaraku saja..."
Dan perhatian Yesung kini sepenuhnya teralih pada seorang Cho Kyuhyun—yang sekarang justru hanya mengeluarkan cengiran tidak jelas, sudah teralih sepenuhnya juga dari PSP miliknya.
Sedikit senyum tipis terlihat di wajahnya—hampir tidak terlihat, namun Kyuhyun tahu kalau itu balasan untuk ucapan terima kasihnya.
.
Flashback End.
.
"Yesung-hyung, apa yang kau lakukan di sini?"
Yesung mendongakkan kepalanya tatkala sebuah suara tenor yang agak tinggi memanggilnya, membuyarkan kenangan yang tengah ia putar ulang. Dilihatnya dua orang namja kini tengah berjalan ke arahnya—sambil memegang beberapa kantung plastik. Kelihatannya mereka baru saja dari minimarket dan kebetulannya lewat di taman ini. Tak usah menunggu lama untuk Yesung mengeluarkan senyumnya ketika dua orang yang dikenalnya dengan baik itu telah berada di dekatnya.
Waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam saat itu. Yesung tak menyadarinya sama sekali, ia kira ia hanya menghabiskan waktu beberapa menit saja di tempat ini.
"Wookie-ah, Kyuhyun-ah, apa yang kalian di sini? Tidak tidur, eoh?"
Kyuhyun mendelik kesal. "Yaa! Hyung, jangan jawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi."
Yesung hanya mengedikkan bahunya, tak peduli dengan ucapan Kyuhyun. "Hanya cari angin, kurasa..."
"Yang ada juga masuk angin, hyung, kalau kau keluar dengan pakaian seperti itu tengah malam begini." Kyuhyun menyela ucapan Yesung, membuahkan sebuah deathglare dari sang art of voice—yang tentu saja tidak dihiraukan sama sekali oleh sang maknae.
"Yesung-hyung, kau mau ke dorm?" Ryeowook yang sedari tadi diam, memutuskan untuk menghentikan perdebatan konyol antar hyung dan dongsaengnya itu. Setidaknya sebelum mereka terlibat pertengkaran aneh nantinya.
Yesung mengalihkan pandangannya dari sang evil maknae ke arah sang eternal maknae. "Aniyo, aku tidak mau mengganggu istirahat kalian. Besok kita harus ke Jepang kan?"
Ryeowook mempoutkan bibirnya. Diserahkannya kantung plastik yang tadi berada di kedua tangannya pada Kyuhyun, mengabaikan tatapan protes dari sang maknae yang bebannya bertambah dua kali lipat. Didorongnya tubuh Yesung, memaksanya untuk menuruti ucapannya. "Aku tidak menerima penolakan, hyung. Ikut aku, atau jangan pernah makan masakanku lagi."
"M-mwo?"
.
.
Tepat tengah malam ketika tiga member yang merupakan anggota sub-group Super Junior KRY itu tiba di dorm. Yesung mengerutkan alisnya ketika kakinya melangkah memasuki dorm yang dulu pernah ditinggalinya sebelum ia memutuskan untuk tinggal kembali bersama keluarganya. Tumben sekali tempat ini sepi, mengingat tadi sang eternal maknae mengatakan kalau semua member saat ini belum tidur, yang artinya tempat ini tidak mungkin sepi kalau para penghuninya masih dalam keadaan sadar.
Ragu, ia menggerakkan kakinya mengikuti Ryeowook dan Kyuhyun yang telah lebih dulu masuk ke dalam. Buruk, rasanya benaknya kini dipenuhi oleh firasat buruk yang akan menimpanya sebentar lagi. Hal apa, ia juga tidak tahu. Berharap saja semoga tidak terjadi hal-hal aneh apapun itu.
Hening… dan gelap. Ia baru menyadari kalau suasana sekitarnya terlalu hening ditambah dengan kegelapan yang agak pekat juga telah memerangkapnya. Kedua alisnya semakin berkerut. Ada sesuatu yang aneh di sini dan ia… mungkin sudah bisa menebak dengan apa yang akan terjadi berikutnya—sepertinya.
Masih berjalan perlahan, Yesung baru sadar kalau Kyuhyun dan Ryeowook sudah tidak ada di dekatnya. Terbukti dari tidak adanya suara langkah kaki selain miliknya sendiri. Dirabanya dinding di sampingnya, mencoba mencari saklar lampu. Sungguh, kegelapan ini sangat mengganggunya. Kalau mereka mau iseng, setidaknya cari waktu yang tepat, jangan tengah malam seperti ini—
—tunggu, tengah malam?
Yesung mengambil ponsel miliknya dan melihat sesuatu yang tertera di layarnya. Seulas seringai muncul di wajahnya tatkala ia menyadari sesuatu. Kelihatannya ia mulai mengerti permainan apa yang tengah dilakukan oleh hyung dan dongsaengdeulnya itu.
Kita lihat siapa yang akan termakan permainan ini…
.
.
"Hyung, kuberi tahu saja ya, kalau melihat senyum—walau aku lebih memilih untuk menyebutnya seringai—yang dikeluarkannya itu, rencana kalian tidak akan berhasil." Bisik seorang namja berambut hitam yang memegang dengan erat PSP hitam miliknya ketika dilihatnya seringai yang samar terlihat di wajah sang art of voice karena cahaya yang dipancarkan layar ponselnya.
Namja lain berwajah aegyo menganggukkan kepalanya ragu. "Kurasa apa yang dikatakan oleh Kyu ada benarnya juga, hyung."
Trekk.
"Dan kurasa kalau kalian mau memberiku kejutan, setidaknya usahakan tanpa mengeluarkan suara sedikit pun hingga aku bisa menemukan tempat persembunyian kalian—itu pun kalau kalian masih mau menyebutnya tempat persembunyian."
Suara baritone rendah disertai dengan lampu yang menyala memotong segala pembicaraan yang tengah dilakukan oleh delapan orang yang berada di ruang tengah dan kini malah memasang cengiran tidak jelas.
"Aa… Yesung-hyung…" ujar Ryeowook, terbata.
Leeteuk menghela nafasnya sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya mungkin tidak gatal. "Kelihatannya… kejutan ini gagal total ya, jadi… percuma saja dilanjutkan. Yesungie…"
Yesung mendongakkan kepalanya ketika namanya disebut oleh sang leader. "Nde?"
Leeteuk mendekati sang art of voice dan memeluknya. "Saengil chukka hamnida…"
"Hyung, tiup lilinnya…" ucap Ryeowook sambil memegang sebuah cake berlapis cream berwarna soft yang dihiasi oleh lilin-lilin beraneka warna.
Yesung tertegun, bahkan ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun ketika sang leader sudah melepas pelukannya. Tidak, tidak, bukannya ia tidak senang dengan apa yang disiapkan oleh Leeteuk-hyung dan semua dongsaengnya ini. Ia hanya… yah, merasa… bagaimana ya, sulit untuk diungkapkan. Intinya, ia sangat senang sebenarnya, namun hanya sulit untuk mengungkapkannya.
"Hyungie? Gwaenchana?"
Suara tenor Ryeowook mengembalikan Yesung dari kegiatan melamunnya. "Eh? Wae?"
Ryeowook berdecak perlahan. Sambil mempoutkan bibirnya, ia menyodorkan cake yang ada di tangannya tepat di wajah Yesung. "Ucapkan permintaanmu dan tiup lilinnya, kalau tidak kuberikan cake ini semuanya pada Shindong-hyung."
Shindong berbinar senang mendengar ucapan Ryeowook, berharap semoga saja hyungnya itu memilih untuk terus diam sehinga seluruh cake itu akan berada dalam kekuasaannya.
"M-mwo?" Yesung hanya bisa mengerjapkan matanya beberapa kali. Ini hanya perasaannya saja atau memang dongsaeng yang pernah jadi roommatenya itu sedang hobi mengancamnya hari ini.
Kyuhyun menepuk pundak Yesung sambil mendesah pelan, mencoba bersikap prihatin walau jadinya malah terlihat aneh. "Lakukan saja, hyung. Kau tidak mau kan kalau Wookie-hyung ngamuk dan mogok masak di dorm ini lalu membiarkan aku memasak untuk semua hyung di sini kan?"
Mendengar ucapan Kyuhyun, semua member yang ada di sana langsung bergidik ngeri. Membiarkan sang maknae memasak? Lebih baik mereka tidak usah makan sekalian kalau nyawa mereka harus dipertaruhkan ketika Legenda Sungai Han kembali terjadi. Tidak, tidak, TIDAK. Bahkan kalau di dunia ini hanya tinggal sang maknae saja yang bisa memasak, mereka lebih memilih mati kelaparan sekalian.
"Arra, arra. Jangan katakan itu lagi, kau tidak lihat kalau semua orang di sini sudah berwajah pucat?"
Dan mendengar ucapan Yesung, Kyuhyun hanya mengeluarkan cengiran tanpa dosanya. "Padahal aku ingin melemparmu dengan cake ini tadinya, tapi kau malah mengetahui kejutan ini bahkan sebelum hyungdeul sempat melakukan sesuatu."
Plak.
"Yaa. Hyung, tidak bisakah kau kurangi sedikit kebiasaan ringan tanganmu? Padahal waktu SS3 saja kau masih bisa menahannya…" ucap Kyuhyun sambil memegangi kepalanya dan berlindung di balik punggung Sungmin yang hanya bisa menghela nafasnya.
"Tanganku tiba-tiba gatal, jadinya aku ingin memukul kepalamu. Itu saja." Jawab Yesung, datar. Iris obsidiannya kembali teralih pada cake yang masih disodorkan oleh sang eternal maknae. "Ini untukku?"
"Kau itu memang bodoh atau pura-pura bodoh sih, hyung? Sudah jelas kalau ini untukmu…" sahut Eunhyuk, tidak sabar. Kedua matanya menatap lapar pada cake yang masih utuh tak tersentuh. Kelihatannya sang dance machine SuJu mulai ketularan Shindong dan mulai menganggap rekan sesama lead dancernya itu saingan untuk mendapat potongan cake terbesar—dan terbanyak.
Yesung diam sejenak. Dipandanginya satu per satu wajah para bandmatenya itu. Beraneka ragam ekspresi terlihat di wajah mereka, namun intinya sama—merasa senang dan excited. Dan kesemua ekspresi itu ada karena ulang tahunnya. Bukankah ini… membanggakan? Rasanya membanggakan memiliki mereka sebagai teman, sebagai keluarga yang selalu ada untuknya ketika ia jauh dari keluarganya. Bahkan jauh lebih membanggakan dibandingkan ketika ia memenangkan penghargaan atas namanya sendiri.
Benar, rasanya… tidak ada hal lain yang diinginkannya saat ini, kecuali satu hal. Dan ia tahu kalau keinginannya itu bukan hanya keinginannya sendiri tapi juga keinginan semua member.
Dan bersamaan dengan keinginan yang ia ucapkan dalam benaknya, ia pun meniup lilin yang masih menyala tersebut.
Sepuluh menit lewat dari tengah malam dan keramaian terdengar dari dalam dorm yang kini hanya berisikan delapan orang itu.
.
.
Bukankah ini adalah sesuatu yang sangat diinginkan oleh semuanya? Oleh para member, dan oleh para ELF… Ketika Super Junior kembali menjadi seperti dulu, dengan angka yang menunjukkan kepercayaan dan janji untuk para ELF.
Ketika Super Junior masih berdiri dengan tiga belas orang, ditambah dua orang.
Ketika di panggung Super Show ada tiga belas member yang tersenyum lebar.
Kalian tahu, panggung seluas itu… benar-benar terasa luas ketika hanya ada sepuluh orang di sana—lalu berkurang menjadi sembilan. Padahal dulu, ketika tiga belas orang berdiri di sana, bergandengan tangan, bahkan panggung seluas itu pun terasa sempit…
Kalian tahu…
Rasanya aku merindukan saat-saat itu…
Bukankah ini yang kita semua inginkan? Begitu pun denganku. Karena itu, entah sampai kapan kita menunggu, yang kuinginkan hanyalah group ini kembali seperti dulu.
Kembali menjadi Super Junior yang diinginkan oleh kami dan para peri kami...
.
.
Happy birthday, our lead vocal, an art of voice, Kim Jongwoon—Yesung.
.
"Hei… ayo ke Handel & Gretel…" ajak Yesung—tersenyum lebar pada seluruh member yang ada di sana.
.
.END.
.
