Summary : Aku tak tau mengapa tatapan matanya membuatku semakin tersiksa. Semakin hari, semakin menyiksa bathinku. Tak ada yang bisa menjawab, ada apa dengan tatapan matanya itu. Dan hal itu membuatku semakin penasaran dengan sosoknya yang misterius dan sedikit orang yang mengetahui tentang hidupnya.
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Pairing : NaruSaku
Warning : OOC, Typos, Many Mistakes, Just Story From Me
Genre : Romance? Humor? Mystery? I don't know
DON'T LIKE, DON'T READ
.
.
.
Ah, ini sudah sebulan lamanya. Tapi, tatapannya masih saja mengusik pikiranku. Aku tak tau mengapa, dia selalu menatapku dengan tatapan yang sama. Menyedihkan dan terasa menusuk. Namun, setiap kali aku menyadari tatapan matanya. Dia sama sekali tak menyapaku, melainkan dia selalu tampak ingin menghindariku. Semakin hari, tatapan itu semakin menyiksa bathinku. Tak ada yang bisa menyawab, jika aku mengajukan pertanyaan tentang tatapan matanya itu. Dan itu semakin membuatku penasaran dengan kepribadiannya yang cenderung tertutup dan tak banyak yang mengetahui bagaiman kehidupannya. Dan rasa penasaranku semakin besar untuk mengetahui semua hal tentang dirinya.
Setiap jam istirahat, dia selalu menghabiskan waktu berdiam diri di balkon sekolah. Pada pelajaran terakhir, dia selalu bolos dan menikmati waktu senja di atap sekolah. Dia selalu memakan mie instan, bahkan ia tak makan apa-apa jika stok mie instan sudah habis. Saat pelajaran olahraga, dia selalu di minta masuk dalam tim basket. Tapi, ia selalu menolak. Padahal sebelum pulang sekolah, ia selalu bermain basket di gedung olahraga sendirian. Aku tak mengerti kenapa, ia tampak lebih suka menyendiri. Yang kudengar dari teman-teman, sewaktu SMP dia memang sudah seperti itu. Tapi, dulu dia masih aktif dalam kegiatan klub basket. Bahkan ia pernah membawa klub basket juara satu di pertandingan antar sekolah tingkat SMP.
"Sakura?"
Aku tersentak kaget kala namaku di panggil tepat di sampingku. "Ten-ten?"
"Kau masih menyelidiki tentangnya? Apa kau tidak bosan? Dia itu sulit untuk di dekati, meskipun dia tampan" ujar gadis berpenampilan ala gadis china tersebut sambil menatap seseorang yang sedari tadi kuperhatikan.
"Bukan begitu, aku hanya penasaran dengan tatapan matanya itu" seakan menusuk jantungku, menyakitkan dan seakan sudah mati. "Apa kau yakin? Aku tak begitu dekat dengannya dulu?"
Ten-ten –nama gadis di sebelahku itu menghela nafas sebelum kembali menatap wajahku yang masih menanti jawaban darinya. "Dulu, sebelum ingatanmu menghilang, kau sama sekali tak pernah menyapanya, kau juga tak pernah sekalipun menceritakan tentang dia padaku. Kalian tak tampak seperti 'begitu dekat' yang seperti kau tanyakan"
Ya, selalu jawaban itu yang keluar dari orang-orang di sekitarku jika aku bertanya dengan tema yang sama. Ingatanku tentang semua orang semakin hari semakin pulih, tapi tidak dengan lelaki berambut pirang itu. Mungkin yang dikatakan Ten-ten ada benarnya juga. Tapi, rasa penasaranku masih saja membelenggu pikiranku. Setiap hari, tatapan matanya seperti telah memenjarakanku dalam dunianya yang sama sekali tak kuketahui.
"Sakura?"
"Ya?" aku tau, semua orang sangat mencemaskanku semenjak kejadian aku yang ditemukan bersimbah darah dan tak sadarkan diri di gudang perusahaan yang telah lama terbengkalai. "Tenanglah, aku baik-baik aja kok, Ten-ten"
Meskipun aku berkata seperti itu, dari raut wajahnya, Ten-ten masih mencemaskanku. Bagaimana tidak? Kemarin aku hampir diculik orang yang mengaku kenal denganku. Karena aku amnesia, jadi aku percaya-percaya saja. Untunglah, Kakashi-sensei melihatku yang hendak masuk kedalam mobil si penculik. Kalau tidak, mungkin saja Oto-san dan Oka-san sudah jatuh pingsan mendengar kabar aku yang di culik.
"Kali ini, percaya padaku. Aku akan baik-baik saja, jadi jangan mencemaskanku"
Mau tidak mau, Ten-ten hanya bisa menghela nafas dan mengangguk lemas. Semenjak kejadian aku hampir di culik itu, Ten-ten sudah seperti bodyguard yang diutus oleh Oto-san, ya paling tidak jangan sampai aku terkena masalah karena ingatanku yang masih belum pulih. Makanya, setiap aku mulai menghilang dari pandangannya, dan Ten-ten akan cemas setengah mati mencari keberadaanku.
Apalagi, dari yang kudengar, dulu aku ini memiliki banyak musuh. Kalau tiba-tiba aku di kurung di gudang oleh orang yang membenciku bagaimana? Itulah alasan pertama Ten-ten untuk mengawasiku terus selalu di dekatnya. Meskipun dia seperti sedang menjaga anak kecil, terkadang ia selalu memintaku bercerita padanya. Apapun itu, agar kejadian-kejadian tak terduga padaku tak terjadi lagi.
"Sudahlah, ayo kita ke kelas. Sebentar lagi, jam pelajaran selanjutnya akan di mulai"
"Hm, jam mengajarnya Itachi-sensei ya?" tanyaku dengan antusias, Ten-ten langsung menatapku dengan curiga.
"Kau hilang ingatan, tapi masih ingat perasaanmu pada orang yang kau sukai ya?" Kata Ten-ten tersenyum kepadaku.
Sebenarnya aku tak ingat pernah menyukai lelaki yang memiliki fans siswi terbanyak di sekolah ini, setelah Kakashi-sensei. Aku hanya pernah mendengar, kalau dulu aku sangat tergila-gila dengan sensei berambut raven tersebut. Jika difikir-fikir, sebenarnya Itachi-sensei tak setampan yang dikatakan oleh siswi-siswi lain. Mungkin karena dia ramah dan cara mengajarnya juga asik. Aku lebih tertarik dengan lelaki berambut pirang itu.
"Hayo! Lagi mandangi siapa tuh?" astaga! Hampir saja, untung aku tidak punya riwayat penyakit jantung.
"Karin, kau mengejutkanku!" seruku menepuk pundaknya.
Ini sudah kebiasaan Karin sejak dulu, dia selalu mengejutkanku saat aku lengah. Saat di rumah sakit saja, dia juga sering mengejutkanku ketika sedang menjengukku.
.
.
.
Flashback On
Hari itu, hari dimana aku dirawat inap selama tiga hari. Banyak yang telah menjengukku yang masih terdiam di tempat tidur. Aku tak ingat, mengapa aku di bawa ke gedung dengan corak putih –silver ini. Yang kudengar dari orang-orang yang bekerja di tempat ini, ini adalah rumah sakit dan aku dirawat karena kepalaku ditemukan bersimbah darah di perusahaan tak terurus di tepi kota. Karena itu, kepalaku diperban. Dan yang datang menjengukku akhir-akhir ini, sama sekali tak kukenali. Ada yang mengaku orangtuaku, kakakku. Tapi, saat aku berkata "Kalian siapa? Aku tak mengenal kalian" mereka langsung histeris, apalagi wanita paruh baya yang mengaku bahwa dia Oka-san ku itu hampir setiap hari menangis menatapku yang sama sekali tak mengenalnya.
Tok! Tok!
"Sakura, teman-temanmu dari sekolah datang menjengukmu" ah, itu dia orang yang kumaksud. Setidaknya hari ini wajahnya tak sedih lagi, meskipun masih ada kerutan di keningnya.
Setelah ia masuk, dari belakang ada beberapa orang ikut masuk membawa beberapa bingkisan. Buah-buahan. Mereka mengenakan baju yang sama, mungkin itu yang namanya seragam. Tetapi, seragam mereka berbeda dengan pegawai disini.
"Hai, Sakura. Bagaimana kabarmu? Sudah agak baikan?" Tanya seorang gadis berkepang ala gadis china padaku. Aku tak langsung menyahutinya, aku hanya menatapnya. Lalu, tiba-tiba..
Puk!
"Hayo! Kenapa melamun? Kau ini, mentang-mentang dirawat oleh dokter yang tampan, pura-pura tidak kenal kami" hampir saja aku lupa caranya bernafas. Gadis berkacamata ini tiba-tiba saja mengejutkanku yang masih berusaha mengingat gadis yang masih menanti jawabanku itu.
"Maaf ya, anak-anak. Ibu lupa bilang, kalau sebenarnya Sakura sekarang sedang…"
"AMNESIA?!" seru mereka dengan serempak. Untung, gendang telingaku tak rusak.
Belum juga Oka-san-ku selesai bicara, mereka sudah memotong omongan wanita itu. Berisik sekali mereka. Harusnya mereka lebih tenang jika mau menjengukku, sudah tau ini rumah sakit. Setidaknya, hargai pasien di ruang sebelah.
Sedangkan, Oka-san hanya mengangguk lemas. Sepertinya Oto-san sedang keluar, biasanya jika ada yang datang menjenguk. Dia selalu berjaga di samping tempat tidurku.
"Oka-san? Bisa suruh mereka keluar? Mereka berisik sekali" ujarku mengalihkan pandangan mataku keluar jendela rumah sakit.
Sedangkan mereka yang kuminta keluar dari ruangan tempatku dirawat hanya termanga mendengar ucapanku. "Maklumi saja ya, anak-anak. Sebaiknya kalian keluar, biarkan Sakura beristirahat"
"Baiklah, ini bingkisan dari kami. Maaf, yang lain tidak bisa ikut menjenguk" kata gadis berkepang itu sambil memberikan bawaannya kepada Oka-san.
Setidaknya mereka membawa buah-buahan. Aku jadi ingin memakannya. "Kami pulang dulu ya, Sakura? Semoga cepat sembuh"
"Hn" sahutku mengabaikan senyuman mereka.
Flashback Off
.
.
.
"Kau masih saja suka mengejutkanku" gerutuku mendahului langkahnya. Sedangkan dia tertawa mengikutiku dari belakang.
"Sedangkan kau, masih saja penasaran dengan lelaki berambut pirang itu. Ah, siapa namanya, Ten-ten?" tanyanya tak lupa menyapa Ten-ten.
"Naruto, hanya Naruto. Tidak diketahui nama keluarga, ataupun kerabat dekatnya" jawab Ten-ten mengingat-ingat seputar lelaki berambut jingkrak itu.
Kalau tidak salah, Ten-ten dulu satu sekolah dengannya. Namun, tak sekelas. Jadi, ia tak terlalu mengenal betul bagaimana Naruto itu. Sama sekali tak membantu. Cih! Menyebalkan sekali.
.
.
.
Teng! Teng! Teng!
Setidaknya, aku harus tau rumahnya. Jadi, aku bisa bertanya pada tetangganya kan?
Ah, itu dia! Aku harus mengikutinya sampai rumah! Arah rumahnya berlawanan dengan rumahku. Gawat! Dia melirik ke belakang! Sembunyi. Sembunyi!
Grasak!
Aduh, bodoh! Harusnya aku lebih tenangkan? Ini malah berisik begini. Coba kulihat sebentar. Ah, dia sudah pergi. Aku juga harus cepat mengejarnya. Itu dia! Belok kiri. Hm? Dia lari, sial! Aku harus mengejarnya. Huh! Cepat sekali larinya. Gila! Aku lelah sekali. Eh? Tunggu, tadi dia kan belok ke sini, kan? Nah, dia sekarang dimana? Atau aku salah ikutin orang? Tidak! Tidak mungkin. Aku yakin itu dia kok. Perasaanku, tadi Naruto lewat sini kok. Atau jangan-jangan dia sudah menyadari aku yang mengikutinya dari belakang?
Yaaah! Aku memang gak ahli jadi STALKER sih. Ya sudahlah, sebaiknya aku pulang saja deh. Dan aku putuskan untuk jalan memutar. Eh, bentar. Arah pulang ke rumahku jalan mana? Yang kanan atau yang kiri? Ehm, mungkin kanan. Tapi, rasaku lewat jalan kiri deh. Aduh, gawat! Bagaimana mau pulang kalau kayak gini? Oh ya, handphone! Aku telpon Oto-san saja, minta jemput aku ke sini. Loh, loh, loh? Baterai lemah, yaaa matikan? Uhm, gimana ini? Oto-san, Oka-san, tolong aku! Hp juga pakai acara habis baterai pula. Sekarang udah sore, bentar lagi malam. Mana orang sudah gak ada yang lewat sini lagi. Eh, itu ada cahaya! Lampu taman? Di tempat seperti ini ada taman? Aneh.
Trsiii-ing!
"Aneh sekali, hahah!"
Adu-du-duh! Ke-kepalaku sakit! Argh! Apa itu tadi? Ingatanku dulukah? Tapi, masih buram. Aku belum bisa mengingatnya dengan jelas.
Puk!
Hm? Seperti ada yang menepuk pundakku? Dan saat aku berbalik badan, tampak seorang gadis kecil yang berwajah datar sedang menatapku.
"Ada apa adik kecil?" ucapku sambil merendahkan tubuhku.
Sedangkan dia hanya terdiam menatapku, seperti bingung. Atau mungkinkah dia baru saja terpisah dari orangtuanya? Dan bermaksud minta tolong kepadaku.
"Apa kau terpisah dengan orangtuamu dan tersesat?" tanyaku menepikan poni gadis berambut ekor kuda itu.
Dia langsung menggeleng tanpa ragu saat kuajukan pertanyaan itu. "Lalu?"
Mendengar ucapkan, dia langsung mengeluarkan sebuah buku gambar A4 dan sebuah spidol warna hitam dari ransel yang ia sandang. Sepertinya ia sedang menulis sebuah kalimat. Uhm…
'Apa kau lupa padaku, Saku-chan?''
Deg!
A-apa? Dia mengenalku? Dia tau namaku? Ta-tapi, aku sama sekali tak bisa mengingat siapa gadis kecil ini. Siapa ya? Aduh, ingatan! Ayolah bantu aku.
"Maaf ya adik kecil, kakak mengalami kecelakaan dan sebagian ingatan kakak hilang" sahutku mencoba tersenyum lembut padanya.
Namun, sepertinya jawabanku tak membuatnya puas. Dia masih kukuh mempertahankan bibirnya yang mengerucut. Dia masih cemberut dan menatapku tak percaya. "Ah, siapa namamu?"
Aku harus mengalihkan pembicaraan, setidaknya bisa menghilangkan rasa kecurigaannya padaku. Dan lihat, dia kembali menulis sebuah kata lagi.
'INO'' nama yang indah, sederhana dan mudah di ingat. Setidaknya mengurangi beban otakku untuk mengingat orang-orang di sekitarku. Tapi, kenapa aku masih belum bisa mengingat siapa gadis ini ya? Aduh, memanglah. Sulit sekali menjadi orang yang lupa ingatan ini.
'Apa kau juga lupa tentang Naru-nii?''
Tunggu! Itu! Mataku langsung mengerja saat tulisan tangan Ino berubah, kini ia membicarakan seorang lelaki yang masih misteri bagiku.
"Apa kau mengenal Naruto?"
Dan ia menggangguk.
"Bagaimana kau mengenalnya?"
Ino menghela nafasnya sejenak, sebelum kembali menorehkan tinta hitam di buku gambar miliknya. 'Aku itu adiknya, sepertinya kau memang lupa tentang Onii-kun'
Ternyata benar, aku dan Naruto memang saling mengenal. Bahkan adiknya mengenaliku. Apa kami sedekat itu? Tapi, mengapa selama ini ia tampak acuh saja? Sama sekali tak pernah mencoba menyapaku. Atau berusaha mengingatkanku tentang dirinya.
'Cobalah untuk mengingat Onii-kun kembali, aku mohon padamu' sambung Ino kembali menulis isi hatinya untukku. Dan aku hanya bisa tersenyum lalu membelai rambutnya yang pirang itu dengan lembut.
"Aku sedang berusaha, Ino. Jadi, maukah kau membantuku untuk mengingat semuanya kembali?" dan Ino langsung tersenyum lebar mendengar ucapaku itu. Dia pun langsung mengangguk dengan pasti. Manisnya. Boleh bawa pulang tidak?
"Nah, sebaiknya kau kuantar pulang sekarang. Aku yakin, Naruto pasti mengkhawatirkanmu" ajakku sambil berdiri dan menggenggam tangan kecil miliknya.
Staak!
Tiba-tiba saja, ia melepaskan genggaman tanganku. Dan raut wajahnya berubah pucat. "Ada apa Ino?"
Hm? Kenapa ia masih kembali menulis? 'Sebaiknya kau tak usah mengantarku pulang, itu demi keselamatanmu' setelah ia menulis tulisan itu, dengan cepat ia berlari meninggalkanku sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa ia melarangku mengantarnya ke rumahnya? Padahalkan itu kesempatanku bisa mengetahui rumah Naruto. Ah, sial!
'... Itu demi keselamatanmu …'
Apa maksud kata-katanya itu? Ah sudahlah, aku pulang saja. Aku lelah memikirkan ini semua.
"EEEEEEEEHHHHH?!"
Aku kan gak tau arah pulang. Bodohnya aku! Harusnya aku Tanya pada Ino, mungkin saja dia tau kan? Uhm hummm, pokoknya aku harus kejar Ino. Aku harus tanya padanya, jika tidak aku bisa menginap semalaman di taman ini. Tidaaaak!
"Ino, ukh! Tunggu! Aku tersesat! Aku hanya ingin tau jalan pulang!"
Ah, tak terkejar. Larinya cepat seperti kakaknya, Naruto. Sepertinya mereka berbakat jadi atlet olahraga lari cepat deh. Atau aku yang lambat ya? Ah, dia berbalik?
'Ikuti aja jalan itu, lurus saja! Nanti kau akan menemukan halte bus, tenang saja. Jam sekarang masih ada satu bus jemputan'
Lalu, ia pergi lagi. Berlari lagi dengan cepat.
"Terimakasih, Ino! Ailapyu"
.
.
.
.
.
Hari berikutnya
Aku masih merasa aneh dengan kejadian di taman sore kemarin. Aku hanya mengingatnya sekilas. Sepertinya aku sedang mentertawakan sesuatu. Tapi, apa?
Buk! Buk!
Apa itu? Asalnya dari gedung belakang sekolah? Sepertinya ada yang membuat kelompok brandalan itu marah. Siapa ya? Dengan hati-hati, aku mengintip dari sudut dinding sekolah. Ah, tidak kelihatan. Tertutup sama teman mereka yang gemuk itu. Sial! Apa aku yang pendek kali ya? Hm, tapi kalau ini sih namanya pengeroyokan. Sebaiknya aku panggil guru aja deh. Tapi, kekejar gak ya?
"Eh, pirang! Kau jangan sombong, mentang-mentang pernah jadi andalan tim basket saat SMP"
Wah, sepertinya seru nih. Bentar lagi ah, aku mau lihat dulu. #Gubrak! Wah, yang rambut merah itu tampan. Tapi sayangnya dia termasuk kelompok sangar semacam itu. Dia mau apa? Kenapa dia maju mendekati orang yang mereka kroyok? Tidak! Jangan kau pukuli dia. Jangan rusak imejmu. #Sebenarnyakaumemihakpadasiapa?
"Apa sebenarnya maumu? Kenapa kau menolak masuk tim lagi? Kau dulu tak seperti ini, Naruto!"
Oh, syukurlah. Eh? Sepertinya tadi ia mengatakan nama lelaki di depannya tadi. Aku tak dengar. Coba ulang lagi.
"Aku mohon padamu, kami sangat membutuhkanmu dalam tim" wah, si rambut merah tersenyum. Tampannya! #Woy!
Pletak!
Hm? Kasar sekali. Kenapa lelaki itu? Kenapa dia menepis tangan si rambut merah?
"Sudahlah, Sasori. Sepertinya dia memang tak bisa diajak bicara baik-baik" kata temannya seorang lagi. Oh, si rambut merah itu namanya Sasori.
"Cih!" setelah sekian lama, akhirnya orang yang mereka tindas angkat bicara. Walau cuma satu kata saja. "Aku tak ingin membusuk dalam tim kalian"
"Kurang ajar! Jaga mulutmu!"
Ah, tidak! Tidak! Tidak! Mereka mau mengeroyok lelaki yang tak dapat kulihat itu. Bagaimana ini? Bagaimana? Ah!
"Pak! Disini pak! Ada perkelahian" seruku agar mereka dapat mendengar suaraku dengan jelas.
"Ah, sial! Ada yang mengadu. Ayo, Sasori! Kita tinggalkan dia sendiri"
Yeay! Sepertinya mereka percaya dengan seruanku yang palsu itu. Kalau menunggu guru, mungkin dia sudah babak belur. Mending si brandalan itu aja kukerjai. Emang enak? Huh! Sok berlagak sih kalian, mentang-mentang tim basket. Eh, tunggu! Aku harus menolongnya. Loh? Dia kemana? Minimalkan aku harus membantunya ke ruang kesehatan. Ah itu dia!
"Hei, tunggu! Biarkan aku membawamu ke ruang keseha.. tan?" rambut pirang dengan wangi citrus ini? Ah, Naruto.
Benar, saat kupanggil. Lelaki berbadan tegap itu berbalik menatapku dan menghentikan langkahnya yang tertatih. Ya ampun, wajahnya terluka. Tapi, tiba-tiba saja langsung mengalihkan wajahnya dan menghela nafas berat. Dan kembali melangkah.
"Hei, tunggu! Luka di wajahmu itu harus di obati! Jangan sepelekan hal seperti itu"
Aku berjalan lebih cepat dan menghentikan langkahnya. Aku menghalangi jalannya, agar dia tak menghiraukan aku lagi.
"Kau ini! Ayo, kuantar ke ruang kesehatan!" seruku sambil menyeretnya menuju gedung sekolah dan masuk ke ruang kesehatan. Disana sudah menunggu seorang wanita muda berjas putih sedang duduk menikmati secangkir the
"Uhm? Ada apa, Sakura? Wah, apa ini ulahmu? Apa lelaki berambut pirang ini menyakiti perasaanmu sampai kau membuatnya terluka begini?" ucap wanita muda itu menggodaku yang tampak kesal.
"Bukan, yang membuatnya terluka begini itu anak-anak tim basket. Mungkin karena si pirang ini terlalu sombong" tukasku tak kalah angkuhnya.
Sedangkan wanita muda yang berprofesi sebagai guru kesehatan di sekolah ini hanya tersenyum dan mengobati luka-luka di wajah Naruto. Ah, sayang sekali wajahnya itu lecet.
"Sakura, tolong ambilkan barang yang itu. Yang di dalam lemari paling atas" pinta Shizune-sensei -nama wanita muda itu, menunjuk sebuah barang di dalam lemari paling atas.
Dan aku menatap barang itu, lalu mengambilnya. "Yang ini, kan?" lalu aku berjalan mendekati Shizune-sensei yang langsung mengangguk saat aku bertanya.
"Iya, menurut Sakura yang mana lagi? Kan cuma tinggal yang itu" canda Shizune-sensei tertawa kecil namun masih tetap mengejakan kegiatannya.
Trsiii-ing!
"Iya, menurutmu apa lagi? Sini! Dasar cerewet!"
"Gak mau! Coba ambil aja sendiri. Bweek!"
"Awas kau ya?"
Adu-du-duh! Ke-kepalaku sakit lagi! Argh! Apa itu tadi? Eh? Kenapa dengan airmataku? Loh, kok keluar sendiri?
"Ada apa, Sakura? Kenapa kau menangis?" Tanya Shizune-sensei menatapku dengan aneh. "Ah, mataku kelilipan debu. Banyak sekali. Jadi, pedih gini"
Shizune-sensei memberikan kuobat tetes mata. "Jangan di gosok matamu itu, nih teteskan obat mata"
"Ah, tidak terimakasih. Loh, si pirang tadi sudah pergi, sensei?"
Shizune-sensei hanya melirik sebentar kebelakang lalu kembali melihatku. "Sepertinya begitu" aku pun berlari keluar ruangan, eh tunggu! "Terimakasih sudah mengobati, si pirang ya, sensei"
"Sama-sama" sahut Shizune-sensei dengan ramah. Wah, dia memang cantik. Tersenyum seperti itu saja sudah cantik. Siapa ya, pujaan hati yang berhasil menangkap hatinya?
.
.
.
Gyut!
"Naruto, tunggu!" seruku sambil menarik tangannya.
Tiba-tiba saja, dia menatapku seperti tersentak kaget. Maklum saja, namanya juga aku teriak di dekatnya langsung menarik tangannya. Bagaimana tidak kaget? Lalu, di lepaskannya genggaman tanganku darinya.
"Ada perlu apa?" tanyanya acuh, mengalihkan pandangan matanya dariku. Cuek sekali. Ayo, to the point aja Sakura!
"Kenapa kau menghindariku?" apa kata-kata ini sudah cukup buatnya angkat bicara? Seakan-akan aku sudah ingat akan semuanya. Meskipun, aku harus menipunya untuk saat ini.
"Bukankah kau tak mengenaliku? Buat apa aku harus mendekatimu?"
Duar! *suara petir ceritanya*
Meskipun awalnya ia sempat terheran menatapku, namun ia masih dapat membedakan aku yang dulu mengenalinya dengan aku yang sekarang tak mengetahui siapa dirinya di hidupku sendiri.
"Naruto, apa aku berbuat salah padamu dulu?"
Setidaknya tataplah mataku, jangan buang muka begitu. Ah, dia menatapku! Tapi, ada apa dengan tatapan matanya? Kenapa dia tampak seperti merasa bersalah? "Kau tak ada salah, akulah yang salah. Sudahlah, tolong jauhi aku"
Dia meninggalkanku begitu saja.
Lagi? Kenapa dia selalu meninggalkanku dengan misteri yang sama sekali tidak bisa kupecahkan. Oh, kami-sama, kenapa engkau belum memperlihatkan sekilas ingatanku yang sangat jelas tentangnya? Apa yang salah dengan masalaluku bersamanya? Kenapa tak seorang pun yang tau hubunganku dengannya? Kenapa engkau tak beri aku satu pertunjuk? Petunjuk?! Ah, Ino! Iya, aku harus bertanya pada Ino!
Uhm, sebaiknya pulang sekolah saja. Jika aku bolos, bisa-bisa Oka-san pingsan lagi.
Teng! Teng! Teng!
Tak kusangka, siswa-siswi di sekolah ini banyak sekali. Aku seperti melihat ribuan semut dari atas atap sekolah. Yap, bagus! Sekarang semua orang sudah pulang. Sebaiknya aku harus cepat ke taman tempat aku tersesat kemarin.
Sedih ya! Masa julukan taman itu 'tempat aku tersesat kemarin', ya sudahlah. Kan memang itu kenyataannya.
"Sakura, kau mau kemana? Arah rumahmu kan di sana"
Suara ini? Sepertinya taka sing bagiku? Eh!
.
.
.
TBC
Holla~ apa kabar, minna? Sudah lama tak muncul. Hahah? Ceritanya gak jelas ya? Sama menurutku juga begitu #tendang! Uhm? Bulan puasa ini enaknya ngapain ya? Sepertinya menyendiri di kamar itu asik. Ditambah lagi, sambil menikmati hidangan menggugah selera dengan jus jeruk segar ditambah es, wah nikmat! #Woy,lupuasa! Eh, iya ya? Maap, maap, minna! Kebiasaan ngehayal sih XD #rebus!
Sudahlah, yang penting review minna kutunggu dengan senang hati ;) mau fav dan follow pun gak masalah XD #ngareplu!
Last word? SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA, bagi yang mengerjakannya. bagi yang enggak? Ya, selamat aja. Selamat gak dapat berkah yang melimpah di bulan Ramadhan XD #dicincang
