Tittle : Black and Red Stripes
Disclaimer : Death Note -Tsugumi Ohba & Takeshi Obata-
Warning : Typos, OOC characters.
Suatu malam seorang anak perempuan berambut hitam pekat sedang berjalan melewati lorong kecil di suatu tempat yang amat sunyi. Anak perempuan tersebut berjalan dengan amat cepat diikuti dengan beberapa preman yang sedang mauk berat saat itu. Karena takut anak perempuan itu pun mulai berlari melewati tumpukkan sampah dan kayu-kayu yang berserakan di pinggir-pinggir lorong. Tetapi anak perempuan itu berhenti berlari. Dilihatnya seuah tembok tinggi yang menghalangi jalannya. Anak perempuan itu menjadi sangat ketakutan karena para preman yang mengejarnya semakin mendekat.
"Tolong...Tolong!" pekik anak perempuan itu sambil mengharapkan bantuan.
Tetapi nihil. Semakin lama anak perempuan itu berteriak semakin kencang hingga suaranya hampir habis, namun tidak ada seorang pun yang datang menolongnya. Harapan anak itu telah habis, sama pula dengan suaranya. Dan para preman itu semakin mendekat. Salah satu preman yang membawa sebuah belati tajam mulai berjalan ke arah anak itu. Dengan tatapan mata tajam dan senyum sinis yang diberikannya preman tersebut mulai mengacungkan pisaunya ke depan wajah anak itu.
"Sreet...!" pisau tersebut menggores pipi anak perempuan itu. Anak perempuan itu mulai menangis karena saking takutnya. Tiba-tiba dua orang pemuda datang dari arah yang berlawanan dan mulai menghajar para preman yang bergerombol di sekitar anak perempuan malang tersebut. Salah satu dari kedua pemuda itu, yang memiliki rambut berwarna merah kecoklatan mulai menarik tangan kanan gadis malang itu keluar dari lorong sementara pemuda satunya membereskan para preman tersebut satu persatu.
Dimasukkannya anak perempuan itu ke dalam mobil milik pemuda berambut merah itu, diikuti dengan seorang temannya yang telah selesai menghabisi para preman tadi. Sesaat setelah mesin mobil mulai dinyalakan mereka langsung melaju dengan kencang melewati jalanan malam yang sepi itu menuju sebuah apartemen kecil yang terletak di suatu tempat yang tidak diketahui namanya.
Setelah sampai, pemuda berambut merah tersebut langsung menggendong keluar anak perempuan yang diselamatkannya tadi tanpa memperdulikan perasaan takut yang sedang dirasakannya anak perempuan itu. Anak perempuan itu mulai memberontak namun tidak berhasil karena pemuda berambut merah itu cukup kuat untuk menahan anak itu di gendongannya.
Mereka lalu memasuki sebuah kamar nomor 14 yang terletak di lantai dua. Didudukannya anak perempuan itu di seubah sofa lama yang terletak di ujung ruangan sesaat setelah mereka masuk. Anak perempuan itu masih merasa sangat ketakutan. Wajahnya terlihat begitu pucat dan berkeringat.
"Apa kau baik-baik saja?" ucap pemuda berambut merah misterius yang telah menolongnya itu sambil melontarkan sedikit senyum ke arahnya. Dan dilihatnya anak perempuan itu hanya mengangguk.
"Omong-omong, namaku Matt." sambung pemuda berambut merah itu.
"Dan temanku yang beramut pirang itu namanya Mello" ucap Matt lagi.
Anak perempuan itu dapat bernafas lega mengetahui orang yang telah menyelamatkannya bukanlah orang yang jahat. Ia lalu membaringkan tubuhnya di atas sofa. Dirabanya pipi kanannya yang terkena pisau preman tadi dan rasa sakitnya masihlah terasa. Matt yang secara tidak sengaja melihat luka itu langsung menyuruh Mello untuk mengambilkan kapas, alkohol dan obat antiseptik dari dapur.
Pertama-tama Matt membersihkan luka anak itu perlahan-lahan menggunakan kapas yang telah ditetesi sedikit alkohol dan setelah itu mengoleskan obat antiseptik di pipinya. Anak itu hanya diam dan tidak melawan. Dapat terlihat jelas bahwa anak perempuan itu sangat kelelahan. Setelah selesai mengobati luka anak itu Matt lalu mulai bertanya kepadanya...
"Siapa namamu dan dari mana asalmu?" tanya Matt pelan.
"Namaku Yuki dan aku berasal dari sebuah panti asuhan bernama Wammy's House" jawa anak perempuan itu dengan nada lirih.
"Benarkah kau berasal dari Wammy's House?" tanya Matt dengan tidak percaya. Dan lagi-lagi anak itu hanya mengangguk.
"Apa yang kau lakukan malam-malam begini? Tidakkah kau tahu bahwa sangatlah berbahaya untuk keluar pada malam hari seperti ini?" ucap Matt kepada Yuki.
"Aku melarikan diri dari panti asuhan karena tidak ingin menjadi penerus L" jawab Yuki ambil mengalihkan pandangannya yang semula mengahadap Matt ke arah yang berlawanan.
"Jadi, kau adalah penerus baru yang telah ditentukan rupanya. Tidak terasa waktu bejalan sangat cepat sampai-sampai penerus baru pun telah ditentukan" ucap Matt sambil melepaskan goggle nya.
"Apakah kau mengetahui tentang hal ini, Matt?" tanya Yuki dengan wajah penasaran.
"Ya, tentu saja aku tahu. Temanku Mello dulu adalah salah satu kandidatnya" jawab Matt sambil menunjuk ke arah Mello yang sedang sibuk mengunyah coklat batangan yang ada di genggamannya.
"Oh...Aku tidak tahu bahwa dulu ada dua orang kandidat. Satu-satunya hal yang aku tahu adalah penerus L saat ini bernama Nate River" ucap Yuki sambil duduk dengan menyilangkan kedua kakinya.
"Tepat sekali, tapi dari mana kau tahu tentang nama asli Near?" tanya Matt lagi dengan sedikit heran.
"Aku pernah bertemu dengannya sekali" jawab Yuki pelan.
"Oh, begitu rupanya...Oh iya, sekarang sudah mulai larut jadi lebih baik kau beristirahat saja di kamarku malam ini, sementara aku akan tidur di kamar Mello" ucap Matt sambil menunjuk ke arah kamarnya yang beerada tepat di sebelah kamar Mello.
Setelah percakapan singkat tersebut, Yuki lalu pergi ke kamar Matt. Kamarnya terlihat agak berantakan, baju-bajunya berserakan ke mana-mana, dan kumpulan kaset video gamenya pun berceceran di lantai. Tetapi Yuki tidak merasa ada masalah dengan keadaan kamar Matt yang seperti itu. Yuki langsung membaringkan dirinya di atas kasur ukuran sedang dengan seprai berwarna biru gelap dengan motif garis-garis berwarna putih. Diambilnya selimut tebal yang ada di atas kasur, lalu ia menyelimuti dirinya dengan selimut itu hingga akhirnya ia dapat tertidur pulas pada malam itu.
Esoknya paginya, Yuki bangun dari tempat tidurnya dan langsung pergi ke dapur. Didapatinya sarapan pagi sudah tersedia. Yuki yang merasa lapar karena belum memakan apapun sejak kemarin langsung duduk di kursi makan dan mulai menyantap sarapan yang ada di atas meja dengan lahap. Lalu ia dikejutkan dengan suara bantingan pintu yang terdengar dari arah ruang tamu. Yuki pun berbalik dan mendapati bahwa Matt sudah berdiri di belakangnya. Alangkah terkejutnya Yuki saat melihat Matt saat itu.
"Ma-maafkan aku telah lancang memakan sarapan pagi kalian..." ucap Yuki lirih.
"Tak apa, lagipula makanan itu memang disediakan untukmu" ujar Matt dengan senyum kecil yang tersungging di wajahnya.
"Mulai saat ini kau akan tinggal di sini bersama kami, karena kami tahu bahwa kau tidak punya tempat untuk dituju. Tenang saja, aku sudah membicarakan tentang hal ini dengan Mello dan dia setuju dengan usulku ini" ucap Matt menyambung kata-katanya.
"Tapi apa tidak akan merepotkan apabila aku tinggal di sini?" tanya Yuki.
"Tentu tidak, kau akan membantu kami di rumah. Lebih tepatnya dalam hal pekerjaan rumah tangga" jawab Mello, yang entah sejak kapan telah berada di dapur itu, sambil tertawa.
Yuki hanya bisa termenung setelah mendengar ucapan mereka berdua. Tetapi di lain sisi Yuki sangat bersyukur karena ada yang ingin menerima dirinya dan pada akhirnya ia tidak berakhir menjadi seorang pengemis di pinggir jalan.
Setelah selesai sarapan, Yuki memutuskan untuk mandi namun ia tidak memiliki baju lagi selain baju yang sedang ia kenakan sekarang. Jadi, Yuki meminjam baju dari lemari Matt dan mengambil baju lengan panjang milik Matt dan sebuah celana jeans panjang yang tergantung di lemari.
Setelah keluar dari kamar mandi, nampaklah Yuki dengan mengenakan baju berlengan panjang dengan garis hitam putih serta celana jeans milik Matt. Baju yang ia kenakan memiliki ukuran yang agak lebih besar dan hal itu membuat Yuki terllihat sangat yang melihat Yuki memakai baju Matt langsung tertawa terbahak-bahak sementara Matt hanya bisa terdiam melihat penampilan Yuki yang seperti itu.
"Yuki, berapa umurmu?" tanya Mello sambil menahan tawanya.
"Umurku 16 tahun, memangnya ada apa, Mello?" jawab Yuki sedikit heran.
"Tak apa, hanya saja penampilanmu itu seperti anak berusia 13 tahun yang mengenakan pakaian kebesaran" jawab Mello yang setelah itu melanjutkan tawanya.
Matt hanya bisa menggelengkan kepala melihat sikap sahabatnya itu sementara Yuki pergi ke kamar untuk melihat wujudnya di depan cermin. Yuki mengakui bahwa penampilannya sangatlah aneh setelah melihat bayangan dirinya yang ada di depan cermin. Setelah itu Yuki lalu mengikat rambut hitamnya yang panjang menjadi sebuah kepangan kuda yang menjuntai ke belakang. Matt begitu terpukau melihat Yuki yang seperti itu dan wajahnya menjadi memerah mendapati dirinya terus-menerus memandangi Yuki.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari pintu depan apartemen mereka. Mello yang sedang duduk di sofa ruang tamu langsung membuka pintunya dan mendapati seorang albino berambut putih dan berpiyama putih sedang berdiri di depan pintu apartemennya. Orang itu adalah Near. Nampak bahwa Near pergi ke apartemen mereka seorang diri, tidak ada siapapun yang mengikutinya. Mello yang memandangi Near dengan tatapan sinis mulai bertanya...
"Ada perlu apa kau kemari, Albino?"
"Aku hanya ingin menemui Yuki, aku tahu ia berada di sini. Benar kan, Mello?" jawab Near tanpa basa-basi.
"Untuk apa kau menemuinya? Bukankan ia tidak mau menjadi penerus L?" ucap Mello dengan ketus.
"Biarkan Near masuk, ia hanya ingin menemui Yuki kan?" terdengar suara Matt dari dalam apartemen memberikan izin kepada Near untuk masuk.
Near lalu masuk dan duduk di atas sofa yang ada di ruang tamu mereka. Yuki yang awalnya berada di kamar langsung berjalan ke arah ruang tamu, dan sambil merasa takut-takut ia akhirnya duduk di kursi yang berada tepat di hadapan Near.
"Apa benar kau tidak ingin menjadi penerus L selanjutnya?" tanya Near kepada Yuki tanpa berbasa-basi terlebih dahulu.
Yuki yang masih belum memiliki persiapan hati untuk menjawab pertanyaan Near hanya terdiam membisu sambil memandangi kaki-kakinya yang menginjak lantai. Suasana pun menjadi begitu hening. Namun beberapa saat setelah itu, dengan kemantapan hati Yuki pun mulai berbicara..
"Benar, aku tidak ingin menjadi penerus L selanjutnya. Menurutku menjadi diri sendiri sudahlah cukup walaupun aku tahu banyak anak di Wammy's House yang ingin menjadi sepertiku. Aku bukanlah orang yang suka dikekang dan aku hanya ingin bertindak tidak atas orang lain melainkan diriku sendiri" ucap Yuki menjelaskan panjang lebar terhadap Near.
"Tetapi siapa yang akan menjadi penerus L selanjutnya? Harus ada yang menggantikan posisiku kelak" ucap Near mencoba membantah ucapan Yuki dengan wajah yang begitu serius.
"Tapi, bekerja seperti itu bukanlah tipeku. Aku tidak terbiasa bekerja menjadi orang lain karena aku selalu melakukannya untuk diriku. Dan apabila suatu saat aku akan menjadi detektif seperti L, aku akan bekerja atas naunganku sendiri dan bukan sebagai L" jawab Yuki dengan ekspresi wajah dingin.
Adu mulut pun dimulai antara Near dan Yuki. Keduanya sama-sama keras kepala untuk mempertahankan argumen masing-masing. Near yang tidak rela penerusnya pergi begitu saja dan Yuki yang sangat menolak keras untuk menjadi seorang penerus terus beradu kata satu sama lain. Mello yang dari awal memang sangat tidak suka dengan kedatangan Near lalu memukul meja yang menjadi pemisah antara Near dan Yuki dengan kedua tangannya.
"Brak!"
"Bisakah kalian berdua berbicara dengan tenang? Jika tidak maka Near, kau akan kuusir dari sini" ucap Mello dengan nada bicara yang mengancam dan raut wajah kesal. Near dan Yuki langsung terdiam.
"Begini saja, Near. Kau relakan saja Yuki dan biarkan dia menempuh jalannya sendiri. Kau kan' bisa mencari penerus yang baru" ucap Matt yang dari tadi hanya memperhatikan ketiga orang yang ada di apartemennya itu.
Near yang merasa kalah lalu mengangguk pelan, dan mengucapkan permisi sembari meninggalkan apartemen mereka. Yuki sekali lagi telah diselamatkan oleh seorang pemuda berambut merah tua kecoklatan yang ia tidak tahu apa-apa tentangnya. Yuki merasa apakah ini takdir untuknya atau hanya kebetulan belaka? Ia tidak dapat memperhitungkannya sama sekali.
Malamnya, Yuki ditinggal sendirian di apartemen. Matt berpesan kepada Yuki agar mengunci rapat-rapat pintu apartemen mereka dan melarang siapa saja untuk masuk. Yuki hanya menuruti pesan yang dikatakan Matt beberapa jam yang lalu kepadanya tanpa ingin mengetahui alasannya,karena menurutnya itu tidak masalah asalkan keadannya aman-aman saja.
Berjam-jam Yuki menunggu Matt dan Mello untuk pulang. Makan malam yang ia pesan pun telah menjadi dingin. Yuki merasa agak cemas dan berniat untuk menghubungi salah satu nomor telpon mereka berdua, tetapi sayang sekali dia bahkan tidak mempunyai nomor telpon mereka berdua. Jadi, Yuki menunggu dan terus menunggu hingga ia akhirnya jatuh tertidur di atas sofa yang terletak di ruang tamu.
Tiba-tiba Yuki dibangunkan oleh suara ketukan pintu yang amat nyaring. Suara ketukan itu terdengar berulang-ulang dari pintu apartemen mereka, nyaring dan terdengar begitu jelas. Di sela-sela ketukan pintu tersebut juga terdengar suara Matt yang memanggil-manggil nama Yuki dan memerintahkannya untuk cepat membukakan pintu. Yuki pun bangun dari atas sofa dan dengan cepat ia membukakan pintu untuk Matt dan Mello. Namun alangkah terkejutnya Yuki atas hal yang dilihatnya tepat setelah ia membukakan pintu untuk mereka berdua. Mello terkulai lesu di punggung Matt sambil berlumuran darah dan wajahnya terlihat sangat pucat.
Matt langsung membaringkan Mello di atas sofa dan mecoba untuk menghentikan pendarahan di bagian lengan kanan Mello. Matt lalu mulai menjahit lengan kanan Mello dengan bantuan dari peralatan yang ala kadarnya. Dapat terdengar jelas rintihan dan teriakan Mello yang memecah keheningan di ruangan itu. Nyaring dan begitu miris, begitulah suara yang terdengar selama setengah jam Matt menjahit lengan kanan Mello.
Sesaat setelah Mello tertidur barulah Matt dan Yuki dapat terlihat lega, dan tanpa memberitahu apa-apa Matt langsung pergi ke kamar Mello untuk berganti pakaian. Yuki hanya terdiam, tidak tahu apa yang harus ia perbuat saat itu. Perasaan takut, panik dan terkejut yang bercambur menjadi satu masih menggerayangi tubuh dan pikiran Yuki.
Matt telah selesai berganti pakaian. Didatanginya Yuki yang terduduk lesu di sambil memandangi Mello yang terbaring di sebelahnya dan ditepuknya bahu Yuki dengan pelan.
"Kemarilah...Aku ingin berbicara denganmu" ucap Matt dengan sisa tenaga yang ia miliki setelah segala kejadian yang terjadi padanya dan Mello malam itu.
Yuki mengangguk dan pergi mengikuti Matt yang berjalan menuju dapur. Sesampainya di dapur Matt langsung menghempaskan tubuhnya di atas kursi yang terletak di dekat meja makan. Diambilnya sebatang rokok dari saku celananya dan mulai menyalakannya. Dihisapnya rokok itu dengan nikmat tanpa mempedulikan akibat dari benda yang dihisapnya itu. Yuki sempat terbatuk-batuk akibat menghirup asap rokok Matt yang mengepul memenuhi dapur. Lalu Matt pun mulai berbicara...
"Yuki...Maaf apabila aku membuatmu menunggui kami begitu lama" ucap Matt setenga berbasa-basi.
"Itu bukanlah hal yang perlu dibicarakan saat ini, maksudku, apa yang terjadi pada Mello? Dan apa yang kalian lakukan pada malam hari?" tanya Yuki tanpa memperdulikan basa-basi yang diucapkan oleh Matt sebelumnya.
"Lengan kanan Mello tersayat belati milik seseorang di bar yang kami kunjungi malam ini. Pada awalnya kami hanya ingin mengintai seorang pembunuh bernama Yamaguchi yang kabur dari Jepang, tetapi rencana kami itu digagalkan oleh seorang pemabuk yang mengacaukan seluruh pengunjung di bar saat itu. Mello yang marah langsung saja menyerang pemabuk itu secara membabi-buta, namun sepertinya nasibnya sedang sial karena pemabuk itu membawa sebilah belati dan mencoba menusukkannya ke lengan kanan Mello tapi meleset" jawab Matt secara rinci dengan raut wajah kesal yang bercampur dengan sedikit penyesalan.
"Dan...besok Mello akan kuantar ke rumah sakit, jadi sementara Mello berada di rumah sakit maukah kau membantuku menangkap pembunuh yang bernama Yamaguchi itu?" pinta Matt dengan sedikit berharap.
Yuki terdiam sesaat dan mengangguk. Lalu ia berkata...
"Baiklah, aku akan membantumu Matt..."
Dan setelah itu dimulailah penyelidikan Matt yang dibantu oleh Yuki untuk menangkap seorang pembunuh kelas atas yang telah kabur dari Jepang, yang bernama Yamaguchi tersebut...
To be continued...
