Disclaimer:

cerita asli dari Bloody Monday adalah milik Ryo Ryumon dan Megumi Kouji (komiknya sudah terbit di bawah lisensi level comics di Indonesia).

vocaloid milik Yamaha, Zero-G, Crypton Future Media, PowerFX, INTERNET Co.,Ltd, AH Software, Ecapsule, Sony Music Entertainment, Bplats, dan karakter fisik yang muncul dalam cerita ini berdasarkan gambar-gambar chara vocaloid yang dapat dilihat di vocaloid wiki.

Spoiler:

Ide cerita berdasarkan komik dan dorama Bloody Monday season I dan yang saya baca dan tonton.

Perubahan karakter dan jalan cerita pasti terjadi.

Dikarenakan ReiyKa tidak bisa menggunakan bahasa Rusia maka semua pembicaraan yang seharusnya dalam bahasa Rusia merupakan bantuan dari google translate.

Genre:

Action. Drama. Mature. Psychological. School Life. Sci-fi. Shonen.


Bloody Monday


Suasana gereja St. Forse benar-benar ramai malam itu. Wajar saja sebenarnya mengingat itu adalah malam natal. Meskipun suhu di luar sekitar -18 derajat celcius—wajar, dia berada di tengah wilayah Rusia yang bersalju—tetap saja, orang-orang bersemangat merayakan natal itu.

Suara tawa terdengar di seluruh pejuru aula St. Forse. Wajah penuh senyum dan memancarkan aura bahagia terlihat dimana-mana. Malam itu semua bahagia. Semua tenggelam dalam pikiran bahagia mereka masing-masing.

Karena mereka tidak tahu apa yang akan menimpa mereka sebentar lagi.

Seorang anak kecil sibuk berlari-lari mengeliingi kursi jamaah. Boneka kucing di tangannya bergerak tak tentu seiring dengan langkahnya yang cepat. Bola matanya yang coklat cerah memancarkan semangat tinggi dan sesekali suara tawa terdengar dari mulutnya. Malam ini dia merasa sangat bahagia. Santa pasti akan memberikannya boneka kucing besar yang sudah lama diinginkannya. Santa pasti akan memberikannya karena dia sendiri sudah mengirimkan surat pada Santa.

Ibunya beberapa kali meneriakkan perintah untuk segera berhenti padanya, tapi anak kecil itu sudah tidak begitu peduli. Dia merasa sangat senang sekali. Dia ingin cepat-cepat keluar dari St. Forse dan bermain bersama butiran putih salju yang dingin menyejukkan. Beberapa orang tua menertawai tingkahnya yang lucu dan sesekali mengusap kepalanya lalu memberikannya permen. Saat natal semua orang menjadi baik. Semua orang menginginkan hadiah dari Santa karena itulah mereka bersikap baik. Itulah yang selalu dipikirkan anak kecil itu.

Mantelnya yang berwarna merah melambai ke belakang saat dia lagi-lagi memulai perjalanannya mengelilingi aula St. Forse. Pendeta dengan jubah putih telah datang dan duduk di tempatnya, tapi anak itu tidak peduli. Dia lebih suka berkeliling dan mencari pengalaman baru daripada duduk mendengarkan doa panjang. Ibunya pasti marah, tapi ayolah, natal hanya satu kali dalam satu tahun dan ini adalah pertama kalinya dia datang ke St. Forse. Jiwa petualangnya sedang berkobar penuh semangat.

Matanya sibuk menyerap semua pemandangan yang dia lihat. Piano besar dengan tuts putih, meja altar coklat, orang tua dengan topi bundar, biarawati yang mengenakan baju putih panjang, pasangan muda yang saling berpegangan tangan. Dia mulai tertarik pada ruang di samping aula gereja. Pintunya tidak tertutup rapat. Dia bisa melihat ruangan dengan beberapa pilar kayu besar.

Dengan bersemangat, anak kecil itu mendekat dan mendorong pintunya sediit agar tubuh kecilnya bisa masuk dan melihat apa saja isinya disana. Sebuah ruangan dengan lantai kayu serta pilar-pilar kayu besar seperti yang ada di aula tadi. Ada sebuah piano besar di sudut ruangan dan sisanya kosong. Kecuali dua orang, laki-laki perempuan yang sedang berdiri sangat dekat di sudut utara ruangan.

Anak kecil itu merasa dia tidak boleh menganggu acara pasangan muda itu, jadi dia mundur ke belakang dan bersiap keluar dari ruangan itu. Tapi sebuah drama singkat menarik perhatiannya.

"Ey, vy dumayete, vy dolzhny teper' idti?" tanya laki-laki itu.
—Apakah kau memang harus pergi sekarang?

"Da. YA dolzhen!"
—Ya. Aku harus pergi sekarang.

"No, ya lyublyu tebya! Eto zvuk Ridiculus, pravo, tak kak my prosto izvestno v techeniye 7 dney. No ... "
—Tapi aku benar-benar mencintaimu! Oke, ini mungkin terdengar sangat konyol karena kita baru saling mengenal selama satu minggu. Tapi..."

"Vy znayete, chto vashi slova deystvitel'no delayet menya schastlivym!"
—Kau tahu, kata-katamu barusan benar-benar membuatku merasa senang!

Perempuan itu tersenyum dan laki-laki itu langsung merangkulnya.

Ini seperti kejadian di film pangeran dan putri yang aku tonton, pikir anak kecil itu. Dia ingin tahu kelanjutan drama singkat itu, jadi dia akhirnya bersembunyi di belakang salah satu pilar kayu.

Lalu, laki-laki dan permpuan itu berciuman.

Anak kecil itu membeku melihat pemandangan itu. Dia sudah biasa melihat seseorang yang berciuman di film-film tentang pangeran dan putri yang dia tonton. Akan tetapi yang ini berbeda. Lebih cepat dan lebih panas. Bukan ciuman singkat untuk membangunkan putri yang tertidur, bukan juga ciuman lembut penuh kasih sayang. Yang ini lebih bernafsu.

Dia akan dimarahi kalau dia ketahuan mengintip. Anak kecil itu mendadak merasa bahaya yang luar biasa. Dia harus segera kabur dari sana.

Saat dia membalikkan badannya, suara erangan kesakitan mulai terdengar dari belakang. Dia tidak berani menoleh. Tubuhnya mendadak gemetaran. Dia seperti membeku. Lalu suara erangan itu berhenti setelah suara napas berat laki-laki itu menghilang.

Mata anak kecil itu melebar. Suara doa yang mulai dipanjatkan terdengar dari aula di depannya. Anak kecil itu harus mulai memaksa kakinya untuk bergerak, tapi dia tidak bisa.

Kemudian, suara langkah kaki terdengar mendekatinya. Suara hak dari sepatu bot kulit yang bertemu dengan lantai kayu yang dingin mulai terdengar semakin kuat. Lalu tiba-tiba anak kecil itu merasakan sebuah sentuhan di pundaknya. Dia tidak berani menoleh. Dia teralu takut untuk menoleh.

Suara lembut dengan lafal Inggris yang pas terdengar membisikinya. "Chto ty zdes' delayesh', malysh?"
—Apa yang sedang kau lakukan disini?

Anak kecil itu membalikkan badannya dengan takut. Seorang perempuan dengan wajah cantik yang mengenakan mantel coklat panjang sedang duduk berjongkok di belakangnya. Rambutnya berwarna coklat gelap sementara warna matanya lebih muda, senada dengan mata anak kecil itu. Bulu matanya panjang dengan bibir merah merekah yang sangat seksi.

"Vy poteryali zdes'?"
—Apakah kau tersesat?

Anak kecil itu mengeleng dengan cepat. Bola matanya melebar saat melihat laki-laki yang menjadi pasangan perempuan itu sudah terbaring di lantai yang penuh dengan cairan merah yang kental.

"Yest' li chto-to , chto ya mogu pomoch'? Vy ne vyglyadite tak khorosho. Gde tvoya mat'?"
—Apa ada sesuatu yang bisa kubantu? Kau terlihat pucat. Dimana ibumu?

Dia harus lari sekarang. Dia harus pergi menjauh dari perempuan itu sekarang juga.

Perempuan itu mendadak tersenyum lebar.

Lalu suara doa mulai tergantikan oleh suara erangan kesakitan. Jeritan penuh kesakitan terdengar jelas di telinga mereka berdua. Anak kecil itu semakin gemetaran.

"YA dumayu, chto vy mat' umerla . Khm, interesno, chto budet s vami. B'yus' ob zaklad, chto-to interesnoye sluchitsya s vami!"
—Aku pikir ibumu telah mati sekarang. Hmm, kira-kira apa yang akan terjadi padamu? Aku berani bertaruh kalau kau akan mengalami sesuatu yang amat menarik!

Akhirnya bibir anak kecil itu membuka. Suaranya gemetaran dan sangat rendah sampai-sampai dirinya sendiri tidak bisa mengenali suaranya sendiri.

"A... pomoshch' ... menya ..."
—To... to... tolong... aku...

"Hemm? YA ne slyshu tebya moya dorogaya."
—Apa? Aku tidak bisa mendengarmu sayang.

Anak kecil itu memberanikan diri menatap wajah perempuan itu. "Pomogi mne, Santa!"
—Tolong aku, Santa!

Alis perempuan itu terangkat. "Santa? Verite li vy v Santa Moroza? Kak milo!"
—Santa? Kau percaya bahwa Santa Clause itu ada? Kau benar-benar manis!

Air matanya mulai meleleh ke pipinya. "YA ... tak ... zhal' ... zhal' ..."
—Aku minta maaf... Maafkan aku...

Perempuan itu mengusap kepala anak kecil itu. "Pochemu ty izvinyat'sya?"
—Kenapa kau minta maaf padaku?

Air matanya semakin deras. "Tak chto ... izvinite ..."
—Maafkan aku...

Perempuan itu tiba-tiba berdiri. "Net, ya dumayu, kto dolzhen izvinit'sya eto ya, eto ne ya?" Perempuan itu tertawa lebar.
—Tidak. Kupikir yang seharusnya minta maaf itu aku, ya kan?

"Nu, vy znayete, malysh, ya deystvitel'no nenavizhu, kogda ya dolzhen izvinit'sya pered kto-to Tak chto, yesli ya dolzhen vyborom, chto luchshe:. Proshu proshcheniya, ili ya ne izvinyayus', ya dumayu, chto vybor ..." Perempuan itu berjalan beberapa langkah menjauhi anak kecil itu.
—Yaaa, kau tahu, aku benar-benar benci kalau harus minta maaf kepada seseorang. Jadi, jika aku harus memilih mana yang lebih baik: aku minta maaf padamu atau aku tidak perlu minta maaf padamu, aku akan memilih...

Meskipun pandangan matanya mulai buram karena air matanya, anak kecil itu bisa melihat bahwa perempuan itu sedang memegang sesuatu berwarna hitam. Pistol pendek sedang diacungkan padanya.

Anak kecil itu sadar. Seharusnya dia menuruti perintah ibunya untuk duduk di aula bersamanya. Setidaknya, kalau dia memang harus mati malam ini, dia akan memilih mati bersama ibunya yang menyayanginya.

Saat perempuan berambut coklat itu menekan pelatuk pistolnya, anak kecil itu telah menutup matanya dengan pasrah. Serpihan daging serta kulit segera tersebar di ruangan. Aroma amis mulai tercium dan cairan kental mulai membasahi lantai kayu St. Forse.

Perempuan itu menatap anak kecil tadi dengan sorot mata dingin. "Ubit' tebya luchshe dlya menya! Ili, mozhet byt', eto luchshe dlya vas tozhe!"
—Membunuhmu jauh lebih menyenangkan buatku! Atau mungkin, menyenangkan juga buatmu!

Senyum dingin mulai terbentuk di bibir perempuan itu. Seakan tidak terjadi apa-apa, dia melangkah melewati tubuh anak kecil tadi. Tidak ada darah yang mengenai tubuhnya. Dia sudah mengambil jarak aman sebelum menembak tadi.

Tangannya merogoh saku mantelnya dan mengeluarkan ponselnya. Dia menekan salau satu tombol untuk menelepon seseorang yang amat dikenalnya.

"Hello, it's me."
—Halo, ini aku.

Suara dingin menyahut dari saluran di seberang sana. "Yeah, what is your status?"
—Bagaimana?

"Everything should be fine. I do my best of course. Will you give any compliment?"
—Semua berjalan sesuai rencana. Aku melakukan semuanya dengan sempurna tentu saja. Apa kau mau memberikanku paling tidak satu pujian saja?

Suara dingin itu tertawa. "Welll, there is still a long way, you know that? I'll wait for you in Narita. At least, please don't be late."
—Yaaa, tapi perjalanan kita masih panjang. Kau tahu itu kan? Aku akan menunggumu di Narita. Jangan terlambat!

"I won't be late, K!"
—Aku tidak akan terlambat, K!

Perempuan itu memutuskan hubungan telepon dan memasukkan ponselnya ke dalam saku mantelnya lagi.

Matanya berbinar-binar penuh semangat. Tentu saja. Malam ini bukanlah target mereka yang sebenarnya. Jalan masih panjang. Masih banyak yang harus dia lakukan. Masih banyak sekali. Setidaknya mereka telah memiliki alat utama mereka.

Perempuan itu berjalan menuju pintu lain di ruangan tadi yang langsung mengarah ke luar St. Forse. Dia meraih tasnya yang tadi diletakkan di samping tubuh pintu itu. Sebelum dia keluar, matanya melirik tubuh laki-laki tadi. "Thank you for your Bloody X."
—Terima kasih atas Bloody X milikmu!