"Bagus Chan, setelah tersesat di antah berantah mana sekarang mobil kerenmu ini malah mogok!" Baekhyun merutuk diantara ejekan sembari menutup pintu mobil dengan bantingan. Wajahnya tertekuk masam dengan kedua lengan bersedekap di dada lengkap mata memicing menatap pria tingg itu.

Chanyeol tak menjawab. Kap mobil ia tutup kembali lalu menepuk kedua tangannya yang berdebu. Ponsel di dalam kantung celana ia ambil dan mulai melakukan panggilan.

"Sial, malah tidak ada sinyal." Pria tinggi itu memaki sembari ponsel ia tinggikan di udara.

Baekhyun semakin cemberut dan menghentakkan langkah dengan kesal.

"Lalu bagaimana sekarang?" sipitnya menatap langit yang mulai menjingga dan tak sadar mengikuti arah burung yang terbang di atas sana. "Sebentar lagi malam."

"Kita bermalam disini?"

"Kau gila!" Baekhyun melotot.

"Sesekali mencari suasana baru, Baek. Bermalam di mobil mungkin sambil menghabiskan beberapa ronde—"

"Makan rondemu!" kutuk Baekhyun. "Chan please, kita tak berada dalam kondisi pas untuk berbicara tentang nafsumu, oke?" matanya terputar sekali dengan kesal. Chanyeol menyengir lalu beringsut mendekati si mungil dan mengangkatnya duduk di atas kap mobil.

"Jangan marah, kau semakin membuatku bergairah, kau tau?" ujung hidungnya bersinggungan dengan ujung hidung Baekhyun sebelum meraup tipis si mungil itu dalam ciuman. Baekhyun merutuk kesal lagi namun tak menolak ketika Chanyeol membelitnya dalam ciuman lebih dalam.

Kecipak terdengar ketika lunak mereka terpisah bersama tetesan liur pada dagu Baekhyun. chanyeol menyekanya lembut lalu berucap di atas bibir itu.

"Kita cari penginapan untuk malam ini, setuju?"

Ajakan Chanyeol adalah satu dari semua hal buruk yang ada di dunia. Baekhyun tau, ia juga telah beribu sadar akan hal itu namun taunya disinilah ia tetap berakhir. Chanyeol mengatakan tentang perjalanan hiking akhir pekan, memancing di danau yang disertai bumbu-bumbu romansa percintaan di dalam kemah yang membuat Baekhyun seketika lupa daratan bagaimana sialnya pria yang menjadi kekasihnya itu.

Kali ini terulang lagi, kaki gunung masih berada puluhan kilometer lagi dan lihat mobil keren butut Chanyeol malah mogok sedang mereka sendiri tak tau tengah berada dimana sekarang.

Chanyeol telah mencoba berulang menghidupkan mobilnya, Baekhyun rasa sampai kunci mobil itu patah pun si butut keren Park Chanyeol takkan pernah menginjakkan bannya lagi ke jalanan. Keduanya berakhir dengan langkah kaki menapak pada sisian jalan berumput tanpa adanya satupun kendaraan yang lewat.

Lutut mulai terasa keram. Alas sepatu semakin tipis beradu dengan jalanan sedari tadi. Suara jangkrik terdengar samar diikuti hembusan angin malam yang mulai tertiup kencang.

"Oh!" Baekhyun sontak menghentikan langkah kala sipitnya tak sengaja melihat cahaya lampu di ujung jalan sana. Tangannya menunjuk girang dengan senyum lebar nyaris melompat kepada Chanyeol. "Chan lihat!"

"Itu penginapan?" Chanyeol pun sama tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Baekhyun mengangguk haru dan keduanya cepat-cepat melangkahkan kaki dimana cahaya lampu itu berasal.

Homine Motel adalah yang tertulis jelas pada neonbox yang terpasang pada pinggir jalan. Lampu penerangannya sedikit redup, kadang mati-mati hidup namun cukup jelas memperlihatkan jika tempat itu masih memiliki fungsi sesuai namanya.

Motel yang merupakan tempat penginapan yang tengah keduanya cari.

Tempat itu tak begitu besar. Ada tiga lantai dengan beberapa lampu kuning menyala juga dengan dua mobil terparkir pada halaman. Chanyeol mengambil langkah pertama kali, menuju meja resepsionis dan menekan dua kali sekali.

Baekhyun di sampingnya melempar pandangan sekitar, pada bagian bangunan juga lorong pada sebelah kirinya. Di dekat meja resepsionis terdapat tangga menuju lantai dua dihiasi lukisan-lukisan bercampur warna aneh di dalam bingkai.

Baekhyun berjengit sekali dan tak sadar bagaimana tubuhnya semakin merapat kepada Chanyeol.

"Ada apa?" Chanyeol bertanya bingung. "Kau ingin pipis?"

"Yak! Mengapa kau bertanya seolah aku ini anakmu, huh?" Baekhyun mencubit kesal pinggang pria itu. Chanyeol tertawa lalu menjawil hidung Baekhyun main-main.

"Kau calon Ibu dari anak-anakku sayang."

Baekhyun nyaris muntah—benar-benar nyaris jika suara deheman tak menginterupsi niatannya itu. Baekhyun terlonjak kaget dan reflek memeluk pinggang Chanyeol dengan erat.

Seorang pria berada di balik meja resepsionis. Tubuhnya pendek, matanya bulat dengan bibir penuh menatap ramah kepada Chanyeol dan Baekhyun.

"Selamat malam Tuan-Tuan," suaranya menyapa dengan nada serupa. "Adakah yang bisa saya bantu?"

"Ah, kami ingin menyawa satu kamar." Chanyeol berkata.

"Suite room, Deluxe atau standart?" pria itu menawari.

"Er… yang paling murah." Chanyeol menyembunyikan cengiran sedang Baekhyun malah berdecih. Chanyeol acuh mengambil dompetnya dan menarik beberapa lembaran tunai dari sana.

Pria yang bertugas sebagai resepsionis itu memberikan anggukan dan mengetikkan sesuatu pada komputernya. Deretan kunci pada rak ia ambil satu dan menyerahkannya pada Chanyeol.

"Kamar 64 lantai 3." Katanya. "Selamat beristirahat dan menikmati pelayanan Motel kami, Tuan-Tuan." Ia memberikan bungkukan pelan.

"Terima kasih," Chanyeol mengedip genit yang segera dihadiahi oleh cubitan lagi oleh Baekhyun. Pria dengan nama keluarga Park itu mengaduh pelan sebelum merangkul pundak Baekhyun menaiki tangga bersama.

Tak benar menyadari bagaimana pria yang berdiri dibalik meja besar itu tak melepaskan mata barang sedikitpun sedang bibir menarik senyum penuh arti disana.

Ia berbalik badan meninggalkan meja resepsionis dengan ponsel menghubungi seseorang.

"Sekarang bagianmu Jongin sayang…"

Baekhyun terkikik geli ketika Chanyeol menghujaninya dengan kecupan-kecupan kecil pada lehernya. Ia tertawa disela rengekan meminta Chanyeol berhenti namun berbanding terbalik dengan jemari yang semakin erat mengikat helai rambut si jangkung itu.

"Chan sudah—" Baekhyun tertawa lagi merasakan geli merambati tubuhnya. Tangan Chanyeol menjalari tubuhnya kemana-mana, merayap masuk ke dalam baju dan mempermainkan puting dadanya dengan sengaja.

"Chan—"

TOK TOK TOK

Baekhyun mendorong tubuh Chanyeol cepat ketika ketukan pintu kamar hunian mereka menggema. Keduanya saling berpandangan sebelum Chanyeol bangkit menuju pintu sedang Baekhyun membenahi pakaiannya kembali.

Daun pintu Chanyeol dorong buka dan ia temukan seorang pria berseragam serupa seperti penjaga meja resepsionis, berdiri dengan senyum ramah dan membungkuk kecil disana.

"Selamat malam Tuan-Tuan, maaf menganggu waktu Anda." Ia menyapa. "Seperti biasa Motel kami menyediakan penawaran istimewa untuk pengunjung dan beruntung sekali jika kamar Tuan-lah yang mendapatkan vouchernya." Ia menjelaskan dengan semangat menggebu diikuti dengan buku yang ia buka.

"Khusus untuk malam ini, Tuan-Tuan dapat memesan makanan apapun secara gratis!" sambungnya lagi.

"Wah!" Chanyeol terpekik akibat lonjakan senang. Baekhyun segera bangkit dari duduknya menghampiri Chanyeol dan ikut mencermati buku menu yang di sodori oleh karwayan motel itu dengan senyum tertarik sumringah.

"Ada tiga menu makanan istimewa, Tuan-Tuan dapat memilih salah satu."

"Yang nomor 1 terlihat enak," Chanyeol mengomentari. "Nomor 2 juga," sambungnya.

"Nomor 3 juga terlihat lezat." Celetuk Baekhyun.

"Menurutmu mana yang terbaik?" Chanyeol bertanya pada pria yang masih setia berdiri di depan pintu. Matanya melirik pada tanda pengenal, "Karyawan Kim?"

"Nomor 3 adalah menu dengan olahan daging terbanyak Tuan, ini termasuk salah satu menu andalan Motel kami." Jelasnya.

"Kalau begitu, kami pilih nomor 3 saja." Chanyeol menutup buku menu itu dan memberikannya kembali pada karyawan itu.

"Dalam waktu 30 menit menu pesanan Anda akan siap disajikan Tuan." Ia membungkuk lagi sebelum undur diri meninggalkan kamar itu. Suara kakinya menggema sepanjang lorong dengan senyum ramah perlahan berganti dalam seringaian menghubungi seseorang yang lain melalui ponsel di tangan.

"Kyungsoo segera siapkan menu istimewa kita malam ini."

"Tapi tidakkah kau pikir kita beruntung?" Baekhyun bertanya dengan mata memperhatikan Chanyeol yang tengah mengunci kamar sewaan mereka. Lelaki mungil itu bersandar pada tembok dengan lengan bersedekap menunggu respon Chanyeol.

"Aku lupa kau pernah bilang ketiban sial jika terus bersamaku," Chanyeol menahan senyum mengejak.

Baekhyun berdecih pelan, "bukan tentang kau, tapi penginapan ini." Yang lebih pendek berujar. "Kita bahkan memilih kamar paling murah tapi mendapatkan voucher makan gratis juga, kupikir mereka benar-benar berusaha menarik pengunjung kesini." Sipitnya menerawang lagi memperhatikan sekitar. "Setidaknya mereka mengganti beberapa lampu atau mengganti warna catnya yang mulai kusam." Baekhyun mengomentari.

Chanyeol tertawa dengan kunci kamar ia simpan di dalam saku celana. Pinggang Baekhyun ia rangkul kemudian dan mulai menelusuri lorong dan menuruni tangga setelah itu.

Baekhyun lagi memperhatikan beberapa lukisan di dinding dan menyadari sebagian besar warna dasar dari lukisan itu adalah merah, tak hanya lukisan saja—cat dindingnya juga berwarna merah juga.

"Omong-omong lagi mengapa nama motelnya Homine? Apa artinya?" Baekhyun lagi bertanya.

"Haruskah aku bertanya pada petugas resepsionisnya nanti?"

Baekhyun berdecak lagi—sedikit kesal bagaimana cara Chanyeol menanggapi setiap ocehannya. "Seharusnya kau bertanya dimana bengkel terdekat."

"Ah, benar." Chanyeol merutuki dirinya sendiri. "Aku akan bertanya nanti, juga apakah mereka menjual rokok?"

Baekhyun memutar bola mata dan memilih tak menanggapi Chanyeol yang mulai berbicara tentang bungkusan rokok yang ia lupakan di dalam mobil.

"Mereka memiliki kolam juga," Baekhyun memotong dalam gumanan. Dinding kaca pada lantai dua menarik minat Baekhyun akan pemandangan dibalik sana. Warna lampu berkelip terlihat rapuh seolah daya yang tersisa hanya seperenam saja namun masih cukup mampu menerangi Baekhyun untuk menangkap sosok yang berada dibawah sana.

Itu adalah pria yang mereka lihat dibalik meja resepsionis sebelumnya. Langkahnya mengitari pinggiran kolam menuju meja besar pada sisian kiri dengan sebuah troli yang ia dorong. Ia berhenti disana lalu memindahkan apa yang ada di atas troli di atas meja besar itu—

BRAKKK

Lalu suara tebasan pisau mengenai meja kayu terdengar dengan keras.

Baekhyun terlonjak kaget dan melotot untuk melihat apa yang dilakukan oleh pria itu.

"Mengapa? Kau tak pernah melihat orang memotong daging sebelumnya?" Chanyeol bertanya bingung dengan mata ikut memperhatikan minat Baekhyun. Kekasihnya itu menatap Chanyeol ngeri sebelum kembali memperhatikan karyawan motel itu memotong-motong daging di atas meja.

BRAK BRAK

Suaranya masih terdengar keras bahkan sampai ke lantai dua.

"Tubuhnya kecil tapi kekuatannya tidak main-main, lihat caranya bermain pisau." Chanyeol berdecak. "Lihat-lihat." Chanyeol menunjuk ketika pria itu memainkan pisau di udara lalu dalam sedetik menebaskan pisaunya lagi—

BRAK

Dan daging yang membalut tulang di atas meja kembali terpotong menjadi dua bagian terpisah.

"Kuharap masakannya enak," Baekhyun bergidik dalam gumanan. Langkahnya tertarik menuju tangga dan turun pada lantai pertama.

Suasana masih lenggang seperti awal kedatangan mereka. Dua mobil pada halaman masih terparkir dengan lampu neonbox yang berkedip-kedip tiap menitnya.

Chanyeol masih sibuk berguman tentang rokok dan mulutnya yang mulai gatal ingin dicium oleh Baekhyun. Si mungil memilih untuk mengabaikan tiap ocehan itu dan membiarkan minat matanya memperhatikan lobi motel kembali.

Chanyeol menuju meja resepsionis, menekan bel sekali lalu menunggu karyawan motel itu muncul dibalik meja.

"Tuan-Tuan, hidangan Anda akan siap sebentar lagi." Pria yang datang ke kamar sebelumnya muncul dengan senyum lebar yang sama. "Silahkan duduk sembari menunggu menu Anda tersaji." Ia menunjuk jajaran meja pada sisi kanan lobi kemudian.

"Aku ingin bertanya, apakah kalian menjual rokok?" Chanyeol bertanya.

"Tentu saja Tuan," ia membuka rak penyimpanan di dekat jejaran kunci tergantung dan mengambil satu yang Chanyeol tunjuk. Ketika Chanyeol hendak mengeluarkan dompetnya, pria itu menyela cepat dan mengatakan itu juga termasuk pelayanan dalam voucher yang mereka menangkan.

Chanyeol mengumbar senyum lebar sedang Baekhyun bertahan dalam kernyitan keningnya. Langkahnya tertarik pergi meninggalkan meja resepsionis, masuk ke dalam ruangan yang pekerja Motel itu tunjuk lantas duduk pada salah satu meja makan.

Baekhyun sedikit terkesiap menyadari jika pemandangan yang tertangkap di dalam ruangan itu merupakan kolam renang yang sempat mereka perhatikan pada lantai dua. Baekhyun ikut menyadari pula jika meja besar pada sisian kolam tersebut merupakan dapur yang terhubung langsung dengan kolam renang.

Bagian itu lebih luas dari yang Baekhyun bayangkan. Pada meja besar merupakan dapur terlihat lebar dengan berbagai alat dapur tergantung pada kabinet.

Chanyeol datang menghampiri kemudian duduk di sebelah Baekhyun dengan sebatang rokok terselip pada bibirnya. Asap memenuhi udara dan Baekhyun berjengit mengatakan tak suka asap berbau itu menusuk inderanya.

"Chanyeol matikan rokokmu." Baekhyun berdecak sebal kepada Chanyeol. Pria itu acuh dan Baekhyun mendengus sembari bangkit dari duduknya. Ia menuju sisian ruangan, membuka jendela lantas menarik udara dari sana.

Sedetik berlalu sampai inderanya menangkap bau yang lain dan Baekhyun nyaris muntah disana. Jendela ia tutup cepat dengan suara gebrakan keras mengagetkan Chanyeol.

"Hueks!" si mungil itu menekan pangkal hidungnya kuat-kuat. "Bau busuk apa itu?"

"Huh?" Chanyeol berjengit alis. "Ada apa?"

"Bau kolamnya busuk sekali, ya Tuhan! Mereka harus membersihkannya!"

"Baekhyun pelankan suaramu." Chanyeol menegur sembari melirik meja resepsionis yang kosong.

"Serius Chan! Mereka seperti sengaja menumpuk sampah—ah, baunya lebih mirip bangkai. Ya Tuhan, aku tiba-tiba saja hilang selera makan!" Baekhyun membelit perutnya sendiri dengan sepasang lengannya—benar menahan mual yang nyaris melompat keluar dalam bentuk muntahan.

Chanyeol mematikan rokoknya yang baru separuh—menuju jendela dan memperhatikan jeli ke luaran sana. Tidak ada tumpukan sampah—atau bangkai seperti yang Baekhyun katakan. Kolamnya terisi penuh, airnya beriak dalam pantulan lampu. Semua terlihat normal, sampai jendela ia buka dan semerbak bau busuk itu menyapa inderanya segera.

"Benar bukan?" Baekhyun meringis sembari menjauh jendela. Ia berbalik badan bersamaan dengan itu lampu berkelip sekali lalu padam.

"Chan—"

BRAAAK!

"Baekhyun!" Chanyeol melotot dalam kegelapan sedang tangan menari di udara meraih apapun disana. "Baekhyun!" suara beratnya bergaung di udara memanggili Baekhyun namun hanya udara kosong yang ia dapati sebagai jawaban.

SREEETTT

Suara gesekan lantai memecah kemudian.

BRAAAKKK

Chanyeol berusaha keras memicingkan penglihatan—bertarung melawan kegelapan untuk mampu menangkap setitik cahaya disana. Ia melakukannya berulang namun ruang gaung kosong dalam gelap masihlah jawaban yang menemani.

"Baek?" Chanyeol tertatih melangkah hati-hati. Ia menabrak meja beberapa kali sedang tangan lagi berusaha meraih sosok Baekhyun disana.

Lampu berkedip tiba-tiba sebelum akhirnya penerangan kembali mengisi ruangan itu. Chanyeol berkedip sekali berusaha menyesuaikan cahaya yang menusuk indera penglihatannya. Ruangan itu kosong, hanya terisi oleh dirinya sendiri tanpa Baekhyun dimanapun.

"Baekhyun!" Chanyeol memanggil dalam seruan. "Baek—"

"Tuan hidangan Anda telah siap di hidangkan." Kalimat itu memotong seruan Chanyeol. Karyawan motel dengan nama pengenal Kim itu tiba-tiba saja datang—mencegat Chanyeol di depan pintu.

Chanyeol menahan nafas, bukan karena senyum ramah yang berganti dalam seringaian atau juga percikan darah pada wajah rupawannya. Chanyeol pikir bola matanya telah meloncat keluar pun bersama retina menangkap sepotong tangan yang pria itu genggam dan perlahan tersodori padanya.

"Silahkan dinikmati Tuan," pria itu mendekat.

Chanyeol tercekat. Kakinya reflek melangkah mundur, nafasnya seolah hilang perlahan dengan tetesan darah segar menitik langkah yang berasal dari lengan terpotong itu. Chanyeol mengikutinya, pada bagian lengan yang terpotong merangkak naik pada jemari lentik yang pria karwayan itu genggam dan terhenti pada cincin serupa miliknya pada jemari manis pemilik lengan itu.

"BAEKHYUN!" Chanyeol berteriak dalam udara kosong dan tak mampu menahan bobot tubuhnya. Chanyeol tersandung jatuh dan lagi merasakan matanya melompat jatuh kala bersibobrok dengan sosok terbaring dibawah meja, tanpa lengan dan membiarkan darah mengucur derah membasahi lantai dibawahnya.

"Silahkan nikmati hidangan istimewa kami Tuan, kami menamainya dengan Menu Kekasih Cinta."

"ARRRGGGGGHHHHHH!"

"Akhirnya lemari penyimpanan kita terisi lagi,"

"Jangan lupa untuk mengisi botolnya juga."

"Aku tau," Jongin tersenyum lebar. "Aku sudah mengurus bagian itu." Ia menunjuk beberapa botol yang terisi penuh oleh pekat merah lalu menyusunnya rapi di dalam kabinet.

"Sekarang tinggal membuang bagian ini," Kyungsoo menyeka keringat pada pelipisnya sesaat lalu berkacak pinggang menatap ember besar di depannya. Ia merunduk mengambil sisa usus pada lantai lalu membuangnya ke dalam ember pula.

"Kita tak bisa membuang semua usus-usus ini di tempat biasa, baunya mulai membuatku pusing." Kyungsoo menyergit. "Jongin pastikan lain kali kau tidak memukul kepalanya terlalu keras, lihat otaknya malah tercecer seperti ini." Bibir tebal itu mengkerut dalam cerucut. "Otaknya membuat lantai dan dindingku kotor."

"Aku pastikan ini akan menjadi kali terakhir," lelaki Kim itu memberikan cengiran. "Omong-omong aku suka bagian ini," pisau ditangan melayang di udara dan berhenti pada tubuh yang lebih pendek, tepatnya pada paha atas yang berisi lalu menarik garis sampai pinggul juga pantat. "Lemaknya mengisi tempat yang sempurna,"

"Aku tak suka kau melihat tubuhnya seperti itu!"

BRAAAKKK

Kyungsoo menebaskan kapaknya dalam satu gerakan membuat pinggang itu terpisah dari bagian bawah tubuhnya seketika.

"Maksudku lemaknya terlihat enak untuk dipanggang." Jongin menutur cepat. "Jangan marah,"

Kyungsoo mendengus, membuang muka sembari menarik ember berisikan darah itu keluar dari dapur. Ia menyeretnya kepayahan yang segera dibantu Jongin disana.

"Jangan cemberut, kau jadi semakin cantik—"

TINGG TINGGG

"—dan sempurna untuk menyambut tamu kita yang lain."


Cocot:

Egen idenya nongol pas random chat sama presiouca yang ngomongin paketku yg udah 2 mingguan ga sampe2 dan kami mulai beranalisa mungkin kurirnya nyasar entah kemana, kelaparan trus makan orang dan yah inilah dia... '-'

Makasih udah luangin waktu untuk baca, jangan bosen2 dan see ya egen~

Dan ah ya, ada yang tau apa arti Homine? Kalian bisa jawab di review an juga ya :D