Haikyuu © Furudate Haruichi
BL. Genre diragukan. Selamat membaca ~
Katanya, peradaban berada sejalan dengan lumut bermuka. Tapi Tobio lebih memilih untuk memijak setapak kering yang melewati dua pohon pinus besar, mengantarkannya pada satu gudang reyot yang pintunya begembok, daripada menuruti kemana batu-batu taman menuju. Ia kali ini begitu tenggelam dalam rasa antusiasnya sampai botol minum yang menggantung di leher bergoyang-goyang.
Nah, itu pintunya!
Udara yang dingin membuat napas Tobio mengepul, namun ia tak pernah merasa terganggu. Sudah ada lebih dari satu lapis pakaian yang ia kenakan. Tobio tak akan mau jatuh sakit seperti dua minggu lalu karena ia akan segera menjadi setter utama.
Tobio mengeluarkan anak kunci dari balik mantel, dijejalkan setengah gemetar, lalu tersenyum girang ketika akhirnya masuk. Baru saja Tobio merasa kalau sudah mendapatkan tangkapan besar, saat seseorang menepuk pundaknya dan berkata, "Hei nak, apa yang kau lakukan di sini pagi-pagi buta?"
Kuncinya jatuh ke tanah, Tobio berbalik. Anak tiga belas tahun itu belum menemukan kata yang tepat sebagai respon.
"Jalan-jalan? Atau kau menemukan kalau anjingmu tak ada saat bangun?" Alis milik kakek itu terangkat.
"Jalan-jalan," Tobio menjawab ragu setelah berpikir sebentar. Sudut pakaiannya ia remas.
Kakek itu, tetangganya, mendekat satu langkah. Tobio menunduk untuk kemudian menyadari kalau rambutnya yang masih kusut ditepuk. "Kalau begitu sebaiknya kau berada di tempat yang seharusnya, nak. Di sini minim orang lewat."
"Aku akan segera kembali ke jalan besar."
"Benarkah?"
Tobio mengangguk, kali ini wajahnya tampak lebih yakin.
Laki-laki tua itu tersenyum maklum. "Nah, begitu baru benar. Jangan sampai rasa ingin tahumu menguasaimu." Jemari yang tak bersarung tangan ditiup-tiup. "Lekas kembalilah ke jalan raya. Aku harus bersegera ke pasar supaya sayurku laku."
Kepala Tobio bersunggut-sunggut. Kakek itu, berangsur menjauh.
Ah ... kakek yang baik.
Setelah memastikan tak ada bayangan lagi yang bisa ditangkap sel kerucutnya, Tobio lantas berjongkok, mencari sekiranya dimana anak kunci bersembunyi. Ia sibak rumput di tepian papan kayu dan menemukan benda perak itu terselip di antaranya—bersama sebuah sarang laba-laba yang barangkali berlindung dari dingin.
Anak kunci itu diputar, pintu terbuka, dan Tobio masuk ke dalam.
Ia tahu persis apa yang akan menyapanya di balik pintu. Pasti bukan sesuatu yang menyenangkan seperti susu hangat di pagi yang beku, atau selimut tebal berpemanas di atas tempat tidur. Yeah ... Tobio hampir selalu mendapatkan jaring laba-laba menyangkut di kepalanya walau sudah mengingatkan diri beribu-ribu kali agar tak mengulangi siklus yang sama.
Jemari Tobio melepaskan benang abu-abu itu, membuang sejauh yang ia bisa. Sisa gembira masih belum lenyap dari wajahnya bahkan ketika ia putuskan untuk masuk lebih jauh ke dalam.
Tapi sekian detik kemudian, wajah girangnya berubah menjadi seringaian lebar ketika melihat laki-laki di sudut ruangan meliriknya penuh kebencian. Lebam biru di tubuhnya yang telanjang belum menghilang. Tobio lega melihat rantai masih membelit pergelangan kaki kirinya dan kotak makanan yang habis setengah tergeletak di ujung sisi kaki yang lainnya.
Tobio meletakkan wadah minum di lantai.
"Halo Oikawa-san, bagaimana keadaanmu?"
END
A N : Maafkan diriku huhu UwU
VEE
[Lmg/20.02.2017]
