DisclaimerSingeki no Kyojin
adalah buah tangan Isayama Hajime. Saya tidak mengambil keuntungan (finansial) apapun dari fanfiksi ini.
WARNING: ini pwp. Tolong jangan nodai otak kalian dengan karya kotor ini.
Fiksi ini adalah peramai White Day, sekaligus perayaan monthversary pertama dengan Kenzeira.
Ada saatnya aku ingin berganti
Membiarkanmu menari alih-alih aku yang meniti
Ada kalanya aku ingin berubah
Tolong–sekali ini jangan sebut aku bedebah.
"Heichou," suara Eren tertahan sedikit. Kaku, namun mantap. "Ijinkan malam ini aku mendominasi."
Iris gelap itu menusuk tajam. "Memangnya kenapa?"
"Sekali ini saja aku ingin memberi heichou kenikmatan yang sama dengan ketika heichou melakukan–" ludah yang mengumpul di tenggorokan ditelan masuk. "–itu, padaku."
"Bocah," gumam Levi. "Mendengar suaramu mendesah saja sudah cukup untuk membuatku nikmat."
"Bukan begitu–ah, seharusnya heichou tahu."
"Dengar. Kalau kau mau mendominasiku, bicara yang jelas. Jangan seperti motor butut yang ditunggangi saja tidak bisa."
Niatnya Eren ingin melarikan diri, menelepon Armin atau siapapun yang memang lebih pantas tidur di bawahnya–tapi mana mungkin dia melakukan hal serendah itu? Lagipula Levi sudah memberinya kesempatan.
–atau setidaknya, sedikit peluang.
"Kumohon heichou," bujuknya. "Aku tidak akan mengecewakanmu."
Levi menghela napas. Tampaknya ia perlu menyeduh lebih banyak kopi untuk malam ini.
"Biar kita lihat apa kau bisa melumpuhkanku."
–walaupun bayangan Levi yang 'bersedia' melumat penisnya membuat bulu kuduk Eren berdiri.
Gelar 'seme' boleh kausemat
Tapi masa kau juga tidak bisa melumat?
Bukannya aku tidak berani
Walau tubuh ada di bawahmu selama ini
Eren tidak mau terlihat memalukan di malam pertamanya menjadi seorang dominan–mana mungkin ia menjadi seme, tapi tetap dipandu oleh tokoh aslinya?–berbagai website sudah dilahapnya (jujur, Eren terus-menerus mengejang ketika ia memaksakan diri menonton seluruh adegan sensual nan eksplisit, namun dia bisa apa?), begitu pula beberapa buku panduan yang entah sejak kapan menumpuk di lemari buku.
Seorang seme tidak boleh ragu mengucapkan keinginannya
Setahu Eren, poin pertama itu sudah dilakukannya. Oke, ada beberapa hal yang sempat membuatnya terpaku–seperti bagaimana mata tidak ekspresif itu membuatnya melonjak–tapi selebihnya baik-baik saja. Semoga.
Kenakan pakaian yang biasa, namun berkelas. Usahakan mengenakan pakaian yang menunjukkan otot-otot lengan dan kakimu secara tidak berlebihan.
Pakaian tidak akan jadi poin penting di sini. Toh, mereka akan bergulat dalam keadaan telanjang.
Secara teknis, seme bisa disamakan dengan alpha. Pastikan kau–sebagai dominan–menjaga dan memastikan kepuasan pasanganmu.
Aku cinta
Lebih dari ucapan semata
Aku tidak akan celaka
Hanya untuk bertukar sementara, kan?
Pintu kamar ditutup, lalu dikunci. Eren Jaeger sudah memantapkan diri–apapun yang terjadi.
"Untuk malam ini, biarkan aku jadi seme seutuhnya," kata Eren. "Jangan mengomentari apa yang kulakukan–tolong heichou, jangan pelototi aku seperti itu–aku ingin heichou juga totalitas."
Teguk terakhir kafein meluncur mulus di dalam tenggorokan. Levi duduk di tepi ranjang, menghela napas. "Oke."
Untuk kali ini, Levi rela mengalah.
Pria yang lebih muda berusaha menyembunyikan tremor gugup di sekujur tubuh, ketika pelan-pelan ia melucuti kemejanya. Eren beringsut maju ke atas ranjang–dimana Levi sudah berbaring siap–dan mulai melepas kancing seragam Levi.
Bukan salahku kalau aku heran
Kenapa kau begitu ingin bertukar peran?
Masih kurangkah diriku di matamu,
Atau kau ingin ganti menjamu?
Ketika Levi bertemu pandang dengan iris hijau itu, entah kenapa jantungnya melompat.
Ia adalah seorang pendeteksi ulung–oh, siapa yang tidak tahu?–dan ia membenci kenyataan bahwa dadanya terasa nyaris meledak ketika menyadari tangan Eren bergerak menyusuri baris kancingnya.
Ia berdecih pelan, mengumpat 'sial' beberapa kali. Belum pernah seorang Eren terlihat begitu menyerupai predator.
Ketika napas Eren mengembus lehernya, Levi menegang.
"Korporal," si bocah mendesah pelan. Tidak sebagai korban–setidaknya tidak untuk kali ini–namun sebagai penyerang. Bukannya Levi tidak tahu kalau setiap malam pasangannya itu melahap beberapa eksemplar buku panduan. Bukannya Levi tidak menyadari layar laptop yang dipaksa menyala selama duabelas jam sehari.
Eren Jaeger kini menyusuri pinggang–tidak, pinggul–Levi. Bersiap melucuti celananya juga.
Sialan bocah, Levi merutuk. Panduan macam apa yang kauterapkan hingga aku basah sebelum waktunya?
Sekali saja aku pasrah
Rasanya malu, namun mencandu
Memangnya apa yang lebih indah,
Dari sepasang tubuh yang saling memadu?
Eren terengah-engah. Napasnya terasa panas–dadanya juga. Ia mengecup punggung Levi sekilas, Levi mengejang. "Korporal," bisiknya. Poin terakhir pada buku petunjuk kembali membayang. "Apa kau menyukai–tidak–menikmatinya?"
"Kau belum benar-benar 'melakukan'nya'." Kuduk Levi kembali meremang ketika Eren menjilat lehernya. Mana mungkin ia bicara seperti biasa kalau lidah itu terus menerus menggesek kulitnya? "Aku belum klimaks–kalau itu maksudmu."
Kini ganti Eren yang menegang. Lubang anus Levi hanya berjarak beberapa senti dari penisnya–bergesekan namun belum tenggelam–dan, oh, apakah Eren boleh kurang ajar memasukkan miliknya ke dalam sana?
(dan bukan berarti ia tidak merasakan sensasi ngilu-ngilu nyaman ketika mendengar suara serak Levi).
"Kau membiarkanku mati telanjang atau bagaimana?" suara Levi menyetrum Eren kembali pada kesadaran. "Eren."
Oh, sial.
Sial.
Si-al.
Eren merasakan telapak tangannya membeku ketika ia merengkuh tubuh Levi. Tulang panggulnya bergerak maju, membiarkan otot-otot 'alatnya' memasuki lubang anus Levi.
Levi, sebaliknya, hanya menunggu. Biarkan si bocah bereksperimen dengan segala keagresifannya–perlu ia akui, Eren menang dalam hal agresivitas–toh, Levi sendiri menikmatinya. Sang kapten mendecih diam-diam ketika sengatan familiar menjalar di tulang ekor hingga punggungnya.
"Lebih keras lagi," Eren mensugesti diri sendiri.
"Kau bisa. Lakukan–" menyodok lebih dalam. "–lebih lagi."
Kedengarannya bodoh, memang
Tapi ada yang ingin kulihat
Lebih daripada kerlip mata remang-remang
Salahkah kalau aku–memang dan seterusnya akan–lebih kuat?
"Ah!"
Keduanya sama-sama nikmat. Menyodok dan dimasuki. Memasukkan dan menerima.
Eren mendominasi, Levi submisif. Sebuah adegan yang mungkin begitu janggal dilihat–bagaimana seorang superior menyerah gara-gara cinta (dan semua akan menggumamkan betapa bodohnya ia)–apalagi dialami.
Eren Jaeger merasakan kepuasan yang berbeda ketika cairan putih itu keluar. Bukan dari dirinya, namun dari milik Levi.
Satu menyentak, satu lagi mengerang. Kedua pasangan tersenggal-senggal, namun enggan berhenti.
"Heichou," desah Eren. Suaranya menggetarkan bulu-bulu telinga Levi, membuat pria yang lebih pendek harus meneguk ludah. "Anda tidak menyesal, kan?"
Pada akhirnya, ini bukan tentang siapa yang di atas,
Pun siapa yang submisif
"Tidak."
Lupakan segala perkara di luar kamar, abaikan suara reruntuh pada radius sekian ratus meter dari pemondokan mereka. Levi memilih tuli daripada kealfaan menikmati.
"Asal itu kau," ujar Levi. "Aku tidak keberatan."
Ini hanya kisah cinta
Tentang posisi yang ingin berganti
.
END
.
author's note
Ini pertama kalinya saya bikin ff dengan adegan sangat dewasa-pwp pula. Tapi saya pikir ada baiknya mulai bermain-main di ranah ini, mengingat usia saya sudah tergolong legal.
-tapi tolong ingatkan saya untuk menulis anuan yang lebih berkelas. INI APA COBA.
Untuk Kenzeira, selamat hari jadi, sayang. Aku bangga jadi pasanganmu.
RiRen adalah NOTP-nya, sedangkan saya sedang begitu menyukai pasangan itu. Dia lebih suka kalau Levi meng-uke. Untunglah saya nggak menolak usulan Ken, sehingga fiksi ini muncul dengan begitu kasarnya.
Akhir kata, tombol keluar adalah sahabat terbaik kalian. Tidak ada moral yang bisa didapat di sini.
Xoxo,
Ayame
