Rated : T
Warning :AU, OOC, Gaje, abal
Disclaimer : Death Note belongs to Tsugumi Ohba – Takeshi Obata
Pair : Mystery, spiritual
Summary : "Sebuah titik putih yang berubah menjadi titik merah. Meninggalkan bekas tak terlupakan tentang kenangan malam itu. Disinilah aku berdiri, mencari dan membalas dendammu yang mungkin tidak kau setujui denganku."
(A/N) : Yumiya : Ini pertamakalinya saya nulis ff di fandom death note, saya juga sempat dapet inspirasi dari seseorang di fandom ini. Dan untuk salah satu temen saya yang bantuin bikin alur, dan Miki-San yang mem-publish. Rasanya sayang gak masukin banyak nama sebagai inspirator.
Oke, ini dia ...
-0-0-0-
-Prolog-
"Kurelakan .. relakan ..
Tak bisa mencegahmu ..
Kurelakan .. relakan ..
Kupalingkan wajah dan kubanting pintu."
-o-o-o-
Sudah beberapa tahun lalu aku tinggal di mansion mewah keluarga Lawliet. Walau hanya sebagai anak angkat, aku tetap menyuakai cara mereka yang tidak membedakan antara aku dan 'dia'.
Mereka mengadopsiku saat usiaku masih sangat belia. Bahkan jika Uncle tidak memberitahu asal-usulku, mungkin aku tidak pernah tahu.
Oh ya, 'dia' yang ku maksud adalah seseorang yang telah menginspirasiku tentang segala hal. Bahkan jika boleh dibilang, aku mengidolakan 'dia' lebih dari kakak angkatku sendiri.
Namaku Nate River. Tapi 'dia' memberi julukan lucu yang membuat itu juga menjadi bahan ledekan di sekolahku. Tapi aku tidak peduli, asalkan 'dia' yang memberi julukan itu, aku selalu menganggapnya sebagai kehormatan pribadi.
Panggil saja aku Near.
Keluarga Lawliet mengadopsiku dari panti asuhan dan kami tinggal di London sejak 6 tahun lalu. Entah apa yang mereka pikirkan tentang London dan tidak memilih Washington atau bahkan L.A. yang sama bagusnya. Aku rasa itu akan tetap menjadi pertanyaan dalam hati karena aku selalu tak berani mengajukannya.
Atau bahkan pekerjaan 'dia' yang mengharuskan aku juga ikut ke London.
Aku dan 'dia' menjalin hubungan yang sangat baik sebagai kakak-adik. Uncle sendiri mengatakan kami adalah hitam-putih.
Terkadang kami menyanyikan sebuah lagu yang menyangkut pautkan kebersamaan kami. Banyak lagu yang kami nyanyikan hingga suatu hari ia berubah dan selalu menyanyikan sebuah bait aneh.
Kalau tidak salah begini.
'Let it go .. Let it go ..
Can't hold you back anymore ..
Let it go .. Let it go ..
Turn my back and slam the door.'
Aku juga pernah bertanya tentang bait yang selalu ia nyanyikan itu. Tapi apa yang ia jawab masih belum membuat kata sempurna dalam pertanyaanku.
Ia selalu menjawab atau bahkan balik bertanya, "Kau tidak perlu tahu Near. Oh ya, menurutmu bagus tidak?"
Semua yang mendengar jawabannya pasti akan mengatakan aneh atau menyadari kejanggalan. Tapi memang seperti itu.
Pernah juga kutanya apakah kakak sendiri sedang dilanda perasaan dilema atau 'galau' oleh seorang wanita. Tapi yang menjadi jawabannya adalah tertawaannya yang seakan mengatakan kalau dia .. 'gay'.
Tidak mungkin! Kakak tidak mungkin seperti itu!
Awalnya aku tidak percaya. Tapi kenyataan itu benar adanya.
Kakak telah menjalin hubungan dengan seseorang selama dua tahun ini. Aku sendiri kesal karena ia tidak memberi tahu aku tentang orang yang telah beruntung menjadi kekasihnya. Mau bagaimana lagi? Aku hanya adik angkatnya.
Sampai suatu malam aku tahu tentang hubungan kakak yang tidak biasa. Malam itu aku sedang mengerjakan PR yang dibantu oleh kakak. Karena kesal terganggu oleh handphone kakak yang terus bergetar tanda ada telpon masuk dari nomer yang tidak ditandai nama.
Aku menanyakan pada kakak dan kakak malah bersikap tak acuh dengan penelponnya. Akhirnya aku pun mengangkat telpon itu karena penasaran yang besar.
Kalian mau tahu apa yang terjadi?
Penelponnya adalah seorang laki-laki yang mungkin seumuran dengan kakak. Mungkin siapa saja akan mengira sang penelpon hanyalah teman kakak yang telah membuatnya kesal hingga kakak sendiri tidak mau mengangkat.
Tapi ... "L-chan! Maafkan aku, kau hanya salah sangka. Kau percaya denganku 'kan?"
Dor!
Itulah bukti yang membuatku percaya kalau ... kakak benar-benar seorang 'gay'.
Perasaan jijik bercampur takut menyeruak dalam hatiku. Rasa sesak yang kulampiaskan dengan menatap tajam pada kakak dan mengatakan kata-kata yang tidak seharusnya aku katakan. "FUCK YOU! BASTARD! YOU ARE A GAY! STUPID! IDIOT! I DON'T TRUST YOU ANYMORE!" itulah yang kukatakan sambil meneteskan air mata.
Dan lebih parahnya lagi hal itu juga menyebabkan sebuah tragedi mengenaskan diatas marmer dingin dengan salju dimusim dingin saat itu. Tidak akan pernah kulupakan tentang tragedi itu. Aku bahkan benar-benar mencari kebenaran nyata dibalik topeng tersangka.
Kalian mau tahu apa? Kakak ku terbunuh oleh orang yang telah menjadi kekasihnya. Oke cukup! Bahkan aku pun belum meminta maaf pada kakak yang telah pergi.
Jika kalian kuat aku akan menceritakannya. Jika tidak tertarik kalian bisa menscroll kebawah tanpa harus membacanya.
-Flashback-
-01 Nopember 2011-
'TOK! TOK! TOK!'
"Near?!" suara itu lagi.
'TOK! TOK! TOK!'
"Near, bolehkah aku masuk?" Kak L.
Bahkan lidahku sangat kelu untuk mengatakan 'Ya'. Lagipula kalau ia masuk kekamarku hanya akan menjadikan hatiku sakit lebih jauh lagi.
Oke. Mungkin kali ini aku jadi pribadi yang berbeda dari sebelumnya. Aku lebih kekanak-kanakan dari seorang Nate River yang tenang.
Tapi bagaimana jika kalian ada diposisiku saat ini? Sakit yang begitu sesak ketika kita tahu orang yang sangat kita sayangi telah memiliki kelainan secara abnormal tingkat akut dan bisa-bisanya dilema karena hal konyol.
OKE CUKUP!
"Near ... open the door please. Let me in. I know yo're there. And i'm triying to i'm right without you."
Ugh! Dia bernyanyi! Dengan alunan sedih dan serasa menyayat pendengaranku seperti yang aku katakan menaikan selimut tebalku sampai keatas kepalaku.
Salju yang masih turun diluar sana telah mengalahkan rasa sakit hatiku. Baju tipis yang ku kenakan juga tak aku gubris karena alunan dilema kakak yang telah menular padaku.
"Near .. aku tahu kau kesal. Lagipula aku telah memutuskan hubunganku dengan orang itu. Keluarlah! Dan biarkan aku masuk. Lalu mari kita menyapa salju yang turun diperapian."
Masih tidak aku pedulikan panggilannya yang seperti seorang ibu itu. Merasa tidak enak, aku berjalan bangkit dari tiduranku mendekat pada pintu besar kamarku dan menempelkan telinga kecilku disana.
"Near?" panggilnya sekali lagi. Kini air mataku menetes. Namun rasanya tanganku sangat tidak menginginkan membukakan pintu untuk kakak. Biarlah ..
"Pergilah Kak!" jawabku dengan suara yang dibuat agar tidak terdengar menangis.
"Oke Near. Istirahatlah untuk sekolahmu besok!"
Baiklah, apa yang tadi aku lakukan itu benar? Apa kak L benar-benar marah? Atau ia kecewa pada diriku? Mungkin penggabungan dari semuanya.
Suara lembut yang ia keluarkan begitu anggun namun sakit bila dicermati.
Langkah kaki kakak telah menjauh dari pintu besarku. Saat kurasa ia cukup jauh, aku membuka pintuku dengan pelan dan perasaan bersalah.
"Kak L .. Maafkan aku jika aku berubah."
'Kreeek...'
-10 Nopember 2011-
"Aku pulang!" ucapku dan segera berlari menuju kamar.
Ini masih musim salju. Udara dingin masih berkuasa diluar. Semua normal saatku melewati lorong-lorong gelap dan panggilan pengasuhku agar tak berlari dilorong karena licin.
Tapi tidak saat aku melewati ruang keluarga. 'Dia' dengan tenangnya menatap laptop sambil memakan makanan manis dengan posisi duduknya yang biasa.
Taku aku gubris dan kulanjutkan jalanku yang sempat terhenti. Rasa sebal masih menyesakkan dadaku. Aku berjalan dengan pelan tidak berlari karena perasaanku dan bad feeling akan satu hal yang pasti.
Merasa tidak tenang, aku pun kembali mundur beberapa langkah untuk melihat keadaan 'dia' diruang keluarga.
'Hilang? Sudah pergi?' tanyaku dalam hati.
"Kau mencariku untuk bermain Near?"
"AH?!"
Tiba-tiba saja sosok pemilik suara itu muncul dari belakang. Dengan setengah merinding aku membalikkan badanku dan menatap 'dia' yang tengah tersenyum.
"Bagaimana?" tanyanya meyakinkan.
Aku tidak menjawab uluran tangannya dan malah mengibasnya. Dengan cepat aku berlari meninggalkan sosoknya yang mungkin kecewa karena aku.
"Near!" panggilnya dari kejauhan. Aku juga mendengar langkah cepatnya dari belakangku.
Ugh. Mengapa jarak kamarku seakan sangat jauh? Aku rasa aku harus cepat karena kakak yang semakin dekat.
Tapi tiba-tiba aku mendengar suara "Hati-hati lantainya licin!"
'Apa?'
"HUAAA!"
'BRUGH!'
Tubuhku terpeleset. Aku tidak memperhatikan bahwa lantai ini licin. Suara juga tidak ku perhatikan. Tubuh kecilku terjatuh dengan posisi tengkurap. Kakiku yang masih terbungkus kaos kaki menambah sulit bagiku untuk bangun. Ember yang digunakan untuk menampung air yang diperas tumpah dibadanku yang menggunakan coat tipis.
"Near? Kau baik-baik saja?" Kak L ..
Ia membantuku untuk terduduk dengan uluran tangannya. Tapi lagi-lagi aku mengibas tangannya dan malah mencoba untuk bangun sendiri.
"Near?"
"AKU BISA!"
'Brug!' lagi-lagi aku terjatuh. Ingin rasanya aku menangis saat Kak L yang mengulurkan bantuan padaku dan malah aku kibaskan tangannya. Mungkin aku tidak layak disebut anak 7 tahun karena semua ini.
"Ah! Tuan Muda, maafkan saya."
membawaku juga menggendongku dan membawaku pergi jauh dari Kakak yang menatap kecewa dan sedih padaku.
Baguslah, sekarang aku sudah tidak melihat wajah itu memelas. Dan tanpa sadar aku menangis. Aku bukan menangis karena salah satu kakiku yangmembiru karena terkena ujung ember. Tapi hatiukulah yang kecewa pada diriku sendiri yang telah berubah. Walau anak seusiaku mungkin masih pantas untuk mendapatkan perlakuan seperti ini tapi ...
"Saya akan mengobati luka anda Tuan," ucap .
Dengan pelan dan nada penuh bersalah aku menjawab. "Tidak usah, lagipula yang luka bukan kakiku. Melainkan hatiku."
-11 Nopember 2011-
Entah mengapa rasanya aku begitu bersalah atas kelakuanku kemarin. Aku mengetuk-ngetukkan jari-jariku dijendela yang menampakkan salju mendominasi sampai cakrawalaku.
Merasa bosan, aku berjalan kearah meja belajarku dan membuka laci kecil yang didalamnya tersimpan sebuah foto.
Disana 'dia' tengah tersenyum sambil menggendong seorang bayi yang aku yakini adalah diriku tujuh tahun lalu. Entah mengapa aku merasa ada perasaan buruk yang akan terjadi hari ini.
Dengan santai aku meletakan foto itu disudut meja. Aku kembali berjalan menuju jendela dan memperhatikan langit sore yang tak terasa telah merajai langit.
Refleks aku membuka jendela kamarku untuk menikmati udara dingin dengan tujuan iseng. Aku menautkan pengaitnya dan menatap lurus kedepan.
"Haduuh! Jangan terlalu jauh mainnya Mello! Langit sudah ber-oranye!"
"Tidak ah! Aku masih ingin main."
Tch, mengapa aku harus melihat pemandangan seperti ini? Aku akui aku tidak tahu siapa anak yang dipanggil Mello dan wanita yang kelihatannya mirip dengan dirinya itu. Mungkin mereka ibu dan anak atau apalah aku tak begitu ingin tahu.
'Hyuuungg!' Tiba-tiba sebuah angin kencang datang kearahku yang tengah bengong pada dua sosok mirip yang tengah kejar-kejaran itu dan ...
'BRAAK!'
"Owh!" jendela kamarku tertutup dengan kasar oleh angin itu. Belum selesai aku seperti mendengar sebuah suara lain yang kelihatannya seperti benda besar yang rubuh.
'PRANG!'
Aku menengokkan kepalaku kebelakang dan foto Kak L yang tadi kuletakan di sudut meja terjatuh dan pecah.
'NGIIIING! BRAAK!'
Belum ku langkahkan kakiku untuk mengambil foto itu tiba-tiba saja sebuah suara kembali mengejutkan diriku.
"HUAAAAA! MAMA!"
'Anak itu!' aku kembali melihat kebawah dengan jendela yang tertutup. Ternyata sebuah suara benda besar yang rubuh itu adalah suara pohon cemara yang sangat tinggi dan besar kurang lebih 6 meter rubuh ditempat yang digunakan anak berambut pirang tadi bermain bersama wanita muda yang mirip dirinya.
Karena penasaran, aku pun membuka kaca kamarku kembali tanpa mengaitkan pengaitnya. Anak itu tengah berteria-teriak memanggili ibunya. Dan firasat burukku adalah ..
"POHON SIALAN! JANGAN MAKAN MAMAKU!"
Ibunya ...
"GYAAAA!"
Apa lagi sekarang?
'BRAK!' aku membanting keras jendela kamarku tak menggubris anak yang tengah berteriak-teriak diatas salju yang memerah karena semburat darah dibawah sana.
Suara tadi ..
"UNCLE?!"
'BRAK!' aku membanting pintu kamarku dan berlari menuju lorong yang akan menghubungkan dengan kamar Uncle.
Lorong tidak gelap karena lampu dinyalakan menjelang malam. Jadi aku bisa melihat dengan jelas apa saja yang diterangi cahaya lampu.
Aku berhenti berlari saat melihat Uncle yang tergolek lemas dengan jasnya yang ternodai warna merah. Darahkah itu? Aku rasa iya.
Aku segera berlari dengan na'as pada sosok yang tengah menganga mengenaskan itu.
'BRUG!'
Suara berat kembali mengagetkanku dari belakang. Ternyata ada seorang pemuda berambut merah menggunakan topeng aneh yang tengah ditahan oleh ...
"Kak L?"
"LARI NEAR!"
Aku terpaku saat orang misterius itu bisa membalikan tubuh kakak. Rasa takutku kembali menjalar.
Kakak menendang sosok itu hingga topengnya terpental. Namun sayang wajahnya tertutup oleh poninya yang panjang.
"Ternyata kamu kuat juga ya?"
"Mau apa lagi kau mengganguku?"
Aku berjalan mundur tiga langkah dan tanpa sengaja terjatuh diatas jasad Uncle yang mengkaku.
"Untuk mengakhiri hubungan kita."
"Dan haruskah artinya kau juga mengakhiri hidup ayahku?"
"Hn .. bagaimana ya .. soalnya dia menggangu sih, jadi ku bunuh saja. AHAHAHAHA ..."
Aku menyentuh lantai sekaligus darah Uncle dengan gemetar mendengar tawa maniak sosok yang tengah membelakangiku.
"Ow, kau juga ingin lihat adik putihmu itu mati?"
"A-apa?"
Deg!
Ia bergantian menatapku dari balik poni panjang berwarna merah kecoklatan dari bagian wajahnya yang terlihat adalah senyuman setan maniak yang menyunggingi bibirnya.
'Sriiing!'
Sebuah pedang panjang bermata lipat ia keluarkan dari sarung pedangnya. Kilatan indah yang membuat aku semakin mendesakkan punggung dengan jasad Uncle itu mulai diarahkan padaku.
Aku masih tetap tenang hingga ia memasang kuda-kuda kuat untuk menghajarku. Disanalah kata tenang mulai menghilang dari garis khayalku.
"Bersiaplah bertemu Penciptamu!"
Hitungan mundur ..
'3'
'2'
' 1'
'BRUGH!'
Cipratan hangat mengenai wajahku. Aku gemetar dengan hebat namun satu kenihilan yang kurasakan. Darah itu bukan milikku, tapi milik seseorang yang melindungiku. Dan tepatnya tubuhnya tersungkur dihadapanku. Bukan milik , bukan milik . Tetapi milik seseorang yang tadi sempat bergulat dengan manik itu.
"KAKAK!" teriakku histeris saat aku tahu pedang panjang yang menembus perutnya.
"Ne-ar!" tangan bersibak darah itu mengusap kepalaku. Rambut putihku berubah menjadi merah dan amis.
"Ji-ka aku mati nanti, jadilah anak baik seperti yang kuharapkan."
Tak kuasa aku menahan air mata yang tertahan diujung mataku. Semuanya, semua yang kulihat dengan warna putih sudah terkontamisasi warna merah.
"Tapi kakak masih bisa hidup jika cepat ditangani."
Ia mengusap mataku yang penuh dengan air mata.
Maniak itu berjalan kearah kami. Aku kembali mundur beberapa langkah dengan refleks.
'Sriiing!' pedang itu ditarik kembali dari perut kakak dengan tidak elitnya. Darah kembali keluar dan bertambah banyak dari mulut dan perut kakak.
"Aku tidak ingin membuat mu menderit L-chan."
Diarahkannya kembali pedang berlumuran darah itu kearah leher Kakak. 'Dia ..'
"Kau punya kata-kata terakhir?
"Don't kill my brother. And my last word to you are, Don't let them in, don't let them see! Be the good boy you always had to be. Conceal, don't feel. Don't let them know'
Air mataku mengalir lebih deras ketika 'dia' mengatakan hal yang tak pernah kukira. Belakangan ini aku membencinya tetapi ia tetap bisa melindungiku.
"Uhm .. akan aku kabulkan demi mantan kekasihku."
'Sriing! Krek!'
Jantungku serasa berhenti sesaat. Warna-warni lorong yang diterangi lampu berubah menjadi abu-abu. Air mataku seakan tak bisa berhenti mengalir seiring dengan detakan waktu.
Aku menangkapnya. Kepala hitam kebanggaan Kakak dan juga kebanggaanku. Kepala hitam yang dianugrahi Tuhan dengan beribu inspiratif serta kecerdasan luar biasa.
Kini aku memegangnya. Memegangnya yang telah terpisah dari tubuhnya dengan tanganku sendiri. Matanya terpejam dengan senyuman hangat yang biasa ia tunjukkan.
Namun sayang aku tidak kuasa menahan kecengenganku. Serta maniak sadis yang berdiri dihadapanku dengan senyuman sadistiknya. Sayang aku tidak bisa membalas karena aku hanyalah bocah 7 tahun.
"AHAHAHAHA!" yang terakhir kudengar hanyalah tertawa setan yang benar-benar membuatku muak disaat aku menangis.
-Flashback Off-
Begitulah ceritanya.
Satu kebenaran yang pasti, aku akan mencari orang yang telah membunuh kakak. Yang ku ingat ia memiliki rambut berwarna merah kecoklatan.
Aku tahu karena aku melihat kakak mati dihadapanku saat itu. Sialnya wajahnya tertutup dengan poni panjangnya. Itu menambah sulit diriku yang kepayahan saat itu.
'Don't let them in, don't let them see!
Be the good boy you always had to be
Conceal, don't feel. Don't let them know'
Itulah kata-kata terakhir kakak sebelum ia benar-benar pergi dari dunia ini. Pria itu tertawa ala maniak disaat yang sama dengan aku yang menangis. Oke, mungkin saat itu aku memang masih anak-anak
"Kejarlah aku! Kejar sampai kau puas Nak!" ucapnya dingin.
"KENAPA? KAU TEGA! BUKANKAH KAKAK ADALAH KEKASIHMU 'HAH?"
Sunyi ...
"Carilah! Aku sengaja tidak membunuhmu karena aku suka caramu menatapku dengan perasaan dendam seperti i tu. Dan juga kakakmu yang meminta."
.
"And be a good boy you always had to be. Well now they know."
Aku mengangkat kepalaku saat itu dan menatap sosok yang berjalan menjauh dari posisi kami. Aku tidak peduli kalimat yang ia ucapkan tadi.
Baru aku sadari satu hal tentang hidup dan cinta yang sebenarnya. Tujuan aku hidup demi cintaku pada Kak L yang telah pergi. Dan orang itu juga telah menyukai caraku untuk membalasnya. Jadi ..
"I am so sorry brother. Because thosewho you mean am I".
-Prolog End-
.
'Let it go .. Let it go ..
Can't hold you back anymore ..
Let it go .. Let it go ..
Turn my back and slam the door.'
'The snow blows while on the mountains tonight,
Not a footprint to be seen.
A kingdom of isolation and it looks like I'm the King.
The wind is howling like the swirling storm inside.
Couidn't keep it here ..
Heaven knows I try.
Don't let them in, don't let them see!
Be the good boy you always had to be
Conceal, don't feel. Don't let them know
Wel now they know.
Let it go .. Let it go ..
Can't hold you back anymore ..
Let it go .. Let it go ..
Turn my back and slam the door.
And here I stand ..
And here i'll stay ..
Let it go .. Let it go ..
The cold never bothered me anyway.
.
-o-o-o-
(A/N) :
Miki : "Naaah! Ini dia ff pertama kami di fandom Death Note!"
Yumiya: "Kita masih menerima saran dan masukan nih untuk chapter 1. Yang mau bantuin bikin chap 1 pm atau review ya!?"
Miki: "Bagi yang penasaran dengan endingnya langsung ikutin kisahnya. Tapi yang tadi disampaikan Yumiya, yang mau saran kami terima kok!"
Yumiya: "Kritik pedes juga kaga apa. Itu supaya kita nyadar kesalahan-kesalahan kita."
Miki: "Tapi jangan nge-flame ya? karena rasanya gimanaaaaa gituh .."
Yumiya & Miki: "Terimakasih sudah membaca. Jangan pelit-pelit review kalau kalian tidak mau bernasip sama dengan cerita ini." *dihajarcharadeathnote^
-o-o-o-
