Tittle :
Only You
Genre :
Romance/ Friendship/etc
Rate :
T for save
Pair :
NaruSaku slight … liat aja ndiri deh *PLAK*
Disclaimer :
Naruto bukan punya saya, tapi saya pinjem dulu buat cerita gaje ini
Warning :
OOC, AU semi-Canon, author gaje akut, TWOSHOOT, typos yang mungkin kabur karena lupa dikandangin(?), sisipan humor krenyes-krenyes, de el el
Summary :
"Bukankah ini yang kau inginkan, Sakura?"/"…Tapi kau membuatku bingung!"/"Hmh…Kau tak mau jujur pada dirimu?"/"Aku tahu siapa biang keladi ini semua!"/"Ya, Aku tak bisa berbohong padamu."/"Hanya kau yang kuinginkan, cukup kau saja."/"Hoaaamm… Merepotkan."/ Sakura tidak tahu apa yang membuatnya menunggu. Padahal inilah yang ditunggu olehnya, tapi kenapa Ia harus ragu saat sang bungsu Uchiha melamarnya secara terang-terangan?
(A/N)
Ide ff ini terlintas begitu aja pas lagi ngehayatin(?) lagu Christina Perri- A thousand years. Tapi suer! Jauh sama sumber idenya hehe… harap maklum otak author yang gajenya udah kronis ini. Dan eumm,, kalo ada pertanyaan klik aja kotak Review di bawah ini. Hope you like it guys :D
Semoga menghibur. Humornya akhir-akhir doang.
Camela lolling en ekcien! *cadel mendadak*
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Only You
Part 1
Di sebuah gedung aksen putih berbau khas obat-obatan yaitu RS Konoha, tepatnya di sebuah ruangan bertuliskan , terlihatlah sesosok gadis berumur 21 tahun tengah mengacak-acak mahkota merah muda panjangnya dengan frustasi. Tampangnya juga nampak sangat kacau. Sesekali bibir tipis itu harus rela menjadi gigitan kecil sang empunya, demi menetralkan pikirannya yang tengah kacau hanya karena satu hal yang benar-benar membuat kunoichi medis hebat ini frustasi dibuatnya. Berkali-kali juga helaan nafas dikeluarkannya, berharap bisa meraup sebuah ketenangan barangkali satu detik saja. Naas hal yang membuatnya frustasi itu semakin menari-nari di otak dan batinnya. Untung saja gadis bernama lengkap Haruno Sakura ini sudah tak bertugas, kalau masih, bisa dipastikan dia melakukan mal praktek pada pasiennya.
"Oy Jidat! Kenapa melamun? Ayo pulang!"sahut Yamanaka Ino, sang sahabat tercinta, sekaligus pasangan hidup dari teman setimnya. Setelah kembali mengacak rambutnya, Sakura bangkit dan berjalan melewati Ino dengan muka ditekuk. Ino bertanya-tanya, ada apakah dengan gadis pinky itu?
"Ayo cepat pig."tegur Sakura kesal melihat Ino masih terpaku di tempat.
"A-ah! Aku datang!"
.
.
.
"Hey Sakura. Apa kau baik-baik saja?"tanya Ino sedikit sebal. Entah sudah berapakali Ino mengulang pertanyaan yang sama, tapi Sakura terlihat masih asik dengan lamunannya. Dia bahkan tidak memperhatikan jalan. Jika tadi Ino tidak menariknya berbelok, mungkin Sakura sudah salah jalur. Rumahnya dan Sai juga sudah terlewat. Tapi Ino terlalu khawatir pada Sakura yang terus diam dan melangkahkan kakinya tanpa sadar. Mengantarkan seorang sahabat sekali-kali tidak apa, bukan?
"Hah~"helaan nafas kembali dilontarkan Sakura yang masih terlhat berkutat dengan pikirannya itu. Dahinya berkerut, sepertinya sesuatu yang tengah dipikirkannya adalah sesuatu yang benar-benar rumit dipecahkan. Ino berhenti berjalan, Sakura masih terus maju dengan langkah beratnya.
'Sakura benar-benar aneh.'komentar inner Ino.
"Sakura… AW-"
DUAK!
"-as…"
Ino menepuk jidatnya. Dia terlambat memberi peringatan pada Sakura yang terpaksa harus mencium tiang listrik dengan cantiknya(?). Segera saja ia hampiri sang sahabat yang kini tengah mengelus-elus jidatnya yang lebih terasa berdenyut-deyut daripada badannya yang lain.
"Ittai~"ringis Sakura.
"Makanya jalan tuh liat-liat! Makin lebar aja tuh jidat!"nasehat Ino dengan nada pedas.
Sakura menggaruk tengkuknya sembari melihat sekitar."Bukankah rumahmu sudah terlewat jauh, pig?"tanyanya pada Ino dengan nada kebingungan.
"Ck! Kuikutin saja kau sudah nabrak tiang, apalagi kubiarkan kau sendiri."cibir Ino.
"Hah~"
"Sebenarnya apa sih yang membuatmu aneh begini? Sejak kapan Haruno Sakura doyan melamun sampai menabrak tiang listrik yang tak bersalah?"Sakura menundukkan kepalanya dalam-dalam. Alhasil Ino ikut terdiam juga, menunggu gadis dihadapannya mengeluarkan semua hal yang mengganjal di hati maupun pikirannya. Pasti ada suatu hal serius yang membuat Sakura terlihat sebegini tertekannya.
"Err… Begini…"akhirnya bibir ranum itu terbuka juga.
"Ada apa? Ceritakan padaku!"
"Tadi pagi a-"
"-Ada apa tadi pagi?!"
Sakura mendengus kesal. Ditatapnya tajam sepasang manik aquamarine di hadapannya itu. Seakan mengatakan 'Dengarkan-dulu-atau-kucincang-kau-pig!'.
"Emh… Sasuke-kun…melamarku…"lirih Sakura kembali menundukkan wajahnya.
"Uwaaaa benarkaah?!"tanggap Ino heboh. Perlahan Sakura mengangkat wajahnya lagi. Tidak, bukan seperti yang Ino kira. Sakura sahabatnya pasti akan bermimik wajah gembira ketika mengatakan itu ditambah sebuah loncatan heboh dan pekikkan kegirangan. Tapi tidak, di depannya memang Sakura, sahabatnya. Tapi ada yang ganjal dengan gadis itu. Ketika wajahnya terangkat, yang Ino lihat adalah…
Dua manik emerald yang berkaca-kaca dan sebuah suara isakkan tertahan.
"S-sakura? Kau menangis?"
Sakura menggelengkan kepalanya sembari menggosok-gosok matanya, menyeka airmata yang hendak terjun itu dengan cara kasar. Bibir bawahnya kembali menjadi korban gigitan. Beberapa kali tangannya mengacak rambutnya yang semakin berantakan. Ino semakin bingung dibuatnya.
"Kenapa? Apa yang kau jawab?"tanya Ino lagi.
Sakura kembali terdiam. Lengannya mencengkram baju bawahannya. Pancaran matanya sulit diartikan.
"Saku-" "-Kujawab beri waktu untukku sebentar. Aku bingung!"
"Ha?"
"Bukankah telingamu masih berfungsi?"sindir Sakura.
"Emh…Iya sih…Tapi, apa yang membuatmu bingung? Siapa?"sosor Ino menuntut jawaban. Sakura meninmang-nimang. Apakah yang membuatnya ragu dan bingung akan menerima lamaran Uchiha Sasuke yang diterimanya tadi pagi itu? Ya, Sakura tahu. Satu nama yang membuatnya bingung seperti ini. Seorang pemuda beranjak dewasa berumur 21 tahun yang kini menjabat sebagai Rokudaime Hokage, teman satu timnya yang kini benar-benar dikagumi oleh semua orang. Orang yang menyelamatkan dunia shinobi dari perang dunia ninja ke-4 dengan cara menyegel juubi di suatu tempat dan mengalahkan Obito. seorang pemuda yang walaupun kini menjadi agak dingin tapi tetap dicintai semua warganya. Uzumaki Naruto.
"Naruto…"
Boooffft
"Ada apa?"
"Huwaaa!"Ino dan Sakura sukses terlonjak kaget ketika orang yang Sakura sebut tiba-tiba saja berada di depan mereka dengan kepulan asapnya. Orang itu, Naruto, masih memakai jubah Hokage miliknya. Bisa dipastikan dia hendak bergegas pulang dan baru saja meninggalkan meja kerjanya.
"Ha! Kalian kaget!"ucap sosok itu dengan bangganya karena bisa membuat dua kunoichi di hadapannya kaget di tempat. Tangannya mengelus-elus dagunya, seakan memikirkan sesuatu.
"Hokage-sama! Anda membuat kami kaget!"protes Ino. Jemari lentiknya menunjuk-nunjuk sosok di hadapannya dengan tidak sopan. Dengusan kecil keluar dari sang tersangka.
"Sudah berapa kali kubilang panggil aku seperti itu jika di kantor saja?"protes Naruto balik. Kakinya diketuk-ketukkan dengan sebal. Ino hanya nyengir lebar menanggapinya.
Mereka terdiam. Sakura yang memang sedari tadi terpaku di tempat dengan tatapan terarah ke Naruto spontan membuang pandangannya ke arah lain ketika tertangkap basah memandangi wajah ehm tampan Naruto. Naruto sendiri mengamati Sakura dari atas sampai bawah, ada yang ganjal. Tak biasanya tampang kunoichi ini acak-acakkan.
"Kau baik-baik saja, Sakura? Apa yang kau pikirkan?"tanya Naruto sedikit khawatir.
"Bukan urusanmu."ketus Sakura reflek.
"Haha ya… memang bukan urusanku! Uzumaki Naruto tak perlu mengetahui masalah Haruno Sakura, benar, kan?"lirih Naruto datar dengan sebuah tawa hambar yang menghiasinya. Makin membuat Sakura ingin menjahit mulutnya yang tak sengaja berkata ketus seperti itu. Oh ayolah! Sebegitu kacaukah pikiranmu Sakura? Sampai-sampai kau berkata ketus pada sahabatmu ini?
"Naruto… t-tungg-" "Permisi…"
Boooffft
Ino terkekeh dan menepuk pundak Sakura pelan. Senyum jahil terlukis di wajah jelita miliknya itu.
"Apa yang membuatmu bingung? Kenapa juga berurusan dengan Naruto?"ucap Ino mengeluarkan isi otaknya yang gagal keluar akibat keberadaan Naruto di sekitar mereka.
"Hah… Entahlah Ino… aku benar-benar tak mengerti."gumam Sakura lirih.
"Bukankah ini yang kau inginkan, Sakura?"tanya Ino heran. Seingatnya Sakura adalah satu-satunya kunoichi yang terobsesi pada Sasuke dan bahkan mencintainya walaupun dia sudah menjadi penjahat, dulu. Sakura benar-benar bimbang akan dirinya sendiri. Entah apa yang terjadi padanya sampai meminta waktu pada Sasuke untuk menjawab lamarannya nanti. Bukankah dia yang selalu mencintai Uchiha Sasuke? Bukankah dia yang menangis dan membuat Naruto mengikrarkan sebuah janji hanya demi Sasuke? Bukankah dia yang paling menginginkan Sasuke kembali? Bukankah dia yang sampai hati membohongi Naruto demi Sasuke? Bukankah dia yang paling senang saat Sasuke mau kembali ke desa berkat paksaan Naruto? Tapi kenapa ketika bungsu Uchiha itu melamarnya, semua getaran yang semula ia rasakan hilang? Ada apa dengannya? Baru sadarkah kau, Sakura, siapa yang benar-benar selalu ada di sisimu dan yang secara tidak langsung sangat kau sayangi?
"Ya sudah, sepertinya kau tidak akan menabrak tiang listrik lagi. Aku harus pulang sekarang. Sai pasti sudah menunggu makan malamnya."Ino mengedipkan kelopak matanya genit."Pikirkan apa yang benar-benar kau inginkan, Sakura. Hati seorang gadis bisa berubah, bukan? Waktu yang menentukannya."lanjutnya sebelum berlari meninggalkan Sakura.
Sekarang Sakura sendiri. Terpaku dalam pertarungan batin dalam dirinya. Memikirkan baik-baik apa yang dia inginkan, siapa. Setetes airmata turun dari pipinya, disusul tetesan lainnya. Sebegitu egoiskah Sakura? Sampai-sampai baru menyadari ini. Saat apa yang sebenarnya diperlukan kini akan sulit dijangkau, sepertinya.
"Sakura bodoh!"
.
.
.
Sakura terdiam di tempat. Kini posisinya tepat berada di bawah ornamen wajah Hokage. Sudah berkali-kali Sakura melihat Naruto, berdiri di dekat pagar pembatas di seberang sana sembari terus memandang ke arah desa dengan tatapan kosong. Jubah dan surai jabriknya melambai-lambai seiring angin sepoi-sepoi. Tapi walaupun sesekali poni pirangnya yang memanjang menghalangi pandangannya, Naruto tetap diam tak berkutik. Tak ada yang dilakukannya selain berdiri di sana, sendirian. Sakura sangat yakin, ada sesuatu yang dipikirkan Hokage muda itu. Ingin ia hampiri pemuda berkumis kucing itu. Namun kakinya ragu untuk melangkah, takut-takut malah akan mengganggu. Tapi entah bagaimana caranya, setiap melihat Naruto berdiri sendirian di tengah keheningan selalu membuat semua masalah yang dihadapinya seakan meluap begitu saja, dan ia sangat ingin berdiri di samping Naruto, menemaninya.
"Jika kau terus diam disitu, jangan salahkan aku jika aku menganggapmu penguntit, Sakura-chan."suara baritone itu cukup membuat Sakura terperangah. Matanya agak berkaca-kaca. Panggilan bersuffix chan yang tak diterimanya 5 tahun terakhir, semenjak diangkatnya Naruto menjadi seorang Hokage. Betapa rindunya Ia dengan panggilan itu. Dimantapkannya langkah demi langkah untuk mendekati Uzumaki Naruto, orang yang pernah memiliki perasaan padanya tapi tak pernah ia hiraukan.
Mereka kini sudah sejajar, tapi Naruto tetap menatap kosong ke arah desa. Tak berminat melirik ke sebelahnya barang sedetik pun.
"Hey Sakura-chan… Kau meminta Sasuke menunggu, apa yang kau tunggu?"celetuk Naruto tiba-tiba.
"A-aku…"hanya satu kata ini yang berhasil lolos diucapkan Sakura.
"Kenapa tidak segera diterima saja? Bukankah kau memang bermimpi menjadi mempelai seorang Uchiha Sasuke?"lanjut Naruto dengan nada yang tak jauh dari sebelumnya, intonasi sangat datar, bahkan mengalahkan datarnya perkataan Sasuke.
"Aku tahu! Tapi kau membuatku bingung!"pekik Sakura melukiskan kefrustasiannya saat ini. Apalagi setelah kedua jemarinya menjambak-jambak rambut merah mudanya, makin terlihatlah dia memang benar-benar sedang amat-sangat frustasi. Tapi apa yang membuatnya seperti itu?
"Aku? Hah! Jangan bercanda, Haruno… Hokage tak membuat peraturan untuk melarang seseorang menikah dengan orang yang dia cintai."
Kepala Sakura tertunduk dalam-dalam. Isakkan kecil keluar dari bibirnya. Dia bingung dengan dirinya sendiri! Apa yang harus ia lakukan sekarang? Apa?
"Jika ada yang melihat kau menangis, mereka akan mengira kalau akulah penyebab-" "-Memang kau penyebabnya! Kau… Kau…"
GREB!
Pipi Naruto sedikit bersemu ketika Sakura memeluknya dengan tiba-tiba. Mau tak mau ia tolehkan juga kepalanya agar bisa melihat sosok kunoichi yang tengah menangis di bahunya itu.
"Aku sudah memenuhi janjiku, Sasuke sudah kembali. Apalagi yang kau tunggu?"
"Aku sudah tak mencintainya lagi! Puas?!"
"Hm… Kau tak mau jujur pada dirimu? Ya sudah, aku harus segera kembali atau aku akan mendengar terus kata 'merepotkan' milik Shikamaru. Permisi…"
Naruto melepas pelukan Sakura pada tubuhnya dan berjalan perlahan, menjauh.
"Kenapa kau berubah? Kenapa? Jawab aku, Naruto!"teriakkan dari Sakura ini sukses membuat Naruto terdiam di tempat. Hening, hanya suara isakkan tertahan dari Sakura yang terdengar mendominasi, membuat keadaan terasa lebih terdramatisir. Sakura mencengkram roknya, berharap hal itu dapat sedikit meringankan beban pikirannya. Setidaknya Naruto masih mau diam, tidak menghindar seperti sebelum-sebelumnya."Jawab!"tuntut Sakura.
"Hmh… Tak ada yang protes mengenai hal ini. Semua tetap menyukai hokage mereka."jawab Naruto dengan nada yang seperti menertawakan dirinya sendiri. Sakura semakin tertunduk. Apa yang membuat pemuda secerah mentari ini menjadi benar-benar berubah?
"Kalau begitu aku protes! Kau tidak seperti kau yang dulu! Aku dan teman-teman yang lain ingin kau kembali seperti dulu! Naruto yang selalu tersenyum apapun yang terjadi!"kini tangan Sakura benar-benar tercengkram dengan erat. Kepalanya sudah ditegakkan, menampakkan manik emerald yang menyala-nyala.
"Menjadi Naruto yang selalu dianggap bodoh dan selalu perduli pada orang lain padahal dirinya tak terlalu dipedulikan? Yang benar saja…"
"Hiks… Aku mohon, Naruto!"
Sakura berlari, hendak menerjang Naruto kembali dengan sebuah pelukan, sayang sekali Naruto langsung menghilang secepat kilat dan muncul di belakangnya. Keduanya terdiam dalam posisi masing-masing dengan jarak yang tak terlalu jauh.
"Bahkan, kau jarang memanggilku…dengan…suffix…chan…dan… bercerita panjang lebar lagi padaku."lirih Sakura. Tanpa disadari olehnya, Naruto tersenyum tipis.
"Jika ini bisa membuatmu tidak cengeng lagi, baiklah Sakura-chan…"
BUAGH!
"Aku tidak cengeng, Naruto bodoh!"
Sebenarnya Sakura sangat senang, tapi sepertinya ia terlalu senang sampai salah melampiaskan kesenangannya itu. Salah kaprah, sampai Naruto jadi terjembab ke tanah, akibat pukulan mautnya.
"Haha…itu…benar-ugh-benar sakit, Sakura-chan…"gumam Naruto dicampur dengan sebuah tawa dan ringisan kesakitan. Sakura jatuh terduduk, di hadapan Naruto yang sudah duduk pula. Air mata semakin deras di pipi Sakura, mau tak mau Naruto tersenyum melihat gadis itu kesusahan menyeka air matanya yang tak kunjung berhenti terjun bebas.
"Sakura-chan?"
"Sudah lama-hiks aku-hiks tak mendengar suara-hiks tawamu…"betapa rindunya Sakura pada suara tawa dan senyuman dari seorang Uzumaki Naruto. Tawa yang selalu bisa membuatnya merasa tenang, merasakan sebuah kehangatan.
"Oh ya, besok jangan lupa ke gerbang pagi-pagi, Sakura-chan. Shion dan rombongannya akan datang ke Konoha. Dia akan bertemu tetua desa, membicarakan hal sama yang mereka bicarakan padaku untuk segera berkeluarga, kemarin."
"Apa maksudmu?"
TBC
Hooo… bagaimana minna? Menarik tidak? Next or delete?
Which one do you like? *soknginggris
I'm waiting for your RnR minna!
Sign,
Chic White
