Wonderland
Naruto © Masashi Kishimoto
( Tidak ada keuntungan materi apapun dalam pembuatan karya ini. Fanfiction ini dibuat hanya untuk hiburan semata)
…
( Selamat datang di Wonderland!
Mari cicipi kue yang manis dan maukah Anda melihat kisah dibalik taburan tepung dan percikan kopi? )
…
Selamat malam para hadirin! Selamat datang saya ucapkan pada anda semua yang telah bersedia mengintip ke balik tirai lusuh dan mendengar tentang cerita ini. Apa anda mulai penasaran dengan cerita yang akan saya sampaikan pada kesempatan kali ini?
Tidak. Tidak. Ini bukan kisah tentang pangeran yang mencari belahan jiwanya menggunakan sepatu kaca.
Bukan. Bukan, para hadirin. Ini bukan kisah seribu satu malam di gurun pasir.
Apakah anda semakin penasaran? Ini kisah tentang tempat penuh keajaiban!
Bukan cermin ajaib atau pangeran yang dikutuk menjadi buruk rupa.
Ini kisah tentang Wonderland.
Dimana jika kalian pergi ke sudut kota dan melihat bangunan klasik di sebelah pohon maple besar, sebuah keajaiban tak terduga akan menunggumu.
Tenang. Tenang. Para hadirin.
Mari kita mulai kisahnya dan melihat rahasia dibalik pintu tersebut.
Chapter 1 : Selamat Datang di Wonderland!
"Wonderland, menurutmu apa tempat itu benar-benar ada ?"
"Kau percaya dengan kisah tadi? Yang benar saja, Sakura,"
Gadis bernama Sakura itu menenggelamkan bagian bawah wajahnya dalam syal merah yang ia pakai. Pipinya merona kemerahan. Namun kisah tentang wonderland yang baru di dengarnya begitu menarik perhatiannya. Bagaimana tempat itu. Keajaiban yang ada di sana dan tentu saja para penghuninya. Dirinya mungkin memang terlalu terbuai dengan kisah dongeng. Salah satunya adalah Alice in Wonderland namun Wonderland dikisah tadi berbeda. Seperti akan menyenangkan jika ia bisa menemukan tempat itu.
"Sakura ? Cepatlah! Udara semakin dingin," Kedua bola mata hijau milik Sakura bergulir menatap laki-laki berambut merah di depannya.
"Padahal baru memasuki bulan November tapi udara sudah sedingin ini," Sakura semakin beringsut ke dalam syalnya. "Hmm, aku mau coklat panas. Kau mau Sasori?"
"Tentu mungkin ditambah beberapa cookies juga,"
…
"Ne, Sasori jika Wonderland yang diceritakan Tuan Pencerita tadi benar, kau mau pergi ke sana?"
Akasuna Sasori berhenti menggigit cookies yang ada di mulutnya dan membiarkan sebagian menggantung di bibirnya. "Apa si Tuan Pencerita itu telah mencuci otakmu? Kenapa juga kau bisa jadi makin bodoh begini," ujarnya. "Lagi pula itu hanya dongeng. Kau tahu arti dongeng 'kan ? Tempat itu tidak nyata,"
"Aku tahu," jawab Sakura sebal.
"Baguslah kalau kau tahu,"
"Tapi 'kan aku bilang jika . Kita hanya berandai-andai di sini,"
Sasori menopang wajahnya dengan sebelah tangan "Aku bukan orang yang suka berakhyal,"
Sakura merengut.
Bel pintu berbunyi. Mrs. Grace tetangga mereka datang dengan sekeranjang kue kering beraneka jenis dan tiga botol susu hangat. "Ahh, maaf sekali Sakura dan Sao..ri?"
"Sasori," Sasori mengoreksi namanya.
"Ah ya itu! Aku butuh bantuan kalian segera. Bisakah kau mengantar pesanan ini ke sudut kota sekarang juga ? Tiba-tiba aku mendapat pesanan dan—BOOM! Aku sangat pus—"
"Baiklah.. baiklah Nyonya Grace, kami akan mengantarnya tapi bayaran kali ini tidak hanya tiga potong roti strawberry, oke ?" Sasori memotong cepat ucapan wanita paruh baya itu atau ia akan menghabiskan waktu menceritakan hal yang tak penting.
"Empat roti," Mrs. Grace menunjukan empat jarinya yang masing masing berhiaskan cincin perak.
"Lima roti isi daging atau tidak sama sekali," Sasori menarik sudut bibirnya. "Kau tidak punya kurir lagi yang sebaik kami. Ada yang mau keluar malam-malam begini dan dibayar hanya empat potong roti strawberry ?"
Sakura menghela napasnya, tak enak hati "Sasori, jangan begitu"
"Baiklah.. baiklah Mr. Sao—"
"Sasori," kembali Sasori memberikan koreksi.
"Terserah, siapalah namamu. Lima roti isi daging untuk upah mengantar pesanan ke sudut kota," Mrs. Grace memijat keningnya sebelum ingin meninggalkan rumah kecil tua milik tetangganya itu.
"Maafkan Sasori Nyonya Grace, dia kadang memang keterlaluan," Sakura menjerit berharap Tetangga wanitanya itu mendengar ucapannya.
"Kau seharusnya tidak boleh begitu! Nyonya Grace hanya meminta tolong," ucap Sakura sembari membereskan cangkir-cangkir di meja makannya.
"Ini bisnis, Sakura. Itu imbalan yang sepadan dengan pekerjaan kita. Coba saja kau cari orang yang mau keluar malam-malam di udara dingin begini," Sasori hendak mengambil satu cookies yang tersisa namun dengan cepat diraih Sakura. "Hei! Itu milikku!"
"Tidak lagi, Tuan Akasuna. Sekarang bersiap-siaplah karena kita harus segera mengantar ini!"
"Dasar cerewet,"
"Aku bisa mendengar itu, Akasuna!"
…
Sasori mengayuh sepedanya kencang. Dibelakangnya Sakura berulang kali memukul punggung pemuda itu untuk memelankan laju sepeda mereka. Sepanjang jalan, Sakura hanya melihat daun-daun coklat berterbangan dihembus angin. Lampu jalan bersinar redup, dan Sakura mengeratkan pegangannya pada jaket Sasori. Dia asing dengan tempat ini. Tentu saja, Sakura tidak pernah sekalipun ke sudut kota dan kemungkinan sahabat merahnya ini juga sama ( walaupun Sasori mati-matian meyakinkan ia tahu tempatnya )
"Sasori, hari semakin malam. Kau benar-benar tahu alamat ini ?"
"Eum.. yah sepertinya begitu,"
Sakura memukul punggung Sasori "Apa-apaan jawabanmu itu! Tahu atau tidak?"
"Tenanglah Sakura, kau pergi bersama Akasuna Sasori. Si tuan serba tahu terbaik di kota ini," Sasori memelankan ayuhan sepedanya selagi memerhatikan penunjuk jalan.
"Aku baru tahu kau memiliki julukan Si-Tuan-Serba-Tahu-Terbaik. Kau bahkan tidak pernah meninggalkan daerah perumahan kita, bagaimana kau bisa tahu? Huh?"
"Hei Sakura. Coba bacakan alamatnya sekali lagi," pinta Sasori
"Huh? Sudah kuduga kau hanya membual sejak tadi," Sakura menggerutu "Jalan Fennel nomor 5, North of Won—"
"Hei ada apa?" Sasori menghentikan sepedanya. Ia menolah ke belakang dimana Sakura menatap kertas alamat yang menempel di keranjang kue itu tanpa berkedip. "North of Wonderland.." gumam Sakura.
"Hah? Aku tidak bisa mendengarmu. Bacakan alamatnya dengan benar, bodoh. Aku malas mengakui ini, tapi kita tersesat!"
"Sasori! Disini ditulis Wonderland!" Sakura histeris sedangkan Sasori mengerutkan alis.
"Sudah kubilang berapa kali jika tempat itu hanya dongeng? Berhenti bercanda dan bacakan alamatnya dengan benar, gulali!"
Sakura turun dari sepeda, menunjukan pada Sasori keranjang kue kering yang berisikan alamat pemesannya. "Aku sedang tidak bercanda! Tapi di sini memang tertulis begitu!"
Sasori membaca alamat di kertas tersebut. "Apa-apaan ini? Aku yakin saat membaca alamat tadi tidak ada kata Wonderland atau semacamnya," buru-buru Sasori menatap malas Sakura "Kau tidak sedang mengerjaiku 'kan, Sakura ? Ah iya, kau pasti sengaja mengganti kertas ini dengan alamat buatanmu," Sasori terkekeh.
"Aku tidak melakukan itu," Sakura menatap Sasori bersungguh-sungguh.
"Tapi aku yakin alamatnya bukan itu!" tegas Sasori sebelum akhirnya sepasang mata coklat madunya menatap sekelilingnya. "Aku ingat pernah diajak Paman Robin ke sudut kota meski sekali, tapi seingatku kami tidak melewati jalan penuh pohon maple seperti ini."
Sakura tersenyum miring "Hee? Akui saja jika kau memang tidak ingat jalannya,"
"Bukan. Bukan itu. Jalan menuju sudut kota cukup melewati jalan utama kota ini. Kita sudah melewatinya bukan? Seharusnya kita sudah sampai," Sasori kembali menatap kertas pada keranjang kue yang dibawa Sakura "Atau mungkin kita benar-benar ada di Wonderland.."
Mata Sakura melebar dengan binaran terkejut bercampur senang "Jadi? Kita benar-benar ada di Wonderland?! Dongeng itu nyata?!"
Pfft—"Huhahaha, Ini lucu sekali!" Sasori tertawa terbahak-bahak. Ia sampai harus menghapus air mata yang keluar di sudut matanya "Ayolah Sakura, aku hanya bercanda! Kau benar-benar percaya dongeng itu? hahaha"
"Dasar menyebalkan! Kau menyebalkan!" Wajah Sakura memerah karna kesal. Sahabat merahnya itu memang laki-laki paling menyebalkan di kota!
"Kita hanya tersesat, tenang saja. Sepertinya di sebelah sana ada rumah yang lampunya masih menyala, kita bisa bertanya ke sana. Pfft—" Sasori mencoba mereda tawanya setelah tatapan marah Sakura mengarah padanya.
"Cepat naik atau aku tinggal,"
Tapi, aku memang merasa ada yang aneh di sini Sakura, Sasori mengeratkan genggamannya.
…
Mereka berhenti di depan sebuah bangunan tua bergaya klasik. Lampu di bangunan tersebut masih menyala dengan sedikit kebisingan yang terdengar dari dalam. Sakura meremas ujung jaket Sasori yang digenggamnya.
"Kau yakin kita tidak akan mengganggu, Sasori? Maksudku ini pukul sebelas malam tidak baik bertamu—"
"Kita tidak bertamu, Sakura. Kita hanya sepasang manusia yang tersesat dan membutuhkan petunjuk arah,"
Sakura menaikan satu alisnya "Aku tidak mau punya pasangan sepertimu," cibirnya.
"Bukan itu maksudku! A-aah, terserah kau," Sasori mengetuk pintu kayu tua tersebut, namun tidak ada jawaban. "Apa kita langsung buka saja?" Sasori melirik ke arah Sakura.
"Itu tidak sopan!"
"Aku tidak peduli dengan nilai kesopanan sekarang!"
Suara lonceng kecil berbunyi ketika Sasori membuka pintu kayu tersebut. Cahaya terang dengan alunan musik riang terdengar mengiringi setiap orang—bukan. Mereka bukan orang. Baik Sasori maupun Sakura mematung memerhatikan bagaimana kelinci berjalan seperti manusia dengan topi di atas kepalanya atau rusa yang sedang meminum teh.
"Sakura sepertinya aku sudah mengantuk jadi mataku tidak bisa melihat dengan benar," Sasori mengedipkan kelopak matanya berulang kali.
Belum sempat Sakura menjawab. Beberapa pemuda berpakaian butler berbaris di depan mereka sembari tersenyum. "Tuan dan nona , selamat datang di Wonderland!"
Ini kisah tentang Wonderland.
Dimana jika kalian pergi ke sudut kota dan melihat bangunan klasik di sebelah pohon maple besar, sebuah keajaiban tak terduga akan menunggumu.
Selamat datang di Wonderland!
Ada yang dapat kami bantu?
To be continued.
