Kon-ni-chi-wa Min-na-San! Kali ini Ruvi mau bikin cerita Naruto yang time-travel ke masa lalu. Mungkin ide ini sudah banyak yang buat, tapi Ruvi mau mencoba bikin versi Ruvi sendiri! Tentunya dengan inspirasi dari banyak fic senpai-senpai yang menakjubkan!
Ehm, Ruvi sebenernya masih bingung, apakah fic ini rate-nya K+ atau T, ya? Tolong kasih saran, ya!
Ruvi juga bingung judul yang tepat untuk fic ini. Untuk melihat kira-kira fic ini nantinya seperti apa, silakan baca fic 'What If' buatan Imouto12345... Kasih saran juga, ya!
Inspirasi: Sebagian besar dari fic Imouto12345 berjudul 'What If' dan satu fic lain yang mirip tapi Ruvi lupa namanya. Gomen-nasai!
Genre: Untuk chap. ini, mungkin baru Angst., Hurt / Comfort.
Pairing: Belum ada.
Disc. : BUKAN PUNYA RUVI ! Kalo punya Ruvi, Ruvi bikin Minato hidup! Jadi... yang punya... MasKish, ya...?
Warning: Fic ini sepenuhnya Fanon, yang artinya memang sengaja dibuat untuk mengubah alur cerita Naruto yang sebenarnya.
Sebelumnya, terima kasih banyak kepada Imouto12345 yang sudah memperbolehkan Ruvi meminjam idenya...! Arigatou Gazaimasu!
Naruto's POV
Akhirnya... aku bisa bertemu Sasuke lagi. Tapi... aku masih belum cukup kuat. Buktinya, Sasuke masih tidak mau kembali ke Konoha. Tidak. Bukan tidak mau, tapi belum. Aku hanya perlu berlatih lagi agar aku lebih kuat. Dan akhirnya... Sasuke akan kembali ke Konoha, dan anggota lengkap tim 7 bisa berkumpul bersama lagi.
Setidaknya itulah yang kupikirkan sekitar dua jam lalu.
Sekarang, aku terbaring lemah di tanah. Kulihat Sasuke juga terbaring beberapa meter di dekatku. Aku terengah-engah, mencoba menghirup udara sebanyak mungkin. Beberapa saat lalu, aku dan Sasuke beradu Rasengan dan Chidori. Heh, sama seperti waktu itu. Pertarungan di Final Valley.
Sepertinya Rasenganku mengenai jantung Sasuke. Tapi, Chidorinya juga mengenai jantungku. Aku bisa merasakan nyeri di dadaku. Aku sudah tidak kuat lagi...
"Naruto!" Ada seseorang yang memanggilku.
Terlihat Sakura dan Hinata menghampiriku. Tak lama kemudian terlihat Kakashi-Sensei menghampiri Sasuke.
Sakura berlutut di sebelah kiriku, dan Hinata di sebelah kananku. Sakura mulai mencoba mengobatiku.
"Naruto, bertahanlah!" Hinata berteriak.
Aku tersenyum, senang rasanya mengingat bahwa aku memiliki teman-teman yang peduli padaku.
Tiba-tiba Kakashi-Sensei berjalan pelan menghampiri kami.
"Sasuke sudah..." Kakashi-Sensei tidak melanjutkan kata-katanya.
Aku mengerti maksudnya. Begitu pula dengan Sakura dan Hinata. Terjadi keheningan yang cukup panjang, sampai Sakura memecahkannya.
"Hinata..." Sakura memanggil Hinata. Hinata menatapku cukup lama, lalu mengangguk. Tiba-tiba dia menangis.
Air matanya mengalir ke pipinya, lalu jatuh. Tepat di pipiku, bersamaan dengan jatuhnya hujan yang seakan menggambarkan perasaan Hinata.
"Naruto... aku..." Hinata mencoba menahan tangisnya. Tubuhnya gemetaran.
"Aku... Aku mencintaimu!" Aku terkejut.
"Sebenarnya... sebenarnya dari dulu... aku... aku mengagumimu, Naruto..." Suaranya bercampur dengan beberapa isakan.
"Aku selalu... memperhatikanmu setiap saat. Dan aku...-"
"Hinata..." Aku menaruh telunjukku di bibirnya.
Hinata terkejut sebentar, lalu memandangku.
"Aku tahu itu." Aku berkata sambil tersenyum.
Tiba-tiba rasa nyeri itu datang lagi. Waktuku tinggal sedikit.
"Sakura, jadilah ninja medis yang berguna bagi desa Konoha, aku percaya suatu hari nanti kau bisa menandingi Tsunade Baa-chan." Sakura terkejut, lalu mulai menggelengkan kepala.
"Naruto... jangan sampai kau mati di depanku, kau baka." Sakura mencoba menahan tangisnya juga.
"Kakashi-sensei... kau adalah Sensei terbaik untukku. Jagalah Sakura, dan jangan terlambat terus. Jangan lupa kunjungi Obito... dia senang jika kau mengunjunginya." Kakashi-sensei terkejut, tapi sepertinya dia mengerti keadaanku sekarang.
"Dan Hinata..." Aku menolehkan kepalaku ke kanan. "Aku juga mencintaimu." Hinata blushing. Mukanya sangat merah, aku bingung mengapa dia belum pingsan juga sampai saat ini.
"Mungkin aku akan menyusul... Sasuke...?" Aku bertanya pada diriku sendiri, sambil melihat tetesan-tetesan hujan yang jatuh membasahi wajahku.
Sakura masih berusaha mengobatiku, sepertinya dia tidak akan berhenti.
"Sakura... sudahlah..." Sakura menggelengkan kepalanya lagi, mengibaskan rambut pink-nya.
Aku terbatuk-batuk, lalu mengeluarkan darah. Oke, waktuku habis.
"Minna, Arigatou... Gozaimasu... Semuanya, Terima kasih..." Lalu aku merasa terjatuh pelan ke sebuah lubang yang gelap, tapi entah mengapa lubang itu terasa begitu nyaman.
Aku mendengar Sakura dan Hinata memanggil namaku, tapi aku merasa terlalu nyaman untuk kembali. Lalu aku melihat seorang wanita berambut merah panjang dan bermata violet tersenyum padaku. Kaa-san...
Tiba-tiba Kaa-san melihat ke atas, dimana ada seorang pria berambut kuning dan bermata biru seperti aku. Tou-san...
Setelah itu ada Jiraiya, Hokage ketiga, Nagato, Asuma, Zabuza, Haku, dan orang-orang lain yang telah pergi sebelum aku.
Akhirnya... aku bisa merasakan kedamaian. Akhirnya... aku bisa melihat mereka... Tou-san, Kaa-san...
"Tidak, jika aku bisa mengubahnya." Tiba-tiba terdengar suara.
"Kyuubi?"
"Mungkin kau setuju untuk mati, tapi aku tidak!"
"Lalu apa yang bisa kau lakukan, Kyuu? Aku sudah mati, terima saja. Dan jika aku mati, maka itu artinya KAU juga mati." Aku mencoba membantahnya.
"Tak ada yang bisa kau lakukan, Kyuu... Kita sudah mati, terima saja."
"Tentu ada yang bisa kulakukan." Tiba-tiba bayangan orang-orang itu hilang, dan Kyuubi muncul di depanku.
"Apa yang kau lakukan? Aku begitu dekat dengan mereka. Akhirnya, setelah sekian lama, aku bisa melihat mereka lagi!" Aku berteriak dengan marah.
"Aku bisa mempertemukanmu dengan mereka, jika itu yang kau mau. Setidaknya, mungkin beberapa dari mereka." Aku mencoba berpikir sebentar.
"Benarkah?" Aku bertanya dengan tidak yakin.
"Aku dinamai Kyuubi no Kitsune bukannya tanpa alasan, nak."
"Oke, apa yang harus kulakukan?" Mungkin aku harus memberinya kesempatan.
Kyuubi tersenyum sangat lebar, membuatku sedikit ketakutan.
"Duduk, dan lihat saja."
Tiba-tiba aku merasa seperti terjatuh lagi ke dalam sebuah lubang. Kali ini lubang itu berwarna putih. Cahayanya begitu terang, jadi aku menutup mataku. Lubang itu menarikku masuk, dan tiba-tiba aku pingsan.
Okeh, mungkin ini adalah chapter terpendek yang pernah Ruvi buat. Tapi Ruvi ingin tahu pendapat orang-orang tentang fic ini dulu... Dan Ruvi memang sengaja ingin mengakhiri chapter ini disini, supaya orang penasaran tentang kelanjutannya.
Oya, ini vocabularies buat yang mungkin belum tahu ^^:
Kon-ni-chi-wa: Konnichiwa: Selamat siang / halo
Kaa-san: Ibu
Tou-san: Ayah
Minna: Semuanya / semua orang
Arigatou Gozaimasu: Terima kasih banyak
Yup, tunggu chapter kedua Ruvi, ya!
